Anda di halaman 1dari 17

Pengaruh air terhadap kualitas Beton

Kualitas air sangat mempengaruhi kekuatan beton. Kualitas air erat kaitannya dengan bahan-
bahan yang terkandung dalam air tersebut. Air diusahakan agar tidak membuat rongga pada
beton, tidak membuat retak pada beton dan tidak membuat korosi pada tulangan yang
mengakibatkan beton menjadi rapuh.
Pada pengecoran beton pembuatan rumah sederhana atau tidak bertingkat, kebanyakan tukang
mengira, semakin encer beton, semakin bagus karena permukaan yang dihasilkan semakin
mulus, tanpa ada rongga, padahal, dengan kelebihan air, mutu beton akan anjlok sangat jauh. ini
disebabkan faktor air semen yang tinggi dalam beton menyebabkan banyak rongga setelah airnya
mengering.

Banyak hal-hal lain yang bisa berdampak karena pemakaian air, berikut ini uraiannya :

1. Air tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gram/liter karena dapat mengurangi daya lekat
atau bisa juga mengembang (pada saat pengecoran karena bercampur dengan air) dan
menyusut (pada saat beton mengeras karena air yang terserap lumpur menjadi
berkurang).
2. Air tidak mengandung garam lebih dari 15 gram karena resiko terhadap korosi semakin
besar.
3. Air tidak mengandung khlorida lebih dari 0,5 gram/liter karena bisa menyebabkan korosi
pada tulangan.
4. Air tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter karena dapat menurunkan
mutu beton sehingga akan rapuh dan lemah.
5. Air tidak mengandung minyak lebih dari 2 % dari berat semen karena akan mengurangi
kuat tekan beton sebesar 20 %.
6. Air tidak mengandung gula lebih dari 2 % dari berat semen karena akan mengurangi kuat
tekan beton pada umur 28 hari.
7. Air tidak mengandung bahan organik seperti rumput/lumut yang terkadang terbawa air
Karena akan mengakibatkan berkurangnya daya lekat dan menimbulkan rongga pada
beton.

Syarat air menurut SK SNI 03-2847-2002 adalah :


Air yang dapat digunakan dalam proses pencampuran beton adalah sebagai berikut :

1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-bahan
merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan
lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.
2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang didalamnya
tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak
boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.
3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali Pemilihan
proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air
dari sumber yang sama dan hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji
mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai
kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat
dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada
adukan serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai dengan
Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis (Menggunakan spesimen kubus
dengan ukuran sisi 50 mm) (ASTM C 109 ).

Ensiklopedi Teknologi Nuklir Home


PENGARUH MASALAH LINGKUNGAN GLOBAL
TERHADAP MANUSIA (1)
(MASALAH LINGKUNGAN UDARA)

RINGKASAN

Kebanyakan masalah lingkungan sekarang ini disebabkan oleh kegiatan sosial ekonomi
manusia. Memburuknya lingkungan akibat kegiatan itu berpengaruh terhadap bumi secara
keseluruhan baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang. Peningkatan emisi
CO2 yang menyertai konsumsi bahan bakar fosil dan pemanasan global berakibat pada
memburuknya kualitas air, meningkatnya limbah akibat perubahan gaya hidup, dan lain-lain.

Sekarang ini, pemanasan global merupakan masalah yang paling menarik perhatian di antara
masalah lingkungan yang menyebabkan peningkatan suhu, perubahan iklim, meningkatnya
permukaan air laut, dan perubahan ekologi yang memberikan pengaruh besar kepada dasar
eksistensi manusia. Selain itu, masalah kerusakan lapisan ozon, hujan asam, oksidan fotokimia,
dan lain-lain memberikan pengaruh kepada kesehatan dan lingkungan, bukan hanya masalah
lingkungan udara, tetapi juga masalah lingkungan air dan tanah yang berada dalam kondisi yang
tidak dapat diabaikan.

Salah satu masalah lingkungan adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan sosial ekonomi saat
ini, berupa produksi skala besar, konsumsi skala besar, limbah skala besar, dan dari limbah
kemudian timbul masalah pada bumi berupa perpindahan limbah beracun dari negara maju ke
negara berkembang.

Masalah lingkungan dapat berakibat pada rusaknya lingkungan alam yang berharga seperti hutan,
sungai, pantai dan lain-lain, selain dapat merusak keragaman hayati yang sangat penting untuk
manusia. Karena itu perlu upaya yang terkoordinasi secara internasional untuk menghadapi
masalah ini.

URAIAN

1. Pemanasan global

Saat ini masalah lingkungan yang paling menarik perhatian adalah pemanasan global. Bumi
menerima energi yang dipancarkan oleh matahari dan menjadi hangat, dan menjadi dingin karena
melepaskan energi ke ruang angkasa. Apabila energi berada dalam keseimbangan maka suhu bumi
juga akan tetap dan stabil. Tetapi jika konsentrasi gas di udara (gas rumah kaca) yang berfungsi
mencegah lepasnya energi ke ruang angkasa meningkat, maka terjadilah ketidakseimbangan dan
suhu permukaan bumi akan meningkat. Peningkatan suhu ini menyebabkan perubahan iklim dan
meningkatnya permukaan air laut. Perubahan tersebut memberikan efek yang besar pada dasar
eksistensi manusia seperti misalnya ekologi. Inilah yang disebut masalah pemanasan global. IPCC
dengan WMO sebagai forum diskusi tingkat pemerintah mengenai masalah pemanasan global
bersama United Nations Environmental Programs (UNEP) melaporkan bahwa 64% di antara gas
rumah kaca adalah CO2. Oleh karena sekitar 80% jumlah CO2 yang dihasilkan berasal dari
konsumsi bahan bakar fosil, maka pengurangan CO2 menjadi topik yang penting. Sudah terlihat
bahwa pemanasan global berakibat pada meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (Gambar 1),
meningkatnya suhu rata-rata bumi (Gambar 2), dan meningkatnya permukaan air laut. IPCC dalam
laporan keduanya berdasarkan data pada tahun 1995, mengakui bahwa pemanasan global telah
terjadi akibat dari efek artifisial karena meningkatnya emisi gas rumah kaca sejak terjadinya
revolusi industri. Berikut ini dapat dilihat pengaruh pemanasan tersebut berdasarkan laporan ke-2
IPCC.

(1) Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca

Konsentrasi gas rumah kaca di udara konstan pada masa sebelum revolusi industri di pertengahan
tahun 1700-an, kemudian meningkat sesudah revolusi industri, dan meningkat sangat pesat pada
akhir-akhir ini (Gambar 1). Menurut IPCC, konsentrasi CO2 pada masa sebelum revolusi industri
sebesar 280 ppmv menjadi 358 ppmv pada tahun 1994 (ppmv = satu per sejuta bagian,
perbandingan volume). Penyebabnya adalah sebagian besar sebagai akibat dari aktivitas manusia
yang sebagian besar adalah karena pemanfaatan bahan bakar fosil, perubahan pola penggunaan
tanah dan pertanian.

(2) Perubahan iklim dan peningkatan permukaan air laut

Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akan meningkatkan suhu rata-rata bumi, dan peningkatan
suhu udara membuat permukaan air laut meningkat melalui pemuaian air laut, pelelehan es di
kutub atau di gunung tinggi. Sejak memasuki abad ini, dari data diketahui jumlah gunung es
semakin berkurang, dan terlihat adanya perubahan yang dapat menjadi masalah serius seperti
gejala suhu tinggi ekstrim, meningkatnya kemungkinan banjir dan kekeringan.

Menurut IPCC, suhu bumi rata-rata meningkat 0,3 - 0,6 oC sejak akhir abad 19 (Gambar 2) dan
permukaan air laut meningkat 10 - 25 cm selama 100 tahun terakhir. Diperkirakan pada tahun
2100 suhu udara rata-rata seluruh bumi meningkat 2 oC dibanding tahun 1990, permukaan air laut
akan naik 50 cm, dan sesudah tahun itupun suhu akan terus meningkat. Selain itu, walaupun
misalnya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca dapat dihentikan sampai akhir abad 21,
diperkirakan bahwa peningkatan suhu dan meningginya air laut akan terus berlanjut.

Peningkatan permukaan air laut dan iklim yang menjadi ekstrim menimbulkan kekhawatiran
meningkatnya banjir dan gelombang pasang di daerah pantai. Misalnya permukaan air laut
meningkat 50 cm, jika tidak dilakukan tindakan pencegahan maka populasi dunia yang rentan
terhadap gelombang pasang diperkirakan akan meningkat dari jumlah saat ini 46 juta orang
menjadi 92 juta orang.

(3) Iklim abnormal

Akibat peningkatan suhu rata-rata bumi, tempat turun hujan menjadi berubah, diperkirakan curah
hujan dan kekeringan menjadi ekstrim, dan kemungkinan terjadinya badai meningkat. Akhir-akhir
ini, iklim abnormal berupa suhu tinggi yang tidak biasa, banjir, kekeringan, dan lain-lain, terlihat
di setiap tempat di dunia, dan manusia didorong untuk memiliki perhatian terhadap hubungan
antara meningkatnya bencana alam dan pemanasan global.

(4) Efek terhadap kesehatan

Akibat meningkatnya suhu rata-rata bumi, penderita penyakit menular seperti malaria, demam
kuning, dan lain-lain akan meningkat. Menurut IPCC, diperkirakan dengan meningkatnya suhu 3,5
o
C saja ada peningkatan penderita malaria sekitar 5 8 juta orang per tahun.

(5) Efek terhadap ekologi

Menurut IPCC, apabila iklim abnormal dan peningkatan kerusakan tidak dipikirkan, dengan
anggapan pasokan bahan pangan di seluruh dunia ada dalam keadaan seimbang, akan terjadi
perbedaan pasokan yang sangat besar antara satu tempat dengan tempat lain karena ada wilayah
yang mengalami peningkatan produksi dan ada wilayah yang mengalami penurunan produksi. Di
daerah tropis dan sub-tropis, di satu sisi ada peningkatan populasi, jumlah produksi bahan pangan
berkurang, ada bahaya meningkatnya kelaparan dan pengungsian di wilayah miskin yang
mencakup wilayah kering dan setengah kering.

2. Kerusakan lapisan ozon

Apabila freon yang merupakan bahan kimia artifisial terlepas ke udara dan mencapai stratosfir
(ruang 10 50 km di atas tanah), maka ia akan menjadi penyebab rusaknya lapisan ozon di
stratosfir, dan hal ini menjadi masalah di tahun-tahun terakhir ini. Karena lapisan ozon berfungsi
sebagai penyerap sebagian besar sinar ultra violet yang berbahaya bagi manusia, maka apabila
lapisan ozon rusak jumlah sinar ultra violet yang mencapai bumi akan meningkat dan ini akan
memberikan efek buruk kepada kesehatan manusia dan ekologi. Meningkatnya jumlah sinar ultra
violet yang mencapai bumi menimbulkan kekhawatiran terhadap efek buruk pada kesehatan
manusia seperti kanker kulit, katarak, menurunnya kekebalan dan efek buruk terhadap tumbuhan
darat dan ekologi air. Akhir-akhir ini mulai terlihat gejala yang disebut lubang ozon, yaitu
menipisnya lapisan ozon di stratosfir di atas kutub selatan (Gambar 3), dan pada tahun 1998
lubang ozon yang terjadi adalah yang terbesar dibanding masa-masa sebelumnya. Kecenderungan
berkurangnya lapisan ozon terjadi hampir di seluruh dunia kecuali wilayah tropis.

3. Hujan asam

Hujan asam adalah air hujan, embun dan salju yang memiliki tingkat keasaman tinggi (pH rendah)
akibat terlarutnya asam sulfat dan asam nitrat. Ini disebabkan terutama karena emisi SOx dan NOx
dari pembakaran bahan bakar fosil ke udara. Akibat hujan asam ini air di atas bumi seperti air
danau dan air sungai menjadi asam, dan ini akan memberikan pengaruh kepada pengembangan
dan pemanfaatan sumberdaya alam, memberikan pengaruh kepada berbagai jenis ikan,
memberikan pengaruh kepada hutan karena tanah menjadi asam, juga secara langsung menempel
pada bangunan kayu atau warisan budaya yang menyebabkan rusaknya bangunan tersebut. Jadi,
rentang pengaruhnya luas. Hujan asam bisa mencapai wilayah 500 1000 km dari sumber lepasan
materi penyebab hujan asam, dan karena itu salah satu karakteristiknya adalah bahwa gejala ini
melingkupi wilayah yang luas, melampaui batas-batas negara.

Di Amerika dan Eropa di mana hujan asam sudah lebih dahulu menjadi masalah, terdapat laporan
mengenai air danau yang menjadi asam, berkurangnya luas hutan, matinya ikan-ikan, dan lain-lain
akibat hujan asam (Gambar 4). Laporan mengenai hal ini juga terdapat di Jepang. Hujan asam
yang sebelumnya menjadi masalah di negara-negara maju, kini juga semakin menjadi masalah
besar di negara-negara berkembang akibat industrialisasi.

4. Oksidan fotokimia (Photochemistry Oxidant)

Oksidan fotokimia adalah polutan primer berupa NOx dan hidrokarbon (HC) yang dilepaskan dari
pabrik dan kendaraan bermotor. Setelah menerima sinar matahari akan mengalami reaksi
fotokimia berubah menjadi materi sekunder berupa ozon, dan ini menjadi penyebab terjadinya
kabut fotokimia (photochemistry smog). Oksidan fotokimia memiliki sifat pengasaman yang
tinggi, dalam konsentrasi tinggi memberikan rangsangan pada mata atau tenggorokan,
memberikan pengaruh kepada organ pernafasan, dan juga kepada produk pertanian.

DAMPAK NEGATIF HUJAN ASAM

Hujan Asam : Pengertian, Penyebab, Dampak dan Pencegahan

Banyak dari kita sering mendengar tentang hujan asam. Namun banyak dari kita juga tidak
mengetahui apa itu hujan asam serta apa perbedaan hujan asam dengan hujan air biasa dan apa
penyebab terjadinya hujan asam. Serta tidak mengetahui bahaya dan cara pencegahan hujan
asam.
Hujan asam adalah hujan dengan pH air kurang dari 5,7 sedangkan pH normal air 7. Hujan
asam biasanya terjadi karena adanya peningkatan kadar asam nitrat dan sulfat dalam polusi
udara. Hal ini biasanya terjadi karena peningkatan emisi sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen
oksida (NOx) di atmosfer.

Polutan asam yang dapat menyebabkan hujan asam adalah polutan bahan bakar fosil (misalnya,
minyak, batu bara, dll) yang ditemukan dalam kadar tinggi dari knalpot mesin pembakaran
internal (misalnya knalpot mobil). Hujan asam juga dapat terjadi dalam bentuk lain seperti salju.

Hujan asam terjadi ketika gas-gas yang tercemar menjadi terjebak di dalam awan. Awan bisa
melayang hingga ratusan bahkan ribuan kilometer sebelum akhirnya melepaskan hujan asam.

Hujan asam Sebenarnya sudah lama diselidik. Pada abad 19 di Inggris dilaporkan bahwa hutan
yang jatuhnya air hujan searah dengan lokasi sebuah pabrik telah terjadi kerusakan yang berat.
Hal ini membuat penasaran seorang ahli kimia Inggris asal Scotlandia bernama Robert Angus
Smith (15 February 181712 May 1884) di tahun 1852. Karenanya Ia terkenal sebagai Bapak
Hujan Asam. Penelitiannya pada polusi udara pada tahun 1852, menemukan apa yang kemudian
dikenal sebagai hujan asam. Hujan asam adalah hujan dengan pH air kurang dari 5,7. Hujan
asam biasanya terjadi karena adanya peningkatan kadar asam nitrat dan sulfat dalam polusi
udara. Hal ini biasanya terjadi karena peningkatan emisi sulfur dioksida dan nitrogen oksida di
atmosfer.

Secara alami hujan memang bersifat asam dengan pH antara 5,6 sampai 6,2 karena adanya
kandungan CO2 di udara. CO2 di udara bereaksi dengan uap air membentuk asam lemah yaitu
asam karbonat (H2CO3). Namun keasaman yang disebabkan oleh H2CO3 ini dianggap normal
karena jenis asam ini bermanfaat membantu melarutkan mineral tanah yang dibutuhkan oleh
tumbuhan dan binatang. Berbeda dengan kandungan H2SO4 dan HNO3 yang merupakan asam
kuat yang dapat merusak jaringan hidup.

Apa ciri-ciri hujan asam?


Hujan asam tidak memiliki ciri-ciri khusus yang bisa menjadi pembeda dari hujan air biasa
karena warna dan rasa airnya hampir sama. Terkadang hujan asam juga terjadi dalam bentuk lain
seperti hujan salju. Namun, beberapa studi kesehatan menyebutkan bahwa polusi yang
menyebabkan hujan asam bisa meningkatkan resiko seseorang untuk terserang gangguan jantung
dan paru-paru.
Tapi kulit bisa merasakan hujan asam jika air hujan yang mengenai kulit langsung membuat
gatal-gatal, memerah. Untuk orang dengan kekebalan tubuh rendah akan langsung mengalami
pusing.

Berikut beberapa dampak dari hujan asam terhadap lingkungan dan makhluk hidup:

1. Hujan asam dengan kadar keasaman tinggi dapat menyebabkan gangguan pernapasan pada
manusia. Kabut yang mengandung asam sulfat bersama-sama dengan udara terhisap dan masuk
ke dalam saluran pernapasan manusia dapat merusak paru-paru bahkan dapat menyebabkan luka
bakar pada kulit.

2. Menyebabkan korosi dan merusak bangunan. Hujan asam dapat mempercepat proses
korosi. Proses korosi (perkaratan) dapat terjadi pada beberapa material dari logam. Korosi adalah
peristiwa perusakan logam akibat terjadinya reaksi kimia antara logam dengan lingkungan yang
menghasilkan produk yang tidak diinginkan. Lingkungan tersebut dapat berupa asam, basa,
oksigen dalam udara, oksigen dalam air, atau zat kimia lainnya. Produk yang tidak diinginkan ini
adalah karat. Ciri-ciri karat adalah berupa bercak coklat tua (lihat gambar dibawah)

Gambar. (a) Paku berkarat, (b) tugu batu rusak akibat hujan asam
Keberadaan karat ini sangat merugikan dan pada kondisi tertentu dapat mengancam keselamatan
jiwa. Logam yang mengalami korosi ini biasanya akan menjadi rapuh dan keropos. Dan hal ini
tentu sangat berbahaya jika yang mengalami korosi adalah jembatan dari besi. Jembatan lama
kelamaan akan rapuh dan keropos. Untuk mencegah timbulnya korosi ini kita dapat melakukan
beberapa cara salah satunya yaitu dengan pengecatan.

Selain korosi pada logam hujan asam juga dapat merusak bangunan terutama bangunan yang
terbuat dari batuan (lihat gambar 14b) . Hal ini disebabkan karena hujan asam akan melarutkan
kalsium karbonat dalam batuan tersebut dan membuatnya batuan menjadi mudah lapuk.

3. Tumbuhan menjadi layu, kering dan mati. Hujan asam yang larut bersama nutrisi di dalam
tanah akan menyapu kandungan nutrisi dalam tanah sebelum tumbuhan sempat
mempergunakannya untuk tumbuh. Zat kimia beracun seperti aluminium juga akan terlepas dan
bercampur dengan nutrisi. Apabila nutrisi ini diserap oleh tumbuhan akan menghambat
pertumbuhan dan mempercepat daun berguguran, kemudian tumbuhan akan terserang penyakit,
kekeringan, dan mati.

4. Merusak ekosistem perairan. Hujan asam yang jatuh pada danau akan meningkatkan
keasaman danau. Keasaman danau yang meningkat menyebabkan beberapa spesies biota air mati
karena tidak mampu bertahan di lingkungan asam. Meskipun ada beberapa spesies yang dapat
bertahan hidup tetapi karena rantai makanan terganggu maka spesies tersebut dapat mengalami
kematian pula.
Cara mencegah hujan asam
Hujan asam sebagai salah satu permasalahan yang serius terhadap lingkungan perlu diatasi
secara terpadu. Beberapa cara sudah dilakukan di negara-negara maju dengan membuat inovasi
maupun formula peralatan industri yang mampu menetralisir polutan sebelum sampai ke udara
dan bereaksi dengan oksigen di udara. Penggunaan Flue gas desulfurization (FGD) mampu
menetralisir belerang sebelum sampai ke udara merupakan salah satu cara yang cukup populer
dilakukan saat ini, di negera-negara maju seperti Amerika Serikat dan Negara maju lainnya.

Upaya Pengendalian Deposisi Asam

Untuk mengendalikan deposisi asam ialah menggunakan bahan bakar yang mengandung sedikit
zat pencemae, menghindari terbentuknya zat pencemar saar terjadinya pembakaran, menangkap
zat pencemar dari gas buangan dan penghematan energi.

a. Bahan Bakar Dengan kandungan Belerang Rendah


Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Masalahnya ialah sampai saat ini Indonesia
sangat tergantung dengan minyak bumi dan batubara, sedangkan minyak bumi merupakan
sumber bahan bakar dengan kandungan belerang yang tinggi.

Penggunaan gas alam akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran gas ini
dapat menambah emisi metan. Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non-belerang
misalnya metanol, etanol dan hidrogen. Akan tetapi penggantian jenis bahan bakar ini haruslah
dilakukan dengan hati-hati, jika tidak akan menimbulkan masalah yang lain. Misalnya
pembakaran metanol menghasilkan dua sampai lima kali formaldehide daripada pembakaran
bensin. Zat ini mempunyai sifat karsinogenik (pemicu kanker).

b. Mengurangi kandungan Belerang sebelum Pembakaran


Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi tertentu.
Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara diasanya dicuci untukk membersihkan
batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta mengurangi kadar belerang yang berupa pirit
(belerang dalam bentuk besi sulfida( sampai 50-90% (Soemarwoto, 1992).

c. pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran


Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan Nox pada waktu pembakaran telah
dikembangkan. Slah satu teknologi ialah lime injection in multiple burners (LIMB). Dengan
teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai 80% dan NOx 50%.

Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran
diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi dengan belerang dan membentuk
gipsum (kalsium sulfat dihidrat). Penurunan suhu mengakibatkan penurunan pembentukan Nox
baik dari nitrogen yang ada dalam bahan bakar maupun dari nitrogen udara.

Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur atau Ca(OH)2. Gas
buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD. Ke dalam alat ini kemudian
disemprotkan udara sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas
buang selanjutnya "didinginkan" dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O)
membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH)2
sehingga diperoleh hasil pemisahan berupa gipsum (gypsum). Gas buang yang keluar dari sistem
FGD sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis
karena memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam.

d. Pengendalian Setelah Pembakaran


Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas ilmiah hasil pembakaran. Teknologi yang sudah
banyak dipakai ialah fle gas desulfurization (FGD) (Akhadi, 2000. Prinsip teknologi ini ialah
untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yang disebut
scubbing (Sudrajad, 2006). Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat diikat. Kerugian
dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah itu dapat pula diubah menjadi gipsum
yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Cara lain ialah dengan menggunakan amonia
sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagi pupuk.

Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan melalui
proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan, misal untuk bahan bangunan. Sebagai bahan bangunan, gipsum tampil dalam bentuk
papan gipsum (gypsum boards) yang umumnya dipakai sebagai plafon atau langit-langit rumah
(ceiling boards), dinding penyekat atau pemisah ruangan (partition boards) dan pelapis dinding
(wall boards).

Amerika Serikat merupakan negara perintis dalam memproduksi gipsum sintetis ini. Pabrik
wallboard dari gipsum sintetis yang pertama di AS didirikan oleh Standard Gypsum LLC mulai
November tahun 1997 lalu. Lokasi pabriknya berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik
Tennessee Valley Authority (TVA) di Cumberland yang berkapasitas 2600 mega watt.

Produksi gipsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mampu mengubah bahan buangan
yang mencemari lingkungan menjadi suatu produk baru yang bernilai ekonomi. Sebagai bahan
wallboard, gipsum sintetis yang diproduksi secara benar ternyata memiliki kualitas yang lebih
baik dibandingkan gipsum yang diperoleh dari penambangan. Gipsum hasil proses FGD ini
memiliki ukuran butiran yang seragam. Mengingat dampak positifnya cukup besar, tidak
mustahil suatu saat nanti, setiap PLTU batu bara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum sintetis.
d. Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)
Hendaknya prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana produk itu
harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah sampah atau limbah
yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan juga harus diperhatikan, teknologi
yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti dengan teknologi yang lebih baik dan
bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan perubahan gaya hidup, kita sering kali
berlomba membeli kendaraan pribadi, padahal transportasilah yang merupakan penyebab
tertinggi pencemaran udara. Oleh karena itu kita harus memenuhi kadar baku mutu emisi, baik di
industri maupun transportasi.

Dampak pencemaran SO2

Senin, 02 November 2009 04.16 Diposkan oleh Ahmad Rahmanto, S.Si , 0 komentar
Gas belerang oksida atau sering ditulis dengan SOx terdiri atas gas SO2 dan gas SO3 yang
keduanya mempunyai sifat berbeda. Gas SO2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan
gas SO3 bersifat sangat reaktif. Gas SO3 mudah bereaksi dengan uap air yang ada diudara untuk
membentuk asam sulfat atau H2SO4. Asam sulfat ini sangat reaktif, mudah bereaksi (memakan)
benda-benda lain yang mengakibatkan kerusakan, seperti proses perkaratan (korosi) dan proses
kimiawi lainnya.

SOx mempunyai ciri bau yang tajam, bersifat korosif (penyebab karat), beracun karena selalu
mengikat oksigen untuk mencapai kestabilan phasa gasnya. Sox menimbulkan gangguan sitem
pernafasan, jika kadar 400-500 ppm akan sangat berbahaya, 8-12 ppm menimbulkan iritasi mata,
3-5 ppm menimbulkan bau.

Konsentrasi gas SO2 diudara akan mulai terdeteksi oleh indera manusia (tercium baunya)
manakala kensentrasinya berkisar antara 0,3 1 ppm. Jadi dalam hal ini yang dominan adalah
gas SO2. Namun demikian gas tersebut akan bertemu dengan oksigen yang ada diudara dan
kemudian membentuk gas SO3 melalui reaksi berikut :

2SO2 + O2 (udara) -> 2SO3

Pemakaian batu bara sebagai bahan bakar pada beberapa kegiatan industri seperti yang terjadi di
negara Eropa Barat dan Amerika, menyebabkan kadar gas SOx diudara meningkat. Reaksi antara
gas SOx dengan uap air yang terdapat di udara akan membentuk asam sulfat maupun asam sulfit.
Apabila asam sulfat dan asam sulfit turun ke bumi bersama-sama dengan jatuhnya hujan,
terjadilah apa yang dikenal denagn Acid Rain atau hujan asam . Hujan asam sangat merugikan
karena dapat merusak tanaman maupun kesuburan tanah. Pada beberapa negara industri, hujan
asam sudah banyak menjadi persoalan yang sangat serius karena sifatnya yang merusak. Hutan
yang gundul akibat jatuhnya hujan asam akan mengakibatkan lingkungan semakin parah.
Pencemaran SOx diudara terutama berasal dari pemakaian baru bara yang digunakan pada
kegiatan industri, transportasi, dan lain sebagainya. Belerang dalam batu bara berupa mineral
besi peritis atau FeS2 dan dapat pula berbentuk mineral logam sulfida lainnya seperti PbS, HgS,
ZnS, CuFeS2 dan Cu2S. Dalam proses industri besi dan baja (tanur logam) banyak dihasilkan
SOx karena mineral-mineral logam banyak terikat dalam bentuk sulfida. Pada proses peleburan
sulfida logam diubah menjadi oksida logam. Proses ini juga sekaligus menghilangkan belerang
dari kandungan logam karena belerang merupakan pengotor logam. Pada suhu tinggi sulfida
logam mudah dioksida menjadi oksida logam melalui reaksi berikut :

2ZnS + 3O2 -> 2ZnO + 2SO2

2PbS + 3O2 -> 2PbO + 2SO2

Selain tergantung dari pemecahan batu bara yang dipakai sebagai bahan bakar, penyebaran gas
SOx, ke lingkungan juga tergnatung drai keadaan meteorologi dan geografi setempat.
Kelembaban udara juga mempengaruhi kecepatan perubahan SOx menjadi asam sulfat maupun
asam sulfit yang akan berkumpul bersama awan yang akhirnya akan jatuh sebagai hujan asam.
Hujan asam inilah yang menyebabkan kerusakan hutan di Eropa (terutama di Jerman) karena
banyak industri peleburan besi dan baja yang melibatkan pemakaian batu bara maupun minyak
bumi di negeri itu.

Sumber dan pola Paparan


Meskipun sumber alami (gunung berapi atau panas bumi) mungkin hadir pada beberapa tempat,
sumber antropogenik, pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur, mendominasi
daerah perkotaan. Ini termasuk :

Sumber pokok (pembangkit tenaga listrik, pabrik pembakaran, pertambangan dan pengolahan
logam)
Sumber daerah (pemanasan domestik dan distrik)
Sumber bergerak (mesin diesel)
Pola paparandan durasi sering menunjukkan perbedaan daerah dan musim yang signifikan,
bergantung pada sumber dominan dan distribusi ruang, cuaca dan pola penyebaran. Pada
konsentrasi tinggi, dimana berlangsung untuk beberapa hari selama musim dingin, bulan musim
dingin yang stabil ketika penyebaran terbatas, masih terjadi pada banyak bagian dunia dimana
batu bara digunakan untuk tempat pemanasan. Sumber daerah biasanya mendominasi pada
beberapa peristiwa, hasil pada pola homogen konsentrasi dan paparan/pembukaan.

Sebaliknya, jarak peristiwa waktu-singkat dari menit ke jam mungkin terjadi sebagai hasil
pengasapan, penyebaran atau arah angin dari sumber utama. Hasil pola paparan bervariasi secara
substantial, tergantung pada ketinggian emisi, dan kondisi cuaca. Variabel sementara dari
konsentrasi ambient juga sering tinggi pada keadaan tertentu, khususnya untuk sumber lokal.

Dampak Pencemaran oleh Belerang Oksida (SOx)

Sebagian besar pencemaran udara oleh gas belerang oksida (SOx) berasal dari pembakaran
bahan bakar fosil, terutama batu bara. Adanya uap air dalam udara akan mengakibatkan
terjadinya reaksi pembentukan asam sulfat maupun asam sulfit. Reaksinya adalah sebagai berikut
:

SO2 + H2O -> H2SO3

SO3 + H2O -> H2SO4

Apabila asam sulfat maupun asam sulfit tersebut ikut berkondensasi di udara dan kemudian jatuh
bersama-sama air hujan sehingga pencemaran berupa hujan asam tidak dapat dihindari lagi.
Hujan asam ini dapat merusak tanaman, terkecuali tanaman hutan. Kerusakan hutan ini akan
mengakibatkan terjadinya pengikisan lapisan tanah yang subur.

Walaupun konsentrasi gas SOx yang terdispersi ke lingkungan itu berkadar rendah, namun bila
waktu kontak terhadap tanaman cukup lama maka kerusakan tanaman dapat saja terjadi.
Konsentrasi sekitar 0,5 ppm sudah dapat merusakan tanaman, terlebih lagi bila konsentrasi SOx
di Udara lingkungan dapat dilihat dari timbulnya bintik-bintik pada permukaan daun. Kalau
waktu paparan lama, maka daun itu akan gugur. Hal ini akan mengakibatkan produktivitas
tanaman menurun.

Udara yang telah tercemar SOx menyebabkan manusia akan mengalami gangguan pada sistem
pernapasaannya. Hal ini karena gas SOx yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput
lendir pada hidung, tenggorokan dan saluran napas yang lain sampai ke paru-paru. Serangan gas
SOx tersebut menyebabkan iritasi pada bagian tubuh yang terkena.

Lapisan SO2 dan bahaya bagi kesehatan


SO2 mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kesehatan yang akut dan kronis. dalam bentuk
gas, SO2 dapat mengiritasi sistem pernapasan; pada paparan yang tinggi (waktu singkat)
mempengaruhi fungsi paru-paru.

SO2 merupakan produk sampingan H2SO4 yang mempengaruhi sistem pernapasan.


Senyawanya, terdiri dari garam ammonium polinuklir atau organosulfat, mempengaruhi kerja
alveoli dan sebagai bahan kimia yang larut, mereka melewati membran selaput lendir pada
sistem pernapasan pada makhluk hidup.
Aerosol partikulat dibentuk oleh gas ke pembentukan partikel ditemukan bergabung dengan
pengaruh kesehatan yang banyak.

Secara global, senyawa-senyawa belerang dalam jumlah cukup besar masuk ke atmosfer melalui
aktivitas manusia sekitar 100 juta metric ton belerang setiap tahunnya, terutama sebagai SO2 dari
pembakaran batu bara dan gas buangan pembakaran bensin. Jumlah yang cukup besar dari
senyawa belerang juga dihasilkan oleh kegiatan gunung berapi dalam bentuk H2S, proses
perombakan bahan organik, dan reduksi sulfat secara biologis. Jumlah yang dihasilkan oleh
proses biologis ini dapat mencapai lebih 1 juta metric ton H2S per tahun.

Sebagian dari H2S yang mencapai atmosfer secara cepat diubah menjadi SO2 melaui reaksi :

H2S + 3/2 O2 SO2 + H2O

reaksi bermula dari pelepasan ion hidrogen oleh radikal hidroksil ,

H2S + HO- HS- + H2O

yang kemudian dilanjutkan dengan reaksi berikut ini menghasilkan SO2

HS- + O2 HO- + SO

SO + O2 SO2 + O

Hampir setengahnya dari belerang yang terkandung dalam batu bara dalam bentuk pyrit, FeS2,
dan setengahnya lagi dalam bentuk sulfur organik. Sulfur dioksida yang dihasilkan oleh
perubahan pyrit melalui reaksi sebagai berikut :

4FeS2 + 11O2 2 Fe2O3 + 8 SO2

Pada dasarnya, semua sulfur yang memasuki atmosfer dirubah dalam bentuk SO2 dan hanya 1%
atau 2% saja sebagai SO2

Walaupun SO2 yang dihasilkan oleh aktivitas manusia hanya merupakan bagian kecil dari SO2
yang ada diatmosfer, tetapi pengaruhnya sangat serius karena SO2 langsung dapat meracuni
makhluk disekitarnya. SO2 yang ada diatmosfer menyebabkan iritasi saluran pernapasandan
kenaikan sekresi mucus. Orang yang mempunyai pernapasan lemah sangat peka terhadap
kandungan SO2 yang tinggi diatmosfer. Dengan konsentrasi 500 ppm, SO2 dapat menyebabkan
kematian pada manusia.
Pencemaran yang cukup tinggi oleh SO2 telah menimbulkan malapetaka yang cukup serius.
Seperti yang terjadi di lembah Nerse Belgia pada 1930, tingkat kandungan SO2 diudara
mencapai 38 ppm dan menyebabkan toksisitas akut. Selama periode ini menyebabkan kematian
60 orang dan sejumlah ternak sapi.

Sulfur dioksida juga berbahaya bagi tanaman. Adanya gas ini pada konsentrasi tinggi dapat
membunuh jaringan pada daun. pinggiran daun dan daerah diantara tulang-tulang daun rusak.
Secara kronis SO2 menyebabkan terjadinya khlorosis. Kerusakan tanaman iniakan diperparah
dengan kenaikan kelembaban udara. SO2 diudara akan berubah menjadi asam sulfat. Oleh
karena itu, didaerah dengan adanya pencemaran oleh SO2 yang cukup tinggi, tanaman akan
rusak oleh aerosol asam sulfat.

Kerusakan juga dialami oleh bangunan yang bahan-bahannya seperti batu kapur, batu pualam,
dolomit akan dirusak oleh SO2 dari udara. Efek dari kerusakan ini akan tampak pada
penampilannya, integritas struktur, dan umur dari gedung tersebut

Larutan yang bersifat asam


air hujan yang menyerap CO2 dari udara bisa bersifat asam, kalau melalui daerah industri bisa
menyerap SO2 larutan yang bersifat asam tesebut bisa melarutkan Ca(OH)2 yang ada dalam
beton karena angka kelarutannya +-1,8 g/l
Asam mineral
tingkat agresifitas tinggi
HF (asam flourida)
H2SO4 (asam sulfat)
HNO3 (asam nitrat)
HC1O4 (asam hypoclorit)
Tingkat agresifitas sedang
HCL (asam klorida)
Serangan Sulfat (sulphate attack)
Sulfat alami (natural sulphate) dan bahan polutan dari dalam tanah atau air
laut dapat menyebabkan serangan Sulfat kedalam beton. Ion sulfat dari air
laut akan bereaksi dengan hydrates dari portland cement yang dapat
menyebabkan penurunan mutu beton, membuat beton menjadi lemah / lunak
dan rapuh (brittle).
Serangan Asam oleh Bakteri
Pada bak tempat penampungan minyak mentah, struktur bawah dari
bangunan offshore, pada daerah pantai yang air lautnya diam dan suhunya
cenderung tetap (Oil Well 70-80 C) atau (45-50 C) akan berpotensi
menumbuhkan mikroba aktif yang menghasilkan karbon dioksida serta dapat
menurunkan PH air. Hal ini akan berpotensi menyebabkan proses korosi pada
struktur beton, baja maupun bahan logam yang terdapat pada daerah
tersebut.

Terjadinya korosi pada suatu bangunan dapat mempengaruhi masa pakai bangunan
tersebut, karena kinerja komponen struktur bangunan menurun. Guna mencapai
umur bangunan sesuai dengan rencana diperlukan pemeliharaan bangunan dan
perawatan bangunan secara terus menerus.

Sebagai contoh, dermaga atau bangunan lain di lingkungan laut akan mulai
memerlukan perbaikan terhadap kerusakan beton dan korosi tulangan beton pada
umur kurang lebih 15 tahun. Kerena menggunakan sistem perbaikan yang hanya
dipermukaan (surface treatment), perbaikan biasanya akan berulang setiap 5 tahun
sekali. Satu dermaga dengan panjang 100 meter contohnya bisa membutukan biaya
perbaikan dengan jumlah Rp. 3 Milyar sampai Rp. 5 Milyar, tergantung tingkat
kerusakan dan sistem perbaikan yang digunakan. Jika kerusakan sudah mencapai
pada kondisi struktur awal sudah tidak bisa diperbaiki lagi, tentunya membutuhkan
pembangunan ulang dengan biaya lebih besar.

Korosi pada beton dapat merugikan kita sebagai pengguna struktur bangunan
tersebut, selain memperpendek masa pakai seringkali biaya perawatan atau
perbaikannya juga lebih besar ketimbang nilai bangunan tersebut. Berikut ini
adalah rekomendasi untuk mendapatkan struktur beton yang tahan lama di
lingkungan laut :

Penggunaan bahan dasar beton (seperti agregat) dan beton berkualitas baik
Pemberian selubung beton dengan ketebalan tertentu yang sesuai dengan
kondisi lingkungan yang akan dihadapi. Semakin korosif lingkungan, semakin
tebal selimut beton yang dibutuhkan
Pengontrolan lebar retak yang boleh terjadi pada beton bertulang saat
dikenakan beban layan (service load). Semakin korosif lingkungan semakin
kecil lebar retak yang boleh terjadi pada beton
Perlindungan terhadap beton dan tulangan (menghindari korosi)

Anda mungkin juga menyukai