BAB I
PENDAHULUAN
Sinusitis berasal dua kata yaitu sinus dan itis. Akhiran umum
dalam kedokteran itis berarti peradangan karena itu sinusitis adalah
suatu peradangan sinus. Sinusitis terjadi karena peradangan pada
rongga-rongga udara di sekitar hidung yang diikuti oleh infeksi
saluran pernafasan. Infeksi pada rongga sinus tersebut
mengakibatkan membentuknya lendir sehingga tersumbatnya
saluran udara melalui hidung. Penumpukkan lendir merupakan
tempat berkembang biaknya bakteri.
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyakit sinusitis
mencakup definisi, etiologi, patofisiologi, penegakkan diagnosis
khususnya gambaran dari pemeriksaan radiologis yang mungkin
ditemukan, diagnosis banding, serta penatalaksanaannya.
1. Tujuan khusus
Agar kita sebagai mahasiswa/i akademi keperawatan lebih
mendalami tentang penyakit sinusitis. Dan juga untuk memenuhi
tugas makalah yang diberikan oleh dosen pengajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sinusitis berasal dua kata yaitu sinus dan itis. Akhiran umum
dalam kedokteran itis berarti peradangan karena itu sinusitis adalah
suatu peradangan sinus. Sinusitis terjadi karena peradangan pada
rongga-rongga udara di sekitar hidung yang diikuti oleh infeksi
saluran pernafasan. Infeksi pada rongga sinus tersebut
mengakibatkan membentuknya lendir sehingga tersumbatnya
saluran udara melalui hidung. Penumpukkan lendir merupakan
tempat berkembang biaknya bakteri.
Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus. Sinus
atau sering pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga
udara yang terdapat pada bagian padat dari tulang tenggkorak di
sekitar wajah, yang berfungsi untuk memperingan tulang
tenggkorak. Rongga ini berjumlah empat pasang kiri dan kanan.
Sinus frontalis terletak di bagian dahi, sedangkan sinus maksilaris
terletak di belakang pipi. Sementara itu, sinus sphenoid dan sinus
ethmoid terletak agak lebih dalam di belakang rongga mata dan di
belakang sinus maksilaris. Dinding sinus terutama dibentuk oleh sel
sel penghasil cairan mukus. Udara masuk ke dalam sinus melalui
sebuah lubang kecil yang menghubungkan antara rongga sinus
dengan rongga hidung yang disebut dengan ostia. Jika oleh karena
suatu sebab lubang ini buntu maka udara tidak akan bisa keluar
masuk dan cairan mukus yang diproduksi di dalam sinus tidak akan
bisa dikeluarkan.
B. Etiologi
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang
dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem
pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat
akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang
sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup
ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
3. Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita
gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.
C. MANIFESTASI KLINIK
Sinusitis maksila akut
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung,
hidung tersumbat, nyeri pada pipi terutama sore
hari, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-
kadang berbau dan bercampur darah.
Sinusitis Kronis
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan
kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di
tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya
rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk
kering, dan sering demam.
D. KLASIFIKASI SINUSITIS
Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang
berlansung selama 3 minggu.
Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut, sinusitis
emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.
E.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
v Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit,
dan edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis
ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius,
sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid
nanah tampak keluar dari meatus superior.
v Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan
transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit,
sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.
v Pemeriksaan CT -Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk
memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan
komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan
mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak
homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding
sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang
mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis
1. Drainage
a. Dengan pemberian obat, yaitu
Dekongestan local : efedrin 1%(dewasa) %(anak).
Dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg.
b. Surgikal dengan irigasi sinus maksilaris.
v Penatalaksanaan Pembedahan
Pencucian sinus paranasal :
a. Pada sinus maksila
Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan
larutan garam fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya
memasukkan kapas yang telah diteteskan xilokain dan adrenalin ke
daerah meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu
dengan trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung trokar
diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang dinding sinus maksila
bagian medial tembus, maka jarum trokar dicabut, sehingga tinggal
pipa selubungnya berada di dalam sinus maksila. Pipa itu
dihubungkan dengan semprit yang berisi larutan garam fisiologis,
atau dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu.
Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk
membuka mulut. Air cucian sinus akan keluar dari mulut, dan
ditampung di tempat bengkok.
Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang
fungsi, maka untuk memasukkan pipa dipakai trokar yang tumpul.
Tapi tindakan seperti ini dapat menimbulkan kemungkinan trokar
menembus melewati sinus ke jaringan lunak pipi,dasar mata
tertusuk karena arah penusukan salah, emboli udara karena setelah
menyemprot dengan air disemprotkan udara dengan maksud
mengeluarkan seluruh cairn yang telah dimasukkan serta
perdarahan karena konka inferior tertusuk. Lubang fungsi ini dapat
diperbesar, dengan memotong dinding lateral hidung, atau dengan
memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut antrostomi, dan
dilakukan di kamar bedah, dengan pasien yang diberi anastesi.
Pembedahan, dilakukan :
a. bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap
kental.
b. bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus
paranasal.
Persiapan sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan)
dengan CT scan.
2. Sinus etmoid
Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan
dari dalam hidung (intranasal) atau dengan membuat insisi di batas
hidung dengan pipi (ekstranasal).
a. Etmoidektomi intranasal
Alat yang diperlukan ialah :
a. spekulum hidung
b. cunam pengangkat polip
c. kuret ( alat pengerok )
d. alat pengisap
e. tampon
Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia). Dapat
juga dengan bius lokal (analgesia). Setelah konka media di dorong
ke tengah, maka dengan cunam sel etmoid yang terbesar ( bula
etmoid ) dibuka. Polip yang ditemukan dikeluarkan sampai bersih.
Sekarang tindakan ini dilakukan dengan menggunakan endoskop,
seh igga apa yang akan dikerjakan dapat dilihat dengan baik.
Perawatan pasca-bedah yang terpenting ialah memperhatikan
kemungkinan perdarahan.
b. Etmoidektomi ekstranasal
Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di daerah
itu sinus etmoid dibuka, kemudian dibersihkan.
3. Sinus frontal
Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian.
Insisi dibuat seperti pada insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi
kemudian diteruskan ke atas alis.Tulang frontal dibuka dengan
pahat atau bor, kemudian dibersihkan. Salurannya ke hidung
diperikasa, dan bila tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga sinus
frontal bersih, luka insisi dijahit, dan diberi perban-tekan. Perban
dibuka setelah seminggu.
Seringkali pembedahan untuk membuka sinus frontal dilakukan
bersama dengan sinus etmoid, yang disebut fronto-etmoidektomi.
4. Sinus sfenoid
Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah
dengan memakai endoskop. Biasanya bersama dengan
pembersihan sinus etmoid dan muara sinus maksila serta muara
sinus frontal, yang disebut Bedah Endoskopi Sinus Fungsional.
G. KOMPLIKASI
b. Selulitis orbita
Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi
orbita namun pus belum terbentuk.
c. Abses subperiosteal
Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis.
d. Abses orbita
Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita.
Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan
unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular
mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda
khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
Kelainan intracranial
a. Meningitis akut
Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut,
infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran
vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat
dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di
dekat sistem sel udara ethmoidalis.
b. Abses dura
Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali
mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga
pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang
terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.
c. Abses subdural
Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan
otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
d. Abses otak
Setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka
dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam
otak.
Mukokel
Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus,
kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering
disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat
membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya.
Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi
atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam
sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan
penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Pyokokel.
Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel
meskipun lebih akut dan lebih berat.
H.Anatoni Sinus
1. SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir
sinus maksila bervolume 6-8 ml,sinus kemudian berkembang
dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal,yaitu 15 ml
saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah
permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding
posteriornya adalah permukaan infra-temporal mkasila, dinding
medialnya ialah dinding dinding lateral rongga hidung, dinding
superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah
prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di
sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus
semilunaris melalui infundibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila
adalah 1) dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi
rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 danM2),
kadang kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3,bahkan
akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga
infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis; 2)
Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita; 3) Ostium
sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
drenase hanya tergantung dari gerak silia, lagi pula dreanase juga
harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah
bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang
atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus
maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
1. SINUS FRONTAL
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan
ke empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel
infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang
pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal
sebelum usia 20 tahun.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar
dari lainya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah.
Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus
frontal dan kuran lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.
1. SINUS ETMOID
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi
dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat
merupakan focus bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa
bentuk sinus etmoid seperti pyramid dengan dasarnya di bagian
posterior. Ukuran dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm
dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian
posterior.
1. SINUS SFENOID
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum
intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm
dan lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml.
saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian
lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga
sinus dan tampak sebagai indensitasi pada dinding sinus sfenoid.
1. KOMPLEKS OSTIO-MEATAL
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus
medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal
dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit, dan
dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum
etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus
frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya
dan ostium sinus maksila.
1. SISTEM MUKOSILIAR
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa
bersilia dan palut lendir diatasnya. Di dalam sinus silia bergerak
secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya
mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan
mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.
I.Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM.
Mukus juga mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman
yang masuk bersama udara pernafasan.
A. PENGKAJIAN
3.1.1 Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin,
status perkawinan, dan penanggung biaya.
5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
a. Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien ( cemas atau sedih
)
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain
2. Kardiovaskular B2 (blood)
a. Irama jantung : regular
b. Nyeri dada : tidak
c. Bunyi jantung ; normal
d. Akral : hangat
3. Persyarafan B3 (brain)
a. Penglihatan (mata) : normal
b. Pendengaran (telinga) : tidak ada gangguan
c. Penciuman (hidung) : ada gangguan
d. Kesadaran: gelisah
e. Reflek: normal
4. Perkemihan B4 (bladder)
a. Kebersihan : bersih
b. Bentuk alat kelamin : normal
c. Uretra : normal
d. Produksi urin: normal
5. Pencernaan B5 (bowel)
a. Nafsu makan : menurun
b. Porsi makan : setengah
c. Mulut : bersih
d. Mukosa : lembap
6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
a. Kemampuan pergerakan sendi : bebas
b. Kondisi tubuh: kelelahan
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efetif berhubungan dengan obstruksi /
adanya secret yang mengental.
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu
makan manurun sekunder dari peradangan dengan sinus.
5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung
tersumbat, nyeri sekunder akibat peradangan hidung.
6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien
tentang penyakit dan prosedur tindakan medis ( irigasi sinus /
operasi )
C. INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi /
adanya secret yang mengental.
Tujuan : bersihan jalan nafas menjadi efektif setelah secret
dikeluarkan.
Kriteria hasil :
Respiratory Rate 16-20x/menit
Suara napas tambahan tidak ada
Ronkhi (-)
Dapat melakukan batuk efektif
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji penumpukan secret yang ada
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4
d. Kolaborasi analgesic
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
d. Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien
memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi,
berat badannya.
INTERVENSI RASIONAL
a. Monitoring perubahan suhu tubuh
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji kebutuhan tidur klien.
b. Menciptakan suasana yang nyaman.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien dengan,
Temani klien
Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien )
c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya
secara perlahan dan tenang serta menggunakan kalimat yang jelas,
singkat dan mudah dimengerti
d. Menjauhkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
Batasi kontak dengan orang lain atau klien lain yang kemungkinan
mengalami kecemasan
e. Observasi tanda-tanda vital.
f. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. a. Menentukan tindakan
selanjutnya.
b. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang
diberikan.
c. Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk
penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif.
BAB IV
PENUTUP
A.Simpulan
B.Saran
Banyak komplikasi yang terjadi pada penderita sinusitis, yakni
menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, juga dapat
menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.
Namun komplikasi ini dapat menurun dengan pemberian antibiotic
dan dekongestan sejak dini (awal terjangkitnya sinusitis) untuk
mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan perubahan
menjadi kronik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim2. Askep
Sinusitis. http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askep-
sinusitis/, diakses tanggal 22 November 2010