Nama Kelompok :
2.3.2 Hemiseksi
Hemiseksi merupakan prosedur amputasi akar dan reseksi gigi yang
dilakukan karena adanya kelainan periodontal yang melibatkan bifurkasi,
kelainan padas satu akar, batas tepi gingiva yang sangat dalam karena
karies atau terjadinya fraktur.Hemiseksi merupakan tindakan bedah untuk
membagi akar ganda pada batas daerah furkasi, dan pengangkatan hanya
sebatas akar saja atau sebagian mahkota (Lovdahl & Wade, 1997).
Indikasi hemiseksi yaitu (Walton, 2008):
1. Kerusakan tulang atau periodontium yang parah pada akar atau furkasi
gigi yang tidak bisa disembuhkan dengan perawatan non-bedah.
2. Akar-akar yang tidak bisa dirawat akibat adanya instrument patah,
perforasi, karies, resorpsi, fraktur vertical, atau saluran akar yang telah
terkalsifikasi
3. Akar dan mahkotanya penting dan strategis
2.3.3 Replantasi
Replantasi dapat dilakukan pada keadaan tidak ada perawatan bedah
lain yang dapat dilakukan (kontra indikasi). Pertama-tama gigi diekstraksi
dan dikeluarkan dari mulut untuk memberika desinfeksi dan sealing pada
saluran akar. Gigi dikembalikan ke soket kembali dan di splinting selama
kurang dari seminggu. Contohnya yaitu premolar madibula yang
diekstraksi dan direplantasi untuk menghindari bedah apikal dan
menghindari terjadinya resiko potensial kerusakan pada nervus mentalis
(Patel, 2013).
Indikasi replantasi (Patel, 2016):
1. Kegagalan terapi konvensional (perawatan saluran akar,
retreatmentbedah)
2. Keterbatasan anatomi
3. Akses untuk bedah sulit
4. Faktor gigi
Terjadi obstruksi saluran akar dan defek restorasi atau perforasi
sehingga tidak dapat diakses melalui prosedur non bedah maupun
bedah)
4.1.1 Bikuspidasi
Bikuspidasi merupakan suatu pemisahan akar ganda menjadi
dua melalui prosedur bedah tanpa menghilangkan gigi tersebut. Hal ini
dilakukan pada Molar rahang bawah. Setiap akar kemudian direstorasi
dengan mahkota yang terpisah (Hegde, 2009).
6. LAPORAN KASUS
6.1 Kasus 1(Jang et al.,2014)
Seorang pria berusia 28 tahun datang ke Departemen Konservasi Gigi
di Kyung Hee University Hospital Gigi di Gangdong dengan keluhan utama
dari saluran sinus yang berdekatan dengan gigi 11 (Gambar 1a). Karena karies
luas, pasien telah menerima perawatan endodontik dan restorasi resin 10 tahun
yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan rasa sakit spontan, perkusi dan palpasi
gigi asimtomatik.Saluran sinus ditelusuri dengan cone gutta percha, yang
menunjukkan bahwa itu bukan ke arah ketiga apikal tapi menuju sepertiga
tengah gigi 11 (Gambar 1b). Diduga terdapat sebuah celah atau variasi
anatomi dan cone-beam computed tomography (CBCT, i-CAT, Imaging
Sciences Internaional Inc., Hafield, PA, USA) dilakukan sebagai pemeriksaan
pelengkap. Gambar CBCT menunjukkan radiolusen pararadicular yang
terletak di permukaan akar tengah gigi 11, dan retakan atau fraktur akar
vertikal tidak diamati (Gambar 1c).Berdasarkan temuan klinis dan radiografi,
gigi didiagnosis dengan abses apikal kronis dan direncanakan perawatan
endodontik bedah.
Di bawah pengaruh anestesi lokal, flaps mucoperiosteal
dinaikkan.Setelah elevasi flap, fraktur akar vertikal diamati sepanjang
permukaan akar gigi 11 (Gambar 1d).Pemeriksaan permukaan akar di bawah
mikroskop memastikan bahwa kanal lateral merupakan asal dari lesi
periradikuler persisten. Jaringan granulasi telah diangkat dan kanal lateral
yang yang terletak di tengah sepertiga dari akar disiapkan menggunakan tip
ultrasonik (Kis-1D, Obtura Spartan, Fenton, MO, USA). Kanal lateral yang
telah dipreparasi diisi dengan IRM (Dentsply DeTrey GmbH, Konstanz,
Jerman) dan flap dijahit dengan 4-0 nilon biru (Ailee CO., Busan, Korea)
(Gambar 1e). Kuretase tambahan tidak dilakukan di daerah periapikal.
Jahitan diangkat 1 minggu kemudian, dan pasien tidak melaporkan
adanya nyeri pasca operasi atau ketidaknyamanan.Pada 1 bulan kunjungan
berikutnya, saluran sinus labial diatasi (Gambar 1f) dan dilakukan restorasi
ulang coronal.Dua belas bulan setelah prosedur, radiografi periapikal
menunjukkan jaringan periradikular sehat (Gambar 1g).CBCT diambil 18
bulan setelah perawatan dan pembentukan tulang alveolar di permukaan labial
gigi 8 diamati (Gambar 1 h).
Gambar 1.Gambaran klinis dan radiografi pra-operasi. (A) Foto intraoral saluran
sinus bukal (panah); (B) Radiografi periapikal dari gigi insisivus sentralis kanan
rahang atas dengan cone gutta-percha menelusuri saluran sinus;(C) Gambar CBCT
resorpsi tulang labial (panah). Foto intraoperatif; (D) Hilangnya tulang yang
berdekatan dengan kanal lateral (panah);(E) Kanal yang diobturasi dengan IRM
(panah). Gambaran klinis dan radiografi pasca operasi pada kunjungan lanjutan; (F)
Pada 1 bulan kunjungan berikutnya, fistula labial diatasi;(G) Gambaran radiografi
periapikal 12 bulan pasca perawatan. Obturasi kanal lateral (panah); (H) 18 bulan
follow-up gambar CBCT yang menunjukkan pembentukan tulang alveolar (panah) di
daerah labial gigi insisivus sentralis kanan rahang atas.
Gambar 2. (a) gambaran radiografik gigi insisif sentral kiri rahang atas dengan gutta
percha menelususri saluran sinus. (b) gambaran CBCT dari axial yang menunjukkan
hilangnya tulang (bone loss) di mesial sepertiga akar.
7. PEMBAHASAN
Perawatan endodontik non bedah diprediksi merupakan perawatan yang
terpercaya dengan tingkat keberhasilan yang tinggi yaitu 86-98%. Meskipun
demikian, ada beberapa kasus yang perawatannya telah memenuhi standar teknik
terbaik namun perawatan itu tidak berhasil. Beberapa faktor mungkin
mempengaruhi ini. Song et al meneliti penyebab klinis dari kegagalan dan
keterbatasan dari perawatan endodontik sebelumnya dengan cara meneliti apeks
akar dan permukaan akar reseksi dengan perbesaran 26x selama mikrobedah
endodontik dari gigi yang sebelumnya pernah mengalami kegagalan perawatan.
Kegagalan yang paling sering terjadi yaitu leakage di sekitar material pengisi
saluran akar (30,4%), saluran akar yang hilang (19,7%), underfilling (14,2%),
kompleksitas anatomi (8,7%) dan faktor-faktor lainnya (8,8%). Pada sebagian
besar gigi dengan periodontitis apikal, infeksi mikroba ditemukan tidak hanya
pada saluran akar utama namun juga tersebar pada kompleksitas anatomi lainnya
seperti tubuli dentin, daerah resesi, isthmus, kanal lateral, kanal furkalis dan
ramifikasi apikal. Pada kasus ini, bakteri yang tertinggal pasca perawatan telah
berada pada struktur biofilm pada jaringan kompleks di kanal lateral yang
sepertinya tidak terjangkau oleh perawatan saluran akar (Jang et al, 2014).
Gigi yang telah dirawat sebelumnya dengan lesi periapikal yang persisten
mungkin dapat dipertahankan dengan retreatment non bedah atau bedah
endodontik. Namun, suatu rencana perawatan seringkali bersifat subjektif. Hal ini
disebabkan sedikitnya koordinasi antara dokter gigi ketika membuat suatu
keputusan apakah dilakukan retreatment atau bedah endodontik. Torabinejad et al
mengatakan bahwa bedah endodontik mempunyai tingkat keberhasilan awal yang
lebih sukses daripada perawatan non bedah. Namun, perawatan non bedah
mempunyai keberhasilan jangka panjang yang lebih baik. Pada kasus pertama,
pengisian saluran akar yang kurang dan restorasi koronal telah diamati. Rencana
perawatan yang terbaik yaitu retreatment endodontik non bedah. Kanalis lateralis
tidak terlihat dalam foto radiografi preoperatif dengan beberapa pengecualian.
Keberadaan kanal lateral biasanya dicurigai hanya ketika ada penebalan lokalis
dari ligamen periodontal pada permukaan lateral dari akar atau ketika lesi
periodontitis lateral ditemukan. Setelah obturasi saluran akar, kanal lateral dapat
dilihat pada foto radiografik ketika sejumlah bahan pengisi saluran akar konsisten
didorong pada ramifikasi dan dipastikan benar-benar padat pada saluran akar
(Jang et al, 2014).
Saat ini, terjadi perdebatan antara dokter gigi mengenai bagaimana cara
pengisian kanal lateral yang benar. Studi sebelumnya mengungkapkan bahwa
pada akar gigi yang telah terisi tidak memiliki hubungan dengan kanal lateral
yang tidak diisi dan terjadinya inflamasi pada jaringan periradikular. Namun
kanal lateral dan ramifikasi apikal telah diimplikasikan dalam kegagalan
perawatan endodontik ketika sudah cukup untuk melindungi dari bakteri dan
untuk mempersiapkan bakteri ini dengan akses menuju jaringan periradikular.
Infeksi berhubungan dengan ukuran dan patensi dari kanal lateral dan ramifikasi
pada apikal yaitu berhubungan dengan kondisi mikrobiologi. Studi morfologi 100
molar permanen menunjukkan bahwa 79% memiliki foramen aksesoris/lateral
dengan diameter sekitar 10-200 mm. Diameter terbesar dari foramen
aksesoris/lateral yaitu 2 atau 3 kali lebih kecil daripada diameter rerata dari
foramen apikal utama. Perbedaan diameter antara foramen apikal utama dan
foramen aksesoris/lateral dapat menjelaskan mengapa periodontitis apikal banyak
ditemui dibandingkan dengan periodontitis lateralis (Jang et al, 2014).
Vieira et al melaporkan bahwa infeksi persisten intraradikular dapat
disebabkan oleh bakteri yang berada pada tubuli dentin. Meskipun kanal lateral
dapat terlihat terisi pada foto radiografi namun pemeriksaan histologi
membuktikan bahwa bahan pengisi bercampur dengan jaringan nekrotik sehingga
pengisian yang adekuat tidak tercapai. Meskipun kondisi periradikular pada
radiografi normal, namun histologi menunjukkan bahwa kanal lateral sebenarnya
tidak terisi dan banyak terjadi inflamasi pada jaringan residu (Jang et al, 2014).
Kim dan Kratchman menunjukkan bahwa sedikitnya 3 mm dari ujung akar
harus dihilangkan dengan reseksi ujung akar karena 98% dari ramifikasi apikal
dan 93% dari kanal lateral terdapat pada 3 mm ujung akar. Jumlah kejadian dari
kanal aksesoris yang terdapat pada 3 mm ujung akar sebanyak 46% pada insisif
sentral maksila, 29% untuk insisif lateral serta 38% untuk kaninus. Kanal
aksesoris pada insisif sentral maksila diketahui umumnya terdapat pada sisi labial
dari akar. Perawatan dapat dilakukan dengan endo bedah meskipun telah
dilakukan reseksi 3 mm. Pada kasus ini, kanal lateral pada insisif sentral maksila
yang terinfeksi terdapat pada tengah atau servikal dari akar dan terdapat pada sisi
labial sehingga infeksi kanal lateral dapat dengan mudah diatasi dengan
perawatan endo bedah tanpa reseksi ujung akar (Jang et al, 2014).
8. KESIMPULAN
Laporan kasus ini menekankan pada signifikansi klinis dan perawatan pada
saluran akar lateral pada insisif rahang atas. Hal ini penting untuk menyadari
variabilitas anatomi saluran akar seperti kanal lateral dan ramifikasi saluran akar
untuk menentukan perawatan bedah saluran akar yang tepat. Berdasarkan tindak
lanjut pengamatan pada penelitian ini, insisif rahang atas yang terinfeksi melalui
kanal lateral dapat berhasil dikelola oleh perawatan endodontik bedah.
9. DAFTAR PUSTAKA
Archer WH. Oral and Maxillofacial Surgery, 5th ed, vol. I, 1965. pp. 1859.
Gopikrishna, Kandaswamy D, dan Nandini. 2014. Newer Classificationof
Endodontic Flaps. Endodontology.Meenakshi Academy of Higher Education
and Research.pp.16-18
Hegde, Jayshree. 2009. Endodontics Prep Manual for Undergraduates . New
Delhi. Elsevier pp 224
Jang JH, Lee JM, Yi JK, Park SH. 2014. Surgical endodontic management of
infected lateral canals of maxillary incisors.Department of Conservative
Dentistry, Kyung Hee University Dental Hospital at Gangdong, Seoul, Korea
Jain, Priyanka. 2016 . Current Therapy in Endodontics. India. John Wiley &
Sons Inc. pp. 246
Lovdahl PE, Wade CK. Problems in Tooth Isolation and Periodontal Support for
the Endodontically Compromised Tooth.In :Problem Solving in Endodntics,
3th ed, St Louis, Mosby, 1997:203-227
Patel, S. 2013. The Principles of Endodontics 2nd ed. Oxford. Oxford University
Press hal 158
Patel, B 2016. Endodontic treatment, retreatment, and surgery. Switzerland :
Springer Nature. Pp. 338
Walton, Richard E. 2008. Prinsip & praktik ilmu endodonsia alih bahasa: Narlan
Sumawinata ed. 3. Jakarta: EGC
Widiyanta, Eka. 2012. Apikoektomi Gigi 21 dengan Anestesi Lokal. CDK-190/
vol. 39 no. 2.hal 121-122