Anda di halaman 1dari 34

askep sinusitis

November 19, 2012

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sinusitis berasal dua kata yaitu sinus dan itis. Akhiran umum
dalam kedokteran itis berarti peradangan karena itu sinusitis adalah
suatu peradangan sinus. Sinusitis terjadi karena peradangan pada
rongga-rongga udara di sekitar hidung yang diikuti oleh infeksi
saluran pernafasan. Infeksi pada rongga sinus tersebut
mengakibatkan membentuknya lendir sehingga tersumbatnya
saluran udara melalui hidung. Penumpukkan lendir merupakan
tempat berkembang biaknya bakteri.

1.2 BATASAN MASALAH

Dalam penyusunan makalah in penulis hanya membahas atau


menyampaikan tentang penyakit sinusitis pada hidung.

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyakit sinusitis
mencakup definisi, etiologi, patofisiologi, penegakkan diagnosis
khususnya gambaran dari pemeriksaan radiologis yang mungkin
ditemukan, diagnosis banding, serta penatalaksanaannya.
1. Tujuan khusus
Agar kita sebagai mahasiswa/i akademi keperawatan lebih
mendalami tentang penyakit sinusitis. Dan juga untuk memenuhi
tugas makalah yang diberikan oleh dosen pengajar.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Sinusitis berasal dua kata yaitu sinus dan itis. Akhiran umum
dalam kedokteran itis berarti peradangan karena itu sinusitis adalah
suatu peradangan sinus. Sinusitis terjadi karena peradangan pada
rongga-rongga udara di sekitar hidung yang diikuti oleh infeksi
saluran pernafasan. Infeksi pada rongga sinus tersebut
mengakibatkan membentuknya lendir sehingga tersumbatnya
saluran udara melalui hidung. Penumpukkan lendir merupakan
tempat berkembang biaknya bakteri.
Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus. Sinus
atau sering pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga
udara yang terdapat pada bagian padat dari tulang tenggkorak di
sekitar wajah, yang berfungsi untuk memperingan tulang
tenggkorak. Rongga ini berjumlah empat pasang kiri dan kanan.
Sinus frontalis terletak di bagian dahi, sedangkan sinus maksilaris
terletak di belakang pipi. Sementara itu, sinus sphenoid dan sinus
ethmoid terletak agak lebih dalam di belakang rongga mata dan di
belakang sinus maksilaris. Dinding sinus terutama dibentuk oleh sel
sel penghasil cairan mukus. Udara masuk ke dalam sinus melalui
sebuah lubang kecil yang menghubungkan antara rongga sinus
dengan rongga hidung yang disebut dengan ostia. Jika oleh karena
suatu sebab lubang ini buntu maka udara tidak akan bisa keluar
masuk dan cairan mukus yang diproduksi di dalam sinus tidak akan
bisa dikeluarkan.

B. Etiologi

Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis :

1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), segala


sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat
menyebabkan sinusitis. Termasuk flu biasa, rhinitis alergi
(pembengkakan pada lapisan hidung), polip hidung (pertumbuhan
kecil di lapisan hidung), atau septum menyimpang (pergeseran di
rongga hidung).

2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang


sering menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre
molar dan molar)
Pada Sinusitis Akut, yaitu:
1. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran
pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan
Parainfluenza virus).

2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang
dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem
pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat
akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang
sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup
ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.

3. Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita
gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.

4. Peradangan menahun pada saluran hidung


Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.

5. Septum nasi yang bengkok


6. Tonsilitis yg kronik

Pada Sinusitis Kronik, yaitu:


1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
2. Alergi
3. Karies dentis ( gigi geraham atas )
4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
6. Tumor di hidung dan sinus paranasal.

C. MANIFESTASI KLINIK
Sinusitis maksila akut
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung,
hidung tersumbat, nyeri pada pipi terutama sore
hari, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-
kadang berbau dan bercampur darah.

Sinusitis etmoid akut


Gejala : ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua
mata, dan pusing.

Sinusitis frontal akut


Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang
hari,tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental
dan penciuman berkurang.

Sinusitis sphenoid akut


Gejala : nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di
nasofaring

Sinusitis Kronis
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan
kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di
tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya
rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk
kering, dan sering demam.

D. KLASIFIKASI SINUSITIS
Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang
berlansung selama 3 minggu.
Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut, sinusitis
emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.

2. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang


berlansung selama 3-8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

E.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

v Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit,
dan edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis
ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius,
sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid
nanah tampak keluar dari meatus superior.

v Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal


drip).

v Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)

v Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan
transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit,
sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.

v X Foto sinus paranasalis:


Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Waters,
Posteroanterior dan Lateral. Akan tampak perselubungan atau
penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada
sinus yang sakit.
Posisi Waters adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus
supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara
menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu
menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat
adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi
Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan Posisi Lateral untuk
menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid

v Pemeriksaan CT -Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk
memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan
komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan
mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak
homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding
sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang
mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :

a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin,


homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans.
Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila
kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran
air-fluid level.
b. Polip yang mengisi ruang sinus
c. Polip antrokoanal
d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-
angsur oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan
gambaran pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas
rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer.

v Pemeriksaan di setiap sinus


a. Sinusitis maksila akut
Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang
kadang-kadang dapat terlihat berasal dari meatus medius mukosa
hidung. Mukosa hidung tampak membengkak (edema) dan merah
(hiperemis). Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di
nasofaring.
Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu
kedalam mulut dan ditekankan ke langit-langit, akan tampak pada
sinus maksila yang normal gambar bulan sabit di bawah mata.
Pada kelainan sinus maksila gambar bulan sabit itu kurang terang
atau tidak tampak. Untuk diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan
terlihat perselubungan di sinus maksila, dapat sebelah (unilateral),
dapat juga kedua belah (bilateral ).

b. Sinusitis etmoid akut


Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung
edema dan hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat perselubungan
di sinus etmoid.
c. Sinusitis frontal akut
Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada
pemeriksaan di kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut
mata bagian dalam, akan tampak bentuk sinus frontal di dahi yang
terang pada orang normal, dan kurang terang atau gelap pada
sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan radiologik, tampak pada foto
roentgen daerah sinus frontal berselubung.
d. Sinusitis sfenoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto
rontgen.

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Medis
1. Drainage
a. Dengan pemberian obat, yaitu
Dekongestan local : efedrin 1%(dewasa) %(anak).
Dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg.
b. Surgikal dengan irigasi sinus maksilaris.

2. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut)


yaitu :
a. Ampisilin 4 X 500 mg
b. Amoksilin 3 x 500 mg
c. Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
d. Diksisiklin 100 mg/hari.

3. Pemberian obat simtomatik


Contohnya parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.

4. Untuk Sinusitis kromis bisa dengan


a. Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
b. Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
c. Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi).

v Penatalaksanaan Pembedahan
Pencucian sinus paranasal :
a. Pada sinus maksila
Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan
larutan garam fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya
memasukkan kapas yang telah diteteskan xilokain dan adrenalin ke
daerah meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu
dengan trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung trokar
diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang dinding sinus maksila
bagian medial tembus, maka jarum trokar dicabut, sehingga tinggal
pipa selubungnya berada di dalam sinus maksila. Pipa itu
dihubungkan dengan semprit yang berisi larutan garam fisiologis,
atau dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu.
Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk
membuka mulut. Air cucian sinus akan keluar dari mulut, dan
ditampung di tempat bengkok.
Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang
fungsi, maka untuk memasukkan pipa dipakai trokar yang tumpul.
Tapi tindakan seperti ini dapat menimbulkan kemungkinan trokar
menembus melewati sinus ke jaringan lunak pipi,dasar mata
tertusuk karena arah penusukan salah, emboli udara karena setelah
menyemprot dengan air disemprotkan udara dengan maksud
mengeluarkan seluruh cairn yang telah dimasukkan serta
perdarahan karena konka inferior tertusuk. Lubang fungsi ini dapat
diperbesar, dengan memotong dinding lateral hidung, atau dengan
memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut antrostomi, dan
dilakukan di kamar bedah, dengan pasien yang diberi anastesi.

b. Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid


Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah
dengan pasien ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan.
Kedalam hidung diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus
menyebut kek-kek supaya HCL efedrin yang diteteskan tidak
masuk ke dalam mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak
dibawah ( yaitu sinus paranasal, oleh karena kepala diletakkan ebih
rendah dari badan). Ke dalam lubang hidung dimasukkan pipa
gelas yang dihubungkan dengan alat pengisap untuk menampung
ingus yang terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu dibuat lubang
yang dapat ditutup dan dibuka dengan ujung jari jempol. Pada
waktu lubang ditutup maka akan terisap ingus dari sinus. Pada
waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa tidak ditutup. Tindakan
pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali seminggu.

Pembedahan, dilakukan :
a. bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap
kental.
b. bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus
paranasal.
Persiapan sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan)
dengan CT scan.

Macam pembedahan sinus paranasal


1. Sinus maksila
a. Antrostomi, yaitu membuat saluran antara rongga hidung dengan
sinus maksila di bagian lateral konka inferior. Gunanya ialah untuk
mengalirkan nanah dan ingus yang terkumpul di sinus maksila.
Alat yang perlu disiapkan ialah :
alat fungsi sinus maksila
semprit untuk mencuci
pahat untuk memotong dinding lateral hidung
alat pengisap
tampon kapas atau kain kasa panjang yang diberi salep
Tindakan dilakukan di kamar besdah, dengan pembiusan (
anastesia ), dan pasien dirawat selama 2 hari.
Perawatan pasca tindakan :
beri antrostomi dilakukan pada kedua belah sinus maksila, maka
kedua belah hidung tersumbat oleh tampon. Olehkarena itu pasien
harus bernafas melalui mulut, dan makanan yang diberikan harus
lunak.
tampon diangkat pada hari ketiga, setelah itu, bila tidak terdapat
perdarahan, pasien boleh pulang.
b. Operasi Caldwell-Luc
Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan menembus
tulang pipi. Supaya tidak terdapat cacat di muka, maka insisis
dilakukan di bawah bibir, di bagian superior ( atas ) akar gigi
geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas tulang pipi diangkat
kearah superior, sehingga tampak tulang sedikit di atas cuping
hidung, yang disebut fosa kanina. Dengan pahat atau bor tulang itu
dibuka, dengan demikian rongga sinus maksila kelihatan. Dengan
cunam pemotong tulang lubang itu diperbesar. Isi sinus maksila
dibersihkan. Seringkali akan terdapat jaringan granulasi atau polip
di dalam sinus maksila. Setelah sinus bersih dan dicuci dengan
larutan bethadine, maka dibuat anthrostom. Bila terdapat banyak
perdarahan dari sinus maksila, maka dimasukkan tampon panjang
serta pipa dari plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi
ke luar rongga hidung. Kemudian luka insisi dijahit.
Perawatan pasca bedah :
beri kompres es di pipi, untuk mencegah pembengkakan di pipi
pasca-bedah.
perhatikan keadaan umum : nadi, tensi,suhu
perhatikan apakah ada perdarahan mengalir ke hidung atau
melalui mulut. Apabila terdapat perdarahan, maka dokter harus
diberitahu.
makanan lunak
-tampon dicabut pada hari ketiga.

2. Sinus etmoid
Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan
dari dalam hidung (intranasal) atau dengan membuat insisi di batas
hidung dengan pipi (ekstranasal).
a. Etmoidektomi intranasal
Alat yang diperlukan ialah :
a. spekulum hidung
b. cunam pengangkat polip
c. kuret ( alat pengerok )
d. alat pengisap
e. tampon
Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia). Dapat
juga dengan bius lokal (analgesia). Setelah konka media di dorong
ke tengah, maka dengan cunam sel etmoid yang terbesar ( bula
etmoid ) dibuka. Polip yang ditemukan dikeluarkan sampai bersih.
Sekarang tindakan ini dilakukan dengan menggunakan endoskop,
seh igga apa yang akan dikerjakan dapat dilihat dengan baik.
Perawatan pasca-bedah yang terpenting ialah memperhatikan
kemungkinan perdarahan.
b. Etmoidektomi ekstranasal
Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di daerah
itu sinus etmoid dibuka, kemudian dibersihkan.

3. Sinus frontal
Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian.
Insisi dibuat seperti pada insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi
kemudian diteruskan ke atas alis.Tulang frontal dibuka dengan
pahat atau bor, kemudian dibersihkan. Salurannya ke hidung
diperikasa, dan bila tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga sinus
frontal bersih, luka insisi dijahit, dan diberi perban-tekan. Perban
dibuka setelah seminggu.
Seringkali pembedahan untuk membuka sinus frontal dilakukan
bersama dengan sinus etmoid, yang disebut fronto-etmoidektomi.

4. Sinus sfenoid
Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah
dengan memakai endoskop. Biasanya bersama dengan
pembersihan sinus etmoid dan muara sinus maksila serta muara
sinus frontal, yang disebut Bedah Endoskopi Sinus Fungsional.

Bedah endoskopi sinus fungsional ( FESS=functional endoscopic


sinus surgery)
Cara pemeriksaan ini ialah dengan mempergunakan endoskop,
tanpa melakukan insisis di kulit muka.
Endoskop dimasukkan ke dalam rongga hidung. Karena endoskop
ini dihubungkan dengan monitor (seperti televisi), maka dokter juga
melakukan pembedahan tidak perlu melihat kedalam endoskop,
tetapi cukup dengan melihat monitor.
Dengan bantuan endoskop dapat dibersihkan daerah muara sinus,
seperti daerah meatus medius untuk sinus maksila, sinus etmoid
anterior dan sinus frontal.
Endoskop juga dapat dimasukkan kedalam sinus etmoid anterior
dan posterior untuk membuka sel-sel sinus etmoid. Kemudian dapat
diteruskan kedalam sinus sfenoid yang terletak dibelakang sinus
etmoid apabila di CT scan terdapat kelainan di sinus sfenoid.
Sekitar sinus yang sakit dibersihakan, dilihat juga muara sinus-sinus
yang lain. Setelah selesai, rongga hidung di tampoan untuk
mencegah perdarahan. Tampon dicabut pada hari ketiga.

G. KOMPLIKASI

Kelainan pada Orbita


Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita
yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi
ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga
terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita
juga.
Pada komplikasi ini terdapat lima tahapan :
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan.
Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya.
Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina
papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering
kali merekah pada kelompok umur ini.

b. Selulitis orbita
Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi
orbita namun pus belum terbentuk.

c. Abses subperiosteal
Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis.

d. Abses orbita
Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita.
Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan
unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular
mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda
khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.

e. Thrombosis sinus kavemosus


Akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus
kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.

Kelainan intracranial
a. Meningitis akut
Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut,
infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran
vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat
dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di
dekat sistem sel udara ethmoidalis.
b. Abses dura
Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali
mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga
pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang
terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.

c. Abses subdural
Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan
otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.

d. Abses otak
Setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka
dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam
otak.

Osteitis dan Osteomylitis.


Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada
tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi
setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam
dan menggigil.

Mukokel
Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus,
kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering
disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat
membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya.
Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi
atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam
sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan
penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Pyokokel.
Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel
meskipun lebih akut dan lebih berat.

H.Anatoni Sinus

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang


sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap
individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang
terbesar yaitu sinus maksila,sinus frontal, sinus etmoid dan sinus
sfenid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di
dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam
rongga hidung.

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa


rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4
bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan
sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal
berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia
kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia
8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung.
Sinus sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia
antara 15-18 tahun.

1. SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir
sinus maksila bervolume 6-8 ml,sinus kemudian berkembang
dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal,yaitu 15 ml
saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah
permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding
posteriornya adalah permukaan infra-temporal mkasila, dinding
medialnya ialah dinding dinding lateral rongga hidung, dinding
superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah
prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di
sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus
semilunaris melalui infundibulum etmoid.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila
adalah 1) dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi
rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 danM2),
kadang kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3,bahkan
akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga
infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis; 2)
Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita; 3) Ostium
sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
drenase hanya tergantung dari gerak silia, lagi pula dreanase juga
harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah
bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang
atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus
maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

1. SINUS FRONTAL
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan
ke empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel
infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang
pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal
sebelum usia 20 tahun.

Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar
dari lainya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah.
Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus
frontal dan kuran lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.

Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan


dalamnya 2 cm. sinus fronta biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus
berlekuk-lekuk. Taidak adanya gambaran septum-septum atau
lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukan adanya
infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relative tipis
dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus
fronta mudah menjalar ke daerah ini.

Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus


frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.

1. SINUS ETMOID
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi
dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat
merupakan focus bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa
bentuk sinus etmoid seperti pyramid dengan dasarnya di bagian
posterior. Ukuran dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm
dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian
posterior.

Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai


sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os
etmoid, yang terletak diantar konka media dan dinding dinding
medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan
letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang
bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior
biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang
menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding
lateral ( lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior
biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak
diposterior dari lamina basalis.

Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit,


disebut resesus frontal, yang berhubungan sinus frontal. Selo
etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior
terdapat suatu penyempitan yang di sebut infundibulum, tempat
bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau
peradangan diresesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal
dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis
maksila.

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan


dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina
papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid
darirongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior
berbatasan dengan sinus sfenoid.

1. SINUS SFENOID
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum
intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm
dan lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml.
saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian
lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga
sinus dan tampak sebagai indensitasi pada dinding sinus sfenoid.

Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media


dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah
lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna
(sering tampak sebagai indentasi) dan disebelah posteriornya
berbatasan dengan fosa serebri posterior didaerah pons.

1. KOMPLEKS OSTIO-MEATAL
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus
medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal
dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit, dan
dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum
etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus
frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya
dan ostium sinus maksila.

1. SISTEM MUKOSILIAR
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa
bersilia dan palut lendir diatasnya. Di dalam sinus silia bergerak
secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya
mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.

Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar


dari sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang
bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan
muara tuba Eusthacius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus
posterior bergabung diresesus sfenoetmoedalis, dialirkan ke
nasofaring di posterior-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada
sinusitis di dapati secret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum
tentu ada secret di rongga hidung.

1. FUNGSI SINUS PARANASAL


Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai
fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus
paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya
sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal


antara lain:

A Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan


mengatur kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini
ialah karean ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitive
antara sinus dan rongga hidung.

Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih


1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga di butuhkan
beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula
mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang
sebanyak mukosa hidung.

B Sebagai penahan suhu (thermal insulators)


Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas,
melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang
berubah-ubah. Akan tetapi kenyataanya sinus-sinus yang besar
tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang di lindungi.

C.Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbanga kepala karena mengurangi berat


tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan
tulang, hanya aka memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari
berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.

D.Membantu resonasi suara

Sinus ini mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonasi suara


dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang
berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus
berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagi pula tidaj ada kolerasi
antara resonasi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan
tingkat rendah.

E.Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan
mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.

GMembantu produksi mucus

Mucus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya


kecil dibandingkan dengan mucus dari rongga hidung, namun
efektif untuk membersihkan partikel yang masuk dengan udara
inspirasi karena mucus ini keluar dari meatus medius, tempat yang
paling strategis.

I.Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM.
Mukus juga mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman
yang masuk bersama udara pernafasan.

Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila


terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu
sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat.
Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam ronga sinus yang
menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini
biasa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya
sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.

Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus


merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri.
Secret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis
akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotic.

Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada factor predisposisi),


inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bacteri anaerob
berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai
siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa
menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan
kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.

Klasifikasi dan mikrobiologi: Consensus international tahun 1995


membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu
dan kronik jika lebih dari 8 minggu.

Consensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas


sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan
kronik jika lebih dari 3 bulan.

Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan


lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada
sinusitis kronik adanya factor predisposisi harus dicari dan di obati
secara tuntas.

Menurut berbagai penelitian, bacteri utama yang ditemukan pada


sinusitis akut adalah streptococcus pneumonia (30-50%).
Hemopylus influenzae (20-40%) dan moraxella catarrhalis (4%).
Pada anak, M.Catarrhalis lebih banyak di temukan (20%).

Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi


umumnya bakteri yang ada lebih condong ka rarah bakteri negative
gram dan anaerob.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
3.1.1 Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin,
status perkawinan, dan penanggung biaya.

3.1.2 Riwayat Sakit dan Kesehatan


1. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala sinus dan tenggorokan

2. Riwayat penyakit saat ini


Klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh,
demam, pusing, ingus kental di hidung, nyeri di antara dua mata,
penciuman berkurang.

3. Riwayat penyakit dahulu


a. Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung
atau trauma.
b. Klien pernah mempunyai riwayat penyakit THT.
c. Klien pernah menderita sakit gigi geraham.

4. Riwayat penyakit keluarga


Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin
ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.

5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
a. Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien ( cemas atau sedih
)
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain

6. Pola fungsi kesehatan


a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup
Contohnya untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi
obat tanpa memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan
pada hidung.
c. Pola istirahat dan tidur
Adakah indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena sering flu.
d. Pola persepsi dan konsep diri
Klien sering flu terus menerus dan berbau yang menyebabakan
konsep diri menurun.
e. Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu kaena hidung buntu akibat flu
terus menerus ( baik purulen, serous maupun mukopurulen ).

3.1.3 Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )


Pemeriksaan fisik pada klien dengan sinusitis meliputi pemeriksaan
fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan
tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4
(Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (breath)
a. Bentuk dada : normal
b. Pola napas : tidak teratur
c. Suara napas : ronkhi
d. Sesak napas : ya
e. Batuk : tidak
f. Retraksi otot bantu napas ; ya
g. Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)

2. Kardiovaskular B2 (blood)
a. Irama jantung : regular
b. Nyeri dada : tidak
c. Bunyi jantung ; normal
d. Akral : hangat

3. Persyarafan B3 (brain)
a. Penglihatan (mata) : normal
b. Pendengaran (telinga) : tidak ada gangguan
c. Penciuman (hidung) : ada gangguan
d. Kesadaran: gelisah
e. Reflek: normal

4. Perkemihan B4 (bladder)
a. Kebersihan : bersih
b. Bentuk alat kelamin : normal
c. Uretra : normal
d. Produksi urin: normal

5. Pencernaan B5 (bowel)
a. Nafsu makan : menurun
b. Porsi makan : setengah
c. Mulut : bersih
d. Mukosa : lembap

6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
a. Kemampuan pergerakan sendi : bebas
b. Kondisi tubuh: kelelahan

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efetif berhubungan dengan obstruksi /
adanya secret yang mengental.
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu
makan manurun sekunder dari peradangan dengan sinus.
5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung
tersumbat, nyeri sekunder akibat peradangan hidung.
6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien
tentang penyakit dan prosedur tindakan medis ( irigasi sinus /
operasi )
C. INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi /
adanya secret yang mengental.
Tujuan : bersihan jalan nafas menjadi efektif setelah secret
dikeluarkan.
Kriteria hasil :
Respiratory Rate 16-20x/menit
Suara napas tambahan tidak ada
Ronkhi (-)
Dapat melakukan batuk efektif

INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji penumpukan secret yang ada

b. Observasi tanda-tanda vital.

c. Ajarkan batuk efektif

d. Koaborasi nebulizing dengan tim medis untuk pembersihan


secret

e. Evaluasi suara napas, karakteristik sekret, kemampuan batuk


efektif
a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b. Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi.
c. Mengeluarkan sekret di jalan napas

d. Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret.

e. Ronkhi (-) mengindikasikan tidak ada cairan/sekret pada paru,


jumlah, konsistensi, warna sekret dikaji untuk tindakan selanjutnya

2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.


Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh
klien
Kriteria hasil :
Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat
diadaptasi
Klien tidak merasa kesakitan.
Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau
teradaptasi

INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4

b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan


posisi yang nyaman.

c. Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi

d. Kolaborasi analgesic

e. Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien, 30 menit


setelah pemberian analgesik untuk mengkaji efektivitasnya dan
setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari.
a. Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji menggunakan
skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera.
b. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan.

c. Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan


perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan

d. Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang

e. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang


objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan
intervensi yang tepat.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu


makan manurun sekunder akibat peradangan dengan sinus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil :
Antropometri: berat badan tidak turun (stabil), tinggi badan, lingkar
lengan
Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak
jarang dan merah
Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan
bertambah

INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien

b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan.

c. Mencatat intake dan output makanan klien.

d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan


yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit

e. Manganjurkn makan sedikit- sedikit tapi sering.

f. Menyarankan kebiasaan untuk oral hygine sebelum dan sesudah


makan

a. Mengetahui kekurangan nutrisi klien.

b. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi


untuk meningkatkan pemenuhan nutrisi.

c. Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien.

d. Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien
memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi,
berat badannya.

e. Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang


berlebihan pada lambung.

f. Meningkatkan selera makan klien.


4. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
Tujuan : suhu tubuh kembali dalam keadaan normal
Kriteria hasil :
suhu tubuh 36,5-37,5 C
kulit hangat dan lembab, membran mukosa lembab

INTERVENSI RASIONAL
a. Monitoring perubahan suhu tubuh

b. Mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh dengan


pemasangan infus

c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik guna


mengurangi proses peradangan (inflamasi)

d. Anjurkan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang


optimal sehingga metabolisme dalam tubuh dapat berjalan lancar a.
Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui
perkembangan dan kemajuan dari pasien.
b. Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga homeostasis
(keseimbangan) tubuh. Apabila suhu tubuh meningkat maka tubuh
akan kehilangan cairan lebih banyak.
c. Antibiotik berperan penting dalam mengatasi proses peradangan
(inflamasi)

d. Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat


kekebalan/ sistem imun bisa melawan semua benda asing (antigen)
yang masuk.

5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung


tersumbat, nyeri sekunder akibat peradangan hidung.
Tujuan : Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman.
Kriteria hasil :
Klien tidur 6 8 jam sehari.

INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji kebutuhan tidur klien.
b. Menciptakan suasana yang nyaman.

c. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat a. Mengetahui


permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat atau
tidur.
b. Supaya klien dapat tidur dengan nyaman dan tenang.
c. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung

6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien


tentang penyakit dan prosedur tindakan medis ( irigasi sinus /
operasi ).
Tujuan : Perasaan cemas klien berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
Klien dapat menggambarkan tingkat keemasa dan pola
kopingnya.
Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang di deritanya
serta pengobatannya.

INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien dengan,
Temani klien
Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien )
c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya
secara perlahan dan tenang serta menggunakan kalimat yang jelas,
singkat dan mudah dimengerti
d. Menjauhkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
Batasi kontak dengan orang lain atau klien lain yang kemungkinan
mengalami kecemasan
e. Observasi tanda-tanda vital.
f. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. a. Menentukan tindakan
selanjutnya.
b. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang
diberikan.
c. Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk
penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif.

d. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan


meningkatkan ketenangan klien.

e. Mengetahui perkembangan klien secara dini.


f. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.

BAB IV

PENUTUP

A.Simpulan

Sinusitis merupakan penyakit inflamasi mukosa sinus paranasal


yang sering ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari, bahkan
dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan
tersering di seluruh dunia. Ada empat pasang sinus paranasal,
mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus
etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus mempunyai
muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Infeksi virus ini, dapat
dipengaruhi oleh lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan
kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama
menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. Dalam
Consensus International tahun 1995 membagi sinusitis hanya akut
dengan batas sampai 8 minggu yang kebanyakan disebabkan
oleh streptococcus pneumonia (30-50%) dan kronik yang lebih
disebabkan oleh bakteri gram negative dan anaerob jika lebih dari 8
minggu.

B.Saran
Banyak komplikasi yang terjadi pada penderita sinusitis, yakni
menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, juga dapat
menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.
Namun komplikasi ini dapat menurun dengan pemberian antibiotic
dan dekongestan sejak dini (awal terjangkitnya sinusitis) untuk
mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan perubahan
menjadi kronik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. Asuhan Keperawatan


Sinusitis.http://ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_ sin
usitis.html, diakses tanggal 22 November 2010

Anonim2. Askep
Sinusitis. http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askep-
sinusitis/, diakses tanggal 22 November 2010

Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:


Penerbit buku Kedokteran EGC

Higler, AB. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC


Soepardi, EA. 2007. Buku Ajar Ilmu Kersehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: Gaya Baru
Share this:

Anda mungkin juga menyukai