BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Otitis Media Supuratif Kronis adalah stadium dari penyakit telinga tengah
dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran
timpani perforasi dan ditemukan sekret, purulen yang hilang timbul. Istilah kronik
digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau
lebih.
2.2 ETIOLOGI
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba eustachius. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang
relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Penyebab OMSK antara lain:
1. Otitis media akut
Secara umum dikatakan otitis media supuratif kronis merupakan
kelanjutan dari otitis media akut.
2. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang
secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan
pertumbuhan bakteri. .
3. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau
toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
3
2.1.5. PATOFISIOLOGI
Otitis media supuratif kronik didahului otitis media akut. Otitis media akut
dengan berforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif kronis apabila
prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Otitis media akut disebabkan oleh infeksi di
saluran nafas atas (ISPA), umumnya terjadi pada anak karena keadaan tuba
eustachius, tuba eustachius pada lebih pendek, lebih horizontal dan relative lebih
lebar daripada dewasa.
Infeksi pada saluran nafas atas akan menyebabkan edema pada mukosa
saluran nafas termasuk mukosa tuba eustachius dan nasofaring tempat muara tuba
eustachius. Edema akan menyebabkan oklusi tuba yang berakibat gangguan
fungsi tuba eustachius yaitu fungsi ventilasi, drainase dan proteksi terhadap
telinga tengah
sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi
kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil,
berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.
Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan
polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatoma yang mendasarinya.
Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
di jumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatoma, dapat menghambat bunyi dengan efektif
ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatoma, tuli konduktif kurang dari 20
db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan
fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih
dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena
putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatoma bertindak
sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi
perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui
jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran
tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kokhlea.
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh
adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
2.1.8. PENATALAKSANAAN
Terapi OMSK memerlukan waktu lama dan harus berulang. Pengobatan
penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebabnya dan stadium penyakitnya. Bila didiagnosis kolesteatoma, maka
mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat-obatan dapat digunakan untuk
mengontrol infeksi sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, dimana
pengobatannya dibagi atas :
a) Medikamentosa
Bila sekretnya keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga,
berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka
terapi dilanjutkan dengan memberikan dengan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotika, dan kortikosteroid. Secara oral diberikan
antibiotic dari golongan ampisilin, atau eritromisin.
b) Pembedahan
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi
selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.
Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membrane timpani yang berforasi, mencegah terjadinya
komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.
Jenis pembedahan pada OMSK :
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Miringoplasti
6
4. Timpanoplasti
2.1.9. KOMPLIKASI
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan
patologik yang menyebabkan otorea. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien
OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut
oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan
komplikasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada
eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatoma.
Komplikasi di telinga tengah yaitu perforasi persisten, erosi tulang
pendengaran dan paralisis nervus fasial.
Komplikasi telinga dalam yaitu fistel labirin, labirinitis supuratif dan tuli
saraf (sensorineural).
Komplikasi ekstradural yaitu abses ekstradural, trombosis sinus lateralis
dan petrositis.
Komplikasi ke susunan saraf pusat yaitu meningitis, abses otak dan
hidrosefalus otitis.
2.2 ANESTESI
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Kata anestesi
diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian
obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran
pasien. Anestesi yang sempurna harus memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi), yaitu.
7
a. Anestesi umum intravena merupakan salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam
pembuluh darah vena.
b. Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa
gas dan atau cairan yang mudah menguap dengan obat-obat pilihan yaitu N2O,
Halotan, Enfluran, Isofluran, Sevofluran, Desfluran dengan kategori
8
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keadaan gigi, tindakan buka mulut, lidah yang relatif besar
sangat penting untuk mengetahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi
intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu
tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua
sistem organ tubuh pasien.
3) Pemeriksaan laboratorium
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:
Analgetik opium :
Ranitidine 150 mg per oral setiap 12 jam dan 2 jam sebelum operasi
Omeprazole 40 mg, 3-4 jam sebelum operasi
Metoclopramide 10 mg per oral sebelum operasi
Sebelum induksi anastesi
Pemeriksaan Alat
1. Induksi Anestesi
Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan.
Sebelum memulai induksi anestesi, selayaknya disiapkan peralatan dan obat-
obatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi
dengan lebih cepat dan lebih baik. Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya
kita ingat kata STATICS:
13
S = Scope
Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope,
pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus
cukup terang
T = Tubes
Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5
tahun dengan balon (cuffed)
A = Airway
Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak
sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan nafas
T = Tape
Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut
I = Introducer
Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan
C = Connector
Penyambung antara pipa dan peralatan anestesi
S = Suction
Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.
Induksi intravena
Induksi Intamuskular
Induksi inhalasi
Teknik ini merupakan pilihan bila jalan napas pasien sulit ditangani. Jika
induksi intravena, pada pasien seperti itu dapat menimbulkan kematian akibat
hipoksia jika kita tidak dapat mengembangkan paru. Sebaliknya, induksi inhalasi
hanya dapat dilakukan apabila jalan napas bersih sehingga obat anestesi dapat
masuk. Jika jalan napas tersumbat, maka obat anestesi tidak dapat masuk dan
anestesi didistribusikan ke seluruh tubuh sehingga anestesi akan dangkal. Jika hal
ini terjadi, bersihkan jalan napas. Induksi inhalasi juga digunakan untuk anak-
anak yang takut pada jarum.
Intubasi Endotrakeal
Anestesi yang adekuat dan relaksasi otot-otot kepala, leher dan laring yang
cukup
Posisi kepala dan leher yang tepat
Penggunaan apparatus yang tepat untuk prosedur tersebut
16
a. Pipa endotrakea
b. Laringoskop
Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop ialah
alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat
memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua
macam laringoskop :
Penilaian Mallampati
I. Gas Anestesi
Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya :
1. N2O
N2O merupakan salah satu gas anestetim yag tak berwarna, bau manis, tak
iritasi, tak terbakar, dan pemberian anestesi dengan N2O harus disertai oksigen
minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada akhir
anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,
sehingga terjadi pengenceran oksigen dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk
menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan oksigen 100% selama 5-10 menit.
2. Halotan
Halotan merupakan gas yang baunya enak dan tak merangsang jalan
napas, maka sering digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N2O.
Halotan merupakan anestetik kuat dengan efek analgesia lemah, dimana induksi
dan tahapan anestesi dilalui dengan mulus, bahkan pasien akan segera bangun
setelah anestetik dihentikan. Pada napas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol
% dan pada napas kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan
klinis pasien.
19
3. Isofluran
Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi
menyebabkan pasien menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi
dicapai dalam kurang dari 10 menit, di mana umumnya digunakan barbiturat
intravena untuk mempercepat induksi.Tanda untuk mengamati kedalaman anestesi
adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi napas, serta peningkatan
frekuensi denyut jantung. Menurunkan laju metabolisme pada otak terhadap
oksigen, tetapi meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.
4. Desfluran
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat
absorben dan tidak korosif untuk logam.Karena sukar menguap, dibutuhkan
vaporiser khusus untuk desfluran.Desfluran lebih digunakan untuk prosedur
bedah singkat atau bedah rawat jalan.Desfluran bersifat iritatif sehingga
menimbulkan batuk, spasme laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk
induksi.Desfluran bersifat kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi
lain, tapi17 kali lebih poten dibanding N2O.
5. Sevofluran
A. Hipnosis
Suatu larutan alkali dengan kerja hipnotiknya kuat sekali dan induksinya
cepat (30-40 detik) dengan suntikan intravena tetapi dalam waktu singkat kerjanya
habis, seperti zat anestesi inhalasi, barbiturat ini menyebabkan kehilangan
kesadaran dengan jalan memblok kontrol brainstem.
Cara pemberiannya dimulai dengan test dose 25-75 mg, kemudian sebagai
induksi diteruskan dengan pemberian 150-300 mg selang waktu pemberian 15-20
detik (untuk orang dewasa)
2. Benzodiazepin
3. Propofol
boleh dengan dekstrosa 5%. Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak < 3 thn
dan pada wanita hamil tidak dianjurkan.
4. Ketamin
B. Analgetik
1. Morfin
Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif,
yakni tidak begitu mempengaruhi unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar
(vibrasi), penglihatan dan pendengaran ; bahkan persepsi nyeripun tidak selalu
hilang setelah pemberian morfin dosis terapi. Efek analgesi morfin timbul
berdasarkan 3 mekanisme ;
Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang adalah 0,1-
0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat
diulang sesuai yamg diperlukan.
2. Fentanil
3. Meridipin
Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi
dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
Obat pelumpuh otot adalah obat/ zat anestesi yang diberikan kepada pasien
secara intramuskular atau intravena yang bertujuan untuk mencapai relaksasi dari
otot-otot rangka dan memudahkan dilakukannya operasi.
relaksasi otot lurik. Yang termasuk golongan ini adalah suksinilkolin, dengan
dosis 1-2 mg/kgBB IV.
2. Terapi Cairan
Terapi cairan intravena dapat terdiri dari infus kristaloid, koloid, atau
kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan dengan ion low molecular
weight (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid juga
mengandung zat-zat high molecular weight seperti protein atau glukosa polimer
besar. Cairan koloid menjaga tekanan onkotik koloid plasma dan untuk sebagian
besar intravaskular, sedangkan cairan kristaloid cepat menyeimbangkan dengan
dan mendistribusikan seluruh ruang cairan ekstraseluler.
air dan elektrolit, penggantian dengan cairan elektrolit isotonik, juga disebut
cairan jenis replacement.
3. Monitoring
2.2.5 Postoperatif
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari
satu posisi ke posisi yang lain. Bahkan memindahkan pasien yang telah dianestesi
ke brankard dapat menimbulkan masalah vaskular juga. Untuk itu pasien harus
dipindahkan secara perlahan dan cermat. Segera setelah pasien dipindahkan ke
brankard atau tempat tidur, pakaian pasien yang basah (karena darah atau cairan
lainnya) harus segera diganti dengan pakaian yang kering untuk menghindari
kontaminasi. Selama perjalanan transportasi tersebut pasien diselimuti.
Selang dan peralatan drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat
berfungsi dengan optimal. Pasien ditransportasikan dari kamar operasi ke PACU.
Jika PACU terletak jauh dari kamar operasi, atau jika kondisi umum pasien jelek,
monitoring adekuat terhadap pasien sangat diperlukan. Dokter anestesi
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa proses transfer tersebut berjalan
dengan lancar.
Recovery dari anestesi terjadi ketika efek obat-obatan anestesi hilang dan
fungsi tubuh mulai kembali. Perlu beberapa waktu sebelum efek anestesi benar-
benar hilang. Setelah anestesi, sejumlah kecil obat masih terdapat dalam tubuh
pasien, tetapi efeknya minimal.
Waktu recovery dari anestesi bergantung pada jenis anestesi, usia pasien,
jenis operasi, durasi operasi, pre-existing disease, dan sensitivitas individu
terhadap obat-obatan. Perkiraan waktu recovery yang tepat dapat ditentukan jika
semua spesifikasi pembedahan, riwayat pasien dan jenis anestesi diketahui.
a. Pulse oximeter
c. Elektokardiograf
d. Nerve stimulator
e. Pengukur suhu.
g. Nyeri minimal
BAB III
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS
Nama : Heldiyani zega
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. Midin hutagalung
Pekerjaan : IRT
Status Perkawinan : Sudah Menikah
No RM : 24.99.72
2. ANAMNESA
Keluhan Utama : Telinga kanan sakit
Telaah : Pasien perempuan datang ke IGD RS Haji dengan keluhan sakit di
telinga sebelah kanan yang sudah di alami pasien sejak 5 bulan yang lalu. Mual (-
), Muntah (-), keluar cairan dari telinga (-), os juga mengeluhkan pandangan kabur
sejak 1 bulan ini dan sudah dibawa berobat ke poli THT RSHM dan di diagnosa
OMSK. Riwayat operasi sebelumnya tidak ada. Tidak ditemukan adanya riwayat
penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan Asma. Pada pemeriksaan fisik di dapati
psoas sign (+), Rovsings Sign (+). BAK (+), BAB (+) Normal.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit
Vital Sign
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36 0C
Tinggi Badan : 158cm
Berat Badan : 65 kg
Pemeriksaan Umum
Kepala - Leher
Kulit : Sianosis (-), Ikterik (-), Turgor (-)
Kepala : Normocephali
Mata : Anemis -/-, Ikterik -/-, Edema palpebra -/-
Hidung :Tidak ada secret/bau/perdarahan pada hidung.
Telinga : Tidak ada secret/bau/perdarahan pada telinga.
Mulut : Hiperemis pharing (-), Pembesaran tonsil (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax
Paru
Inspeksi :Pergerakan nafas simetris, tipe pernafasan
31
Extremitas Atas-Axilla
Extremitas Bawah
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium
Darah Rutin
Hb : 14.5 g/dl (13 18 g/dl)
HT : 41.3 % (40 54 %)
Eritrosit : 4.8 x 106/L (4.5 6.5 x 106/L)
32
Diagnosis : OMSK
5. RENCANA TINDAKAN
Tindakan : Mastoidektomi
Anesthesi : GA-ETT
33
PS-ASA :1
Posisi : Supinasi
Pernapasan :Ventilator
Perdarahan
Kasa Basah : 10 x 10 = 100 cc
Kasa 1/2 basah :4 x5 = 20 cc
Suction : = 100 cc
Jumlah : 220 cc
EBV : 65 x 65 = 4220 cc
EBL 10 % = 422 cc
20 % = 845 cc
30 % =1267,5 cc
Durasi Operatif
Lama Anestesi = 14.05 Selesai WIB
Lama Operasi = 14.30 17.10 WIB
Teknik Anastesi : GA - ETT
Premedikasi : Analgetik + Midazolam
Induksi Propofol O2 Relaxant Oxygenasi
Intubasi : ETT 7.0 Cuff (+)
Maintenance : Sevoflurance + O2
8. POST OPERASI
Operasi berakhir pukul : 17.10 WIB
35
DAFTAR PUSTAKA