BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TB MDR
2.1.1 Pengertian
tersebut sudah tidak dapat lagi dimusnakan dengan OAT. TB resistan OAT pada
dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia, sebagai akibat dari pengobatan
pasien TB yang tidak adekuat maupun penularan dari pasien TB resistan OAT.
Penatalaksanaan TB resistan OAT lebih rumit dan memerlukan perhatian yang lebih
dahak selanjutnya didukung juga dengan kegiatan edukasi pada pasien dan
keluarganya supaya penyakit dapat dicegah penularannya kepada orang lain. Semua
kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan penemuan pasien TB Resistan Obat dalam
8
9
Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat harus dicatat dalam buku bantu
rujukan suspek TB MDR, formulir rujukan suspek TB MDR dan formulir register
suspek TB MDR (TB 06 MDR) sesuai dengan fungsi fasyankes (WHO, 2008).
(H)
b. Poliresistan: resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid
(H) dan rifampisin (R), misalnya resistan isoniazid dan ethambutol (HE),
dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE,
HRES
fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin,
Resistansi terhadap semua OAT (lini pertama dan lini kedua) yang sudah
Suspek TB Resistan Obat adalah semua orang yang mempunyai gejala TB yang
a. Pasien TB kronik
sisipan.
1) Kasus Kronik
Yaitu pasien TB dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan paduan OAT kategori-2. Hal ini ditunjang dengan
- Yaitu pasien baru TB BTA Positif dengan pengobatan kategori I yang hasil
pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali positif pada bulan kelima
Pasien yang kembali berobat setelah lalai paling sedikit 2 bulan dengan
Pasien yang memenuhi salah satu kriteria suspek TB Resistan Obat harus
biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis, baik secara metode konvensional maupun
metode cepat (rapid test). Laboratorium rujukan TB MDR dapat berada di dalam atau
a. Metode konvensional
Menggunakan media padat (Lowenstein Jensen/ LJ) atau media cair (MGIT).
a. Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis untuk OAT lini kedua
Pemeriksaan ini dilakukan untuk kasus pasien TB kronis dan pasien TB yang
c. Pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis untuk OAT lini kedua atas indikasi
khusus.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk kasus setiap pasien yang hasil biakan tetap
obat standar yang digunakan pada pengobatan TB MDR dan pasien yang
silang diantara spesimen dapat mengakibatkan hasil positif palsu atau negatif
TB Resistan Obat diambil dahaknya dua kali salah satu harus dahak pagi
hari.
16
4. Pemeriksaan laboratorium
rujukan (Drug Sensitivity Test) DST dengan melalui fasyankes Rujukan TB MDR.
1) Pemeriksaan mikroskopis
2) Biakan M. tuberculosis
Biakan M. tuberculosis dapat dilakukan pada media padat maupun media cair.
media cair tetapi memerlukan waktu yang lebih lama yaitu 3-8 minggu.
Sebaliknya bila menggunakan media cair hasil biakan sudah dapat diketahui
dalam waktu 1-2 minggu tetapi memerlukan biaya yang lebih mahal. Kualitas
dekontaminasi yang berlebihan atau tidak cukup, kualitas media yang tidak
baik, cara inokulasi kuman dan suhu inkubasi yang tidak tepat.
Saat ini uji kepekaan terhadap M.tuberculosis dapat dilakukan dengan cara
laboratorium yang telah disertifikasi dan selalu mengikuti secara aktif PME
optimum bergantung kepada jenis obat yang diuji. Untuk lini pertama ketepatan
tertinggi untuk rifampisin (R) dan isoniazid (H) disusul untuk streptomisin (S) dan
etambutol (E). Sementara itu uji kepekaan M.tuberculosis untuk pirazinamid (Z)
tentang tingkat kepercayaan dan keterulangan untuk OAT lini kedua yang lain masih
(quality assured) oleh laboratorium supra nasional atau oleh laboratorium rujukan
- Uji kepekaan M.tuberculosis harus difokuskan hanya terhadap obat yang dipakai
- Uji kepekaan M.tuberculosis rutin untuk OAT lini kedua dilaksanakan secara
- Pada saat ini uji kepekaan M.tuberculosis rutin terhadap OAT kelompok 4
belum terjamin.
19
Saat ini pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis secara cepat (rapid test)
resistan terhadap rifampisin (R) ternyata juga resistan terhadap isoniazid (H)
b. Gene Xpert
Pemanfaatan hasil tes cepat untuk penetapan diagnosis dan pengobatan pasien
TB MDR disesuaikan dengan fasilitas yang ada dan keputusan dari Tim Ahli
Klinis (TAK).
20
1. Paru
2. Ekstra Paru
Bila dijumpai kelainan di paru maupun di luar paru maka pasien di registrasi
strategi DOTS.
a. Semua pasien yang sudah terbukti sebagai TB MDR dipastikan dapat mengakses
b. Paduan OAT untuk pasien TB MDR adalah paduan standar yang mengandung
OAT lini kedua. Paduan OAT tersebut dapat disesuaikan bila terjadi perubahan
hasil uji kepekaan M.tuberculosis dengan paduan baru yang ditetapkan oleh TAK.
harus dilakukan persiapan awal. Pada persiapan awal yang dilakukan adalah
berbagai fungsi organ (ginjal, hati, jantung dan elekrolit. Jenis pemeriksaan
22
penunjang yang dilakukan adalah sama dengan jenis pemeriksaan untuk pemantauan
a. Pemeriksaan fisik
kejang, kesemutan sebagai gejala kelainan saraf tepi (neuropati perifer) dll.
b. Pemeriksaan kejiwaan
ini berguna untuk menetapkan strategi konseling yang harus dilaksanakan sebelum,
c. Pemeriksaan penunjang
lekosit
3) Pemeriksaan kimia darah; Faal ginjal: ureum, kreatinin, Faal hati: SGOT,
5) Tes kehamilan
8) Pemeriksaan EKG
10) PMO untuk pasien TB MDR haruslah seorang petugas kesehatan terlatih
1. Tahap awal
TAK menetapkan pasien perlu rawat inap atau tidak. Bila memang
untuk mengamati efek samping obat dan KIE yang intensif. Pada pasien yang
- Pasien sudah mengetahui cara minum obat dan jadwal suntikan sesuai
tujuan.
Selama tahap awal baik obat suntikan dan obat minum diberikan oleh petugas
tahap rawat jalan obat oral ditelan dihadapan petugas kesehatan/ kader
1. Pasien mendapat obat oral setiap hari, 7 hari seminggu (Senin s/d Minggu)
laboratorium lain).
dahak follow up sekali setiap bulan. Tim Ahli Klinis fasyankes rujukan
penularan.
2. Tahap lanjutan
1) Tahap lanjutan adalah tahap pengobatan setelah selesai pengobatan tahap awal
4) Obat tetap disimpan fasyankes, pasien minum obat setiap hari di bawah
harus dipantau secara ketat untuk menilai respons pengobatan dan identifikasi efek
samping sejak dini. Gejala TB pada umumnya (batuk, berdahak, demam dan BB
dahak dan biakan dilakukan setiap bulan sampai terjadi konversi biakan dan setiap 2
2. Keadaan klinis, berat badan, berkurangnya keluhan atau gejala klinis dipantau
setiap bulan.
3. Pemeriksaan dahak dan biakan dilakukan setiap bulan selama tahap awal dan
5. Foto toraks dilakukan setiap 6 bulan atau bila terjadi komplikasi (batuk darah
6. Kreatinin serum dan kalium serum dilakukan setiap bulan selama mendapat obat
suntikan.
8. Enzim hati (SGOT, SGPT) dilakukan setiap 3 bulan atau bila timbul gejala drug
Bulan Pengobatan
Pemantauan
0 1 2 3 4 5 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Evaluasi Utama
Pemeriksaan dahak Setiap bulan pada tahap awal, setiap 2 bulan pada fase
dan biakan dahak lanjutan
Evaluasi Penunjang
Evaluasi Klinis Setiap bulan sampai pengobatan selesai atau lengkap
(termasuk BB)
Uji Kepekaan Obat Berdasarkan indikasi
Foto Toraks
Ureum, Kreatinin
Elektrolit (Na,
Kalium, Cl)
EKG Setiap 3 bulan sekali
Thyroid Stimulating
Hormon (TSH)
Enzim Hepar Evaluasi secara periodik
(SGOT, SGPT)
Tes Kehamilan Berdasarkan indikasi
1. Konversi Biakan
ditentukan oleh hasil konversi biakan. Suntikan diberikan minimal enam bulan
28
atau empat bulan setelah konversi biakan dan jumlah obat oral yang diberikan
a. Sembuh
ada satu hasil biakan positif selama kurun waktu tersebut dan tidak ada
hasil biakan positif tersebut diikuti minimal 3 kali hasil biakan negatif
berturut-turut.
b. Pengobatan lengkap
c. Meninggal
d. Gagal
Pengobatan dinyatakan gagal jika ada 2 atau lebih dari 5 hasil biakan
terjadi konversi dan hasil biakan kembali menjadi positif pada 6 bulan
respon klinis, radiologis atau efek samping dan bila TAK memutuskan
penggantian dua atau lebih OAT lini kedua yang berdasarkan pada hasil
e. Lalai/Defaulted
f. Pindah
pasca pengobatan.
berat badan dan tidak ada nafsu makan maka pasien segera datang ke
fasyankes rujukan.
raga teratur, tidak merokok, konsumsi makanan bergizi, istirahat dan tidak
mengkonsumsi alkohol.
a. Umur
dibawah 50 tahun, namun dinegara maju prevalensi justru tinggi pada usia yang lebih
tua. Pada usia tua, TB mempunyai gejala dan tanda yang tidak spesifik sehingga sulit
terdiagnosis, sering terjadi reaktivasi fokus dorman, selain itu berkaitan dengan
dikaitkan dengan kematangan fisik dan psikis dari penderita TB paru. Pada usia tua
31
angka ketidakteraturan berobat lebih tinggi disebabkan karena lupa dan kepasrahan
mereka terhadap sakit yang diderita (Ratnawati, 2000). Akibat dari ketidakteraturan
berobat inilah yang menjadi pemicu terjadinya resistan terhadap obat TB. Sekitar
75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin laki-laki dan perempuan berbeda dalam hal prevalensi dari
jumlah penderita TB MDR. Menurut penelitian Nofizar (2010) bahwa laki-laki lebih
menelan obat akan mempengaruhi konversi pasien TB. Sama halnya dengan
dalam hal keteraturan menelan obat dimana 62,30% Perempuan dan 37,7% pada laki-
laki.
c. Pendidikan
penyakitnya belum sembuh. Ini terjadi karena kurangnya pemahaman tentang apa
resisten terhadap obat TB. Faktor pendidikan erat kaitannya dengan kepatuhan
d. Pekerjaan
penularan dapat terjadi di mana saja dan ini juga menunjukkan bahwa informasi
didapatkan pekerjaan yang terbanyak adalah sebagai ibu rumah tangga sebanyak 6
orang (42,87%) dan sebagai petani 4 orang (28,57%). Wiraswasta sebanyak 2 orang
(14,28%), pegawai negeri sipil sebanyak 1 orang (7,14%), dan sebagai mahasiswa
e. Pengetahuan
Dengan tingkat pengetahuan yang baik terhadap suatu penyakit bisa mencegah
dengan teratur maka keberhasilan pengobatan akan lebih baik. Salah satu indikator
TB MDR, karena dalam paduan OAT MDR terdapat OAT lini kedua yang memiliki
efek samping yang lebih banyak dibandingkan dengan OAT lini pertama. Semua
untuk timbul efek samping baik ringan, sedang, maupun berat. Bila muncul efek
MDR. Penanganan efek samping yang adekuat merupakan salah satu upaya untuk
menjalani pengobatan TB MDR dengan efek samping yang berbeda dan lebih berat
dibandingkan pada pengobatan TB hal ini dikarenakan jenis obat yang diberikan pada
pengobatan TB MDR dosisnya lebih tinggi. Jenis efek samping pada pengobatan
2013).
g. Tipe Pasien
1) Pasien baru
Pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan dengan OAT atau pernah
2) Pengobatan Ulangan
yang dating kembali setelah putus berobat, kasus gagal pengobatan kategori 2,
3) Transfer In
4) Lain Lain
Pasien TB yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak jelas atau tidak dapat
dipastikan.
h. Keteraturan berobat
i. Kepuasan Pasien
Kepuasan adalah perasaan senang, puas individu karena antara harapan dan
kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien TB MDR adalah hal penting
yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat
berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian
terhadap jasa pilihannya dan tetap melanjutkan pengobatan sampai selesai, tetapi jika
35
pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada
a. Pendapatan Keluarga
murah, namun masih banyak diantara penduduk Indonesia terutama yang bermukim
di pedesaan tidak dapat menjangkau biaya tersebut. Biasanya mereka akan pergi ke
rumah sakit atau puskesmas kalau sudah dalam keadaan gawat. Mereka yang berobat
ke rumah sakit ini tidak jarang terjadi ketidaksanggupan menembus obat karena
Bila hal ini dikaitkan dengan penghasilan keluarga perbulan 72% mengatakan
penghasilan keluarga perbulan kurang dari l juta rupiah, 16% penghasilan l juta s/d 2
juta rupiah dan hanya l2% yang berpenghasilan >2 juta (Nofizar, 2010).
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung. Pengawas Menelan Obat adalah salah satu faktor
kepatuhan minum obat sehingga penderita rajin dan termotivasi untuk meminum
obat. Seorang PMO harus dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan, maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien,
seseorang yang tinggal dekat dengan pasien, bersedia membantu pasien dengan
1) Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
3) Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
Jarak rumah penderita yang jauh dengan fasilitas pelayanan kesehatan sering
untuk berjalan menuju ke tempat pelayanan. Jarak tempat tinggal yang jauh dengan
ongkos dan waktu yang digunakan, hal ini akan mempengaruhi ketidakteraturan
menjalani pengobatan, pasien harus dipantau secara ketat untuk menilai respons
pengobatan dan identifikasi efek samping sejak dini. Gejala TB (batuk, berdahak,
demam dan BB menurun) pada umumnya membaik dalam beberapa bulan pertama
Faktor Program
- Distribusi OAT terlambat
- Tidak ada program DOTS plus
- Keterbatasan alat dan media uji
biakan
- Biaya telalu besar
- Tidak ada fasilitas khusus TB
MDR/ Poli MDR
Faktor Intrinsik
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Pengetahuan
- Efek Samping Obat
- Tipe Pasien
- Keteraturaan Berobat
- Kepuasan Pasien Konversi Pasien TB MDR
- Tidak Konversi
- Konversi
Faktor Ekstrinsik
- Pendapatan Keluarga
- Perilaku Petugas Kesehatan
- PMO
- Jarak ke Fasilitas Kesehatan