Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Audit keuangan adalah pemeriksaan terhadap laporan keuangan suatu entitas

(perusahaan atau organisasi) yang akan menghasilkan pendapat (opini) pihak ketiga

mengenai relevansi, akurasi, dan kelengkapan laporan-laporan tersebut. Audit

keuangan pada sektor privat umumnya dilaksanakan oleh kantor akuntan publik atau

akuntan publik sebagai auditor independen dengan berpedoman pada standar

profesional akuntan publik sedangkan audit keuangan pada sektor publik dilaksanakan

oleh Badan Pmeriksa Keuangan (BPK) sesuai amanah dari Undang-undang 15 tahun

2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Menurut Sukrisno Agoes (2004:3) audit

adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk secara kritis dan sistematis oleh pihak yang

independen, laporan keuangan yang disusun oleh manajemen dan catatan akuntansi

dan bukti pendukung, dalam rangka memberikan pendapat atas kewajaran laporan

keuangan.

Pada era globalisasi seperti saat ini, audit merupakan hal yang cukup penting bagi

perusahaan karena memberikan pengaruh besar dalam kegiatan perusahaan.

Permintaan akan jasa akuntan publik meningkat berbanding lurus dengan peningkatan

perkembangan dunia bisnis. Mengingat semakin berkembang suatu perusahaan

menyebabkan munculnya motif bagi manajemen untuk melakukan rekayasa ataupun

kecurangan pada laporan keuangan perusahaan, maka dibutuhkan seseorang yang

disebut sebagai auditor untuk membantu perusaahaan untuk mencegah dan

1
2

menemukan kecurangan tersebut. Dalam pelaksanaan audit ada standard-standard

yang harus ditepati

Definisi kualitas audit menurut DeAngelo (1981) adalah kemampuan auditor

untuk mengetahui atau mengidentifikasi adanya kecurangan dan kemauan auditor

untuk mengungkapkan adanya kecurangan tersebut dalam laporan audit. Berdasarkan

definisi tersebut maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa unsur yang diperlukan

untuk audit yang berkualitas adalah kompetensi, yaitu kemampuan auditor untuk

mendeteksi kecurangan dan independensi, yaitu kemauan auditor untuk

mengungkapkan kecurangan dalam laporan audit. Nilai temuan pada audit sektor

publik menjadi indikasi kualitas audit (Setyaningrum, 2012), karena besarnya nilai

temuan audit mencerminkan tingkat kemampuan auditor untuk menemukan

pelanggaran (kompetensi) dan obyektifitas untuk menyajikannya dalam laporan audit

(independensi).

Masih menurut DeAngelo (1981) kompetensi merupakan salah satu dimensi yang

menentukan kualitas audit. Pelatihan serta pendidikan formal dan pengalaman auditor

dalam penugasan audit merupakan unsur yang sangat penting dalam mempengaruhi

kompetensi auditor. Boner and Walker (1994) dalam Setiyono (2014) mengatakan

bahwa peningkatan pengetahuan yang muncul dari penambahan pelatihan formal sama

baiknya dengan pengetahuan yang didapat dari pengalaman khusus. Auditor yang

berpengalaman memiliki tingkat selektifitas yang lebih tinggi dalam memilih

informasi dan bukti-bukti yang relevan dibandingkan auditor yang kurang

berpengalaman (Davis, 1996).


3

Menurut Cagle (2012) kompetensi dan manajerial seorang auditor memainkan

peranan yang sangat penting terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan dalam

audit, selain itu, sikap tidak independen auditor dalam pelaksanaan audit merupakan

faktor yang berpotensi menyebabkan pelaksanaan audit menjadi lebih lama. Deis and

Giroux (1992) dalam penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas

audit pada sektor publik menggunakan norma waktu sebagai ukuran ketepatan

penyelesaian audit adalah 120 hari, dan menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif

terhadap kualitas audit.

Terdapat perbedaan karakteristik antara laki-laki dan perempuan (Falikhatun,

2009) yang menyebutkan bahwa perempuan memiliki karakteristik yang lebih

realistis, teguh dalam pendirian, dapat dipercaya, memiliki tingkat kecurigaan yang

tinggi, penuh perhatian, teliti, kurang percaya diri, dan cenderung patuh terhadap

peraturan, sedangkan laki-laki memiliki kepribadian yang tidak berpihak, kurang dapat

bekerja sama, cenderung tidak praktis dan tidak realistis, lebih percaya diri dan

cenderung sembarangan dalam menjalankan tugas. Perbedaan karakteristik ini diduga

akan mempengaruhi cara kerja dan kualitas audit.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik melakukan

penelitian untuk mengetahui pengaruh pendidikan, pengalaman, dan gender, terhadap

kualitas audit

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan

dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap kualitas audit?


4

b. Apakah pengalaman berpengaruh positif terhadap kualitas audit?

c. Apakah gender (jenis kelamin) berpengaruh terhadap kualitas audit?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian

ini adalah sebagai berikut:

a. Menguji dan memberikan bukti empiris pengaruh pendidikan auditor terhadap

kualitas audit.

b. Menguji dan memberikan bukti empiris pengaruh pengalaman kerja auditor

terhadap kualitas audit.

c. Menguji dan memberikan bukti empiris pengaruh gender terhadap kualitas

audit.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian

ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak antara lain:

1. Manfaat untuk peneliti

Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti untuk mengetahui factor-faktor apa saja

yang mempengaruhi kualitas suatu pekerjaan audit

2. Manfaat untuk Kantor Akuntan Publik pada umumnya

Dapat menjadi masukan bagi Kantor Akuntan Publik untuk mengidentifikasi,

memahami dan mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit

sehingga kinerja para auditor bisa lebih optimal

3. Manfaat untuk akademis


5

Manfaat akademis yang bisa diambil dari penelitian ini adalah sebagai

referensi untuk penelitian selanjutnya dalam bidang audit terutama mengenai

kualitas suatu pekerjaan audit.

1.5. Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab dengan rincian

sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan

penelitian,manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas tinjauan literatur yang dilanjutkan dengan

penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan perumusan hipotesis.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang rancangan penelitian, pengukuran variabel,

populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan

data, dan metode analisis data.

BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas mengenai data yang digunakan, pengolahan data

tersebut dengan alat analisis yang diperlukan dan hasil analisis data.
6

BAB V : KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan peneliian serta keterbatan

penelitian. Untuk mengatasi keterbatasan penelitian tersebut,

disertakan saran untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Literatur

2.1.1 Pengertian Audit

Audit keuangan adalah pemeriksaan terhadap laporan keuangan suatu entitas

(perusahaan atau organisasi) yang akan menghasilkan pendapat (opini) pihak ketiga

mengenai relevansi, akurasi, dan kelengkapan laporan-laporan tersebut. Audit

keuangan umumnya dilaksanakan oleh kantor akuntan publik atau akuntan publik

sebagai auditor independen dengan berpedoman pada standar profesional akuntan

publik. Menurut Sukrisno Agoes (2004) audit adalah pemeriksaan yang dilakukan

untuk secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, laporan keuangan yang

disusun oleh manajemen dan catatan akuntansi dan bukti pendukung, dalam rangka

memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan.

A Statement of Basic Audit Concepts (ASOBAC) mendefinisikan audit

sebagai suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti

secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian

ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan

criteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang

berkepentingan. Halim (2008:1)

Sedangkan menurut Arens et all (2011:4) Audit adalah the accumulation and

evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of

correspondence between the information and established criteria. Auditing should be


8

done by a competent, independent person yang artinya adalah akumulasi dan evaluasi

bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara

informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh seorang yang

kompeten dan independen.

Dari beberapa pengertian tentang audit diatas, dapat disimpulakn bahwa audit

adalah suatu proses sistematik yang dilakukan oleh seseorang yang independen yang

berkompeten untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti yang berkaitan dengan

laporan keuangan secara obyektif, memeriksa dan melaporkan tingkat kesesuaian

informasi laporan keuangan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan, dan

melaporkannya kepada pihak yang memiliki kepentingan atas laporan keuangan.

2.1.2 Standar Audit

Dalam melaksanakan suatu pekerjaan audit, seorang auditor tidak akan lepas

dari suatu standar. Standar pekerjaan bagi para Akuntan Publik dikenal sebagai

Standar Profesional Akuntan Publik (disingkat SPAP). SPAP adalah kodifikasi

berbagai pernyataan standar teknis yang merupakan panduan dalam memberikan jasa

bagi Akuntan Publik di Indonesia. SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional

Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI). Standar Audit

termasuk ke dalam lima standar profesional Akuntan Publik, kelima standar itu antara

lain:

1. Standar Auditing

2. Standar Atestasi

3. Standar Jasa Akuntansi dan Review


9

4. Standar Jasa Konsultansi

5. Standar Pengendalian Mutu

Kelima standar profesional di atas merupakan standar teknis yang bertujuan untuk

mengatur mutu jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik di Indonesia.

Standar auditing berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja audit, dan

berkaitan dengan tujuan yang hendak di capai dengan menggunakan prosedur yang

ada. Standar auditing terdiri dari 10 kelompok yang dikelompokan ke dalam 3 bagian,

diantaranya Standar Umum, Standar Pekerja Lapangan, Standar Pelaporan. Dalam

banyak hal, standar-standar tersebut saling berhubungan dan saling bergantung satu

dengan lainnya.materialitas dan resiko audit melandasi penerapan semua standar

auditing terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Di Amerika

Serikat, standar auditing semacam ini disebut Generally Accepted Auditing Standards

(GAAS) yang dikeluarkan oleh the American Institute of Certified Public Accountants

(AICPA).

Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk

Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran

lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing.

1. Standar Umum.

Standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan

mutu pekerjaannya. Standar umum ini mencakup tiga bagian yaitu :


10

a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian

dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

Dalam melaksanakan audit sampai pada suatu pernyataan pendapat, auditor

harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan

bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dari pendidikan

formal ditambah dengan pengalaman-pengalaman dalam praktik audit dan

menjalankan pelatihan teknis yang cukup. Pendidikan formal misalnya : S1

Akuntansi, Ujian Negara Akuntansi (UNA), dan Bersertifikat Akuntan

Publik (BAP). Asisten junior yang baru masuk dalam karir auditing harus

memperoleh pengalaman dengan mendapatkan supervisi yang memadai dan

review atas pekerjaan dari atasannya yang lebih berpengalaman. Pelatihan

yang dimaksud disini, mencakup pula pelatihan kesadaran untuk secara

terus-menerus mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bidang bisnis

dan profesinya. Ia harus mempelajari, memahami, dan menerapkan

ketentuan-ketentuan baru dalam prinsip akuntansi dan standar auditing yang

ditetapkan oleh ikatan Akuntan Indonesia.

b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dan

sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

Standar ini mengharuskan seorang auditor bersikap independen, yang

artinya seorang auditor tidak mudah dipengaruhi, karena pekerjaanya untuk

kepentingan umum. Kepercayaan masyarakat umum atas independensi

sikap auditor independen sangat penting bagi perkembangan profesi


11

akuntansi publik. Untuk menjadi independen,seorang auditor harus secara

intelektual, jujur. Ada tiga aspek independensi:

o Independensi senyatanya (indepencence in fact), auditor tidak memiliki

kepentingan ekonomis dalam perusahaan yang dilihat dari keadaan

sebenarnya.

o Independensi dalam penampilan (indepencence in appearance),

auditor harus menjaga kedudukannya sedemikian rupa sehingga pihak

lain akan mempercayai sikap independensinya.

o Independensi dari keahlian (indepencence in competence), auditor

harus memiliki kecakapan dan mampu menyelesaikan tugasnya dengan

menggunakan segala kemahiran jabatannya sebagai pemeriksa dengan

ahli dan seksama.

Profesi akuntansi publik telah menetapkan dalam kode etik Akuntansi

Indonesia, agar anggota profesi menjaga dirinya dan kehilangan profesi

menjaga dirinya dari kehilangan presepsi independensi diri masyarakat.

Independensi secara intrinsik merupakan masalah pribadi bukan merupakan

suatu aturan yang dirumuskan untuk dapat diuji secara objektif.

c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib

menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama

menekankan tanggung jawab setiap profesional yang bekerja dalam

organisasi auditor. Selain itu juga menyangkut apa yang dikerjakan auditor

dan bagaimana kesempurnaan pekerjaan tersebut. Seorang auditor harus


12

memiliki keterampilan yang umumnya dimiliki oleh auditor pada umunya

dan harus menggunakan keterampilan tersebut dengankecermatan dan

keseksamaan yang wajar. Untuk itu auditor dituntut untuk memiliki

skeptisme profesional dan keyakinan yang memadai dalam mengevaluasi

bukti audit.

2. Standar Pekerjaan Lapangan

Standar pekerjaan lapangan terdiri dari tiga kriteria, yaitu:

a. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan

asisten harus disupervisi dengan semestinya.

Poin ini menjelaskan bahwa, penunjukan auditor independen secara dini

akan memberikan banyak manfaat bagi auditor maupun klien. Penunjukan

secara dini memungkinkan auditor merencanakan pekerjaannya sedemikian

rupa sehingga pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan dengan cepat dan

efisien serta dapat menentukan seberapa jauh pekerjaan tersebut dapat

dilaksanakan sebelum tanggal neraca.

b. Pemahaman memadai atas pengendalian internal harus diperoleh untuk

merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang

akan dilakukan.

Untuk semua auditor harus memperoleh pemahaman tentang pengendalian

internal yang memadai untuk merencanakan audit dengan melaksanakan

prosedur untuk memahami desain pengendalian yang relevan dengan audit

atas laporan keuangan, dan apakah pengendalian internal tersebut

dioperasikan. Setelah memperoleh pemahaman tersebut, auditor menaksir


13

resiko pengendalian untuk asersi yang terdapat dalam saldo akun, golongan

transaksi, dan komponen pengungkapan dalam laporan keuangan.

Kemudian, auditor dapat mencari pengurangan lebih lanjut resiko

pengendalian taksiran untuk asersi tertentu. Auditor menggunakan

pengetahuan yang dihasilkan dari pemahaman atas pengendalian interendan

tingkat resiko pengendalian taksiran dalam menentikan sifat, saat dan luas

pengujian substantive untuk asersi laporan keuangan.

c. Bahan Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,

pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar

memahami untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.

Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan

pendapat atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan

mengevaluasi bukti audit. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya

terhadap kesmpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam rangka

memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Relevansi,

objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti lain yang menguatkan

kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti.

3. Standar Pelaporan

Standar pelaporan terdiri dari empat item, diantaranya:

a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun

sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau sesuai dengan

SAK
14

Standar pelaporan pertama ini tidak mengharuskan untuk menyatakan

tentang fakta (statement of fact), namun standar tersebut mengharuskan

auditor untuk menyatakan suatu pendapat mengenai apakah laporan

keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi tersebut. Prinsip

akuntansi berlaku umum atau generally accepted accounting principles

mencakup konvensi, aturan dan prosedur yang diperlukan untuk membatasi

praktik akuntansi yang berlaku umum di wilayah tertentu dan pada waktu

tertentu.

b. Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada ketidak konsistenan

penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode

berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansitersebut dalam

periode sebelumnya.

Standar ini juga disebut dengan standar konsistensi. Standar konsistensi

menuntut auditor independen untuk memahami hubungan antara konsistensi

dengan daya banding laporan keuangan. Kurangnya konsistensi penerapan

prinsip akuntansi dapat menyebabkan kurangnya daya banding laporan

keuangan. Standar ini bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa jika

daya banding laporan keuangan diantara kedua periode dipengaruhi secara

material oleh perubahan prinsip akuntansi, auditor akan mengungkapkan

perubahan tersebut dalam laporannya. Caranya, dengan menambahkan

paragraf penjelasan yang disajikan setelah paragraf pendapat.

c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang

memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.


15

Penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum

di Indonesia mencakup dimuatnya pengungkapan informatif yang memadai

atas hal-hal material, diantaranya bentuk, susunan, dan isi laporan keuangan

serta catatan atas laporan keuangan. Auditor harus selalu

mempertimbangkan apakah masih terdapat hal-hal tertentu yang harus

diungkapkan sehubungan dengan keadaan dan fakta yang diketahuinya pada

saat audit. Dalam mempertimbangkan cukup atau tidaknya pengungkapan,

auditor menggunakan informasi yang diterima dari kliennya atas dasar

kepercayaan bahwa auditor akan merahasiakan informasi tersebut. Tanpa

kepercayaan, auditor akan sulit untuk memperoleh informasi yang

diperlukan untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangannya.

d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan

keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian

tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat

diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor

dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat

petunjuk yang jelasmengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika

ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

Tujuan standar pelaporan ini adalah untuk mencegah salah tafsir tentang

tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan

dengan laporan keuangan. Seorang akuntan dikaitkan dengan laporan

keungan jika ia mengizinkan namanya dalam suatu laporan, dokumen, atau

komunikasi tertulis yang berisi laporan tersebut. Bila seorang akuntan


16

menyerahkan kepada kliennya atau pihak lain suatu laporan keuangan yang

disusunnya atau dibantu penyusunannya, maka ia juga dianggap berkaitan

dengan laporan keuangan tersebut, meskipun ia tak mencantumkan

namanya dalam laporan tersebut.

2.1.3 Kantor Akuntan Publik

Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah badan usaha yang mewadahi Akuntan

Publik untuk memberikan jasanya dimana dalam pendirian Badan Usaha tersebut

harus mendapatkan izin dari Meteri Keuangan. Undang Undang no 5 tahun 2011

tentang Akuntan Publik pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa KAP dapat berbentuk:

a. usaha perseorangan;

b. persekutuan perdata;

c. firma; atau

d. bentuk usaha lain yang sesuai dengan karakteristik profesi akuntan publik yang

diatur dalam undang-undang.

Pendirian dan pengelolaan KAP diatur dalam UU no 5 tahun 2011 pasal 13,

bunyi peraturannya adalah sebagai berikut :

Ayat (1) : KAP yang berbentuk perseorangan sebagaimana dimaksud dalam

psal 12 ayat (1) huruf a hanya dapat didirikan dan dikelola oleh 1

(satu) orang akuntan Publik berkewarganegaraan Indonesia.


17

Ayat (2) : KAP yang berbentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal

12 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, hanya dapat didirikan dan

kelola jika paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari seluruh rekan

merupakan akuntan publik.

Ayat (3) : sebagai mana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dipimpin oleh

akuntan publik yang berkewarganegaraan Indonesia yang

merupakan rekan pada KAP yang bersangkutan dena berdomisili

sesuai dengan domisili KAP.

Ayat (4) : dalam hal ini terdapat rekan yang berkewarganegaraan asing pada

KAP, jumlah rekan yang berkewarganegaeaan asing pada KAP

paling banyak 1/5 (satu per lima) dari seluruh rekan pada KAP.

Izin usaha KAP dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. KAP berbentuk badan usaha

perseorangan yang mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin usaha KAP

harus memnuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Memiliki izin akuntan publik.

b. Menjadi anggota IAPI.

c. Mempunyai paling sedikit dua orang auditor tetap dengan pendidikan

formal bidang akuntansi yang paling rendah berijazah setara diploma III dan

paling sedikit 1 orang diantaranya berijazah sarjana.

d. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).


18

e. Memiliki rancangan sistempengendalian mutu KAP yang memenuhi

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan paling kurang mencakup

aspek kebijakan atas seluruh unsur pengendalian mutu.

f. Domisili pemimpin KAP dengan domisili KAP.

g. Memiliki bukti kepemilikan atau sewa kantor dan denah ruang kantor yang

menunjukkan kantor berisolasi dari kegiatan lain.

h. Membuat surat pernyataan bermaterai cukup yang mencantumkan alamat

akuntan publik, nama dan domisili kantor, serta maksud dan tujuan pendiirian

kantor (hanya untuk KAP berbentuk badan usaha perseorangan).

i. Membuat surat permohonan, melengkapi formulir permohonan izin usaha

kantor akuntan publik, dan membuat surat pernyataan beramaterai cukup yang

menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar.

Untuk KAP berbentuk badan usaha persekutuan, selain persyaratan-

persyaratan diatas jugas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Memiliki NPWP KAP.

b. Memiliki perjanjian kerja sama yang disahkan oleh notaries.

c. Memiliki surat izin akuntan publik bagi pemimpin rekan dan rekan akuntan

publik.

d. Memiliki tanda kenggotaan IAPI yang masih berlaku bagi pemimpin

rekan dan rekan akuntan publik.


19

e. Memiliki surat persetujuan dari seluruh rekan KAP mengenai penunjukkan

salah satu rekan menjadi pemimpin rekan.

f. Memiliki bukti domisili pemimpin rekan dan rekan KAP.

g. KAP berbentuk badan usaha persekutuan dapat membuka cabang KAP di

seluruh wilayah Indonesia dengan izin dari menteri keuangan.

2.1.3 Kualitas Audit

Kualitas Audit menurut DeAngelo (1981) the market assessed joint

probability that a given auditor will both (a) discover a breach in the clients

accounting system, and (b) report the breach. Definisi tersebut mengukur kualitas

audit sebagai kemampuan auditor untuk mengidentifikasi kesalahan dan kemauan

auditor untuk mengungkapkan kesalahan tersebut dalam laporan auditnya. Secara

sederhana kualitas audit menurut DeAngelo (1981) memiliki 2 dimensi, pertama

kompetensi, yaitu kemampuan auditor untuk mengidentifikasi kesalahan. Kedua

independensi, yaitu kemauan auditor untuk mengungkapkan kesalahan tersebut dalam

laporan yang audit.

Carcello 1992 dalam Setiyono (2014) mengungkapkan 12 atribut yang

mempengaruhi kualitas audit yaitu: pengalaman tim audit dan Kantor Akuntan Publik

(KAP) dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan klien; keahlian/pemahaman

terhadap industri klien; responsif terhadap kebutuhan klien; kompetensi anggota tim

audit terhadap prinsip-prinsip akuntansi dan norma-norma pemeriksaan, sikap

independen dalam segala hal dari individu-individu tim audit dan KAP; anggota tim

audit sebagai satu kelompok yang bersikap hati-hati; KAP memiliki komitmen yang
20

kuat terhadap kualitas audit; keterlibatan pimpinan KAP dalam pelaksanaan audit;

keterlibatan komite audit sebelum, pada saat, dan sesudah pelaksanaan audit; standar

etika yang tinggi dari anggota tim audit; dan menjaga sikap skeptis dari anggota tim

audit.

Kualitas audit menjadi sangat penting karena dengan kualitas audit yang tinggi

maka akan dihasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar

pengambilan keputusan oleh pihak yang berkepentingan atas laporan keuangan yang

diaudit. Sampai saat ini belum ada definisi yang pasti mengenai apa dan bagaimana

kualitas audit yang baik. Hal ini dikarenakan kualitas audit merupakan sebuah konsep

yang kompleks dan sulit dipahami, sehingga sering kali terdapat kesalahan dalam

menentukan sifat dan kualitasnya. Hal ini terbukti dari banyaknya penelitian yang

menggunakan dimensi kualitas audit yang berbeda-beda seperti independensi,

kompleksitas tugas, pengalaman kerja, akuntabilitas, tekanan waktu, etika profesi,

lingkungan audit, dll. Namun begitu dalam penelitian ini yang menjadi dasar dalam

pengukuran kualitas audit adalah jangka waktu penyelesaian penugasan Audit.

2.1.4 Pendidikan dan Kualitas Audit

Pendidikan adalah kegiatan untuk memperbaiki dan mengembangkan sumber

daya manusia dengan cara meningkatkan kemampuan dan pengertian tentang

pengetahuan umum termasuk didalamnya peningkatan pengetahuan teori dan

ketrampilan dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapi. Pengetahuan auditor

diukur dari seberapa tinggi tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan merupakan

dalah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang kompetensi seorang auditor
21

dalam melaksanakan tugasnya. Dengan memiliki pendidikan yang baik dapat

meningkatkan sumber daya manusia dan akan berpengaruh pada hasil audit. Auditor

yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki cukup

pengetahuan mengenai bidangnya sehingga dapat menemukan solusi dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapinya secara keilmuan sesuai dengan tingkat

pendidikan yang diikuti (Sukmono, 2012). Pengaruh pendidikan lebih dominan dalam

meningkatkan kompetensi auditor dalam melakukan penugasan audit daripada secara

negatif meningkatkan kemampuannya untuk melakukan fraud, karena inti dari

pendidikan adalah perilaku etis atau benar (Setiyono, 2016).

2.1.4 Pengalaman dan Kualitas Audit

Dalam pekerjaan profesional audit, pendidikan formal dan pengetahuan dasar

saja tidak cukup untuk menghasilkan auditor yang profesional. Dibutuhkan adanya

unsur pengalaman dalam mendukung kompetensi yang dimiliki oleh auditor untuk

mencapai tingkat kematangan dan kesuksesan sebagai auditor profesional. Marinus,

(1997) dalam Samsi (2013) menyatakan bahwa secara spesifik pengalaman dapat

diukur dengan rentang waktu yang telah digunakan terhadap suatu pekerjaan atau

tugas. Purnamasari (2005) dalam Asih (2006) memberikan kesimpulan bahwa seorang

karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan

dalam beberapa hal diantaranya:

a. mendeteksi kesalahan

b. memahami kesalahan dan

c. mencari penyebab munculnya kesalahan.


22

Suyono (2012) mendefinisikan pengalaman sebagai keahlian yang diperoleh

oleh seseorang setelah periode waktu kerja yang panjang. Kolodner dalam Suyono

(2012) menunjukkan bahwa pengalaman dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja

dalam pengambilan keputusan. Dalam penelitiannya, Kolodner membagi pengalaman

dalam dua dimensi, yakni berapa lama waktu kerja dan frekuensi dalam melakukan

tugas audit.

Pengalaman merupakan salah satu faktor pembentuk kompetensi auditor.

Boner and Walker (1994) menyebutkan bahwa pengalaman dan pendidikan akan

memberikan pengetahuan yang sama bagusnya dengan pendidikan formal. Banyaknya

penugasan dan lamanya penugasan seseorang dalam tim audit dapat meningkatkan

pengetahuan auditor terhadap permasalahan audit dan pertimbangan dalam

mengambil keputusan.

Pengalaman audit dapat diartikan sebagai pengalaman auditor dalam

melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya

penugasan yang pernah dilakukan. Auditor yang berpengalaman memiliki tingkat

selektifitas yang lebih tinggi dalam memilih informasi dan bukti-bukti yang relevan

dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman (Davis, 1996).

Menurut Setiyono (2016) pengalaman auditor dapat meningkatkan kompetensi

auditor dalam melaksanakan penugasan audit dan/ atau pada saat yang bersamaan

meningkatkan kemampuannya untuk melakukan fraud action triangle (fraud action,

concealment, conversion). Masa kerja yang semakin lama dapat meningkatkan


23

kemungkinan hubungan baik auditor dengan wajib pajak, yang berpotensi untuk

menurunkan tingkat independensi auditor dalam penugasan.

2.1.4 Gender dan Kualitas Audit

Gender memberikan perbedaan dalam tingkat pertimbangan moral.

Pertimbangan moral yang dimaksud adalah langkah pengambilan keputusan dan

informasi pada saat melakukan audit. Pengambilan keputusan harus didukung oleh

informasi yang memadai. Laki-laki dalam pengolahan informasi biasanya tidak

menggunakan seluruh informasi yang tersedia sehingga keputusan yang diambil

kurang komprehensif dan kualitas hasil kerjanya kurang baik, sedangkan perempuan

dalam mengolah informasi cenderung lebih teliti dengan menggunakan informasi

yang lebih lengkap dan mengevaluasi kembali informasi tersebut serta tidak gampang

menyerah (Meyer and Levy dalam Jamilah, 2007).

Chung and Monroe (2001) dalam literatur cognitive psychology dan literatur

marketing menyatakan bahwa gender sebagai faktor level individual dapat

berpengaruh terhadap kinerja yang memerlukan judgment dalam berbagai tugas yang

kompleks. Literatur tersebut menyebutkan bahwa perempuan lebih efisien dan efektif

dalam memproses informasi dalam tugas yang kompleks dibanding laki-laki, karena

perempuan lebih memiliki kemampuan untuk membedakan dan mengintegrasikan

kunci keputusan, literatur tersebut juga menyimpulkan bahwa laki-laki relatif kurang

mendalam dalam menganalisis inti dari suatu keputusan.

Dalam memecahkan suatu masalah, laki-laki pada umumnya tidak

menggunakan semua informasi yang tersedia dan mereka juga memproses informasi
24

secara menyeluruh sehingga dapat dikatakan bahwa laki-laki cenderung melakukan

pemrosesan informasi secara terbatas. Sedangkan perempuan dipandang melakukan

pemroses informasi lebih detail yang melakukan proses informasi pada sebagian besar

inti informasi untuk pengambilan suatu keputusan (Zulaikha, 2006).

Falikhatun (2009) menyebutkan perbedaan karakteristik antara laki-laki dan

perempuan. Perempuan memiliki karakteristik lebih realistis, teguh pendirian, mudah

dipercaya, memiliki kecurigaan yang tinggi, penuh perhatian dan teliti, kurang

percaya diri, dan cenderung mematuhi peratuuran, sedangkan laki-laki memiliki

kepribadian yang tidak berpihak, kurang dapat bekerja sama, cenderung tidak praktis

dan tidak realistis, lebih percaya diri dan cenderung sembarangan dalam menjalankan

tugas. Perbedaan karakteristik antara laki-laki dan perempuan di atas, akan

berpengaruh pada proses pelaksanaan pekerjaan. Namun pengaruh gender terhadap

pemrosesan informasi dan judgment belum banyak teruji dalam konteks penugasan

audit atau penugasan sebagai auditor (Zulaikha, 2006).

2.2. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan pendidikan, pengalaman,

dan gender terhadap kualitas audit akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan

penelitian ini, penelitian terdahulu tersebut antara lain :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Teguh W. Sukmono (2012) dengan

judul Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengalaman, Komunikasi dan

Motivasi Auditor terhadap Kualitas Audit Kepabeanan dan Cukai pada

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyebutkan bahwa variabel tingkat


25

pendidikan secara signifikan terhadap kualitas audit kepabeanan dan

cukai.

2. Eko Suyono (2012) dala penelitiannya yang berjudul Determinan factor

affecting the audit quality: an Indonesian Perspective menyimpulkan

bahwa pengalaman Auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Diane Breesch (2009) yang berjudul The

Effects of Auditor Gender on Audit Quality menyimpulkan bahwa tidak ada

perbedaan kinerja antara pria dan wanita sehingga hal tersebut

mempengaruhi kualitas hasil akhir suatu penugasan Audit.

2.3. Kerangka Pemikiran

Model hubungan antar variabel untuk penelitian ini digambarkan sebagai

berikut:
26

PENDIDIKAN GAJI

PENGALAMAN KUALITAS AUDIT

REPETISI
GENDER
PENUGASAN

2.4. Pengembangan Hipotesis

a. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kualitas audit

Secara sederhana kualitas audit menurut DeAngelo (1981) memiliki 2

dimensi, pertama kompetensi, yaitu kemampuan auditor untuk

mengidentifikasi kesalahan. Kedua independensi, yaitu kemauan auditor

untuk mengungkapkan kesalahan tersebut dalam laporan yang audit.

Kompetensi auditor dapat berubah/bertambah seiring dengan pengetahuan

yang dimiliki auditor. Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses

pendidikan formal atau melalui pengalaman melaksankaan suatu pekerjaan.

Orang yang memiliki pendidikan formal lebih tinggi cenderung akan memiliki
27

pengetahuan umum dan/atau pengetahuan teknis yang lebih baik untuk

mendukung setiap tindakan/pekerjaan yang dilakukannya.

Auditor yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki

cukup pengetahuan mengenai bidangnya sehingga dapat menemukan solusi

dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya secara keilmuan sesuai

dengan tingkat pendidikan yang diikuti (Sukmono, 2012). Berdasarkan

uraian tersebut maka hipotesis yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

HA1 : Tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap kualitas audit.

b. Hubungan tingkat pengalaman auditor dengan kualitas audit kepabeanan

dan cukai

Selain melalui pendidikan yang bersifat formal, pengetahuan

juga dapat diperoleh melalui pengalaman dalam melaksanakan suatu

pekerjaan. Semakin lama masa kerja seorang auditor atau semakin banyak

jumlah penugasannya, auditor cenderung memiliki lebih banyak referensi

dalam penyelesaian masalah terkait audit. Referensi penyelesaian masalah

tersebut kemudian dapat menjadi modal yang cukup penting bagi seorang

auditor untuk melaksankan penugasan-penugasan selanjutnya.

Pengalaman audit dapat diartikan sebagai pengalaman auditor

dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu

maupun banyaknya penugasan yang pernah dilakukan. Auditor yang

berpengalaman memiliki tingkat selektifitas yang lebih tinggi dalam memilih

informasi dan bukti-bukti yang relevan dibandingkan dengan auditor yang


28

kurang berpengalaman (Davis, 1996). Berdasarkan uraian tersebut maka

hipotesis yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

HA2 : Pengalaman berpengaruh positif terhadap kualitas audit

c. Hubungan gender (jenis kelamin) dengan kualitas audit kepabeanan dan cukai

Gender memberikan perbedaan dalam tingkat pertimbangan moral.

Pertimbangan moral yang dimaksud adalah langkah pengambilan keputusan

dan informasi pada saat melakukan audit. Dalam memecahkan suatu masalah,

laki-laki pada umumnya tidak menggunakan semua informasi yang tersedia

dan mereka juga memproses informasi secara menyeluruh sehingga dapat

dikatakan bahwa laki-laki cenderung melakukan pemrosesan informasi secara

terbatas. Sedangkan perempuan dipandang sebagai pemroses informasi lebih

detail yang melakukan proses informasi pada sebagian besar inti informasi

untuk pengambilan suatu keputusan (Zulaikha, 2006).

Chung and Monroe (2001) dalam literatur cognitive psychology dan

literatur marketing menyatakan bahwa gender sebagai faktor level

individual dapat berpengaruh terhadap kinerja yang memerlukan judgment

dalam berbagai tugas yang kompleks. Literatur tersebut menyebutkan bahwa

perempuan lebih efisien dan efektif dalam memproses informasi dalam tugas

yang kompleks dibanding laki-laki, karena perempuan lebih memiliki

kemampuan untuk membedakan dan mengintegrasikan kunci keputusan,

literatur tersebut juga menyimpulkan bahwa laki-laki relatif kurang mendalam


29

dalam menganalisis inti dari suatu keputusan. Berdasarkan uraian tersebut

maka hipotesis yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

HA3 : Gender berpengaruh positif terhadap kualitas audit


30

Anda mungkin juga menyukai