Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PERLAKUAN PANAS


2.1.1 Pengertian
Perlakuan panas dilakukan untuk merubah karakteristik tertentu dari logam dan
paduan sehingga lebih sesuai dengan penggunaannya di lapangan. Secara umum
perlakuan panas merupakan suatu siklus yang terdiri dari pemanasan dan
pendinginan yang terkontrol pada suatu logam atau paduan logam dalam keadaan
padatan dengan tujuan untuk memodifikasi struktur mikro sehingga diperoleh
perubahan sifat-sifatnya (khususnya sifat mekanis) (7, 17), seperti kekerasan, kekuatan,
keuletan, ketangguhan, ketahanan aus, dan lain-lain. Definisi perlakuan panas dari
(7)
International Federation for the Heat Treatment of Materials (IFHT) adalah
sebuah proses pada keseluruhan objek atau sebagian objek material dengan cara
memberinya siklus termal dan jika diperlukan dilakukan pula aksi fisika atau kimia
dengan tujuan untuk mendapatkan struktur dan sifat yang diinginkan. Pengertian
siklus termal itu sendiri adalah perubahan temperatur terhadap waktu selama proses
perlakuan panas.

Proses perlakuan panas sangat penting untuk dilakukan mengingat fakta hampir
semua komponen teknik yang terbuat dari logam memerlukan paling tidak satu
tahap/siklus perlakuan panas agar diperoleh sifat mekanis yang diperlukan. Proses ini
biasanya diterapkan mendekati atau pada tahap akhir dari proses produksi logam.
Misalnya adalah barang hasil forging, casting, pressing, dan fabrikasi (forming serta
joining) perlu dilaku panas sebelum dilakukan proses permesinan.

2.1.2 Tujuan Perlakuan Panas (7)


Tujuan utama dari perlakuan panas adalah :

BAB II Tinjauan Pustaka 8


1. Memperlunak
Memperlunak yaitu memperbaiki sifat plastisitas dengan cara mengatur ukuran,
bentuk, dan distribusi unsur-unsur pokok yang terkandung di dalam logam.

2. Menghilangkan tegangan sisa


Menghilangkan tegangan sisa yaitu memungkinkan berlangsungnya relaksasi
tegangan-tegangan sisa yang dihasilkan pada pengerjaan dingin (tarikan maupun
tekanan) dengan cara meningkatkan temperatur sehingga diperoleh penurunan
kekuatan luluh dan peningkatan recovery.

3. Melakukan homogenisasi
Homogenisasi bertujuan untuk mendapatkan komposisi kimia yang homogen di
dalam batas butiran melalui difusi unsur-unsur yang ada dalam paduan logam
pada temperatur tinggi, seperti austenitisasi, solution, dsb.

4. Meningkatkan ketangguhan
Meningkatkan ketangguhan yaitu meningkatkan kemampuan paduan untuk
menyerap energi dari beban dalam selang plastisnya tanpa terjadinya patahan.

5. Memperkeras
Memperkeras dilakukan dengan cara meningkatkan gangguan terhadap slip atau
meningkatkan penahanan terhadap pergerakan dislokasi melalui perubahan
ukuran, bentuk, dan distribusi mikrokonstituen baik melalui pengecilan ukuran
butiran, quench, maupun dengan age hardening.

6. Menambahkan unsur kimia melalui permukaaan


Tujuan penambahan unsur kimia melalui permukaan adalah memperbaiki
ketahanan aus dan ketahanan lelah (fatigue) khususnya pada permukaan melalui
permbentukan tegangan sisa tekan di permukaan logam yang dihasilkan dari
absorbsi atom-atom terlarut interstisi (C, N, dll) di bawah suatu siklus termal

BAB II Tinjauan Pustaka 9


tertentu (carburizing, nitriding, dll).

2.1.3 Tipe-Tipe Perlakuan Panas


Terdapat berbagai macam perlakuan panas yang biasa diterapkan pada baja. Masing-
masing jenis perlakuan panas tersebut memiliki tujuan dan prosedur yang berbeda
satu sama lainnya. Pemilihan perlakuan panas sangat tergantung pada tujuan
penggunaan baja tersebut di lapangan, struktur mikro serta sifat-sifat baja yang ingin
dihasilkan. Berikut beberapa tipe perlakuan panas yang biasa diterapkan pada baja.

2.1.3.1 Annealing (1)


Annealing merupakan sebuah perlakuan panas pada material dengan cara
memanaskannya pada temperatur di daerah kestabilan fasa austenit (diatas garis Ac3
dan Acm) selama beberapa waktu lalu kemudian didinginkan secara perlahan ke
temperatur kamar. Struktur mikro yang terbentuk setelah proses annealing terdiri
dari ferit dan perlit. Annealing biasa diterapkan pada material yang mengalami
pengerjaan dingin (cold work). Adapun tujuan dari annealing antara lain adalah
untuk menghilangkan tegangan sisa, melunakkan baja, dan meningkatkan keuletan
serta ketangguhan baja.

2.1.3.2 Stress relieving


Perlakuan panas stress relief bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa yang
terbentuk pada saat proses permesinan, pengerjaan dingin, pengelasan, dll. Adanya
tegangan sisa pada logam dapat mengakibatkan terjadinya distorsi pada logam atau
baja. Oleh karena itu, tegangan sisa ini harus dihilangkan atau dikurangi. Caranya
adalah dengan memanaskan baja hingga temperatur dibawah temperatur
transformasi (Ac1), ditahan selama beberapa waktu, kemudian setelah itu baja
didinginkan menuju temperatur kamar.

2.1.3.3 Normalizing
Normalizing merupakan proses perlakuan panas yang dilakukan untuk menghasilkan

BAB II Tinjauan Pustaka 10


ukuran butiran yang halus dan seragam. Selain itu, pada umumnya baja dinormalisasi
untuk menghasilkan struktur mikro ferit dan perlit yang seragam. Perlakuan panas
normalizing terdiri atas proses austenitisasi pada 100-150 oF di atas temperatur kritis
(garis Ac3 untuk baja hypoeutectoid, Acm untuk baja hypereutectoid) yang diikuti
dengan pendinginan udara (air cooling). Lama pemanasan pada temperatur
austenitisasi adalah sekitar satu jam untuk setiap ketebalan satu inci.

2.1.3.4 Spheroidizing (3)


Untuk menghasilkan baja selunak mungkin, maka baja biasanya dipanaskan hingga
di atas atau di bawah temperatur eutectoid (sekitar 100oF) kemudian ditahan selama
beberapa waktu. Struktur mikro yang terbentuk terdiri atas sementit yang berbentuk
spheroid (spheroid cementite) di dalam matrik ferit, seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.1. Untuk menghasilkan struktur sementit yang seragam, maka struktur awal
baja biasanya adalah martensit karena karbon terdistribusi lebih seragam di dalam
martensit dibandingkan pada perlit.

Gambar 2.1 Struktur Mikro Baja Karbon Sedang Setelah Perlakuan Panas
Spheroidisasi. 500X (3)

2.1.3.5 Hardening
Hardening biasanya dilakukan untuk menghasilkan baja dengan kekerasan dan

BAB II Tinjauan Pustaka 11


kekuatan yang baik. Proses hardening akan mengakibatkan perubahan struktur
kristal baja dari BCC (Body Centered Cubic) menjadi FCC (Face Centered Cubic).
Perlakuan panas hardening terdiri atas dua tahap utama yaitu austenitisasi dan
quenching. Austenitisasi merupakan pemanasan baja hingga temperatur austenitisasi
lalu ditahan selama beberapa menit (biasanya 15-45 menit). Setelah penahanan pada
temperatur austenitisasi baja kemudian didinginkan dalam sebuah media pendingin,
atau yang lebih dikenal dengan quenching. Struktur mikro yang terbentuk setelah
proses hardening biasanya terdiri atas karbida, austenit sisa, dan untempered
martensite.

2.1.3.6 Tempering
Tempering adalah perlakuan panas yang biasanya diberikan pada baja yang telah
mengalami pengerasan (hardening) dan normalisasi. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan ketangguhan dan keuletan baja. Caranya adalah dengan memanaskan
baja pada temperatur 180-700o C (1) selama 30 menit hingga 4 jam.

Tempering biasanya dibagi menjadi empat tahap berdasarkan temperatur


(13)
pemanasannya dan apa saja yang terjadi saat itu. Tahap pertama adalah
pemanasan pada temperatur 80-160 oC. Pada tahap ini terjadi presipitasi fasa karbida
dengan karbon tinggi yang disebut karbida (Fe2,7C). Konsekuensinya, karbon pada
martensit akan berkurang hingga mendekati 0,3%. Tahap kedua, pemanasan pada
temperatur 230-300 oC. Pada tahap ini terjadi pendekomposisian austenit sisa
(9, 14)
menjadi bainit, ferit, dan sementit . Namun kadang temperatur tempering tahap
dua dapat lebih tinggi karena austenit sisa yang relatif stabil akibat adanya unsur
paduan penstabil austenit. Tahap ketiga, pemanasan pada temperatur 160-400 oC.
Pada tahap ini terjadi pembentukan dan pertumbuhan sementit (Fe3C). Karbida
(karbida transisi) dan martensit berubah menjadi sementit dan ferit. Tahap terakhir,
tahap keempat, pemanasan pada temperatur 400-700 oC. Pada tahap ini terjadi
pertumbuhan, pengkasaran, dan spheroidisasi sementit.

BAB II Tinjauan Pustaka 12


2.2 BAJA PERKAKAS
2.2.1 Pendahuluan
Baja perkakas adalah baja yang mempunyai kandungan karbon paling tidak sebesar
(2)
0,6 % dengan penambahan sejumlah unsur seperti kromium (Cr), tungsten (W),
molybdenum (Mo), vanadium (V), dan mangan (Mn) dalam jumlah yang cukup
besar. Penambahan sejumlah unsur pemadu ini memungkinkan baja perkakas untuk
digunakan pada berbagai aplikasi dilapangan. Selain itu penambahan unsur-unsur
pemadu tersebut juga mengakibatkan baja perkakas memiliki kontrol dimensi yang
lebih baik dan lebih tahan terhadap retakan selama berlangsungnya proses perlakuan
panas.

Baja perkakas banyak digunakan untuk membuat tool atau perkakas pada proses
pembuatan komponen (manufacturing), seperti untuk pemotongan atau permesinan
logam, kayu, dan plastik. Selain itu baja perkakas juga digunakan untuk membuat
komponen-komponen mesin dan untuk konstruksi bangunan seperti spring (pegas),
fastener, valve, bearing, punch, dan die.

Sebagian besar perkakas mengalami pembebanan yang cukup tinggi selama


penggunaannya di lapangan. Oleh karena itu, perkakas dirancang agar memiliki
kekuatan dan ketahanan aus serta ketahanan terhadap deformasi yang baik. Untuk
menghasilkan perkakas yang memiliki kualitas yang baik dengan kombinasi sifat
mekanik yang optimal maka ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan perkakas. Faktor-faktor tersebut antara lain perancangan yang baik,
ketepatan (akurasi) dalam pembuatan perkakas, pemilihan baja perkakas yang sesuai,
dan proses perlakuan panas yang tepat. Hampir semua baja perkakas memerlukan
perlakuan panas untuk menghasilkan kombinasi ketahanan aus, ketangguhan,
kekerasan, ketahanan terhadap deformasi, dan ketahanan terhadap softening pada
temperatur tinggi.

BAB II Tinjauan Pustaka 13


2.2.2 Karakteristik Baja Perkakas (3)
Baja perkakas memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan baja
lainnya seperti baja tahan karat (stainless steel), baja karbon (carbon steel), dan baja
paduan (alloy steel). Karakteristik-karakteristik tersebut diantaranya adalah:
1. Baja perkakas mempunyai komposisi kimia dan sifat fisik yang sangat bervariasi.
Beberapa baja perkakas memiliki komposisi yang cocok dengan komposisi baja
karbon dan baja paduan, tetapi kebanyakan baja perkakas memiliki kandungan
paduan yang jauh lebih besar dari baja karbon dan baja paduan.
2. Penambahan unsur pemadu seperti kromium tidak meningkatkan ketahanan
terhadap korosi walaupun pada beberapa grade memiliki kandungan kromium
yang hampir sama dengan baja tahan karat. Penambahan unsur pemadu ini
bertujuan agar bereaksi dengan karbon membentuk karbida.
3. Perbedaan yang sangat mencolok antara baja perkakas dan baja jenis lain terletak
pada struktur mikro. Baja karbon dan baja paduan hanya memiliki struktur
martensit sebagai fasa predominant, sedangkan tool steel memiliki struktur
martensit dengan karbida paduan (alloy carbides).
4. Baja perkakas memerlukan proses laku panas yang khusus.
5. Memerlukan biaya produksi yang lebih besar dari baja paduan.
6. Memiliki hardenabilitas yang lebih baik daripada baja karbon dan baja paduan.
7. Memiliki ketahanan panas (heat resistance) yang tinggi.
8. Mudah untuk di laku panas.
9. Lebih sukar untuk di-machining dibandingkan dengan baja karbon dan baja
paduan.
10. Kebanyakan baja perkakas dijual dalam bentuk hot finished, seperti bentuk round
dan bar. Dimana bentuk cold finished sheets tidak tersedia karena sangat sulit
untuk melakukan pengerolan dingin (cold roll) atau cold finish pada baja
perkakas.

BAB II Tinjauan Pustaka 14


2.2.3 Pengaruh Unsur-Unsur Pemadu
Unsur-unsur pemadu dan jumlahnya di dalam baja merupakan salah satu faktor
utama yang mempengaruhi properti dan sifat mekanik baja perkakas. Tabel 2.1
berikut memperlihatkan peran unsur-unsur pemadu terhadap properti baja perkakas.

Tabel 2.1. Pengaruh Beberapa Unsur Pemadu Terhadap Properti Baja Perkakas (16)
Karakteristik Unsur Pemadu
Kekerasan W, Mo, Co, V, Cr, Mn
Ketahanan aus V, W, Mo,Cr, Mn
Deep Hardening Mn, Mo, Cr, Si, Ni, V
Distorsi Mo, Cr, Mn
Ketangguhan V, W, Mo, Mn, Cr

Penambahan unsur-unsur pemadu pada baja perkakas bisa mempengaruhi proses


transformasi austenit menjadi ferit melalui tiga cara, yaitu dengan merubah
homogenitas fasa-fasa sewaktu berlangsungnya proses austenitisasi, merubah laju
pengintian ferit, dan mempengaruhi kinetika pertumbuhan ferit. Baja perkakas
merupakan baja yang dipadu dengan karbon dan beberapa unsur-unsur pembentuk
karbida yang kuat.

Beberapa unsur pemadu pada baja perkakas diantaranya adalah sebagai berikut : (16)
a) Karbon (C)
Karbon merupakan unsur pemadu utama yang berpengaruh terhadup kemampuan
baja untuk diperkeras (hardenabilitas), termasuk pada baja perkakas. Untuk bisa
diperkeras maka baja setidaknya harus mengandung karbon sebesar 0,2 persen
berat yang terlarut didalam matrik Fe. Pada kandungan karbon hingga 1%
kekerasan baja meningkat dan mencapai kekerasan maksimum sekitar 65 HRC.
Pengaruh kandungan karbon terhadap kekerasan baja dapat dilihat pada gambar
2.2.

BAB II Tinjauan Pustaka 15


Dalam pembuatan baja perkakas, stoikiometri komposisi kimia baja sangat
berpengaruh terhadap kekerasan baja dan kemungkinan terbentuknya karbida-
karbida sepeti V8C7 dan Cr7C3 selama berlangsungnya proses perlakuan panas.

Gambar 2.2 Pengaruh Kandungan Karbon Terhadap Kekerasan Baja Perkakas (16)

b) Kromium (Cr)
Kandungan kromium berperan dalam pembentukan karbida-karbida seperti
Cr23C6 dan Cr7C3 selama berlangsungnya annealing. Karbida-karbida ini larut
selama berlangsungnya austenitisasi pada temperatur diatas 900o C dan larut
secara keseluruhan pada temperatur 1100o C. Penambahan kromium akan
menurunkan temperatur Ms dan Mf, meningkatkan hardenibilitas baja, dan
meningkatkan ketahanan aus baja perkakas.
c) Tungsten (W) dan Molybdenum (Mo)
Tungsten dan molybdenum memiliki pengaruh yang hampir sama terhadap
karakteristik baja perkakas. Perbedaan utama antara keduanya terletak pada
ketahanan terhadap dekarburisasi. Baja yang memiliki kandungan molybdenum
yang tinggi lebih mudah mengalami dekarburisasi dibandingkan dengan baja

BAB II Tinjauan Pustaka 16


yang mengandung tungsten. Hal ini mengakibatkan proses perlakuan panas pada
baja yang mengandung molybdenum menjadi lebih sulit (19). Baik Mo maupun W
keduanya menurunkan temperatur likuidus dan mempersempit daerah kestabilan
austenit.

(20)
Tungsten akan mendorong terbentuknya karbida M6C . Karbida ini larut
o
didalam matrik austenit pada temperatur diantara 1150 C hingga temperatur
solidus. Sedangkan molybdenum akan mendorong terbentuknya karbida M2C (20).
Karbida-karbida ini tidak stabil pada temperatur tinggi dan pada temperatur
sekitar 750o C karbida ini akan berubah menjadi karbida M6C.

d) Vanadium (V)
Vanadium akan mendorong terbentuknya karbida MC. Adanya karbida ini akan
meningkatkan ketahanan aus abrasi (abrasive wear) dan performansi perkakas
(20, 21, 22)
untuk alat potong . Karbida vanadium memiliki kelarutan terbatas
didalam matrik. Penambahan vanadium akan meningkatkan temperatur Ms dan
Mf dengan mengikat karbon untuk membentuk karbida dan meningkatkan
hardenabilitas baja perkakas. Selain itu penambahan vanadium juga akan
mengakibatkan pengecilan ukuran butiran matrik (grain refinement) (22).

e) Mangan (Mn)
Mangan berpengaruh terhadap peningkatan kedalaman pengerasan dan rasio y/
UTS. Peningkatan kandungan mangan akan mengakibatkan peningkatan
kandungan austenit sisa.(22, 23) Meskipun demikian, penambahan sejumlah kecil
mangan dapat mengurangi kegetasan (brittleness) dan meningkatkan kemampuan
untuk ditempa (forgeability).

f) Kobalt (Co)
Kobalt akan meningkatkan stabilitas termal hingga temperatur 650oC dan
mengakibatkan terjadinya pengerasan kedua (secondary hardening) hingga

BAB II Tinjauan Pustaka 17


(23)
mencapai 67-70 HRC, tetapi akan menurunkan ketangguhan dan ketahanan
(21)
aus. Penambahan kobalt akan menaikkan temperatur solidus. Selama
berlangsungnya austenitisasi sebagian besar karbida akan larut sehingga
memperbaiki hardenabilitas baja.

g) Silikon (Si)
Pemaduan dengan silikon akan meningkatkan kelarutan karbon didalam matrik
dan meningkatkan kekerasan setelah pendinginan. Silikon biasanya berperan
sebagai deoksidator. Penambahan silikon melebihi 0,2% berat akan
meningkatkan hardenabilitas baja. Untuk meningkatkan kekerasan dan stabilitas
sewaktu tempering maka biasanya ditambahkan silikon hingga 1% berat, tetapi
penambahan silikon hingga 1% ini akan mengakibatkan penurunan keuletan
(ductility). Pada konsentrasi tinggi, silikon bisa menyebabkan terjadinya
penggetasan (embrittlement). (21, 22, 23)

h) Nikel (Ni)
Penambahan nikel bertujuan untuk meningkatkan kekuatan baja, mengurangi
distorsi kisi, dan mencegah munculnya retakan sewaktu pendinginan
(24)
(quenching).

2.2.4 Pengelompokan Baja Perkakas


Secara umum baja perkakas dapat dikelompokkan berdasarkan tiga hal:
1) Komposisi
2) Kekerasan
3) Properti

Berdasarkan komposisinya maka baja perkakas dibagi menjadi tiga kelompok utama,
yaitu baja hypereutectoid dan eutectoid dengan kekerasan 60-65 HRC, baja
hypoeutectoid dengan kekerasan 45-55 HRC, dan baja karbon paduan tinggi dengan
kekerasan 40-60 HRC. (23)

BAB II Tinjauan Pustaka 18


AISI (American Iron and Steel Institute) mengelompokkan baja perkakas kedalam
tujuh kelompok utama yaitu baja perkakas kecepatan tinggi, baja perkakas
pengerjaan dingin, baja perkakas pengerjaan panas, baja perkakas tahan kejut, baja
perkakas pengerasan air, baja perkakas khusus, dan mould steel. Pengelompokan ini
didasarkan pada karakteristik baja perkakas seperti unsur-unsur pemadu, perlakuan
panas, dan penggunaannya.

a. Baja perkakas pengerasan air (water hardening steel)


Baja pengerasan air biasa disimbolkan dengan huruf W (W steels). Unsur pemadu
utama baja ini adalah karbon dengan penambahan sedikit kromium dan vanadium.
Penambahan kromium dan vanadium bertujuan untuk menghasilkan butiran yang
lebih kecil (grain refinement), meningkatkan ketahanan aus, dan hardenibilitas. Baja
kelompok W ini tidak tahan terhadap softening pada temperatur tinggi. Baja
pengerasan air biasanya digunakan untuk aplikasi dengan beban dinamis yang
terbatas dan kecepatan rendah, misalnya alat pemotong kayu.

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Beberapa Baja Perkakas Pengerasan Air (1)

BAJA PERKAKAS PENGERASAN AIR


AISI C Mn Si Cr Ni Mo W V Co
0.20 0.10 0.15 0.10
W1 0.70-1.50 0.10-0.40 0.10-0.40 0.15 max max max max max
0.20 0.10 0.15 0.15-
W2 0.80-1.50 0.10-0.40 0.10-0.40 0.15 max max max max 0.35 ...
0.20 0.10 0.15 0.10
W5 1.05-1.15 0.10-0.40 0.10-0.40 0.40-0.60 max max max max ...

b. Baja perkakas untuk tujuan khusus (special purposes tool steels)


Unsur pemadu utama pada baja ini adalah kromium dan vanadium. Selain itu baja ini
mengandung 0,5-1,1% berat karbon dan sejumlah kecil nikel dan molybdenum. AISI
membagi baja perkakas tujuan khusus menjadi dua tipe yaitu tipe L dan tipe F. Tipe
L termasuk low alloy steels dengan kandungan kromium sebesar 1% yang membuat
biaya produksi lebih murah sehingga dapat digunakan sebagai pengganti baja

BAB II Tinjauan Pustaka 19


perkakas pengerjaan dingin. Penggunaannya antara lain pada alat ukur (gages), peniti
(broaches), bor (drills), keran (taps), threading dies, ball and roller bearings, dan
pencengkram (clutch plates). Tipe F memiliki kandungan karbon dan tungsten yang
tinggi. Jenis ini mempunyai ketahanan aus dan ketangguhan yang tinggi serta
hardenability sedang. Baja ini biasa digunakan sebagai finishing machining tools
dikarenakan memiliki ketahanan aus yang tinggi dan memiliki permukaan tepi yang
tajam.

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Beberapa Baja Perkakas Tujuan Khusus (1)

BAJA PERKAKAS TUJUAN KHUSUS


AISI C Mn Si Cr Ni Mo W V Co
0.25
L2 0.45-1.00 0.10-0.90 0.50 max 0.70-1.20 ... max ... 0.10-0.30
0.50
L6 0.65-0.75 0.25-0.80 0.50 max 0.60-1.20 1.25-2.00 max ... 0.20-0.30

c. Mould steels
Mould steel atau kelompok P mengandung kromium dan nikel sebagai unsur pemadu
utama dengan kandungan karbon yang rendah (0,1-0,3% berat). Beberapa contoh
dari baja ini antara lain P4 dan P6. Kedua baja ini dapat diperkeras secara maksimum
(25)
dengan pendinginan udara. Berdasarkan namanya, penggunaan utama baja ini
adalah untuk membuat mould. Kelompok baja ini memiliki ketahanan yang rendah
terhadap softening pada temperatur tinggi.

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Mould Steel (1)


MOLD STEELS
AISI C Mn Si Cr Ni Mo W V Co
P2 0.10 max 0.10-0.40 0.10-0.40 0.75-1.25 0.10-0.50 0.15-0.40 . . ...
P3 0.10 max 0.20-0.60 0.40 max 0.40-0.75 1.00-1.50 . . . ..
P4 0.12 max 0.20-0.60 0.10-0.40 4.00-5.25 ... 0.40-1.00 . ..
P5 0.10 max 0.20-0.60 0.40 max 2.00-2.50 0.35 max . .. .. ..
P6 0.05-0.15 0.35-0.70 0.10-0.40 1.25-1.75 3.25-3.75 . .. ..
P20 0.28-0.40 0.60-1.00 0.20-0.80 1.40-2.00 ... 0.30-0.55 .. . .
0.15- 1.05-
P21 0.18-0.22 0.20-0.40 0.20-0.40 0.50 max 3.90-4.25 0.25 1.25Al

BAB II Tinjauan Pustaka 20


d. Baja perkakas tahan kejut (shock resisting tool steel)
Karbon, mangan, silikon, kromium, tungsten, dan molybdenum merupakan unsur-
unsur pemadu utama pada baja tahan kejut (baja kelompok S). Kandungan karbon
baja ini sekitar 0,5% berat. Penambahan silikon yang cukup tinggi membuat baja ini
berbeda dengan baja perkakas lainnya karena dengan penambahan silikon yang
cukup tinggi tersebut akan menurunkan sensitivitas terhadap perpatahan (fracture).

Hardenabilitas dan kedalaman pengerasan baja ini bervariasi. Beberapa contoh dari
baja perkakas kelompok S ini antara lain S2, S1, S5, S6, dan S7. Tipe S2 yang
didinginkan dengan air (water quenching) memiliki hardenibilitas yang lebih rendah
jika dibanding tipe S7. Baja tahan kejut memiliki kekuatan yang cukup tinggi,
ketahanan aus sedang, dan ketangguhan yang tinggi. Baja ini tahan terhadap
pembebanan tinggi yang berulang dan biasa digunakan sebagai pemukul
(hammering) dan punching.

Tabel 2.5. Komposisi Kimia Baja Perkakas Tahan Kejut (1)


BAJA PERKAKAS TAHAN KEJUT
AISI C Mn Si Cr Ni Mo W V Co
0.30
S1 0.40-0.55 0.10-0.40 0.15-1.20 1.00-1.80 max 0.50 max 1.50-3.00 0.15-0.30 ...
0.30
S2 0.40-0.55 0.30-0.50 0.90-1.20 ... max 0.30-0.60 ... 0.50 max ...
S5 0.50-0.65 0.60-1.00 1.75-2.25 0.50 max ... 0.20-1.35 ... 0.35 max ...
S6 0.40-0.50 1.20-1.50 2.00-2.50 1.20-1.50 ... 0.30-0.50 ... 0.20-0.40 ...
S7 0.45-0.55 0.20-0.90 0.20-1.00 3.00-3.50 ... 1.30-1.80 ... 0.20-0.30

e. Baja perkakas pengerjaan panas (hot work tool steel)


Baja perkakas pengerjaan panas (hot work tool steel) memiliki ketahanan termal
yang sangat baik sehingga tahan terhadap softening pada temperatur tinggi.(12) Selain
karbon, baja perkakas tipe H juga terdiri atas beberapa unsur pemadu utama lainnya
seperti kromium, tungsten, dan molybdenum. Kandungan karbon baja ini relatif
rendah, yakni berkisar antara 0,3-0,4% berat. Baja tipe H ini digunakan untuk

BAB II Tinjauan Pustaka 21


aplikasi hot forging, pemotong logam (metal shearing), dan cetakan logam die-
casting.

f. Baja perkakas pengerjaan dingin (cold work tool steel)


Baja perkakas pengerjaan dingin dibagi kedalam tiga kelompok utama, yaitu
kelompok A (air hardening steel), D (high carbon, high chromium steel), dan O (oil
hardening steel).

Baja kelompok A memiliki sifat dapat diperkeras melalui pendinginan udara hingga
(23)
59-60 HRC. Selain itu baja kelompok A sangat stabil selama berlangsungnya
quenching dan memiliki kandungan karbida yang terdistribusi secara homogen.
Adapun unsur-unsur pemadu utama pada baja kelompok ini adalah karbon,
molybdenum, kromium, dan mangan.

Tabel 2.6. Komposisi Kimia Beberapa Air Hardening Steel (1)


BAJA PERKAKAS PENGERASAN UDARA
AISI C Mn Si Cr Ni Mo W V Co
0.50 0.30
A2 0.95-1.05 1.00 max max 4.75-5.50 max 0.90-1.40 ... 0.15-0.50 ...
0.50 0.30
A3 1.20-1.30 0.40-0.60 max 4.75-5.50 max 0.90-1.40 ... 0.80-1.40 ...
0.50 0.30
A4 0.95-1.05 1.80-2.20 max 0.90-2.20 max 0.90-1.40 ... ..

Unsur-unsur pemadu utama pada baja kelompok D adalah karbon dan kromium.
Kandungan kromium pada baja ini mencapai 12% berat. Baja kelompok D dengan
kandungan karbon yang cukup tinggi biasanya mengandung karbida dalam jumlah
yang cukup besar sehingga mengakibatkan baja ini memiliki ketahanan aus yang
sangat baik. Jika dibandingkan dengan kelompok A, baja kelompok D ini lebih
rentan terhadap distorsi dan bisa mengalami retakan selama berlangsungnya proses
hardening. Baja kelompok D banyak digunakan untuk membuat die.

BAB II Tinjauan Pustaka 22


Tabel 2.7 Komposisi Kimia Beberapa Baja Perkakas Kelompok D (1)

HIGH CARBON, HIGH CHROMIUM COLD WORK STEEL


AISI C Mn Si Cr Ni Mo W V Co
0.60 0.60 0.30 1.10
D2 1.40-1.60 max max 11.00-13.00 max 0.70-1.20 ... max ...
0.60 0.60 0.30 1.00 1.00
D3 2.00-2.35 max max 11.00-13.50 max ... max max ...
0.60 0.60 0.30 1.00
D4 2.05-2.40 max max 11.00-13.00 max 0.70-1.20 ... max ...

Baja kelompok O merupakan baja dengan kandungan karbon yang tinggi dan jumlah
unsur pemadu yang relatif rendah. Akibatnya, baja ini memiliki hardenabilitas yang
lebih rendah jika dibandingkan dengan baja kelompok A. Kandungan unsur pemadu
yang rendah mengakibatkan baja ini memiliki ketahanan aus tidak sebaik baja
kelompok A dan D. Baja kelompok O digunakan untuk membuat blanking, die,
gauge, dan collet.

Tabel 2.8 Komposisi Kimia Baja Pengerasan Minyak (1)


BAJA PERKAKAS PENGERASAN MINYAK
AISI C Mn Si Cr Ni Mo W V Co
0.30 0.30
O1 0.85-1.00 1.00-1.40 0.50 max 0.40-0.60 max ... 0.40-0.60 max
0.30 0.30
O2 0.85-0.95 1.40-1.80 0.50 max 0.50 max max 0.30 max ... max ...
0.30
O6 1.25-1.55 0.30-1.10 0.55-1.50 0.30 max max 0.20-0.30 .. ....

g. Baja perkakas kecepatan tinggi (high speed tool steel)


Baja perkakas kecepatan tinggi banyak dipergunakan sebagai alat potong karena
memiliki kekerasan yang sangat tinggi. Baja ini dapat diperkeras hingga 65-70 HRC
dan memiliki ketahanan aus yang sangat tinggi. Baja kelompok ini mengandung
jumlah unsur-unsur pemadu sekitar 20% berat. Unsur-unsur pemadu tersebut antara
lain molybdenum, tungsten, kromium, vanadium, kobalt, dan karbon. Baja perkakas
kecepatan tinggi dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu kelompok M dan T.
Pembagian ini didasarkan pada jumlah molybdenum dan tungsten yang terdapat di

BAB II Tinjauan Pustaka 23


dalam baja. Jumlah molybdenum dan tungsten pada baja perkakas kecepatan tinggi
dinyatakan dengan tungsten equivalent, Weq. Weq bervariasi antara 17-20 % berat.
Beberapa anggota kelompok M mengandung tungsten sebanyak 10% berat,
sedangkan kelompok T hanya mengandung molybdenum hingga 1% berat.

Molybdenum high speed tool steel


Baja ini mengandung molybdenum, tungsten, kromium, vanadium, kobalt, dan
karbon sebagai unsur-unsur pemadu utama. Baja kelompok M ini memiliki
ketangguhan yang sedikit lebih tinggi dibandingkan baja kelompok T (tungsten high
speed steel) pada kekerasan yang sama.

Peningkatan kandungan karbon dan vanadium pada baja kelompok M ini akan
meningkatkan ketahanan aus. Sedangkan peningkatan kandungan kobalt akan
meningkatkan red hardness tetapi menurunkan ketangguhan baja. Selain itu baja
kelompok M ini lebih sensitif terhadap kondisi hardening, seperti temperatur
austenitisasi dan lingkungan udara luar. Baja ini harus diaustenitisasi pada
temperatur yang lebih rendah daripada temperatur austenitisasi baja kelompok T
untuk mencegah terjadinya pelelehan.

Baja kelompok M memiliki hardenabilitas yang baik. Kekerasan maksimal dapat


diperoleh dengan cara mendinginkan baja dari temperatur 1175o-1230o C. Baja
kelompok M dengan kandungan karbon yang lebih rendah seperti tipe M1, M2, M10,
M30, M33, M34, dan M36 memiliki kekerasan maksimal sekitar 65 HRC. Untuk
baja dengan kandungan karbon yang lebih tinggi, seperti tipe M3, M4, dan M7,
kekerasan maksimalnya adalah 66 HRC. Sedangkan tipe M41, M42, M43, M44, dan
M46 memiliki kekerasan maksimum hingga 70 HRC.

BAB II Tinjauan Pustaka 24


Tabel 2.9 Komposisi Kimia Beberapa Molybdenum High Speed Tool Steel (1)

MOLYBDENUM HIGH SPEED TOOL STEELS


AISI C Mn Si Cr Ni Mo W V Co
0.15- 0.20- 0.30 8.20-
M1 0.78-0.88 0.40 0.50 3.50-4.00 max 9.20 1.40-2.10 1.00-1.25 ...
0.15- 0.20- 0.30 4.25-
M4 1.25-1.40 0.40 0.45 3.75-4.75 max 5.50 5.25-6.50 3.75-4.50 ...
0.15- 0.20- 0.30 4.50-
M36 0.80-0.90 0.40 0.45 3.75-4.50 max 5.50 5.50-6.50 1.75-2.25 7.75-8.75
0.15- 0.20- 0.30 8.20-
M7 0.97-1.05 0.40 0.55 3.50-4.00 max 9.20 1.40-2.10 1.75-2.25 ...

Tungsten high speed tool steel


Baja kecepatan tinggi tungsten mengandung tungsten, kromium, kobalt, dan karbon
sebagai unsur-unsur pemadu utama. Karakteristik utama dari baja kelompok T ini
adalah red hardness nya yang tinggi dan ketahanan aus yang sangat baik. Selain itu
baja ini juga memiliki hardenabilitas yang baik karena dapat diperkeras hingga 65
HRC atau lebih melalui quenching di dalam media minyak (oil quenching).
Kandungan unsur pemadu dan karbon yang tinggi menyebabkan baja kelompok T
memiliki struktur mikro yang terdiri dari karbida-karbida yang keras dan tahan
terhadap aus, khususnya pada baja yang mengandung lebih dari 1,5% V dan 1,0% C.
Baja tipe T15 merupakan baja yang memiliki ketahanan aus yang paling tinggi pada
baja kelompok T ini.

Karena memiliki kombinasi ketahanan aus dan red hardness yang baik, baja ini
banyak digunakan sebagai mesin potong, seperti bit, drill, reamer, hob, dan milling
cutter. Selain itu baja ini juga digunakan untuk membuat die, punch, dan aircraft
bearing.

Tabel 2.10. Komposisi Kimia Tungsten High Speed Tool Steel (1)
TUNGSTEN HIGH SPEED TOOL STEELS
AISI C Mn Si Cr Ni Mo W V Co

BAB II Tinjauan Pustaka 25


17.25-
T1 0.65-0.80 0.10-0.40 0.20-0.40 3.75-4.50 0.30 max ... 18.75 0.90-1.30 ...
1.00 17.50-
T2 0.80-0.90 0.20-0.40 0.20-0.40 3.75-4.50 0.30 max max 19.00 1.80-2.40 ...
0.40- 17.50- 4.25-
T4 0.70-0.80 0.10-0.40 0.20-0.40 3.75-4.50 0.30 max 1.00 19.00 0.80-1.20 5.75

2.2.5 Struktur Mikro Baja Perkakas


Struktur mikro pada baja perkakas sangat bervariasi dan beraneka ragam bentuknya.
Hal ini terutama dipengaruhi oleh komposisi dan perlakuan panas yang diterapkan
pada baja perkakas tersebut.

2.2.5.1 Struktur mikro setelah pengerjaan panas


Struktur mikro yang dihasilkan setelah pengerjaan panas (hot working) biasanya
mengandung sejumlah karbida. Gambar 2.3 dan 2.4 memperlihatkan struktur mikro
pada beberapa baja perkakas setelah pengerjaan panas. Secara umum, pendinginan
setelah pengerjaan panas harus dikontrol sedemikian rupa agar dihasilkan distribusi
karbon yang seragam sehingga distribusi karbida yang terbentuk setelah perlakuan
panas annealing seragam.

Gambar 2.3 Struktur Mikro Baja AISI A2, As Rolled, Mengandung Martensit (hitam)
dan Austenit Sisa (putih). 500X (1)

BAB II Tinjauan Pustaka 26


Beberapa baja perkakas seperti baja perkakas pengerjaan panas dengan kandungan
kromium sebanyak 5% berat dan plastic molding steel dengan kandungan 12% Cr
cenderung membentuk jaringan karbida pada batas butir austenit. Karbida-karbida ini
sangat sulit dihilangkan dengan perlakuan panas annealing. Keberadaan karbida-
karbida ini sangat merugikan karena dapat menurunkan keuletan dan ketangguhan
baja.

Gambar 2.4 Struktur Mikro Baja AISI H13 Mengandung Sejumlah Karbida Setelah
Pengerjaan Panas. 500X (1)

2.2.5.2 Struktur mikro setelah annealing


Pada kondisi annealed, struktur mikro baja perkakas pada umumnya terdiri atas
karbida yang berbentuk spheroid. Kontrol terhadap morfologi karbida selama proses
annealing ini sangat diperlukan karena berkaitan dengan kemampuan dibentuk
(formability) dan kemampuan permesinan (machinability) baja.

Sebagian besar baja perkakas diberi perlakuan panas spheroidization annealing. Pada
beberapa jenis baja perkakas, kekerasan menurun seiring dengan meningkatnya
proses spheroidisasi. Kontrol terhadap proses spheroidization annealing sangat
penting karena berkaitan dengan machinability dan formability baja perkakas.

BAB II Tinjauan Pustaka 27


Semakin seragam struktur mikro awal baja (setelah permesinan) maka akan semakin
seragam pula proses spheroidisasi dan baja yang dihasilkan akan semakin lunak.
Gambar 2.5 berikut ini menunjukkan struktur mikro baja AISI H13.

Gambar 2.5 Struktur Mikro Baja AISI H13, Spheroidize Annealed. 1000X (1)

2.2.5.3 Karbida pada baja perkakas


Jumlah karbida yang terbentuk pada baja perkakas bergantung pada kandungan
karbon dan unsur-unsur pembentuk karbida seperti Cr, Mo, V, dan W. Tipe dan
jumlah karbida sangat berpengaruh terhadap ketahanan aus baja perkakas karena
karbida akan memberikan kontribusi terhadap kekerasan matrik fasa. Kekerasan
masing-masing karbida bervariasi berdasarkan komposisinya, mulai dari 800 HV
untuk karbida Fe3C hingga 1400 HV.

Beberapa jenis karbida yang sering muncul pada baja perkakas antara lain Sementit
(M3C), M7C3, MC, M6C, M23C6, dan M2C. Sementit (M3C) adalah karbida yang
kaya akan Fe (besi) dengan struktur kristal orthorhombic. Pada kondisi annealed,
karbida sementit hanya mengandung sedikit tungsten, molybdenum, vanadium, dan

BAB II Tinjauan Pustaka 28


kromium. Sementit biasanya muncul pada baja perkakas yang diquench dan ditemper
dibawah temperatur 538o C. M7C3 adalah karbida yang kaya akan kromium dengan
struktur kristal hexagonal. Karbida ini biasanya terdapat pada baja perkakas yang
memiliki kandungan kromium sedang dan tinggi, seperti baja perkakas pengerjaan
dingin (cold work tool steel) tipe D. Karbida ini larut di dalam fasa austenit selama
berlangsungnya proses hardening. M23C6 adalah karbida yang kaya akan kromium
dengan struktur kristal FCC (face centered cubic). Karbida M23C6 biasa ditemukan
pada baja perkakas kecepatan tinggi (high speed steel) yang berada dalam kondisi
annealed.

M6C dan M2C adalah karbida yang kaya akan molybdenum dan tungsten. M6C
biasanya ditemukan pada baja perkakas kecepatan tinggi sedangkan M2C jarang
ditemukan pada baja perkakas. Karbida MC yang memiliki struktur FCC adalah
karbida yang paling keras diantara semua karbida yang ada. Karbida ini tidak larut
selama berlangsungnya proses austenitisasi. Karbida ini biasa ditemukan pada baja
perkakas yang memiliki kandungan vanadium sedang dan tinggi, terutama baja
perkakas kecepatan tinggi.

Jumlah karbida yang muncul pada baja perkakas pada kondisi annealed lebih besar
jika dibandingkan setelah austenitisasi dan quenching. Hal ini terjadi karena larutnya
beberapa karbida selama berlangsungnya austenitisasi. Jenis karbida yang muncul
juga bervariasi tergantung pada komposisi kimia baja.

2.3 PERLAKUAN PANAS PADA BAJA PERKAKAS


Perlakuan panas pada baja perkakas secara umum hampir sama dengan perlakuan
panas yang diterapkan pada jenis baja lainnya. Perlakuan panas tersebut diantaranya
meliputi normalizing, annealing, stress releaving, hardening, dan tempering. Berikut
penjelasan singkat dari setiap perlakuan panas tersebut.

BAB II Tinjauan Pustaka 29


2.3.1 Normalizing
Normalizing pada baja perkakas sebagaimana halnya pada baja lainnya bertujuan
untuk menghasilkan struktur mikro dan ukuran butiran yang lebih seragam serta
menghilangkan tegangan sisa. Normalizing biasanya dilakukan setelah forging dan
sebelum annealing. Tidak semua baja perkakas diberikan perlakuan panas
normalizing. Beberapa baja perkakas seperti high speed steel, shock resisting steel,
hot work tool steel, cold work tool steel (tipe A dan D, kecuali A10), dan mold steel
sebaiknya (tidak direkomendasikan) untuk dinormalisasi. (1)

2.3.2 Annealing
(1)
Baja perkakas yang tersedia dipasaran biasanya berada dalam kondisi annealed.
Hal ini mengakibatkan baja tersebut mudah untuk diberikan permesinan dan dilaku
panas. Baja perkakas biasanya diberikan perlakuan panas annealing setelah forging
dan rolling atau sebelum rehardening. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Tahap Operasi pada Proses Produksi Baja Perkakas (1)

2.3.3 Hardening
Sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab 2.2 di atas, proses hardening bertujuan
untuk menghasilkan baja dengan kekerasan dan kekuatan yang baik. Proses

BAB II Tinjauan Pustaka 30


hardening pada baja perkakas terdiri atas dua tahap utama, yaitu austenitisasi dan
quenching.

Austenitisasi
Austenitisasi merupakan tahap penting dalam proses hardening baja perkakas.
Selama berlangsungnya austenitisasi, unsur-unsur pemadu akan mengalami partisi
kedalam matrik austenit dan karbida sisa yang terbentuk (retained carbide). Karbida
paduan sisa tidak hanya berpengaruh terhadap ketahanan aus, tetapi juga terhadap
pengaturan ukuran butiran austenit. Semakin halus dan semakin besar volume fraksi
karbida sisa yang terbentuk maka kontrol terhadap pertumbuhan butiran austenit
akan semakin efektif. Austenitisasi pada temperatur yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan terjadinya pertumbuhan butiran yang tidak diinginkan. Hal ini bisa
mengakibatkan terjadinya retakan, semakin banyaknya austenit sisa, dan terjadinya
distorsi.

Quenching
Quenching adalah proses pendinginan cepat logam atau material dari temperatur
austenitisasi atau temperatur solution treatment menuju temperatur kamar dengan
cara mencelupkan logam atau material tersebut kedalam media yang disebut dengan
quenchant (1). Tujuannya adalah untuk menghasilkan struktur mikro yang diinginkan,
biasanya bainit dan martensit.

Struktur martensit memiliki bentuk seperti jarum yang bersifat sangat keras dan
getas. Penampakan mikrostruktur martensit dipengaruhi oleh kandungan karbon.
Untuk kandungan karbon 0-0,6% struktur martensit dinamakan struktur lath dengan
penampakan kurang jelas menggunakan mikroskop optik. Sedangkan untuk jumlah
karbon lebih dari 1% maka akan muncul fasa austenit yang disebut austenit sisa.
Struktur martensit dengan austenit sisa ini dinamakan struktur plate. Struktur mikro
martensit lath dan plate ditunjukkan pada gambar 2.7.

BAB II Tinjauan Pustaka 31


(a) AISI 4340 (b) Fe - 1,39% C

Gambar 2.7 Foto Struktur Mikro, (a) Martensit Lath (b) Martensit Plate
Mikroskop Optik Perbesaran 700X (1)

Baja perkakas biasanya diquench dengan tujuan untuk menghasilkan struktur


(1)
martensit agar diperoleh kekerasan yang maksimal . Media quenching yang biasa
digunakan untuk mendinginkan baja perkakas antara lain air, brine, minyak, udara,
gas, dan larutan garam.

Baja perkakas yang hendak diperkeras dengan pendinginan udara dan minyak
biasanya dihot-quenched terlebih dahulu pada temperatur 540 oC 650 oC setelah
diaustenitisasi. Media quenching harus bisa mendinginkan baja dengan relatif cepat.

Pendinginan yang terlalu lambat dapat mengakibatkan terbentuknya karbida pada


batas butir austenit. Keberadaan karbida akan menurunkan ketangguhan retak dan
menurunkan performansi baja perkakas terutama baja perkakas pengerjaan panas
seperti AISI H13. Kandungan karbida yang sedikit tidak terlalu berpengaruh
terhadap kekerasan baja. Dari beberapa penelitian juga disebutkan bahwa karbida
batas butir ini menurunkan ketangguhan baja perkakas yang telah diberi perlakuan

BAB II Tinjauan Pustaka 32


(27, 28, 29)
panas hardening dan tempering.

2.3.4 Tempering
Baja perkakas yang telah diperkeras (hardened) biasanya langsung diberikan
perlakuan panas tempering agar dihasilkan kombinasi kekerasan, kekuatan, dan
ketangguhan yang lebih optimal. Sifat mekanik kekerasan, kekuatan, dan
ketangguhan sangat dibutuhkan pada baja perkakas, terutama baja perkakas yang
digunakan sebagai alat potong dan struktur bangunan. Oleh karena itu, perlakuan
panas tempering biasanya tidak bisa dipisahkan dari proses hardening.

Struktur mikro baja perkakas yang telah mengalami pengerasan (hardening) terdiri
atas austenit sisa, untempered martensite, dan karbida. Austenit sisa merupakan fasa
yang sangat merugikan karena dapat menurunkan kekerasan dan menyebabkan
terjadinya distorsi. Melalui perlakuan panas tempering, fasa austenit sisa ini dapat
dikurangi atau bahkan dihilangkan sehingga kekerasan maksimal bisa diperoleh.
Selain itu keberadaan untempered martensite tidak cocok untuk aplikasi dilapangan
karena sifatnya yang getas.

Pada baja perkakas dengan kandungan unsur pemadu yang lebih tinggi, sejumlah
untempered martensite dan austenit sisa masih terbentuk pada saat pendinginan
setelah tempering tahap pertama (single tempering). Oleh karena itu, tempering tahap
kedua biasanya diperlukan untuk mentransformasi austenit sisa dan untempered
martensite yang masih muncul setelah single tempering. Beberapa baja perkakas
paduan tinggi direkomendasikan untuk diberikan triple tempering atau quadruple
tempering. (1)

2.4 BAJA PERKAKAS PENGERJAAN PANAS


Baja perkakas pengerjaan panas disimbolkan dengan huruf H (standar AISI). Baja
tipe H ini dapat dibagi kedalam tiga kelompok berdasarkan kandungan unsur pemadu

BAB II Tinjauan Pustaka 33


utamanya, yakni chromium hot work tool steel, tungsten hot work tool steel, dan
molybdenum hot work tool steel. Baja perkakas pengerjaan panas memiliki
kandungan karbon yang relatif rendah, yakni sekitar 0,3-0,4% berat. Beberapa
karakteristik yang harus dimiliki oleh baja perkakas pengerjaan panas antara lain
sebagai berikut:
1. Ketahanan terhadap deformasi
2. Ketahanan terhadap kejut (shock)
3. Ketahanan aus yang baik
4. Ketahanan terhadap deformasi pada saat perlakuan panas
5. Ketahanan terhadap heat checking
6. Memiliki machinability yang baik pada kondisi annealed

Beberapa aplikasi dari baja perkakas pengerjaan panas antara lain casting dies,
forging dies, shear blade, punch, piercer, dan mandrel. Beberapa tipe dari kelompok
baja ini biasa juga digunakan sebagai bahan konstruksi.

2.4.1 Baja Perkakas Pengerjaan Panas Kromium (chromium hot work tool steel)
Adapun yang termasuk kedalam baja pengerjaan panas kromium adalah baja AISI
H11 hingga H19. Baja ini termasuk kedalam baja paduan rendah dengan kandungan
kromium sekitar 3-5 % berat. Unsur-unsur pemadu utamanya antara lain karbon,
kromium, tungsten, dan vanadium. Kandungan unsur pemadu yang rendah
mengakibatkan baja ini memiliki ketangguhan yang baik pada kekerasan yang
sedang (40-55 HRC). Baja perkakas pengerjaan panas memiliki temperatur
pembentukan martensit (Ms) dan Mf (martensite finish) yang tinggi sehingga bisa
diperkeras melalui pendinginan udara (air hardening).

Baja tipe H11 hingga H19 memiliki ketahanan yang baik terhadap heat softening.
Hal ini disebabkan oleh kandungan kromium dan adanya unsur-unsur pembentuk
karbida seperti molybdenum, tungsten, dan vanadium. Semakin tinggi kandungan
molybdenum dan tungsten akan semakin meningkatkan kekuatan tetapi menurunkan

BAB II Tinjauan Pustaka 34


ketangguhan. Vanadium ditambahkan untuk meningkatkan ketahanan terhadap
erosive wear pada temperatur tinggi. Peningkatan kandungan silikon akan
berpengaruh terhadap ketahanan oksidasi pada temperatur hingga 800o C.

Semua baja pengerjaan panas kromium memiliki hardenabilitas yang sangat baik.
Baja AISI H11, H12, dan H13 dengan ketebalan hingga 152 mm dapat diperkeras
hingga kekerasan maksimal melalui pendinginan udara. Hardenabilitas yang sangat
baik dan kandungan unsur pemadu yang seimbang mengakibatkan baja ini lebih
tahan terhadap distorsi selama berlangsungnya proses hardening. Beberapa kelebihan
lain dari baja perkakas pengerjaan panas, khususnya baja AISI H11, H12, dan H13
antara lain kemudahannya untuk dibentuk, kemampuan las (weldability) yang baik,
koefisien ekspansi termal yang rendah, dan ketahanan terhadap oksidasi dan korosi
yang diatas rata-rata.

Tabel 2.11 Komposisi Kimia Chromium Hot Work Tool Steel (1)

AISI Komposisi (%)


C Mn Si Cr Ni Mo W V Co

H10 0,35-0,45 0,25- 0,8-1,2 3-3,75 0,3 2-3 0,25-


.
0,7 max 0,75
H11 0,33-0,43 0,2-0,5 0,8-1,2 4,75-5,5 0,3 1,1-1,6 . 0,3-0,6 .
max
H12 0,3-0,4 0,2-0,5 0,8-1,2 4,75-5,5 0,3 1,25- 1-1,7 0,5 .
max 1,75 max
H13 0,32-0,45 0,2-0,5 0,8-1,2 4,75-5,5 0,3 1,1- 0,8-1,2 .
max 1,75
H14 0,35-0,45 0,2-0,5 0,8-1,2 4,75-5,5 0,3 .... 4,5- .
max 5,25
H19 0,32-0,45 0,2-0,5 0,2-0,5 4-4,75 0,3 0,3- 3,75- 1,75-
4-4,5
max 0,55 4,5 2,2

BAB II Tinjauan Pustaka 35


2.4.2 Baja Perkakas Pengerjaan Panas Tungsten (tungsten hot work tool steel)
Jika dibandingkan dengan baja pengerjaan panas kromium, baja pengerjaan panas
tungsten memiliki kandungan unsur pemadu yang lebih tinggi dan lebih tahan
terhadap penggetasan. Selain itu baja pengerjaan panas tungsten merupakan baja
yang paling keras diantara ketiga tipe baja perkakas pengerjaan panas. Sebagaimana
baja pengerjaan panas kromium, baja ini juga dapat diperkeras melalui pendinginan
udara. Meskipun demikian baja ini umumnya diperkeras dengan oil quenching untuk
menghindari terjadinya scaling (pengelupasan).
Adapun yang termasuk kedalam baja pengerjaan panas tungsten adalah baja AISI
H21 hingga AISI H26. Komposisi unsur pemadu utama baja ini hampir sama dengan
baja perkakas kecepatan tinggi (high speed steel), tetapi dengan kandungan karbon
yang lebih rendah. Selain itu baja ini juga memiliki ketangguhan yang lebih tinggi
daripada baja perkakas kecepatan tinggi.

Tabel 2.12 Komposisi Kimia Tungsten Hot Work Tool Steel (1)

AISI Komposisi (%)


C Mn Si Cr Ni Mo W V Co

H21 0,26-0,36 0,15- 0,15- 3-3,75 0,3 max 8.5-10 0,3-


.
0,4 0,5 0,6
H22 0,30-0,40 0,15- 0,15- 1,75-3,75 0,3 max .. 10- 0,25- .
0,4 0,4 11,75 0,5
H23 0,25-0,35 0,15- 0,15- 11-12,75 0,3 max .. 11- 0,75- .
0,4 0,6 12,75 1,25
H24 0,42-0,53 0,15- 0,15- 2,5-3,5 0,3 max 14-16 0,4- .
0,4 0,4 0,6
H25 0,22-0,32 0,15- 0,15- 3,75-4,5 0,3 max .. 14-16 0,4- .
0,4 0,4 0,6
H26 0,45-0,55 0,15- 0,15- 3,75-4,5 0,3 max ... 17,25- 0,75-

0,4 0,4 19 1,25

BAB II Tinjauan Pustaka 36


2.4.3 Baja Pengerjaan Panas Molybdenum (molybdenum hot work tool steel)
Dua jenis baja pengerjaan panas molybdenum yang paling banyak digunakan saat ini
adalah baja AISI H42 dan AISI H43. Adapun unsur-unsur pemadu utamanya adalah
karbon, molybdenum, kromium, dan vanadium. Baja pengerjaan panas molybdenum
memiliki properti yang hampir sama dengan baja pengerjaan panas kecepatan tinggi
(high speed tool steel) pada jumlah tungsten yang sama (Weq).

Tabel 2.13 Komposisi Kimia Molybdenum Hot Work Tool Steel (1)

AISI Komposisi (%)


C Mn Si Cr Ni Mo W V Co

H42 0,55-0,7 0,15-0,4 3,75-4,5 0,3 max 4,5- 5,5-6,75 1,75-


.
5,5 2,2

Baja pengerjaan panas kromium dan molybdenum memiliki hardenabilitas yang


sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena kandusngan kromiumnya yang cukup tinggi.
Sementara tungsten memiliki pengaruh yang kecil terhadap hardenabilitas,
sedangkan vanadium akan menurunkan hardenabilitas baja melalui pembentukan
karbida vanadium yang stabil. Kandungan silikon yang tinggi pada baja pengerjaan
panas kromium dan molybdenum akan meningkatkan ketahanan terhadap oksidasi.

2.5 PERLAKUAN PANAS PADA BAJA PERKAKAS PENGERJAAN PANAS


Baja perkakas pengerjaan panas dikembangkan untuk aplikasi-aplikasi yang
membutuhkan kombinasi ketahanan terhadap panas, tekanan, dan abrasi yang tinggi
(1)
. Ketahanan terhadap panas, tekanan, dan abrasi sangat berkaitan erat dengan sifat-
sifat mekanik seperti kekerasan, ketahanan aus, dan ketangguhan. Oleh karena itu,
perlakuan panas pada baja perkakas pengerjaan panas, khususnya baja perkakas
pengerjaan panas untuk aplikasi pemotongan, pada umumnya bertujuan untuk
menghasilkan kombinasi kekerasan, ketahanan aus, dan ketangguhan yang optimal.
Kekerasan yang tinggi diperoleh melalui transformasi fasa austenit menjadi martensit

BAB II Tinjauan Pustaka 37


sedangkan ketangguhan dikontrol melalui proses tempering fasa martensit.

Perlakuan panas untuk menghasilkan fasa martensit terdiri atas tiga tahap utama,
yaitu pemanasan menuju temperatur austenitisasi, austenitisasi, dan pendinginan
(cooling) atau quenching. Pemanasan menuju temperatur austenitisasi biasanya
didahului dengan preheating. Preheating bertujuan untuk menghindari terjadinya
thermal shock yang dapat menyebabkan crack karena perubahan temperatur yang
drastis. Selain itu baja perkakas akan mengalami perubahan volume ketika
transformasi struktur mikro dari kondisi annealed ke kondisi pada temperatur tinggi
(austenitisasi). Apabila perubahan volume tidak berlangsung secara seragam pada
setiap bagian, maka hal ini dapat menyebabkan terjadinya distorsi yang tidak
diperlukan khususnya ketika perbedaan terjadi pada bagian yang mendingin sebelum
bagian lain mencapai temperatur yang dibutuhkan. Preheating pada baja perkakas
pengerjaan panas biasanya dilakukan pada temperatur 600-850 oC selama 3/4 jam
untuk setiap ketebalan satu inci. Proses pemanasan dilakukan selambat mungkin.

Ketika austenit terbentuk, unsur-unsur pemadu dan karbon akan mengalami partisi
didalam austenit dan karbida. Saat karbida larut, austenit akan menjadi kaya dengan
karbon dan kandungan unsur-unsur pemadu. Austenitisasi baja perkakas pengerjaan
panas dirancang untuk menghasilkan spheroidized carbide dalam jumlah yang cukup
signifikan. Tujuannya tidak lain adalah agar dihasilkan austenit dengan komposisi
yang optimal, meningkatkan ketahanan aus, dan mencegah terjadinya pengkasaran
dan pertumbuhan butiran yang tidak normal selama berlangsungnya proses
austenitisasi.

Hardenabilitas baja perkakas pengerjaan panas sangat tinggi sehingga bisa diperkeras
(di-hardening) melalui pendinginan udara. Transformasi austenit menjadi martensit
mulai terjadi pada temperatur pembentukan awal martensit (Ms). Semakin tinggi
kandungan karbon dan unsur pemadu austenit, maka temperatur Ms akan semakin
rendah. Hal ini akan mengakibatkan jumlah martensit yang terbentuk pada

BAB II Tinjauan Pustaka 38


temperatur kamar juga semakin sedikit. Oleh karena itu, jika austenit yang terbentuk
pada saat proses austenitisasi mengandung unsur pemadu yang sangat tinggi maka
jumlah austenit sisa yang terbentuk pada temperatur kamar akan semakin banyak.
Dengan semakin banyaknya austenit sisa akan mengakibatkan kekerasan baja pada
kondisi hardened lebih rendah dari kekerasan maksimal yang bisa diperoleh jika
transformasi austenit menjadi martensit berlangsung secara sempurna.

2.6 BAJA PERKAKAS AISI H13


Baja perkakas AISI H13 merupakan salah satu baja perkakas pengerjaan panas yang
paling sering digunakan. Baja ini memiliki kombinasi kekuatan, ketahanan aus, dan
ketangguhan yang sangat baik.

Baja perkakas AISI H13 banyak digunakan sebagai dies untuk pengerjaan panas
logam (shearing, forming, punching, extruding dan trimming) dan mandrels. Selain
itu baja AISI H13 juga digunakan pada aplikasi struktural yang membutuhkan
kekuatan pada temperatur tinggi.

Gambar 2.8 Beberapa Aplikasi Baja AISI H13 (18)

BAB II Tinjauan Pustaka 39


Tabel 2.14 Tingkat Kekerasan Untuk Beberapa Aplikasi Baja AISI H13 (30, 31)
Perkakas untuk Die Casting
Komponen Kekerasan (HRC)
Paduan seng, timbal, dan Paduan aluminium dan
timah magnesium
Dies 46-50 42-48
Fixed insert core 46-52 44-48
Sprue part 48-52 46-48
Nozzle 35-42 42-48
Ejector pin 46-50 46-50
Plunger 42-46 42-48
Perkakas untuk Extrusion
Komponen Kekerasan (HRC)
Paduan Paduan aluminium dan Stainless
tembaga magnesium Steel
Die 43-47 44-50 45-50
Backer, die holder, 40-48 41-50 40-48
liner, dummy block, stem
Perkakas untuk Hot Pressing
Material Kekerasan (HRC)
Aluminium, Magnesium 44-52
Paduan tembaga 44-52
Baja 40-50
Aplikasi Lain
Aplikasi Kekerasan (HRC)
Punching, scrap shear 50-52
Hot shearing 45-50
Shrink ring 45-50
Wear resisting part 50-52

BAB II Tinjauan Pustaka 40


2.6.1 Perlakuan Panas Pada Baja AISI H13

Seperti baja-baja lainnya, baja AISI H13 juga memerlukan perlakuan panas untuk
memperbaiki sifat-sifat mekanik dan fisiknya. Perlakuan panas yang umum
diterapkan pada baja AISI H13 menurut ASM International 2002 terdiri atas
annealing, stress relieving, preheating, austenitizing, dan tempering.

1. Annealing
Pemanasan pada perlakuan panas annealing harus dilakukan dengan lambat dan
seragam untuk mencegah terjadinya retakan, khususnya annealing pada baja
AISI H13 yang telah diperkeras. Pendinginan dari temperatur annealing biasanya
o
dilakukan dengan furnace cooling hingga temperatur 425 C, setelah itu
didinginkan ke temperatur kamar melalui pendinginan udara (air cooling). Laju
pendinginan maksimum adalah 22 oC per jam.

2. Stress Relieving
Stress relieving berguna untuk menghilangkan tegangan sisa pada baja AISI H13
yang telah mengalami proses permesinan kasar (rough machining) dan
mengurangi terjadinya distorsi pada saat hardening. Caranya adalah dengan
memanaskan baja hingga temperatur 650-730 oC dengan waktu tahan sekitar 2
jam. Kemudian setelah itu didinginkan perlahan hingga mencapai 500 oC lalu
didinginkan pada udara bebas.

3. Preheating
Preheating bertujuan untuk menghindari terjadinya thermal shock yang dapat
menyebabkan crack karena perubahan temperatur yang drastis. Preheating pada
(5)
baja AISI H13 biasanya dilakukan sebanyak dua tahap pada temperatur 600-
o
850 C. Selama berlangsungnya preheating baja harus dilindungi dari
dekarburisasi dengan cara mengalirkan gas inert seperti argon.

BAB II Tinjauan Pustaka 41


4. Austenitisasi
Austenitisasi baja AISI H13 dilakukan pada temperatur 1000-1080 oC dengan
waktu tahan 15-45 menit. Selama berlangsungnya proses austenitisasi baja harus
dilindungi dari karburasi dan dekarburisasi. Karburasi dapat menyebabkan
terjadinya heat checking sedangkan dekarburisasi akan menurunkan kekuatan
baja.

5. Tempering
Baja perkakas pengerjaan panas seperti AISI H13 harus ditemper secepat
mungkin setelah quenching atau pendinginan udara karena baja kelompok ini
sensitif terhadap retakan apabila disimpan terlalu lama sebelum tempering.

Multiple tempering biasa dilakukan pada baja AISI H13 untuk mengurangi
retakan akibat tegangan yang timbul setelah hardening. Selain itu multiple
tempering juga berguna untuk mentransformasikan austenit sisa yang masih
muncul setelah tempering pertama menjadi tempered martensit.

Siklus perlakuan panas pada baja AISI H13 dapat dilihat pada gambar 2.9 berikut ini.

(a)

BAB II Tinjauan Pustaka 42


(b)

Gambar 2.9 Tahapan Proses Produksi Baja Perkakas, a) Proses Termomekanik b)


Perlakuan Panas Hardening dan Tempering (1)

2.7 KEKERASAN DAN KETANGGUHAN


2.7.1 Kekerasan
Kekerasan adalah sifat mekanis material yang merupakan ukuran ketahanan material
terhadap deformasi permanen akibat adanya beban tekan (8). Uji kekerasan dilakukan
dengan cara penekanan material yang diuji dengan menggunakan sebuah indentor
(berbentuk bola atau limas) yang memiliki kekerasan lebih tinggi daripada material
yang diuji. Dari hasil penekanan tersebut akan diperoleh jejak deformasi yang
memiliki kedalaman, diameter, atau diagonal tertentu. Dari data tersebut kemudian
nilai kekerasan bisa diukur dengan menggunakan beberapa metoda pengujian
kekerasan.

Beberapa metoda pengujian kekerasan yang paling sering digunakan diantaranya

BAB II Tinjauan Pustaka 43


adalah uji kekerasan Brinnel, uji kekerasan Vickers, dan uji kekerasan Rockwell. Uji
kekerasan Brinnel dilakukan dengan menggunakan indentor berbentuk peluru baja
dengan diameter tertentu (missal 5 mm atau 10 mm). Angka kekerasan dinyatakan
dalam BHN (brinnel hardness number). Penjelasan lebih lengkap mengenai uji
kekerasan Brinnel dapat dilihat pada BS 240 (1986) dan ASTM E 10-84. Uji
kekerasan Rockwell merupakan salah satu uji kekerasan yang paling cepat. Standar
yang digunakan adalah BS 891 (1989) dan ASTM 18-89a. Angka kekerasan diukur
berdasarkan kedalaman relatif terhadap hasil suatu hasil penekanan dengan indentor.
Indentor yang biasa digunakan adalah kerucut intan dan bola baja yang diperkeras.
Sedangkan uji kekerasan Vickers dilakukan dengan menggunakan indentor berbentuk
prisma yang terbuat dari intan dengan sudut 136o. Indentor dengan beban statik
ditekankan pada permukaan material yang diuji selama 10 sampai 15 detik. Standar
yang digunakan biasanya mengacu pada BS 427 bagian 1 (1981) dan ASTM E 92-
82.

2.7.2 Ketangguhan
Ketangguhan adalah suatu kemampuan logam untuk menyerap energi deformasi
plastis. Sifat ini penting untuk mengetahui bagian komponen atau konstruksi yang
terbuat dari logam yang harus menerima beban atau tegangan yang melebihi batas
elastisnya. Ketangguhan dinyatakan sebagai seluruh luas daerah dibawah kurva
tegangan-regangan, atau energi yang diserap atau dibutuhkan oleh logam untuk patah
akibat adanya tegangan luar statis.

Harga ketangguhan sebuah material diperoleh melalui pengujian ketangguhan, atau


yang biasa disebut impact test. Apabila uji kekerasan merupakan pengujian untuk
menentukan sifat statis dari material, maka uji ketangguhan dilakukan untuk
mendapatkan gambaran sifat material yang berkaitan dengan pembebanan yang tiba-
tiba. Meskipun kurva tegangan-regangan hasil uji tarik dapat dihasilkan sifat
ketangguhan material logam, namun dengan uji impak akan diperoleh gambaran sifat
ketangguhan yang lebih nyata.

BAB II Tinjauan Pustaka 44


Charpy test merupakan salah satu metode pengujian impak yang paling banyak
dipakai. Batang uji umumnya diberi takik (notch), seperti ditunjukkan pada Gambar
2.10. Pada bagian belakang takik akan dikenakan beban tiba-tiba dengan sebuah
pendulum hingga spesimen patah.

Bila masa pendulum diketahui yaitu m dan berada pada ketinggian h0 sebelum
pendulum dilepaskan maka energi potensialnya adalah mgh0. Bila kemudian
pendulum dilepaskan dan mematahkan batang uji, maka dengan sebagian dari energi
potensial digunakan untuk mematahkan batang uji hingga pendulum hanya akan
mengayun pada ketinggian maksimum hf. Pada titik ayun maksimum ini energi
potensialnya adalah mghf. Perbedaan energi potensial (mgh0 mghf) adalah energi
yang diserap oleh spesimen untuk mematahkannya yang dikenal sebagai energi
impak. Semakin besar perbedaan energi tersebut atau energi yang diserap, maka
dikatakan material memiliki ketangguhan yang semakin besar.

BAB II Tinjauan Pustaka 45


Gambar 2.10 Uji Impak Charpy (12)

BAB II Tinjauan Pustaka 46

Anda mungkin juga menyukai