Anda di halaman 1dari 17

PORTOFOLIO INTERNSHIP KASUS MEDIK

Nama Peserta dr. Monica Eldi


Nama Wahana Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan
Topik Diabetes Melitus
Tanggal (kasus) 20 April 2015
Nama Pasien Tn. TA
Tanggal Presentasi Juni 2015 Pendamping Dr. Diah
Tempat Presentasi Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan
Objektif Presentasi
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi Tn. TA, laki-laki 48 tahun datang dengan keluhan sering buang air kecil.
Tujuan Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Diabetes Melitus
Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos
Data Pasien Tn. TA No. Registrasi: 2632/15
Nama Klinik Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan
Data Utama untuk Bahan Diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Os datang ke Poli PTM PKC Grogol Petamburan dengan keluhan sering buang air kecil
sejak 1 bulan namun memberat sejak 1 minggu sebelum berobat. Keluhan juga disertai rasa
cepat haus dan cepat lapar. Kesemutan pada kedua kaki dikeluhkan Os sejak 2 minggu
sebelum berobat. Os pernah memeriksakan kadar gula darah di apotek dekat rumah dan
hasil gula darahnya 300 mg/dl. Os mengaku tidak memiliki masalah penglihatan. BAB
tidak ada keluhan. Os mengaku bahwa bapak os mempunyai riwayat diabetes melitus.
2. Riwayat Pengobatan:
Os belum pernah melakukan pengobatan untuk keluhannya.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
- Pasien tidak pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga:
- Riwayat anggota keluarga dengan riwayat diabetes diakui (bapak pasien)
5. Riwayat Pekerjaan dan sosial:
Pasien kesehariannya bekerja sebagai karyawan swasta. Pasien jarang berolahraga, riwayat
merokok tidak ada. Pasien tinggal bersama istri dan anaknya. Biaya pengobatan
ditanggung oleh BPJS

1
6. Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran : compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 82x/menit, teratur, isi cukup
Respirasi : 22x/menit, teratur
Suhu : 36C
Habitus : Piknikus (BB 84,5 kg, TB 173 cm, IMT 28,2 kg/m2)
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
THT : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, uvula di tengah
Leher : Pembesaran KGB (-)

Jantung : Bunyi jantung I dan II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara napas vesikuler normal, rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen : Cembung, nyeri tekan (-), bising usus positif normal
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time <2 detik, tidak ada edema
Status neurologis : dalam batas normal
Daftar Pustaka:
- Suryono Slamet. Diabetes Melitus Di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th . Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Indonesia. Jakarta: 2009.
- Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2
di Indonesia. Jakarta: 2011.
Hasil Pembelajaran:
1. Tata laksana pasien Diabetes Melitus
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif :
Laki-laki, 48 tahun datang ke Poli PTM PKC Grogol Petamburan dengan
keluhan sering buang air kecil sejak 1 bulan namun memberat sejak 1 minggu
sebelum berobat. Keluhan juga disertai rasa cepat haus dan cepat lapar.
Kesemutan pada kedua kaki dikeluhkan Os sejak 2 minggu sebelum berobat.
Os pernah memeriksakan kadar gula darah di apotek dekat rumah dan hasil
gula darahnya 300 mg/dl. Os mengaku tidak memiliki masalah penglihatan.

2
Akhirnya pasien memutuskan untuk berobat ke puskesmas.
Demam disangkal.
Batuk disangkal.
Sesak nafas disangkal.
Mual dan muntah disangkal.
Sakit perut disangkal.
BAK frekuensinya menjadi sering
BAB warna dan konsistensi biasa.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga: bapak pasien menderita diabetes melitus
Kondisi lingkungan sosial dan fisik: Tinggal bersama istri dan anak, jarak
rumah dengan rumah tetangga dekat.
2. Objektif: compos mentis, tampak sakit ringan
3. Assesment (penalaran klinis):
Penegakan diagnosis Diabete Melitus dapat dilakukan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
ditemukan gejala klinis adalah keluhan sering buang air kecil sejak 1 bulan
namun memberat sejak 1 minggu sebelum berobat. Keluhan juga disertai rasa
cepat haus dan cepat lapar. Kesemutan pada kedua kaki dikeluhkan Os sejak 2
minggu sebelum berobat. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan.
Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah ditemukan adanya
peningkatan kadar gula darah. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat
dilakukan antara lain EKG, funduskopi dan pemeriksaan kolesterol untuk
melihat kemungkinan terjadinya komplikasi.
Terapi yang diberikan antara lain metformin 2x500mg, dan vitamin B
complex 2x1.
4. Plan:
Diagnosis klinis: Diabetes Melitus Tipe 2
Pengobatan:
a. Promotif:
Diberikan penyuluhan mengenai Diabetes Melitus mulai dari
pengertian, gejala penyakit, pola hidup sehat, penggunaan obat dan
pentingnya kontrol, dan komplikasi.
b. Preventif:
Jika ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama

3
disarankan untuk periksa ke Puskesmas.
c. Kuratif:
Diberikan obat anti diabetes (Metformin) 2x500 mg dan vitamin B
complex 2x1 tablet.
Diagnostik:
Anjuran: Profil Lipid pada keadaan puasa, EKG, funduskopi, ureum dan
kreatinin

4 Pilar Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Edukasi, Latihan Jasmani, Terapi Gizi Medis, Intervensi Farmakologis

Konsultasi:
Perlu dilakukan konsultasi kepada spesialis penyakit dalam apabila terdapat
komplikasi

4
PEMBAHASAN

PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Penatalaksanaan diabetes melitus terdiri dari: Pertama,
terapi non farmakologi yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan
pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan
aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit
diabetes yang dilakukan terus-menerus. Kedua, terapi farmakologi, yang meliputi
pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin..

Terapi Non Farmakologis:


1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Untuk mencapai keberhasilan perubahan
perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan
motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda
dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien.

2. Terapi Gizi Medis


Prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan
pada status gizi diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan
kebutuhan individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain:
a. Menurunkan berat badan
b. Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik
c. Menurunkan kadar glukosa darah
d. Memperbaiki profil lipid
e. Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin.
f. Memperbaiki sistem koagulasi darah.

5
Tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan
mempertahankan:
1. Kadar glukosa darah mendekati normal,
Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl
Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl
Kadar A1c < 7%
2. Tekanan darah < 130/80
3. Profil lipid:
Kolesterol LDL < 100 mg/dl
Kolesterol HDL > 40 mg/dl
Trigliserida < 150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin

Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan


pola makan diabetisi antara lain: tinggi badan, berat badan, status gizi, status
kesehatan, aktivitas fisik, dan faktor usia, faktor fisiologis seperti masa kehamilan,
masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lain-lain. Masalah
lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah masalah status ekonomi, lingkungan,
kebiasaan atau tradisi di dalam lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan
petugas kesehatan yang ada.

JENIS BAHAN MAKANAN


1. Karbohidrat (45-65%)
Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada diabetisi tidak
boleh lebih dari 65% total asupan energi. Makanan harus mengandung
karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
2. Protein (10-20%)
Jumlah kebutuhan protein yang di rekomendasikan sekitar 10-20% dari
total asupan energi. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan,
udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu
rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.

6
3. Lemak (20-25%)
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Bahan
makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan whole milk.
Pemberian MUFA (monounsaturated fatty acid) pada diet diabetisi dapat
menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL dan
meningkatkan kadar kolesterol HDL, sedangkan asam lemak tidak jenuh
rantai panjang (PUFA= polyunsaturated fatty acid) dapat melindungi
jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit.
1. Natrium
Anjuran asupan natrium tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7
gram (1 sendok teh) garam dapur.
2. Serat
Penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-
kacangan, buah, dan sayuran. Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.

PERHITUNGAN JUMLAH KALORI


Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada atau
tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani
Penentuan Status Gizi Berdasarkan IMT
IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi
dengan tinggi badan (dalam meter).
Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT:
Berat badan kurang < 18,5
Berat badan normal 18,5-22,9
BB lebih 23,0
Dengan risiko 23-24,9
Obesitas I 25-29,9
Obesitas II 30

Penentuan Status Gizi Berdasarkan Rumus Broca


Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus :

7
Berat badan idaman (BBI) = ( TB cm - 100 ) - 10 %. Untuk laki-laki < 160 cm,
wanita < 150 cm, perhitungan BB idaman tidak dikurangi 10 %.
Penentuan status gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%
- Berat badan kurang BB < 90 % BBI
- Berat badan normal BB 90 - 110 % BBI
- Berat badan lebih BB 110 - 120 % BBI
- Gemuk BB > 120 % BBI

Untuk kepentingan praktis dalam praktek di lapangan, digunakan rumus Broca.


Penentuan kebutuhan kalori per hari :
1. Kebutuhan basal :
Laki-laki : BB idaman (kg) X 30 kalori
Wanita : BB idaman (kg) X 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian :


Umur diatas 40 tahun : - 5 %
Aktivitas ringan : + l0 % (duduk-duduk, nonton televisi dll)
Aktivitas sedang :+20% (kerja kantoran, ibu rumah tangga, perawat, dokter)
Aktivitas berat :+30% (olahragawan, tukang becak dll)
Berat badan gemuk :-20%
Berat badan lebih : -l0 %
Berat badan kurus :+20%

3. Stres metabolik : +10-30 % (infeksi, operasi, stroke, dll)

4. Kehamilan trimester I dan II : + 300 Kalori

5. Keharnilan trimester III dan menyusui : + 500 Kalori

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan
siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara
makan besar.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan jasmani yang dimaksud adalah jalan kaki, bersepeda santai, jogging,
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,

8
menggunakan tangga, berkebun tetap dilakukan. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan.

Prinsip Latihan Jasmani Bagi Diabetisi



Frekuensi : Jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan
teratur 3-5 kali perminggu

Intensitas : Ringan atau Sedang (60-70% Maximum Heart Rate)

Durasi : 30-60 menit

Jenis : Latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan
kemampuan kardio respirasi seperti jalan, jogging, berenang, dan
bersepeda.

Terapi Farmakologi
Macam-Macam Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Penghambat glukoneogenesis
1. BIGUANID (METFORMIN)
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati, disamping
juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes yang gemuk. Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat dan sesudah makan.
Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi didalam usus dan hati, tidak
dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Oleh karena itu
metformin biasanya diberikan dua sampai tiga kali sehari kecuali dalam bentuk
extended release.
Efek samping yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, dan untuk
menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (kreatinin>1,3mg/dl pada perempuan dan >1,5mg/dl pada laki-laki) atau
pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung serta harus diberikan dengan hati-
hati pada orang usia lanjut.
Mekanisme kerja metformin menurunkan glukosa darah melalui
pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin dan
menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa

9
oleh usus sehigga menurunkan glukosa darah dan menghambat absorpsi glukosa
di usus sesudah asupan makan. Setelah diberikan secara oral, metformin akan
mencapai kadar tertingi dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin
dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 2,5 jam.
Metformin dapat menurunkan glukosa darah tetapi tidak akan
menyebabkan hipoglikemia sehingga tidak dianggap sebagai obat hipoglikemik,
tetapi obat antihiperglikemik. Metformin tidak meyebabkan kenaikan berat badan.
Kombinasi sulfonilurea dengan metformin saat ini merupakan kombinasi yang
rasional karena mempunyai cara kerja sinergis sehingga kombinasi ini dapat
menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan tuggal masing-
masing, baik pada dosis maksimal keduanya maupun pada kombinasi dosis
rendah.
Kombinasi metformin dan insulin juga dapat dipertimbangkan pada pasien
gemuk dengan glikemia yang sukar dikendalikan. Karena kemampuannya
mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan berat badan dan
memperbaiki profil lipid maka metformin sebagai monoterapi pada awal
pengelolaan diabetes pada orang gemuk dengan dislipidemia dan resistensi insulin
berat merupakan pilihan pertama. Bila dengan monoterapi tidak berhasil maka
dapat dilakukan kombinasi dengan SU atau obat anti diabetik lain.

Peningkat sensitivitas terhadap insulin


1. TIAZOLIDINDION/GLITAZONE
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada peroxisome proliferator activated
receptor gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan
ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena
dapat memperberat edema/resistensi cairan dan juga pada gangguan faal hati.

Penghambat Absorpsi Glukosa

10
1. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat
ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam
saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa
dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan
tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
Acarbose hampir tidak diabsorbsi dan bekerja lokal pada saluran
pencernaan. Acarbose mengalami metabolisme di dalam saluran pencernaan,
metabolisme terutama oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal dan aktifitas
enzim pencernaan. Waktu paruh eliminasi plasma kira-kira 2 jam pada orang sehat
dan sebagian besar diekskresi melalui feses. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.Untuk mendapatkan efek maksimal, obat
ini harus diberikan segera pada saat makanan utama.

Pemicu Sekresi Insulin


Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi
sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
1. SULFONILUREA
Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan
diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi
gangguan pada sekresi insulin. Obat golongan ini merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang. Sulfonilurea sering digunakan
sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan atau

11
mempertahankan sekresi insulin. Tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang.
Mekanisme kerja efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan
merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Bila
sulfonilurea terikat pada reseptor (SUR) pada channel tersebut maka akan terjadi
penutupan. Keadaan ini menyebabkan penurunan permeabilitas K pada membran
dan membuka channel Ca tergantung voltase, dan menyebabkan peningkatan Ca
intrasel. Ion Ca akan terikat pada Calmodilun dan menyebabkan eksositosis
granul yang mengandung insulin.
Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan. Oleh karena itu hanya bermanfaat untuk
pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk sekresi insulin. Golongan obat
ini tidak dapat dipakai pada diabetes mellitus tipe 1.
Glibenklamid mempunyai masa paruh 4 jam pada pemakaian akut, tetapi
pada pemakaian jangka lama >12 minggu, masa paruhnya memanjang sampai 12
jam. Karena itu dianjurkan untuk memakai glibenklamid sehari sekali. Bila
konsentrasi glukosa puasa < 200mg/dl, Sulfonilurea sebaiknya dimulai dengan
pemberian dosis kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu sehingga
tercapai glukosa darah puasa 90-130mg/dl. Bila glukosa darah puasa > 200mg/dl
dapat diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan setengah
jam sebelum makan karena diserap dengan lebih baik. Pada obat yang diberikan
satu kali sehari sebaiknya diberikan pada waktu makan pagi atau pada makan
makanan porsi terbesar.

2. GLINID
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid dan Nateglinid
kedua-duanya diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat
dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati sehingga diberikan dua sampai tiga
kali sehari. Obat ini diberikan sesaat sebelum makan dan dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial dengan efek hipoglikemik yang minimal. Karena

12
sedikit mempunyai efek terhadap glukosa puasa maka kekuatannya untuk
menurunkan A1C tidak begitu kuat.

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Obat Hipoglikemi Oral:


a. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian
dinaikkan secara bertahap.
b. Harus diketahui bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek
samping obat.
c. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan
adanya interaksi obat.
d. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral,
usahakanlah menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal
beralih kepada insulin.
e. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien.

Tabel 1. Obat Hipoglikemik Oral yang tersedia di Indonesia

13
A. Suntikan
1. Insulin, diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan dengan cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasii OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang beat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insullin

14
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi 4 jenis, yakni:
- Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
- Insulin kerja pendek (short acting insulin)
- Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
- Insulin kerja panjang (long acting insulin)
- Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)

Efek samping terapi insulin


- Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia
- Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang
dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin

Dasar pemikiran terapi insullin:


Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu meniru insulin yang fisiologis
Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial
atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial
akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan
Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah
basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral
maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran
glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang)
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C
belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah
prandial (meal-related)
Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan
glukosa darah prandial seperti golongan obat peningkat insulin kerja
pendek (golongan glinid), atau penghambat asupan karbohidrat dari lumen
usus (acarbose)
Cara penyuntikan insulin

15
o Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan),
dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit
o Pada keadaan khusus diberikan intramuskularatau intravena secara bolus
atau drip

2. Agonis GLP-1/incretin mimetic


Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan
insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan
yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Efek
agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang
diketahui berperan pada proses glukoneogenesis.

Tabel 2. Mekanisme Kerja, Efek Samping Utama dan Pengaruh Terhadap


Penurunan A1C (Hb-glikosilat)

Cara kerja utama Efek samping Penurunan A1C


utama
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi BB naik, 1,5-2,5%
insulin hipoglikemia
Glinid Meningkatkan sekresi 1,5-2,5%
insulin
Metformin Menekan produksi Diare, dispepsia, 1,5-2,5%
glukosa hati asidosis laktat
Penghambat Menghambat Flatulens, tinja 0,5-1,0%
glukosidase alfa absorpsi glukosa lembek
Tiazolidindion Menambah Edema 1,3%
sensitivitas terhadap
insulin
Insulin Menekan produksi Hipoglikemia, BB Potensial normal
glukosa hati, naik
stimulasi
pemanfaatan glukosa

Gambar 1. Panduan tatalaksana pada diabetes melitus

16
17

Anda mungkin juga menyukai