Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Saluran pencernaan dapat diibaratkan sebagai sekelompok organ

berbentuk corong yang saling berhubungan dan membentuk satu tabung yang dilapisi

oleh otot, mulai dari rongga mulut sampai anus. Hati dan limfa merupakan organ lain

yang ikut berperan dalam proses pencernaan dengan mensekresi cairannya ke dalam

saluran cerna. Salah satu manifestasi klinis yang paling sering diperlihatkan oleh

seorang anak akibat adanya gangguan pada saluran cerna adalah muntah. Keadaan ini

dapat merupakan manifestasi klinis dari suatu keadaan yang tidak berbahaya, tetapi

dapat pula sebagai tanda dari suatu penyakit serius. Muntah bukan merupakan suatu

penyakit melainkan salah satu manifestasi klinis dari suatu penyakit. Oleh karena itu,

pendekatan diagnosis dan tata laksana muntah sangat bervariasi bergantung kepada

dugaan penyebabnya.1

STATUS PASIEN

Identitas pasien

Nama : An, N

Umur : 8 Bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal/Jam Masuk :

Keluhan utama : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan muntah sebanyak

2 kali sejak hari ini. Muntah pertama pukul 12.00 berisi makanan dan air setelah sejam

1
sebelumnya mengkonsumsu milna. Kemudian pukul 13.00 pasien diberikan bubur sun

dan pasien muntah lagi pukul 15.00. Orang tua pasien mengatakan bahwa pasien baru

pertama kali diberi bubur milna sejak sebelumnya dibeikan sun. BAB dan BAK baik

dan lancar. Pasien tidak mau makan dan minum. Demam(-), Batuk(-), Flu(-).

Riwayat penyakit terdahulu : Anak belum pernah mengalami keluhan

yang sama sebelumnya

Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga mendertita penyakit

yang sama. Riwayat alergi (-)

Riwayat sosial-ekonomi : Menengah

Kebiasan dan lingkungan : Anak aktif. Di sekitar rumah tidak ada yang

mengeluh kondisi yang sama.

Riwayat kehamilan dan persalinan : Anak lahir secara caesar dengan berat lahir

3,2 kg dan panjang 48 cm.

Kemampuan dan kepandaian : Anak tengkurap usia 3 bulan.

Anamnesis Makanan : Susu formula 0-8 bulan

Bubur sun 3-8 bulan

Riwayat imunisasi : Imunisasi dasar lengkap

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sakit sedang

Berat badan : 9 kg

Panjang badan : 73 cm

Status gizi : Z-score (1SD)-(2SD) : Gizi baik

2
Tanda Vital

Kesadaran : Compos mentis

Denyut jantung : 112 kali/menit

Pernapasan : 23 kali/menit

Suhu : 36,90C

Pemeriksaan Sistemik :

Kulit : sianosis (-), pucat (-), kuning (-), turgor baik,

Kepala : bentuk bulat, simetris, tidak ada deformitas, rambut lebat, berwarna

hitam, mata cekung (-), rhinorrhea (-), otorrhea (-), konjungtiva

hiperemis (-).

Leher : pembesaran getah bening (-), nyeri tekan kelenjar getah bening (-),

pembesaran kelenjar tiroid (-), T1/T1 tidak hiperemis

Paru

Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri

Palpasi : pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri

Perkusi : sonor kanan dan kiri

Auskultasi : bronkovesikuler kanan dan kiri, Ronki (-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V midclavicula sinistra

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni, reguler, murmur (-)

3
Abdomen

Inspeksi : kesan normal

Auskultasi : peristaltik usus (+) kesan normal

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar, renal dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani (+) pekak hepar (+) batas normal

Genitalia : normal

Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

Pemeriksaan Penunjang :

- Eritrosit : 4,54 106/mm3 (3,8-5,2 106/mm3)

- Hemoglobin : 12,8 g/dl (11,7-15,5 g/dl)

- Hematokrit : 40,2% (35-47 %)

- Trombosit : 383 103/mm3 (150-440 103/mm3)

- Leukosit : 9,8 103/mm3 (3,6-11,0 103/mm3)

Diagnosis kerja : Vomitus Non-organik et causa kesalahan teknik makan

Diagnosis Banding : Refluks Gastroesofagus

Terapi :

IVFD Dextrosa 5% 10 tpm

Inj. Ondansentron Amp i.v

Follow up (17 November 2015)

S : Pasien tidak mengeluh muntah, BAB & BAK lancar, batuk (-)

O : tanda-tanda vital

1. Denyut jantung : 108 kali/menit

2. Respirasi : 24 kali/menit

4
3. Suhu : 36,90C

Kulit : turgor baik

Kepala : mata cekung (-)

Abdomen : peristaltik usus kesan normal

BAB/BAK biasa

A : Vomitus Non-organik

P : IVFD Dextrosa 5% 10 tpm

(Pasien dipulangkan)

5
DISKUSI

Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara paksa melalui mulut disertai

kontraksi lambung dan abdomen. Pada anak biasanya sulit untuk mendiskripsikan

mual, mereka lebih sering mengeluhkan sakit perut atau keluhan umum lainnya. Muntah

merupakan suatu cara di mana traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri

dari isinya ketika hampir semua bagian atas traktus gastrointestinal teriritasi secara luas,

sangat mengembang atau bahkan sangat terangsang. Kejadian ini biasanya disertai

dengan menurunnya tonus otot lambung, kontraksi, sekresi, meningkatnya aliran darah

ke mukosa intestinal, hipersalivasi, keringat dingin, detak jantung meningkat dan

perubahan irama pernafasan. Refluks duodenogastrik dapat terjadi selama periode

nausea yang disertai peristaltik retrograde dari duodenum ke arah antrum lambung atau

secara bersamaan terjadi kontraksi antrum dan duodenum. Muntah timbul bila

persarafan atau otak menerima satu atau lebih pencetus seperti keracunan makanan,

infeksi pada gastrointestinal, efek samping obat, atau perjalanan. Mual biasanya dapat

timbul sebelum muntah.1

Muntah dapat dikatakan salah satu dari mekanisme pertahanan tubuh yang

mengidentifikasikan dan berupaya mengeluarkan agen yang merugikan yang telah

tertelan. Menurut konsep ini nausea serta anoreksia sebenarnya merupakan suatu

protective reflex untuk mencegah masuknya agen toksik. Perasaan tak enak merupakan

perilaku responsive terhadap masuknya makanan yang toksis atau rangsangan-

rangsangan lainnya .2

Muntah merupakan perilaku yang komplek, dimana pada manusia

muntah terdiri dari 3 aktivitas yang terkait, nausea (mual), retching dan pengeluaran isi

6
lambung. Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor

trigger zone CTZ) dan 2) central vomiting centre(CVC). CTZ yang terletak di area

postrema pada dasar ujung caudal ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar otak).

Reseptor didaerah ini diaktivasi oleh bahan-bahan proemetik di dalam sirkulasi darah

atau di cairan cerebrospinal (CSF). Eferen dari CTZ dikirim ke CVC selanjutnya terjadi

serangkaian kejadian yang dimulai melalui vagal eferan spanchnic. CVC terletak

dinukleus tractus solitarius dan disekitar formation retikularis medulla tepat dibawah

CTZ. CTZ mengandung reseptor reseptor untuk bermacam-macam sinyal neuroaktif

yang dapat menyebabkan muntah. 4

Proses muntah sendiri mempunyai 3 tahap, yaitu nausea, retching, dan

emesis. Nausea merupakan sensai psikis yang disebabkan oleh berbagai stimulus baik

pada organ visera, labirin, atau emosi. Fase ini ditandai oleh adanya rasa ingin muntah

pada perut atau kerongkongan dan sering disertai berbagai gejala otonom seperti

bertambahnya produksi air liur, berkeringat, pucat, takikardia, atau anoreksia.1

Pada saat nausea, gerakan peristaltik aktif berhenti dan terjadi penurunan

kurvatura mayor lambung bagian bawah secara mendadak. Tekanan pada fundus dan

korpus menurun, sedangkan kontraksi di daerah antrum sampai pars descendens

duodenum meningkat. Bulbus duodenum menjadi distensi sehingga dapat menyebabkan

refluks duodenogaster. Selain itu juga terjadi peristaltik retrograd mulai dari jejunum

sampai ke lambung. Adanya refluks duodenogaster tersebut menerangkan bahwa

muntah yang bercampur empedu tidak selalu disebabkan obstruksi usus. Fase ini tidak

terlalu berlanjut ke fase retching dan emesis. Muntah yang disebabkan oleh tekanan

intrakranial meninggi dan obstruksi usus tidak memperlihatkan gejala nausea.1

7
Pada fase retching terjadi inspirasi dengan gerakan otot napas spasmodik

yang diikuti dengan penutupan glottis. Keadaan ini menyebabkan tekanan intratoraks

negatif dan pada saat yang sama terjadi pula kontraksi otot perut dan diafragma. Fundus

mengalami dilatasi, sedangkan antrum dan pilorus mengalami kontraksi. Sfingter

esofagus bagian bawah membuka tetapi sfingter bagian atas masih menutup. Fase

retching-pun dapat terjadi tanpa harus diikuti oleh fase emesis.1

Fase emesis ditandai dengan adanya isi lambung yang dikeluarkan

melalui mulut. Pada keadaan ini terjadi relaksasi diafragma, perubahan tekanan

intratoraks dari negatif menjadi positif, dan relaksasi sfingter esofagus bagian atas yang

mungkin disebabkan oleh peningkatan tekanan intralumal esofagus.1

Pada kasus ini, pasien mengalami muntah sebanyak 2 kali berisi makanan dan

cairan. Orang tua pasien mengatakan baru pertama kali memberi bubur milna pada anak

sehingga pasien muntah setelah makan. Kemudian pasien diberi makan dan minum

kembali sejam berikutnya namun sore hari pasien kembali muntah. Karena melihat

pasien lemas dan tidak mau minum kemudian orang tua pasien membawa pasien ke

rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan nyeri tekan abdomen ataupun

suara peristaltik usus yang abnormal.

Beberapa penyebab muntah yang sering ditemukan pada anak berdasarkan

lokasi kelainan dan usia dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini :

Tabel 1. Penyebab muntah pada neonatus

Saluran cerna Luar cerna Non-organik

Obstruksi Non-obstruksi SSP Organ lain

8
Atresia esofagus Gastroenteritis TIK meninggi Sepsis Iritasi C. Amnion

Stenosis pilorus NEC Meningitis Insuf. Ginjal Teknik minum

M.Hirschsprung Kalasia Efusi subdural ISK obat

Malrotasi usus Iritasi as. Hidrosefalus Hiperplasia adrenal

Hernia hiatus Lambung Inborn error metab.

Ileus mekonium

laktobezoar

Tabel 2. Penyebab muntah pada bayi 1

Saluran cerna Luar cerna Non-organik

Obstruksi Non-obstruksi SSP Organ lain

Stenosis pilorus RGE TIK Inf. Saluran napas Teknik makan

Antral web Intoleransi laktosa meninggi ISK Erofagi

Intususepsi CMPSE Meningitis Otitis media Motion sicknes

volvulus Gastroenteritis Ensefalitis Hepatitis Obat

NCE Insufisiensi adrenal

Gangguan metabolik

Tabel 3. Penyebab muntah pada anak 1

Saluran cerna Luar cerna Non-organik

Obstruksi Non-obstruksi SSP Organ lain

9
Intususepsi Gastroenteritis TIK Inf. Saluran napas Psikogenik

Obstruksi usus Apendisitis meninggi ISK Menarik perhatian

Akalasia Gastritis Infeksi SSP Otitis media Motion sicknes

Striktur (ingesti Ulkus peptikum Hidrosefalus Hepatitis Obat

bahan kaustik) Keracunan Henoch-Schonlein

makanan Torsio testis

Jika dilihat dari temuan klinis, penyebab muntah pada kasus ini masuk dalam

kategori non-organik dan mengarah pada teknik pemberian makan yang tidak cocok

atau terlalu banyak, karena ibu yang baru saja mencoba memberikan bubur milna pada

anaknya. Dari anamnesis makanan diketahui bahwa bayi sudah diberi makan sejak

berusia 3 bulan. Pemberian makan terlalu dini pada bayi dapat mengakibatkan

Penatalaksanaan

Pada kasus ini, pasien diberikan terapi simptomatis yaitu anti muntah ondansentron.

Penelitian terbabru mengenai pemilihan anti emetik pada anak dengan metode Primary

outcome study yaitu proporsi pasien pada tiap kelompok yang tidak mengalami muntah

dalam 24 jam setelah mulai terpi didapatkan bahwa Primary outcome tercapai pada 62%

pasien pada kelompok ondansetron dan 44% pasien pada kelompok domperidone. Dari

studi ini didapatkan bahwa ondanentron dianggap alternatif sebanding yang aman

terhadap domperidone yang sering dipakai pada anak.Kemudian untuk cairan diberikan

cairan hipotonis dextrosa 5% karena produksi urin anak masih baik.6 7

10
Kemudian pasien dan keluarga di edukasi cara-cara untuk mencegah

kekambuhannya. Berikut merupakan pencegahan dan edukasi yang bisa diberikan

kepada pasien dan keluarga pasien :3

- Apabila tidak ada obstruksi saluran cerna, muntah biasanya akan berhenti

dalam waktu 6-48 jam

- Atasi dan cegah dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit

- Anak diistrahatkan (sebaiknya di tempat tidur) sampai merasa lebih enak

atau tidak ada muntah lagi selama 6 jam

- Hentikan obat-obatan yang diduga dapat mengiritasi lambung dan membuat

muntah bertambah (misalnya aspirin, asetosal, kortikosteroid, antibiotik

golongan makrolid)

- Hindarkan makanan padat pada 6 jam pertama dan berikan rasa nyaman

pada anak selama periode ini (misalnya dengan menurunkan suhu tubuh)

- Berikan makanan yang mudah dicerna sehingga membantu proses

penyembuhan saluran cerna yang mengalami gangguan

- Berikan minuman manis seperti jus buah (kecuali jeruk dan anggur karena

terlalu asam), sirup atau madu (untuk anak di atas 1 tahun) secara bertahap

setiap 15-20 menit sebanyak 1-2 sendok teh. Cairan lain yang dapat pula

diberikan antara lain kaldu ayam atau oralit

- Setelah 1 jam pertama dapat diberikan minuman dengan jumlah yang lebih

banyak secara bertahap

- Setelah 3 jam tidak muntah , diberikan minuman melalui gelas (anak), botol

(bayi), ditingkatkan bertahap

11
- Setelah 6 jam tidak muntah diberikan buah pisang, sereal, jus apel, anak

besar diberikan roti, krakers, madu, sup ayam, kentang atau nasi

- Hindari aktivitas setelah makan

- Obat anti muntah bila benar-benar diperlukan. Diberikan bila menolak

minum setelah muntah, muntah berlangsung >24 jam

- Pemantauan ; muntah selama 12 jam untuk bayi, dan 24 jam untuk anak,

muntah disertai diare, gangguan neurologis,lethargi,tanda dehidrasi dan

sakit perut, gangguan pernapasan,isi muntah berwarna kehijauan

Prognosis

Prognosis untuk muntah non-organik yang disebabkan adalah baik apabila tidak

terjadi kegawatdaruratan dan penanganan secara adekuat. Apabila tidak ada obstruksi

saluran cerna, muntah biasanya akan berhenti dalam waktu 6-48 jam. Pasien dapat

sembuh dengan cara memperbaiki pola makan dan menghindari zat-zat makanan yang

dapat mengiritasi lambung.5

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Jufrie, M., Oswari, H., Arief, S., et al, 2010, Buku Ajar Gastroenterologi

Hepatologi Jilid I, Badan Penerbit IDAI, Jakarta.

2. Suraatmaja, S., Kapita Selekta Gastroenterologi Anak, 2011, Lab/SMF Ilmu

Kesehatan Anak FK UNUD/RS Sanglah, Penerbit Sagung Seto, Denpasar.

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Buku Bagan Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS), Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

4. Badriul, H., 2015, Bogor pediatric update 2015, Ikatan Dokter Anak Cabang Jawa

Barat Perwakilan Bogor, Depok, Sukabumi.

5. Roy CC, Silverman A, Alagille D. Diseases of gastrointestinal trac. In: Pediatric

clinical gastroenterology, 5th ed.St Louis: Mosby 2013:20-30

6. Ayn. 2014. Ondansentron Vs Domperidone untuk Penanganan Muntah Pada Anak.

CDK-222 vol.41 no.11

7. Kushartono H. 2015. Terapi Cairan dan Elektrolit pada Anak. Divisi Gawat

Darurat Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Airlangga. Surabaya

13

Anda mungkin juga menyukai