Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 15 % penyulit kehamilan
dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan
morbiditas ibu bersalin.1 Ketiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan,
hipertensi dalam kehamilan (HDK), dan infeksi. Proporsi ketiga penyebab
kematian ibu telah berubah, dimana perdarahan dan infeksi cenderung
mengalami penurunan sedangkan HDK proporsinya semakin meningkat.
Sekitar 27,1% kematian ibu di Indonesia pada tahun 2013 disebabkan oleh
HDK.2
Berdasarkan Report of the Natinal High Blood Presure Education
Program Working Group on High Blood Presure in Pregnancy tahun 2001
hipertensi dalam kehamilan terbagi menjadi beberapa klasifikasi, yaitu :
hipertensi kronik, preeklampsia-eklampsia, hipertensi kronik dengan
superimposed preeclampsia dan hipertensi gestasional.1
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai proteinuria1. Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi
definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya
hipertensi disertai gangguan multisistem lain yang menunjukkan adanya
kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami
proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria
diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan
normal.3
Berdasarkan onset, ACOG (American College of Obsterti And
Ginekologi) diklasifikasikan preeklamsia dalam dua kelompok :
preeklampsia onset dini yaitu terjadi sebelum kehamilan ke-34 minggu, dan
preeklampsia onset lambat yaitu terjadi setelah kehamilan 34 minggu.3
Preeklampsia terjadi pada kurang lebih 5% dari semua kehamilan,
10% pada kehamilan anak pertama dan 20-25% pada perempuan hamil

1
2

dengan riwayat hipertensi sebelumnya. Faktor risiko Ibu untuk terjadinya


preeklampsia antara lain kehamilan pertama, usia kurang dari 18 tahun atau
lebih dari 35 tahun, riwayat pada kehamilan sebelumnya, riwayat keluarga
dengan preeklampsi, obesitas atau kegemukan, dan jarak antar kehamilan
kurang dari 2 tahun atau lebih dari 10 tahun.3
Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang
dikandungnya. Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis,
Elevated Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan ginjal,
perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi
dapat berupa kelahiran premature, gawat janin, berat badan lahir rendah atau
intra uterine fetal death (IUFD).1,
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat laporan
kasus mengenai pasien dengan preeklampsia berat dan IUFD. Kasus yang
kami bahas yaitu pasien wanita, 32 tahun, dengan diagnosis masuk G4P2A1
hamil 35-36 minggu belum inpartu dengan PEB, JTM (janin tunggal
mati)/IUFD (intra uterine fetal death) presentasi kepala.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami kasus PEB
dan JTM
2. Diharapkan munculnya pola berfikir kritis bagi semua dokter muda
setelah dilakukan diskusi dengan dosen pembimbing klinik tentang kasus
PEB dan JTM

1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah
bahan referensi dan studi kepustakaan dalam ilmu obstetrik
dan ginekologi terutama tentang PEB dan JTM

2
3

b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat


menjadikan landasan untuk penulisan laporan kasus
selanjutnya.
1.3.2. Manfaat Praktis
a. Bagi dokter muda, diharapkan laporan ini dapat diaplikasikan
pada kegiatan kepanitraan klinik senior (KKS) dalam
penegakkan diagnosis PEB dan JTM yang berpedoman pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap dan runut
b. Bagi dokter umum, diharapkan laporan kasus ini dapat
menjadi bahan masukan dan menambah pengetahuan dalam
mendiagnosa PEB dan JTM
c. Bagi pasien dan keluarga, diharapkan laporan kasus ini dapat
memberikan informasi PEB dan JTM serta komplikasi yang
mungkin terjadi jika tidak segera diberikan tindakan

Anda mungkin juga menyukai