1
6. Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran : compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 82x/menit, teratur, isi cukup
Respirasi : 22x/menit, teratur
Suhu : 36C
Habitus : Piknikus (BB 84,5 kg, TB 173 cm, IMT 28,2 kg/m2)
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
THT : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, uvula di tengah
Leher : Pembesaran KGB (-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara napas vesikuler normal, rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen : Cembung, nyeri tekan (-), bising usus positif normal
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time <2 detik, tidak ada edema
Status neurologis : dalam batas normal
Daftar Pustaka:
- Suryono Slamet. Diabetes Melitus Di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th . Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Indonesia. Jakarta: 2009.
- Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2
di Indonesia. Jakarta: 2011.
Hasil Pembelajaran:
1. Tata laksana pasien Diabetes Melitus
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif :
Laki-laki, 48 tahun datang ke Poli PTM PKC Grogol Petamburan dengan
keluhan sering buang air kecil sejak 1 bulan namun memberat sejak 1 minggu
sebelum berobat. Keluhan juga disertai rasa cepat haus dan cepat lapar.
Kesemutan pada kedua kaki dikeluhkan Os sejak 2 minggu sebelum berobat.
Os pernah memeriksakan kadar gula darah di apotek dekat rumah dan hasil
gula darahnya 300 mg/dl. Os mengaku tidak memiliki masalah penglihatan.
2
Akhirnya pasien memutuskan untuk berobat ke puskesmas.
Demam disangkal.
Batuk disangkal.
Sesak nafas disangkal.
Mual dan muntah disangkal.
Sakit perut disangkal.
BAK frekuensinya menjadi sering
BAB warna dan konsistensi biasa.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga: bapak pasien menderita diabetes melitus
Kondisi lingkungan sosial dan fisik: Tinggal bersama istri dan anak, jarak
rumah dengan rumah tetangga dekat.
2. Objektif: compos mentis, tampak sakit ringan
3. Assesment (penalaran klinis):
Penegakan diagnosis Diabete Melitus dapat dilakukan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
ditemukan gejala klinis adalah keluhan sering buang air kecil sejak 1 bulan
namun memberat sejak 1 minggu sebelum berobat. Keluhan juga disertai rasa
cepat haus dan cepat lapar. Kesemutan pada kedua kaki dikeluhkan Os sejak 2
minggu sebelum berobat. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan.
Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah ditemukan adanya
peningkatan kadar gula darah. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat
dilakukan antara lain EKG, funduskopi dan pemeriksaan kolesterol untuk
melihat kemungkinan terjadinya komplikasi.
Terapi yang diberikan antara lain metformin 2x500mg, dan vitamin B
complex 2x1.
4. Plan:
Diagnosis klinis: Diabetes Melitus Tipe 2
Pengobatan:
a. Promotif:
Diberikan penyuluhan mengenai Diabetes Melitus mulai dari
pengertian, gejala penyakit, pola hidup sehat, penggunaan obat dan
pentingnya kontrol, dan komplikasi.
b. Preventif:
Jika ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama
3
disarankan untuk periksa ke Puskesmas.
c. Kuratif:
Diberikan obat anti diabetes (Metformin) 2x500 mg dan vitamin B
complex 2x1 tablet.
Diagnostik:
Anjuran: Profil Lipid pada keadaan puasa, EKG, funduskopi, ureum dan
kreatinin
Konsultasi:
Perlu dilakukan konsultasi kepada spesialis penyakit dalam apabila terdapat
komplikasi
4
PEMBAHASAN
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Penatalaksanaan diabetes melitus terdiri dari: Pertama,
terapi non farmakologi yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan
pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan
aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit
diabetes yang dilakukan terus-menerus. Kedua, terapi farmakologi, yang meliputi
pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin..
5
Tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan
mempertahankan:
1. Kadar glukosa darah mendekati normal,
Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl
Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl
Kadar A1c < 7%
2. Tekanan darah < 130/80
3. Profil lipid:
Kolesterol LDL < 100 mg/dl
Kolesterol HDL > 40 mg/dl
Trigliserida < 150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin
6
3. Lemak (20-25%)
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Bahan
makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan whole milk.
Pemberian MUFA (monounsaturated fatty acid) pada diet diabetisi dapat
menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL dan
meningkatkan kadar kolesterol HDL, sedangkan asam lemak tidak jenuh
rantai panjang (PUFA= polyunsaturated fatty acid) dapat melindungi
jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit.
1. Natrium
Anjuran asupan natrium tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7
gram (1 sendok teh) garam dapur.
2. Serat
Penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-
kacangan, buah, dan sayuran. Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.
7
Berat badan idaman (BBI) = ( TB cm - 100 ) - 10 %. Untuk laki-laki < 160 cm,
wanita < 150 cm, perhitungan BB idaman tidak dikurangi 10 %.
Penentuan status gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%
- Berat badan kurang BB < 90 % BBI
- Berat badan normal BB 90 - 110 % BBI
- Berat badan lebih BB 110 - 120 % BBI
- Gemuk BB > 120 % BBI
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan
siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara
makan besar.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan jasmani yang dimaksud adalah jalan kaki, bersepeda santai, jogging,
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
8
menggunakan tangga, berkebun tetap dilakukan. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan.
Terapi Farmakologi
Macam-Macam Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Penghambat glukoneogenesis
1. BIGUANID (METFORMIN)
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati, disamping
juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes yang gemuk. Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat dan sesudah makan.
Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi didalam usus dan hati, tidak
dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Oleh karena itu
metformin biasanya diberikan dua sampai tiga kali sehari kecuali dalam bentuk
extended release.
Efek samping yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, dan untuk
menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (kreatinin>1,3mg/dl pada perempuan dan >1,5mg/dl pada laki-laki) atau
pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung serta harus diberikan dengan hati-
hati pada orang usia lanjut.
Mekanisme kerja metformin menurunkan glukosa darah melalui
pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin dan
menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa
9
oleh usus sehigga menurunkan glukosa darah dan menghambat absorpsi glukosa
di usus sesudah asupan makan. Setelah diberikan secara oral, metformin akan
mencapai kadar tertingi dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin
dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 2,5 jam.
Metformin dapat menurunkan glukosa darah tetapi tidak akan
menyebabkan hipoglikemia sehingga tidak dianggap sebagai obat hipoglikemik,
tetapi obat antihiperglikemik. Metformin tidak meyebabkan kenaikan berat badan.
Kombinasi sulfonilurea dengan metformin saat ini merupakan kombinasi yang
rasional karena mempunyai cara kerja sinergis sehingga kombinasi ini dapat
menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan tuggal masing-
masing, baik pada dosis maksimal keduanya maupun pada kombinasi dosis
rendah.
Kombinasi metformin dan insulin juga dapat dipertimbangkan pada pasien
gemuk dengan glikemia yang sukar dikendalikan. Karena kemampuannya
mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan berat badan dan
memperbaiki profil lipid maka metformin sebagai monoterapi pada awal
pengelolaan diabetes pada orang gemuk dengan dislipidemia dan resistensi insulin
berat merupakan pilihan pertama. Bila dengan monoterapi tidak berhasil maka
dapat dilakukan kombinasi dengan SU atau obat anti diabetik lain.
10
1. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat
ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam
saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa
dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan
tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
Acarbose hampir tidak diabsorbsi dan bekerja lokal pada saluran
pencernaan. Acarbose mengalami metabolisme di dalam saluran pencernaan,
metabolisme terutama oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal dan aktifitas
enzim pencernaan. Waktu paruh eliminasi plasma kira-kira 2 jam pada orang sehat
dan sebagian besar diekskresi melalui feses. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.Untuk mendapatkan efek maksimal, obat
ini harus diberikan segera pada saat makanan utama.
11
mempertahankan sekresi insulin. Tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang.
Mekanisme kerja efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan
merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Bila
sulfonilurea terikat pada reseptor (SUR) pada channel tersebut maka akan terjadi
penutupan. Keadaan ini menyebabkan penurunan permeabilitas K pada membran
dan membuka channel Ca tergantung voltase, dan menyebabkan peningkatan Ca
intrasel. Ion Ca akan terikat pada Calmodilun dan menyebabkan eksositosis
granul yang mengandung insulin.
Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan. Oleh karena itu hanya bermanfaat untuk
pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk sekresi insulin. Golongan obat
ini tidak dapat dipakai pada diabetes mellitus tipe 1.
Glibenklamid mempunyai masa paruh 4 jam pada pemakaian akut, tetapi
pada pemakaian jangka lama >12 minggu, masa paruhnya memanjang sampai 12
jam. Karena itu dianjurkan untuk memakai glibenklamid sehari sekali. Bila
konsentrasi glukosa puasa < 200mg/dl, Sulfonilurea sebaiknya dimulai dengan
pemberian dosis kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu sehingga
tercapai glukosa darah puasa 90-130mg/dl. Bila glukosa darah puasa > 200mg/dl
dapat diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan setengah
jam sebelum makan karena diserap dengan lebih baik. Pada obat yang diberikan
satu kali sehari sebaiknya diberikan pada waktu makan pagi atau pada makan
makanan porsi terbesar.
2. GLINID
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid dan Nateglinid
kedua-duanya diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat
dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati sehingga diberikan dua sampai tiga
kali sehari. Obat ini diberikan sesaat sebelum makan dan dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial dengan efek hipoglikemik yang minimal. Karena
12
sedikit mempunyai efek terhadap glukosa puasa maka kekuatannya untuk
menurunkan A1C tidak begitu kuat.
13
A. Suntikan
1. Insulin, diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan dengan cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasii OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang beat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
14
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi 4 jenis, yakni:
- Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
- Insulin kerja pendek (short acting insulin)
- Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
- Insulin kerja panjang (long acting insulin)
- Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)
15
o Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan),
dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit
o Pada keadaan khusus diberikan intramuskularatau intravena secara bolus
atau drip
16
17