Anda di halaman 1dari 4

Bab I

PENDAHULUAN

Obat merupakan zat kimia yang sering diberikan oleh para dokter dalam
penatalaksanaan suatu penyakit. Di dalam tubuh, setiap zat dimetabolisme agar dapat
digunakan oleh tubuh sesuai dengan fungsinya. Hati adalah organ utama dalam metabolisme
berbagai zat.

Obat yang kita telan akan mengalami beberapa kali proses kimia sebelum akhirnya
dapat digunakan oleh tubuh. Obat diabsorbsi terlebih dahulu di saluran cerna, kemudian zat-zat
yang terkandung dalam obat tersebut akan didistribusikan melalui darah untuk dimetabolisme
di hati, baru kemudian diekskresikan baik melalui ginjal maupun melalui feses.

Karena berbagai macam proses tersebut dan melibatkan banyak zat, obat dapat
menyebabkan intoksikasi pada organorgan tubuh. Peningkatan kadar dosis obat yang
digunakan juga berpengaruh terhadap derajat intoksikasi. Namun, pada beberapa obat,
ketergantungan obat tersebut tidak berlaku. Hati sebagai tempat metabolisme seluruh zat yang
ada di tubuh menjadi sangat rentan mengalami intoksikasi. Meskipun pada hati sendiri memiliki
sistem hepatoprotektor, tetapi adakalanya sistem tersebut tidak dapat membendung
banyaknya zat yang masuk di dalam tubuh, sehingga zat tersebut mempengaruhi sel hepar
secara langsung.

Lebih dari 900 obat, toksin, dan jamujamuan telah dilaporkan menyebabkan kerusakan
pada hati. 20-40 % kerusakan hati yang disebabkan oleh obatobatan menyebabkan kerusakan
hati berat. 75% reaksi obat idiosinkratik mengharuskan penatalaksanaan transplantasi hati atau
kematian. Di Amerika, dilaporkan 2000 kasus gagal hati akut, dan 50% diantaranya disebabkan
oleh penggunaan obat.(1)

Obat-obatan anti tuberculosis adalah obat yang paling sering menyebabkan drug-
induced liver injury. Berdasarkan laporan, insiden hepatotoksisitas yang disebabkan oleh obat
anti-TB berkisar antara 2.5%-3.49%. Namun hal ini seringkali diikuti sedikit peningkatan dari
transaminase, yang mana kerusakan serius pada hepar terjadi kurang dari 5% kasus, dan
perubahan yang pasti pada obat-obatan anti-TB yang dibutuhkan hanya 1-2%. Insiden hepatitis
meningkat berdasarkan umur, mulai dari dibawah 1% pada pasien dengan umur kurang dari 20
tahun, dan meningkat sampai 5% pada pasien umur 60 tahun. Faktor resiko lain dari
hepatotoksisitas adalah riwayat mengkonsumsi alcohol atau alcoholic liver disease, hepatitis B
dan C, terpapar substansi lain yang menginduksi enzim sitokrom P450, peningkatan
transaminase atau bilirubin dan kemungkinan ko-infeksi dari HIV. Akibat kematian yang
disebabkan oleh obat-obatan anti-TB paling banyak terjadi pada pasien lebih dari 50 tahun
dengan faktor resiko.

Dari obat lini pertama, Isoniazid, Rifampisin dan Pirazinamid adalah obat yang
berpotensi hepatotoksik. Karena obat-obatan itu digunakan dalam kombinasi, maka akan sulit
untuk menentukan obat mana yang menyebabkan reaksi hepatotoksisitas. Sering, seorang
pasien dengan obat yang sama setelah episode hepatotoksisitas tidak akan menyebabkan
kambuhnya gejala. Akibatnya, perkiraan mengenai pentingnya obat-obatan sebagai penyebab
hepatotoksisitas mungkin tidak begitu akurat. Pirazinamid dengan insidens tertinggi
menyebabkan hepatitis sekitar 0,5% per 1 bulan therapy. Ketika diberi sendiri sebagai
profilaksis selama 1 tahun, Isoniazid menyebabkan peningkatan enzim hati sekitar 10% dan
klinis hepatitis sekitar 1% dimana insiden ini meningkat pada usia tua. Dalam pengobatan TB
aktif, ada bukti bahwa Isoniazid mungkin umumnya lebih terkait dengan hepatitis dibandingkan
dengan Rifampiain. Rifampisin juga dapat menyebabkan hepatitis, meskipun lebih sering
isoniazid. Rifampisin menyebabkan hyperbilirubinaemia terisolasi, mungkin karena
penghambatan ekskresi bilirubin. Ethambutol dan Streptomisin jarang menyebabkan kerusakan
iiver.

Hepatotoksisitas dari isoniazid dianggap sebagai reaksi yang istimewa. Hasil


metabolisme Isoniazid di metabolit reaktif mengikat dan menyebabkan kerusakan
makromolekul sel hati. Sedikit peningkatan transaminase bersifat asimptomatik, yang terlihat
pada banyak pasien adalah hasil toksisitas langsung dari metabolit hidrazin. Namun, pada

2 TB Paru - hepatotoksis
beberapa pasien, ada lebih banyak kerusakan hati serius, yang diperkirakan akibat pengalihan
dari metabolisme ke jalur yang berbeda melalui sistem sitokrom P450, bukti tidak langsung
menyatakan bahwa acetylators lambat tampak lebih mudah terjadi hepatotoksisitas yang
serius yang disebabkan oleh Isoniazid. (2)

Pada makalah ini akan dibahas mengenai Managemen TB Paru dengan gangguan fungsi
hati,meliputi Epidemiologi,gejala dan tanda klinis,diagnosis banding,penalaksanaan,komplikasi
dan pencegahannya

3 TB Paru - hepatotoksis
4 TB Paru - hepatotoksis

Anda mungkin juga menyukai