Anda di halaman 1dari 673

DR. WIDYA | DR. YOLINA | DR. RETNO | DR.

YUSUF
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA

OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :
(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
phone number : 021 8317064 Phone number : 061 8229229
pin BB 2A8E2925 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694 Www.Optimaprep.Com
1. SINDROM KORONER AKUT

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
1. SINDROM KORONER AKUT

Gejala khas
Rasa tertekan/berat /diremas/ ditusuk di bawah dada, menjalar ke lengan
kiri/leher/rahang/punggung/bahu/ulu hati.
Berlangsung beberapa menit atau persisten > 20 menit
Dapat disertai berkeringat, mual/muntah, nyeri perut, sesak napas, & pingsan.

Gejala tidak khas:


Nyeri dirasakan di daerah penjalaran (lengan kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati).
Gejala lain berupa rasa gangguan pencernaan, sesak napas atau rasa lemah
yang sulit dijabarkan.
Terjadi pada pasien usia 25-40 tahun / >75thn / wanita / diabetes / penyakit
ginjal kronik/demensia.

Angina stabil:
Umumnya dicetuskan aktivtias fisik atau emosi (stres, marah, takut),
berlangsung 2-5 menit,
Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat &
nitrogliserin sublingual.
Penatalaksanaan STEMI, PERKI
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
1. SINDROM KORONER AKUT
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
2. PENYAKIT HEPATOBILIER
2. PENYAKIT HEPATOBILIER
Kolelitiasis:
Nyeri kanan atas/epigastrik mendadak,
hilang dalam 30 menit-3 jam, setelah
makan berlemak.
Fat (ekskresi kolesterol ), female, fourty,
fertile (estrogen menghambat perubahan
kolesterol empedu, sehingga kolesterol
menjadi jenuh)

Kolesistitis:
Nyeri kanan atas bahu/punggung,
mual, muntah, demam
Nyeri tekan kanan atas (murphy sign)

Koledokolitiasis:
Nyeri kanan atas, ikterik, pruritis, mual.

Pathophysiology of disease. 2nd ed. Lange; 2006.


Kolangitis:
Triad Charcot: nyeri kanan atas, ikterik,
demam/menggigil
Reynold pentad: charcot + syok & mitral
stenosis
2. PENYAKIT HEPATOBILIER

Diagnosis kolesistitis:
Murphy sign atau nyeri tekan abdomen kanan atas
Demam, leukositosis, atau peningkatan CRP
USG: ditemukan batu (90-95% kasus), tanda inflamasi
kandung empedu (penebalan dinding/double rim cairan
perikolesistik, dilatasi duktus biliaris)

Temuan lab lainnya:


aminotransferase meningkat sedang (biasanya <5 kali
batas atas)
Bilirubin meningkat ringan (<5 mg/dL), bila tinggi
kemungkinan koledokolitiasis

Harrisons principles of internal medicine. 19th ed. McGraw-Hill | Pocket medicine. 4th ed. Lippincott Williams & Wilkins.
Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007 Jan; 14(1): 7882.
2. PENYAKIT HEPATOBILIER

Temuan USG kolesistitis: Hiperekoik


Sonographic Murphy sign Acoustic shadow
(nyeri tekan timbul ketika
probe USG ditekan ke arah
kandung empedu)
Penebalan dinding kandung
empedu (>4 mm)
Pembesaran kandung
empedu (long axis diameter
>8 cm, short axis diameter
>4 cm)
Impacted stone,
pericholecystic fluid
collection

Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007 Jan; 14(1): 7882.
2. PENYAKIT HEPATOBILIER
Lokasi Nyeri Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Diagnosis Terapi
Fisis Penunjang
Urea breath test (+): H.
pylori
Membaik dgn makan PPI: ome/lansoprazol
Endoskopi:
Nyeri epigastrik (ulkus duodenum), H. pylori:
Tidak spesifik eritema (gastritis akut) Dispepsia
Kembung Memburuk dgn makan klaritromisin+amoksili
atropi (gastritis kronik)
(ulkus gastrikum) n+PPI
luka sd submukosa
(ulkus)

Nyeri tekan & defans,


Gejala: mual &
perdarahan
muntah, Demam Peningkatan enzim Resusitasi cairan
Nyeri epigastrik retroperitoneal
Penyebab: alkohol amylase & lipase di Pankreatitis Nutrisi enteral
menjalar ke punggung (Cullen: periumbilikal,
(30%), batu empedu darah Analgesik
Gray Turner:
(35%)
pinggang), Hipotensi

Prodromal (demam,
Nyeri kanan atas/ Transaminase, Serologi
malaise, mual) Ikterus, Hepatomegali Hepatitis Akut Suportif
epigastrium HAV, HBSAg, Anti HBS
kuning.
Risk: Female, Fat,
Fourty, Hamil Nyeri tekan abdomen
Nyeri kanan atas/ USG: hiperekoik dgn Kolesistektomi
Prepitasi makanan Berlangsung 30-180 Kolelitiasis
epigastrium acoustic window Asam ursodeoksikolat
berlemak, Mual, TIDAK menit
Demam

Resusitasi cairan
Nyeri epigastrik/ USG: penebalan dinding
Mual/muntah, AB: sefalosporin gen.
kanan atas menjalar Murphy Sign kandung empedu Kolesistitis
Demam 3 + metronidazol
ke bahu/ punggung (double rims)
Kolesistektomi
3. INFEKSI TROPIK

Demam kontinyu:
Demam terus menerus dan menetap

Demam remitten:
Demam dengan penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai
normal.

Demam intermiten:
Demam dengan suhu kembali normal setiap hari, umumnya
pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari.

Demam bifasik:
Demam dengan periode normal di antara dua demam
3. INFEKSI TROPIK
3. INFEKSI TROPIK

Gejala demam tifoid


INFEKSI TIFOID

Blood cultures: often (+) in the 1st week.


Stools cultures: yield (+) from the 2nd or 3rd week on.
Urine cultures: may be (+) after the 2nd week.
(+) culture of duodenal drainage: presence of Salmonella in carriers.
Jawetz medical microbiology.
3. INFEKSI TROPIK

Demam dengue
Demam tinggi mendadak (abrupt fever), turun pada
hari ke-4/5, lalu naik kembali (saddle fever), disertai
nyeri retroorbita, ptekie, dan trombositopenia.
Malaria
Demam periodisitas setiap 48 jam (malaria tertiana)
atau 72 jam (malaria kuartana), diselingi masa bebas
demam (demam intermiten).
Chikungunya
gejala yang khas adalah demam & nyeri sendi yang
berat.
4. ARTRITIS
Gout:
Artritis akut diinisiasi
oleh kristalisasi urat di
dalam & sekitar sendi,

Lama kelamaan
menjadi chronic gouty
arthritis & muncul
tophi.

Tophi: agregat kristal


urat dengan inflamasi
di sekelilingnya.

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.


McGraw-Hill; 2011.
Robbins pathologic basis of disease. 2007.
Acute Gout Tophy in chronic gout
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.
4. ARTRITIS

Osteoarthritis Gout arthritis


space narrowing (white arrow), Acute gouty arthritis: soft tissue swelling.
osteophytes/spur (arrowhead), Advanced gout: the erosion are slightly
subchondral cysts,
removed from the joint space, have a rounded
or oval shape, & are characterized by a
subchondral hypertrophic calcified "overhanging edge." The
sclerosis/eburnation (black joint space may be preserved or show
arrow). osteoarthritic type narrowing.
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.
Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
Spondilitis
Ciri OA RA Gout
Ankilosa
Prevalens Female>male, >50
tahun, obesitas
Arthritis
Female>male
40-70 tahun
Male>female, >30
thn, hiperurisemia
Male>female,
dekade 2-3
Awitan gradual gradual akut Variabel

Inflamasi - + + +

Patologi Degenerasi Pannus Mikrotophi Enthesitis

Jumlah Sendi Poli Poli Mono-poli Oligo/poli

Tipe Sendi Kecil/besar Kecil Kecil-besar Besar

Predileksi Pinggul, lutut, MCP, PIP, MTP, kaki, Sacroiliac


punggung, 1st CMC, pergelangan pergelangan kaki & Spine
DIP, PIP tangan/kaki, kaki tangan Perifer besar

Temuan Sendi Bouchards nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberdens nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Perubahan Osteofit Osteopenia erosi Erosi
tulang erosi ankilosis

Temuan - Nodul subkutan, Tophi, Uveitis, IBD,


Extraartikular pulmonari cardiac olecranon bursitis, konjungtivitis, insuf
splenomegaly batu ginjal aorta, psoriasis

Lab Normal RF +, anti CCP Asam urat


4. ARTRITIS

Reactive arthritis
Penyakit autoimun yang dicetuskan oleh infeksi di
tempat lain, GI tract (Shigella, Salmonella,
Campylobacter) atau saluran kemih (terutama
Chlamydia trachomatis).
5. REAKSI HIPERSENSITIVITAS
5. REAKSI HIPERSENSITIVITAS
5. REAKSI HIPERSENSITIVITAS
6. EDEMA

Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Saunders; 2010.
6. EDEMA
6. EDEMA
7. INFEKSI SALURAN KEMIH
7. INFEKSI SALURAN KEMIH

Rute infeksi saluran kemih:


Ascending
kolonisasi uretra, lalu infeksi menyebar ke atas
Hematogen
bakteri ke ginjal berasal dari bakteremia
Limfogen
dari abses retroperitoneal atau infeksi intestin
7. INFEKSI SALURAN KEMIH
7. INFEKSI SALURAN KEMIH

Klasifikasi anatomik:
Atas : uretritis, sistitis
Bawah : pielonefritis, abses renal/perinefrik, prostatitis

Klasifikasi klinis:
Uncomplicated:
ISK pada individu tanpa kelainan struktural atau fungsional,
ISK pada individu tanpa penyakit yang menimbulkan kerentanan
ISK
Complicated:
ISK pada laki-laki,
ISK pada kelainan struktural atau fungsional
ISK pada perempuan hamil, dengan kateter, imunodefisien, DM
7. INFEKSI SALURAN KEMIH
Pielonefritis
Inflamasi pada ginjal & pelvis renalis
Demam, menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang, diare,
Lab: silinder leukosit, hematuria, pyuria, bakteriuria,
leukosit esterase +.

Sistitis:
Inflamasi pada kandung kemih
Disuria, frekuensi, urgensi, nyeri suprapubik, urin berbau,
Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+) nitrit +/-.

Urethritis:
Inflammation pada uretra
Disuria, frekuensi, pyuria, duh tubuh.
Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+), nitrit (-).
Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
8. DIABETES MELLITUS

Diagnosis KAD:
Kadar glukosa 250
mg/dL
pH <7,35
HCO3 rendah
Anion gap tinggi
Keton serum (+)

Harrisons principles of internal medicine


8. DIABETES MELLITUS

Infeksi/insulin tidak adekuat/infark pada pasien DM


hormon kontraregulasi insulin (glukagon, epinefrin,
kortisol, GH) meningkat glukoneogenesis di hepar
(terjadi hiperglikemia) & lipolisis.

Rasio insulin/glukoagon rendah produksi benda


keton dari asam lemak hasil lipolisis.

Benda keton bersifat asam sehingga menimbulkan


asidosis metabolik dengan anion gap tinggi.
8. DIABETES MELLITUS
8. DIABETES MELLITUS

American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus.


Diabetes care, Vol 24, No 1, January 2001
8. DIABETES MELLITUS

Hyperglycemic hyperosmolar state


Tipe pasien: lansia dengan DM tipe 2, riwayat poliuria
lama, turun berat badan, intake oral berkurang, & berakhir
dengan penurunan kesadaran.

Pemeriksaan: dehidrasi & hiperosmol, hipotensi,


takikardia, gangguan status mental.

Gejala yang tidak ada pada HHS: mual, muntah, nyeri


abdomen, napas Kussmaul yang merupakan ciri KAD.

HHS sering dipresipitasi penyakit berat seperti SKA, stroke,


sepsis, pneumonia.

Harrisons principles of internal medicine


9. HEPATOLOGI
Bleeding from the gastrointestinal (GI) tract may present in 5 ways:
Hematemesis: vomitus of red blood or "coffee-grounds" material.
Melena: black, tarry, foul-smelling stool.
Hematochezia: the passage of bright red or maroon blood from the rectum.
Occult GI bleeding: may be identified in the absence of overt bleeding by a
fecal occult blood test or the presence of iron deficiency.
Present only with symptoms of blood loss or anemia such as lightheadedness,
syncope, angina, or dyspnea.

Harrisons principles of internal medicine


9. HEPATOLOGI

Specific causes of upper GI bleeding may be suggested


by the patient's symptoms:
Peptic ulcer:
epigastric or right upper quadrant pain
Esophageal ucer:
odynophagia, gastroesophageal reflux, dysphagia
Mallory-Weiss tear:
emesis, retching, or coughing prior to hematemesis
Variceal hemorrhage or portal hypertensive gastropathy:
jaundice, weakness, fatigue, anorexia, abdominal distention
Malignancy:
dysphagia, early satiety, involuntary weight loss, cachexia
HEPATOLOGI
9. HEPATOLOGI

Hipertensi portal
mengakibatkan varises
di tempat anastomosis
portosistemik:
Hemoroid di anorectal
junction,
Varises esofagus di
gastroesophageal
junction,
Kaput medusa di
umbilikus.
10. PENYAKIT ENDOKRIN

Struma: pembesaran kelenjar tiroid.


Defek biosintesis tiroksin & defisiensi iodin:
hormon tiroid rendah TSH meningkat stimulasi tiroid sebagai
kompensasi struma.

Human Physiology.
Human Physiology.
Guyton and Hall textbook of medical physiology.
10. PENYAKIT ENDOKRIN
Hipertiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine


10. PENYAKIT ENDOKRIN

Hipotiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine


10. PENYAKIT ENDOKRIN
Thyroid crisis/storm
Untreated hyperthyroidism may
decompensate into a state called
thyroid storm.
The condition is usually
precipitated by an intercurrent
illness or by a surgical emergency.

Clinical picture:
acute onset of hyperpyrexia (with
temperature > 40 C),
sweating,
marked tachycardia often with
atrial fibrillation,
nausea, vomiting,
diarrhea,
agitation,
tremor, &
delirium
10. PENYAKIT ENDOKRIN

Gambaran klinis Burch & Wartofskys


scoring system:
Hiperpireksi (suhu > 40 C),
45 or more is
berketingat,
highly suggestive
Takikardia berat, sering
25-44 is suggestive
dengan AF,
of impending
Mual, muntah, diare, storm
agitasi, tremor, & delirium
Thyrotoxicosis and Thyroid Storm. Endocrinol Metab Clin N Am 35 (2006) 663686
11. EFUSI PLEURA
11. EFUSI PLEURA

Volume cairan pleura normal


< 30 mL

Terbentuk dari ultrafiltrasi


plasma dari kapiler di pleura
viseral

Fungsi: meminimalkan
gesekan antar-pleura

1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17.
3.Mundt LA, Shanahan K. Serous body fluid. Graffs Text book of urinalysis and body fluids. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Willams & Wilkins; 2011. p.241-52.
11. EFUSI PLEURA

Tekanan hidrostatik kapiler


Contoh: CHF

Permeabilitas kapiler
Contoh: inflamasi/infeksi

Aliran Limfatik
Contoh: obstruksi (keganasan),
destruksi (radioterapi)

Tekanan onkotik
Contoh: hipoalbuminemia

1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17..
11. EFUSI PLEURA
Perbedaan eksudat
dengan transudat
Tes rivalta: prinsipnya,
cairan yang mengandung
protein akan mengendap
pada pH 4-5

Transudat Eksudat

Rivalta - +

Kriteria light
1/lebih:
LDH cairan pleura/LDHserum >0,6 - +
LDH cairan >2/3 LDH serum
Protein pleura/Protein serum >0,5
12. PENYAKIT GINJAL

Kidney International Supplements (2012) 2, 812; doi:10.1038/kisup.2012.7


12. PENYAKIT GINJAL
12. PENYAKIT GINJAL
Uremia:
Sindrom klinis yang merupakan komplikasi penurunan fungsi ginjal (CKD, AKI)
yang diakibatkan oleh akumulasi urea dan zat sisa metabolik lain.

Gejala uremia:
Mual, muntah
Fatigue
Anorexia
Turun berat badan
Kram otot
Pruritus
Penurunan status mental
Gangguan visual
Haus

Uremia sering disebabkan oleh CKD, terutama tahap lanjut, tetapi juga
bisa pada acute kidney injury (AKI) jika perburukan fungsi ginjal
berlangsung cepat.
Gangguan pada:
12. PENYAKIT GINJAL
12. PENYAKIT GINJAL

Kidney International Supplements (2012) 2, 812; doi:10.1038/kisup.2012.7


13. HEPATITIS VIRUS
HBsAg (the virus coat, s= surface)
the earliest serological marker in the serum.
HBeAg
Degradation product of HBcAg.
It is a marker for replicating HBV.
HBcAg (c = core)
found in the nuclei of the hepatocytes.
not present in the serum in its free form.
Anti-HBs
Sufficiently high titres of antibodies ensure
imunity.
Anti-Hbe
suggests cessation of infectivity.
Anti-HBc
the earliest immunological response to HBV
detectable even during serological gap.

Principle & practice of hepatology.


13. HEPATITIS VIRUS
COURSE OF HBV INFECTION
13. HEPATITIS VIRUS
13. HEPATITIS VIRUS
14. TUBERKULOSIS

Tuberkulosis primer
M. tb saluran napas sarang/afek primer di bagian paru mana
pun saluran getah bening kgb hilus (limfadenitis regional).
Dapat sembuh tanpa bekas atau terdapat garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus.
Morfologi: radang puth keabuan, perkejuan sental.

Tuberkulosis postprimer
Muncul bertahun-tahun setelah tb primer, di segmen apikal lobus
superior atau lobus inferior.
Dapat sembuh tanpa bekas atau sembuh dengan jaringan fibrosis,
pengapuran, atau kavitas yang menciut & terlihat seperti bintang.
Morfologi: fokus putih keabuan-kuning berbatas tegas, perkejuan
sentral, & fbrosis perifer.

Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpuan Dokter Paru Indonesia. 2006
Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed.
14. TUBERKULOSIS
14. TUBERKULOSIS

Gejala respiratori: batuk 2 minggu, batuk darah,


Gejala Klinis sesak napas, nyeri dada. Gejala sistemik: demam,
malaise, keringat malam, turun berat badan

Kelainan paru di lobus superior (apeks & segmen posterior),


PF apeks lobus inferior: suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda penarikan paru,
diafragma, dan mediastinum

Lesi aktif: Bayangan berawan/nodular di apeks & posterior


Roentgen lobus superior, segmen superior lobus inferior, Kavitas,
Bayangan bercak milier, efusi pleura. Lesi inaktif: fibrotik,
kalsifikasi, schwarte/penebalan pleura.

Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI: 2006.


14. TUBERKULOSIS

Snow storm appearance


in chest x-ray patient
with miliary
tuberculosis.

Small, visible (2-mm)


foci of yellow-white
consolidation scattered
through the lung
parenchyma

The adjective miliary


is derived from the
resemblance of these
foci to millet seeds.
Tuberkulosis Milier
15. PANSITOPENIA

Etiologi anemia aplastik


Idiopatik (dimediasi imun):
70% kasus

Sekunder: 10-15% kasus


Obat
Toksin
Virus
PNH
Penyakit autoimun
Timoma
Kehamilan
Iatrogenik

Lichtman MA, Segel GB. Aplastic anemia: acquired and inherited. In: Lichtman et al, editors. Williams hematology. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2010. p.463-79
Inisiasi oleh: obat, Kerusakan yang dimediasi sistem imun
virus, toksin.

Neoantigen di
HSC/progenitor

Diproses oleh APC

Aktivasi Sel T

Sel punca
hematopoietik mati

Lichtman MA, Segel GB. Aplastic anemia: acquired and inherited. In: Lichtman et al, editors. Williams hematology. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2010. p.463-79
15. PANSITOPENIA

Manifestasi klinis disebabkan oleh


sitopenia

Anemia Trombositopenia Leukopenia

Ptekiae, epistaksis,
Pucat, lemah,
perdarahan gusi, Demam, infeksi
dispnea
menoragia

Tidak ada limfadenopati atau splenomegali


Lichtman MA, Segel GB. Aplastic anemia: acquired and inherited. In: Lichtman et al, editors. Williams hematology. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2010. p.463-79
15. PANSITOPENIA

Temuan lab anemia aplastik:


Normositik normokrom atau
makrositik (MCV sering 95-
110 fL).
Jumlah retikulosit rendah.
Leukopenia dengan
limfositosis relatif.
Tidak ada sel abnormal di
darah.
Sumsum tulang hipoplasia,
dengan jaringan
hematopoietik digantikan
lemak.
Hoffbrand, Essential Hematology
15. PANSITOPENIA
Penyebab Sumsum tulang Pemeriksaan Diagnostik Lain
Anemia aplastik Hiposelular, sel lemak Eksklusi penyakit lain
Leukemia akut Hiper/hiposelular, blas > 20% Flowsitometri, sitogenetika
Mielodisplasia Hiper/hiposelular, displasia Imunophenotyping
Mielofibrosis Fibrosis retikulin
PNH Variabel Ham/sugar water test, imunophenotyping
Infiltrasi keganasan Infiltrasi sel ganas Mencari tumor primer
Anemia megaloblastik Hiperselular, megaloblas Kadar B12/folat serum
Hodgkin disease Infiltrasi atau hiposelular
Penyakit histiositik Hiposelular, hemofagositosis
Osteopetrosis Trabekula tulang >> Biopsi trephine
Storage disorder Hiperselular, infiltrasi Biopsi trephine
Anoreksia nervosa Hiposelular nekrosis lemak Pemeriksaan fisis & psikiatri
Hipersplenisme Hiperplasia Splenomegali
Guinan EC. Diagnosis and management of aplastic anemia. American Society of Hematology. Hematology 2011.
Marsh JCW., et al. Guidelines for the diagnosis and management of aplastic anaemia. BJH Aug 2009;143:43-70.
16. PERITONITIS

Peritonitis
Peradangan dari peritoneum
Disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur atau reaksi inflamasi
peritoneum terhadap darah(pada kasus trauma abdomen)
Jenis:
Peritonitis Primer
Disebabkan oleh penyebaran infeksi dari peradaran darah dan
pembuluh limfe ke peritoneumpenyakit hati
Cairaan terkumpul pada rongga peritoneum, menghasilkan lingkungan
yang cocok untuk pertumbuhan bakteri
Jarang terjadi kurang dari 1% dari seluruh kasus peritonitis
Peritonitis Sekunder
Lebih sering terjadi
Terjadi ketika infeksi menyebar dari traktus bilier atau GIT

http://www.umm.edu/altmed/articles/peritonitis-000127.htm#ixzz28YAqqYSG
16. PERITONITIS

Peritonitis Sekunder
Bakteri, enzim, atau cairan empedu mencapai
peritoneum dari suatu robekan yang berasal dari
traktus bilier atau GIT
Robekan tersebut dapat disebabkan oleh:
Pancreatitis
Perforasi appendiks
Ulkus gaster
Crohn's disease
Diverticulitis
Komplikasi Tifoid
Gejala dan Tanda
Distensi dan nyeri pada Tanda
abdomen BU berkurang atau
Demam, menggigil absenusus tidak dapat
Nafsu makan berkurang berfungsi
Mual dan muntah Perut seperti papan
Peningkatan frekuensi Peritonitis primerasites
napas dan nadi
Nafas pendek
Hipotensi
Produksi urin berkurang
Tidak dapat kentut atau BAB
X-Ray Normal
Gambaran radiologis pada peritonitis:
a. Adanya kekaburan pada cavum abdomen
b. Preperitonial fat dan psoas line menghilang
c. Adanya udara bebas subdiafragma atau
d. Adanya udara bebas intra peritoneal
17. KLASIFIKASI SYOK
Syok kardiogenik (kegagalan kerja Syok obstruktif (gangguan kontraksi
jantungnya sendiri) jantung akibat di luar jantung):
Penyakit jantung iskemik, seperti infark Tamponade jantung;
Obat-obat yang mendepresi jantung; Pneumotorak;
Gangguan irama jantung. Emboli paru.

Syok hipovolemik (berkurangnya volume Syok distributif (berkurangnya tahanan


sirkulasi darah): pembuluh darah perifer)
Syok neurogenik;
Kehilangan darah, misalnya perdarahan;
Cedera medula spinalis atau batang otak;
Kehilangan plasma, misalnya luka bakar;
Syok anafilaksis;
Dehidrasi: cairan yang masuk kurang
Obat-obatan;
(misalnya puasa lama), cairan keluar
yang banyak (misalnya diare, muntah- Syok septik;
muntah, fistula, obstruksi usus dengan Kombinasi, misalnya pada sepsis bisa gagal
penumpukan cairan di lumen usus). jantung, hipovolemia, dan rendahnya
tahanan pembuluh darah perifer.
PERKIRAAN KEHILANGAN CAIRAN DAN DARAH
Fluid Resuscitation
Crystalloids Non-protein colloids
Sama efektifnya dengan albumin Digunakan sebagai second-line
pada pasien post-operative agents pada pasien yang tidak
Merupakan pilihan cairan merespon dengan pemberian
resusitasi awal untuk: kristaloid
Hemorrhagic shock / Dapat digunakan pada pasien
traumatic injury edema perifer atau edema paru
Syok septik dengan kebocoran kapiler
Hepatic resection Lebih dipilih daripada albumin
karena lebih murah
Thermal injury
Cardiac surgery
Dialysis induced hypotension
Resuscitation
Cairan kristaloid menyamakan tekanan
intravaskuler dan intersisial dengan cepat
Pemulihan/restorasi stabilitas hemostatik yang
adekuat akan membutuhkan volume RL yang
banyak
Sudah diobservasi secara empirik, kurang
lebih 300 cc kristaloid dibutuhkan untuk
mengkompensasi setiap kehilangan darah 100
cc (3:1 rule)
Target resusitasi
cairan:
Euvolemia
Improve perfusion
Improve oxygen
delivery

British Consensus Guidelines on Intravenous Fluid Therapy for Adult Surgical Patients 2011
18. THE BREAST LUMP
Tumors Onset Feature
Invasive Ductal Carcinoma , Pagets disease (Ca Insitu),
Peau dorange , hard, Painful, not clear border,
Breast cancer 30-menopause
infiltrative, discharge/blood, Retraction of the
nipple,Axillary mass
Fibroadenoma They are solid, round, rubbery lumps that move freely in
< 30 years
mammae the breast when pushed upon and are usually painless.
lumps in both breasts that increase in size and
Fibrocystic
20 to 40 years tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally
mammae
have nipple discharge
Localized breast erythema, warmth, and pain. May be
Mastitis 18-50 years
lactating and may have recently missed feedings.fever.
intralobular stroma . leaf-likeconfiguration.Firm,
Philloides smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the
30-55 years
Tumors tumor may become reddish and warm to the touch.
Grow fast.
occurs mainly in large ducts, present with a serous or
Duct Papilloma 45-50 years
bloody nipple discharge
Fibroadenoma Mammae
Treatment:
Watchfull waiting
Traditional open excisional biopsy
Biopsy:
Pengambilan sampel sel atau jaringan untuk
diperiksa
Untuk menentukan adanya suatu penyakit
Pemeriksaan Radiologis Payudara
USG Mamae
Tujuan utama USG mamae adalah untuk
membedakan massa solid dan kistik
Sebagai pelengkap pemeriksaan klinis dan
mamografi
Merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk
wanita usia muda (<35) dan berperan dalam
penilaian hasil mamografi dense breast
MAMMOGRAPHY

Skrening wanita usia 50thn atau lebih yang asimptomatik


Skrening wanita usia 35 thn atau lebih yang asimtomatik
dan memiliki resiko tinggi terkena kanker payudara :
Wanita yang memiliki saudara dengan kanker payudara yang
terdiagnosis premenopaus
Wanita dengan temuan histologis yang memiliki resiko ganas
pada operasi sebelumnya, spt atypical ductal hyperplasia
Untuk pemeriksaan wanita usia 35 thn atau lebih yang
simptomatik dengan adanya massa pada payudara atau
gejala klinis kanker payudara yang lain

www.rad.washington.edu
19. HERNIA

HERNIA HIATALHERNIA DIAFRAGMATIKA

/VENTRAL HERNIA
Tipe Hernia Definisi
Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga peritoneum
Reponible
secara manual atau spontan

Irreponible Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum


Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
Inkarserata
hernia
Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong hernia
Strangulata
tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah, demam

Indirek mengikuti kanalis inguinalis


Karena adanya prosesus vaginalis
persistent
The processus vaginalis outpouching
of peritoneum attached to the testicle
that trails behind as it descends
retroperitoneally into the scrotum.
DirekTimbul karena adanya defek
atau kelemahan pada fasia transversalis
dari trigonum Hesselbach

http://emedicine.medscape.com/article/
Hernia Inkarserata dengan Ileus
INGUINAL HERNIA
Most common
Most difficult to understand
Congenital ~ indirect
Acquired ~ direct or indirect

Indirect Hernia
o has peritoneal sac
o lateral to epigastric vessels

Direct Hernia
o usually no peritoneal sac
o through Hasselbach triangle,
medial to epigastric vessels
TEST KETERANGAN
Finger test Untuk palpasi menggunakan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat
teraba isi dari kantong hernia, misalnya usus atau omentum (seperti karet). Dari
skrotum maka jari telunjuk ke arah lateral dari tuberkulum pubicum, mengikuti
fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui anulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau
tidak. Pada keadaan normal jari tidak bisa masuk. Dalam hal hernia dapat
direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta
mengedan. Bila hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis,
dan bila hernia menyentuh samping ujung jari berarti hernia inguinalis medialis.

Siemen test Dilakukan dengan meletakkan 3 jari di tengah-tengah SIAS dengan tuberculum
pubicum dan palpasi dilakukan di garis tengah, sedang untuk bagian medialis
dilakukan dengan jari telunjuk melalui skrotum. Kemudian pasien diminta
mengejan dan dilihat benjolan timbal di annulus inguinalis lateralis atau annulus
inguinalis medialis dan annulus inguinalis femoralis.
Thumb test Sama seperti siemen test, hanya saja yang diletakkan di annulus inguinalis
lateralis, annulus inguinalis medialis, dan annulus inguinalis femoralis adalah ibu
jari.
Valsava test Pasien dapat diperiksa dalam posisi berdiri. Pada saat itu benjolan bisa saja
sudah ada, atau dapat dicetuskan dengan meminta pasien batuk atau
melakukan manuver valsava.
20. INTUSSUSEPSI
Sebagian usus masuk ke dalam bag. Usus yang lainobstruksi usus
Bayi sehat, tiba-tiba menangis kesakitan(crying spells), nyeri, Lethargy
Pada kuadran kanan atas teraba massa berbentuk sosis dan kekosongan
pada kuadran kanan bawah (Dance sign)
Usia 6 - 12 bulan
Biasanya jenis kelamin laki-laki
lethargy/irritability
Portio-like on DRE

TRIAD:
vomiting
abdominal pain
o colicky, severe, and intermittent,drawing the legs up to the abdomen,kicking
the air, In between attacks, calm and relieved
blood per rectum /currant jelly stool

http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/679/highlights/overview.html
PART OF THE
INTESTINE
FOLDS ON
ITSELF LIKE A
TELESCOPE
Etiologi
90% Idiopatik
Belum dapat dipastikan, namun diperkirakan
penyebabnya adalah virus ( Anomalies with
peristalsis)
10% Patologis
Polyp, tumour or other mass within the intestinal
tract is caught by the normal contractions,
creating a lead point which pushes along
causing the intussusception

Anne Connell
Radiologic Signs
Ultrasound signs
include:
target sign /doughnut
sign)
pseudokidney sign
crescent in a doughnut
sign
Barium Enema
Barium Enema
pemeriksaan gold
standar
intussusception as an
occluding mass
prolapsing into the
lumen, giving the
"coiled spring
appearance
21. TRAUMA BULI

86% trauma buli berkaitan dg trauma


abdomen (KLL, jatuh dr ketinggian)
90% berhubungan dg fraktur pelvis.
Sebaliknya hanya 9 16 % fraktur pelvis yg
disertai ruptur buli.
60% mrpk ruptur buli extraperitoneal, 30%
intraperitoneal
MEKANISME CEDERA
Ruptur intraperitoneal terjadi akibat trauma pada abdomen
bagian bawah atau jg trauma pelvis pada saat buli2 penuh.
Ruptur extraperitoneal lbh sering berkaitan dg fraktur pelvis
Tanda dan gejala
Hematuria
dapat merupakan gejala tunggal
95% ruptur buli
Nyeri perut bawah.
Kesulitan berkemih
Pruduksi urin menurun
Pemeriksaan radiologis
Cystography
Kontras > 300 cc
Foto pengosongan (drainase)
CT scan cystography
Trauma buli
Kontusio buli
Cedera mukosa tanpa extravasasi urin
Ruptur interstisial
Robekan sebagian dinding buli tanpa extravasasi
Ruptur intraperitoneal
Tampak kontras mengisi rongga intraperitoneal
Ruptur extraperitoneal
Kontras mengisi ruang perivesika dibawah garis
asetabulum
Hematoma perivesika : tear drop appearance
Sistogram
Ruptur intraperitoneal Ruptur Ekstraperitoneal
Penatalaksanaan
Pada luka tembus buli2 explorasi + repair
Ruptur intraperitoneal explorasi + repair

Pada trauma tumpul yg hanya menimbulkan


trauma dinding buli yg tidak disertai
extravasasi urin tidak memerlukan tindakan
pembedahan.
22. SUMBATAN JALAN NAPAS AKIBAT BENDA ASING

Mengenali sumbatan jalan


napas (tersedak)
Apakah ada napas atau
batuk?
Suara napas bernada
tinggi?
Apakah batuk cukup kuat?
Tidak dapat bicara,
bernapas, atau batuk
Tanda tersedak universal
(memegang leher)
Sianosis
Tersedak Pada Pasien Dewasa Sadar

Berikan 5 abdominal thrusts


(Heimlich maneuver)
Tempatkan kepalan tangan
sedikit di atas umbilikus
Lakukan 5 thrust ke arah dalam dan
atas, dengan kekuatan hingga
pasien terangkat
Hamil atau obese? Berikan chest
thrusts
Kepalan pada sternum
Bila tidak berhasil topang dada
dengan satu tangan sementara
tangan lein melakukan back blows
Lanjutkan hingga sumbatan
teratasi atau pasien tidak sadar
Pasien Anak

Sama dengan dewasa,


namun perbedaan pada
tenaga thrusts
Kekuatan tidak sampai
anak terangkat dari
kakinya
Pasien Bayi Sadar

Posisikan kepala
menghadap ke bawah
5 back blows (periksa apakah ada
objek yang keluar)

5 chest thrusts (periksa apakah


ada objek yang keluar)

Ulangi
Finger Sweep

Hanya bila jelas terlihat


benda asing di rongga
mulut
Tidak ada data yang
mendukung mengenai
efektivitas metode ini
Tidak Sadar
Jika bayi menjadi tidak Jika Pasien dewasa
sadar menjadi tidak sadar
Berikan ventilasi, bila Mulai RJP 30:2
tidak masuk, cek apakah
Setiap memberi napas
ada benda asing di mulut
bantuan, periksa rongga
lalu coba 2 kali lagi
mulut
napas bantuan
Bila tidak masukmulai
RJP 30:2
Setiap memberi napas
bantuan, periksa rongga
mulut

Part 5: Adult Basic Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines
Choking
Child Choking

Abdominal thrust =
Heimlich manouvre

www.resus.org.uk/pages/pchkalgo.pdf
23. HEMOROID

Hemoroid interna dan eksterna dibatasi


oleh linea dentata.

Hemoroid eksterna Hemoroid Interna


Diluar anal canal, sekitar sphincter Didalam anal canal
Gejala terjadi karena thrombosis Gejala timbul karena perdarahan atau
iritasi mukosa
Tidak dapat dimasukkan ke dalam anal dapat dimasukkan ke dalam anal canal
canal sampai grade III
Internal Hemorrhoids
Internal hemorrhoidal plexus
V. Rectus Inferior
V. Rectus Media
External Hemorrhoids
external hemrroidal plexus
V. Rectus Inferior
Gambaran Histologis
Hemoroid structur
vaskular dalam anal
canal
Gambaran Histologis:
Epitel skuomosa
kolumnar simplex dan
eptel skuomosa
bertingkat dengan
pelebaran vena pada
lapisan lamina proria
dan submukosa
Grading Hemoroid Interna
(Banov, 1985)
Grade I hemorrhoids project into the anal canal and often bleed but do
not prolapse

Grade II hemorrhoids may protrude beyond the anal verge with straining
or defecating but reduce spontaneously when straining ceases (ie, return
to their resting point by themselves)

Grade III hemorrhoids protrude spontaneously or with straining and


require manual reduction (ie, require manual effort for replacement into
the anal canal)

Grade IV hemorrhoids chronically prolapse and cannot be reduced; these


lesions usually contain both internal and external components and may
present with acute thrombosis or strangulation
ACG (American College of
Gastroenterology Guideline
Treatment for internal hemorrhoids by grade:
Grade I hemorrhoids
conservative medical therapy and avoidance of nonsteroidal anti- inflammatory drugs
(NSAIDs) and spicy or fatty foods
Conservative therapy:
Increased fiber intake and adequate fluids reducing both prolapse and bleeding
Avoid straining and limit their time spent on the commode
Topical and systemic analgesics; proper anal hygiene
a short course of topical steroid cream
Grade II or III hemorrhoids
initially treated with nonsurgical procedures, rubber band ligation, sclerotherapy, and infrared
coagulation
Rubber band Ligation is the treatment of choice for second- degree hemorrhoids, and it is a
reasonable first-line treatment for third-degree hemorrhoids
Very symptomatic grade III and grade IV hemorrhoids
surgical hemorrhoidectomy, or stapled
Very symptomatic gr. III continous bleeding, intractable pain, large hemoroid gr. III
Treatment of grade IV internal hemorrhoids or any incarcerated or gangrenous
tissue requires prompt surgical consultation

Wald A, Bharucha AE, Cosman BC, et al. ACG clinical guideline: management of benign anorectal
disorders. Am J Gastroenterol. Aug 2014
External Hemorrhoid Treatment
Remember that therapy is directed solely at
the symptoms, not at aesthetics.

External hemorrhoid symptoms are generally


divided into problems with acute thrombosis
and hygiene/skin tag complaints.
Acute thrombosis office excision (not
enucleation)
Skin tag operative resection
24. FRAKTUR ANTEBRACHII

Fraktur Galeazzi: adalah fraktur radius distal disertai


dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal.
Fraktur Monteggia: adalah fraktur ulna sepertiga
proksimal disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum
radius.
Fraktur Colles: fraktur melintang pada radius tepat diatas
pergelangan tangan dengan pergeseran dorsal fragmen
distal.
Fraktur Smith: Fraktur smith merupakan fraktur dislokasi
ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse
Colles fracture.
Montegia Fracture Dislocation

Fraktur 1/3 proksimal


Ulna disertai dengan
Lateral displacement
dislokasi kepala radius
ke arah anterior,
posterior, atau lateral
Head of Radius
dislocates same
direction as fracture
Memerlukan ORIF

http://www.learningradiology.com
Galleazzi Fracture
Fraktur distal radius
dan dislokasi sendi
radio-ulna ke arah
inferior
Like Monteggia fracture
if treated conservatively
it will redisplace
This fracture appeared
in acceptable position
after reduction and POP

http://www.learningradiology.com
Colles Fracture
Fraktur tersering pada tulang yang
mengalami osteoporosis
Extra-Articular : 1 inch of distal Radius
Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan
tangan pada posisi dorsofleksi
Typical deformity : Dinner Fork
Deformity is : Impaction, dorsal
displacement and angulation, radial
displacement and angulation and avulsion of
ulnar styloid process

http://www.learningradiology.com
Colles Fracture
http://www.learningradiology.com
Smith Fracture
Hampir berlawanan dengan Colles fracture
Lebih jarang terjadi dibandingkan dengan
colles
Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan
tangan pada posisi palmar fleksi
Typical deformity : Garden Spade
Management is conservative : MUA and
Above Elbow POP

http://www.learningradiology.com
Smith
Fracture

http://www.learningradiology.com
Fraktur Monteggia
Fraktur Galeazzi

Fraktur Colles
Fraktur Smith
25. Luka Bakar
Total Body
To estimate scattered burns:
patient's palm surface = 1% total
Surface Area
body surface area

Parkland formula = Baxter formula

http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml
Indikasi Resusitasi Cairan
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
26. TRAUMA DADA
DIAGNOSIS ETIOLOGI TA N D A D A N G E J A L A

Ansietas/ gelisah, takipneu, tanda-tanda syok,


Laserasi takikardia, Frothy/ bloody sputum.
Hemotoraks pembuluh darah Suara napas menghilang pada tempat yang
di kavum toraks terkena, vena leher mendatar, perkusi dada
pekak.
Jejas di jaringan paru sehingga menyebabkan
udara bocor ke dalam rongga dada.
Simple Trauma tumpul
Nyeri dada, dispneu, takipneu.
pneumotoraks spontan
Suara napas menurun/ menghilang, perkusi
dada hipersonor
Luka penetrasi menyebabkan udara dari luar
masuk ke rongga pleura.
Open Luka penetrasi di Dispneu, nyeri tajam, empisema subkutis.
pneumotoraks area toraks Suara napas menurun/menghilang
Red bubbles saat exhalasi dari luka penetrasi
Sucking chest wound
DIAGNOSIS ETIOLOGI TA N D A D A N G E J A L A

Tampak sakit berat, ansietas/gelisah,


Udara yg terkumpul di
Dispneu, takipneu, takikardia, distensi vena
Tension rongga pleura tidak
jugular, hipotensi, deviasi trakea.
pneumotoraks dapat keluar lagi
Penggunaan otot-otot bantu napas, suara
(mekanisme pentil)
napas menghilang, perkusi hipersonor.

Fraktur segmental
Nyeri saat bernapas
Flail chest tulang iga, melibatkan
Pernapasan paradoksal
minimal 3 tulang iga.

Sesak, batuk, nyeri dada, yang disebabkan


CHF, pneumonia, oleh iritasi pleura.
Efusi pleura keganasan, TB paru, Perkusi pekak, fremitus taktil menurun,
emboli paru pergerakan dinding dada tertinggal pada
area yang terkena.

Pneumonia Infeksi, inflamasi Demam, dispneu, batuk, ronki


TENSION
PNEUMOTHORAKS
Treatment
Udara yang terkumpul ABCs dengan c-spine
di rongga pleura tidak control sesuai indikasi
dapat keluar lagi Needle Decompression
Tekanan pada pada bagian yang terkena
mediastinum,paru dan Oksigen aliran tinggibag
pembuluh darah besar valve mask
meningkat Atasi syok karena
Menyebabkan paru kehilangan darah
pada bagian yang Memberitahukan RS dan
terkena kolaps unit trauma secepatnya

http://www.trauma.org/index.php/main/article/199/
Needle Decompression
1. Tandai sela iga 2-3 garis
midklavikularis
2. Asepsis-antisepsis
3. Tusukkan jarum ( 14G atau lebih
besar) diatas iga ke 3 (saraf,
arteri, vena berjalan di
sepanjang bag. bawah iga)
4. Lepaskan Stylette dan
dengarkan adanya suara udara
yang keluar
5. Place Flutter valve over catheter
6. Reassess for Improvement

http://emedicine.medscape.com/article/424547
Rongga pleura terisi
oleh darah

Saat darah semakin


banyak, akan
menimbulkan tekanan
pada jantung dan
pembuluh darah besar
di rongga dada

Treatment for Hemothorax


ABCs dengan c-spine control sesuai
indikasi
Amankan Airway dengan bantuan ventilasi
bila dibutuhkan
Atasi syok karena kehilangan darah
Pertimbangkan posisi LLD bila tidak di
kontraindikasikan
Transport Secepatnya
Memberitahukan RS dan unit trauma
secepatnya
Needle decompressionBila ada indikasi Upright chest radiograph:
Chest tubesegera setelah pasien stabil blunting at the costophrenic angle or
an air-fluid interface
http://emedicine.medscape.com/
Flail chest:
FLAIL CHEST Beberapa tulang iga
Beberapa garis fraktur pada satu
tulang iga

The first rib is often fractured


posteriorly (black arrows). If multiple
Fraktur segmental dari tulang-tulang iga yang rib fractures occur along the midlateral
berdekatan, sehingga ada bagian dari dinding (red arrows) or anterior chest wall
dada yang bergerak secara independen (blue arrows), a flail chest (dotted
http://emedicine.medscape.com/article/433779
black lines) may result.
Treatment
ABCs dengan c-spine control sesuai indikasi
Analgesik kuat
intercostal blocks
Hindari analgesik narkotik
Ventilation membaik tidal volume meningkat, oksigen darah
meningkat
Ventilasi tekanan positif
Hindari barotrauma
Chest tubes bila dibutuhkan
Perbaiki posisi pasien
Posisikan pasien pada posisi yang paling nyaman dan membantu
mengurangi nyeriPasien miring pada sisi yang terkena
Aggressive pulmonary toilet
Surgical fixation rarely needed
Rawat inap24 hours observasion
http://emedicine.medscape.com/
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
Cardiac Tamponade
Gejala Pemeriksaan Fisik
Takipnea dan DOE, rest Takikardi
air hunger Hypotension shock
Weakness Elevated JVP with blunted
Presyncope y descent
Dysphagia Muffled heart sounds
Batu Pulsus paradoxus
Anorexia Bunyi jantung masih
terdengar namun nadi
(Chest pain) radialis tidak teraba saat
inspirasi
(Pericardial friction rub)
Water bottle configuration"
bayangan pembesaran jantung
yang simetris
http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20274-Pericardial%20effusion/perieffusioncorrect.html
Dicurigai Tamponade
jantung:
Echocardiography
Pericardiocentesis
Dilakukan segera untuk
diagnosis dan terapi
Needle pericardiocentesis
Sering kali merupakan pilihan
terbaik saat terdapat
kecurigaan adanya
tamponade jantung atau
terdapat penyebab yang
diketahui untuk timbulnya
tamponade jantung

http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
27. ILEUS OBSTRUKTIF

Ileus:
Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari
gerakan peristaltik usus.
Obstruksi:
Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan
karena adanya kelainan struktural sehingga
menghalangi gerak peristaltik usus.
Obstruksi dapat parsial atau komplit
Obstruksi simple atau strangulated
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
28. Management of Trauma Patient
ATLS Coursed 9th Edition
Cervical in-lin immobilization
I N D I KA S I A I RWAY D E F I N I T I F
Tindakan Penyelamatan Segera pada
Luka Bakar

Kontrol Airway
Menghentikan
proses luka bakar
Pemsangan akses
intravena
Kontrol Airway
Diperlukaan kewaspadaan adanya trauma inhalasi, karena tanda
awal yang tidak jelas.
Indikasi adanya trauma inhalasi:
Luka bakar yang mengenai wajah dan/atau leher
Alis mata dan bulu hidung hangus
Adanya timbunan karbon dan tanda peradangan akut orofaring, mis:
stridor
Sputum yang mengandung karbon arang
Suara serak
Riwayat gangguan mengunyah dan/atau terkurung dalam api
Luka bakar kepala dan badan akibat ledakan
Kadar karboksihemoglobin lebih dari 1,0%
Bila ditemukan salah satu poin di atas sangat mungkin terjadi
trauma inhalasiperlu dirujuk pusat luka bakar, perlu di intubasi
jika perjalanan jauh, atau adanya stridor.
Menghentikan Proses Luka Bakar
Segera tanggalkan pakaian dan perhiasan pasien
Menghentikan proses pemanasan
Mencegah jeratan karena oedema
Debris dan bubuk kimia kering dibersihkan
dengan cara menyapu untuk menghindari
terjadinya kontak langsung.
Permukaan tubuh yang terkena dicuci dengan air
bersih, kemudian pasie diselimuti kain hangat
yang bersih dan kering.
Inhalation Injury
Antisipasi gangguan respirasi pada korban luka bakar yang
memiliki luka di :
Kepala, wajah, atau dada
Rambut hidung, atau alis terbakar
Suara serak, takipnea atau keluar air liur yang banyak(pasien
kesulitan untuk menelan air liur)
Kehilangan kesadaran di lokasi kejadian
Mukosa Nasal atau Oral berwarna merah atau kering
Jelaga pada mulut atau hidung
Batuk dengan sputum kehitaman
Lokasi kebakaran yang tertutup atau terdapat riw.terperangkap
Semua pasien yang terperangkap dalam api memiliki
kemungkinan keracunan CO atau mengalami hipoksia
Inhalation Injury Management
Airway, Oxygenation and Ventilation
Airway Control Penilaian awal karena sering terhadap edema
jalan napas
Ventilator Pertimbangkan Intubasi awal dengan RSI(rapid
sequence intubation)Ventilator
Chest physiotherapy Inflamasi dari alveolimengurangi oxigenasi
After intubated, patients with inhalation injury
Suctioning should receive mechanical ventilation
Recommended HFPV (High frequency percussion
Therapeutic ventilation)
Trend for less barotrauma, less VAP, less sedation
bronchoscopy Bila terdapat keragu-raguan oxygenate and
ventilate
Pharmacologic Bronkodilator dapat dipertimbangkan bila
adjuncts terdapat bronkospasm
Diuretik tidak sesuai untuk pulmonary edema
Circulation
Tatalaksana syok
IV Access
LR/NS large bore, multiple IVs
Titrate fluids to maintain systolic BP and perfusion
Avoid MAST/PASG
29. TRAUMA URETRA
Curiga adanya trauma
pada traktus urinarius
bag.bawah, bila:
Terdapat trauma
disekitar traktus
urinarius terutama
fraktur pelvis
Retensi urin setelah
kecelakaan
Darah pada muara OUE
Ekimosis dan hematom
perineal
http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf
URETRA ANTERIOR: URETRA POSTERIOR :
Anatomy: Anatomy
Bulbous urethra Prostatic urethra
Pendulous urethra Membranous urethra
Fossa navicularis Etiologi:
Etiologi: Fraktur tulang Pelvis
Straddle type injuries Gejala klinis:
Intrumentasi
Darah pada muara OUE
Fractur penis
Nyeri Pelvis/suprapubis
Gejala Klinis: Perineal/scrotal hematom
Disuria, hematuria RT Prostat letak tinggi atau
Hematom skrotal melayang
Hematom perineal akan timbul bila terjadi Radiologi:
robekan pada fasia Bucks sampai ke dalam fasia
Pelvic photo
Collesbutterfly hematoma in the perineum
Urethrogram
will be present if the injury has disrupted Bucks
fascia and tracks deep to Colles fascia, creating a Therapy:
characteristic butterfly hematoma in the Cystostomi
perineum Delayed Repair
Therapy:
Cystostomi
Immediate Repair
Don't pass a diagnostic Retrograde
catheter up the patient's urethrography
urethra because: Modalitas pencitraan yang
The information it will give utama untuk mengevaluasi
will be unreliable. uretra pada kasus trauma
May contaminate the dan inflamasi pada uretra
haematoma round the
injury.
May damage the slender
bridge of tissue that joins
the two halves of his
injured urethra

Posterior urethral rupture above the intact


urogenital diaphragm following blunt
trauma

http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary
Ruptur Uretra Anterior
Penyebab tersering : DIAGNOSIS
straddle injury (cedera Perdarahan
selangkangan) peruretra/hematuri
Hematom / butterfly
hematom
Jenis kerusakan : Kadang retensi urine
Kontusio uretra
Kontusio :
Ruptur parsial
ekstravasasi
Ruptur total Ruptur :
ekstravasasi + bulbosa
Sleeve Hematom

Butterfly Hematom
TINDAKAN
Kontusio :
observasi 4-6 bln
evaluasi: uretrografi ulang

Ruptur :
Sistostomi 1 bulan
3 bulan uroflometri, k/p uretrogram .
striktura, lakukan sachse.
RUPTUR URETRA POSTERIOR
Ruptur uretra pars COLAPINTO DAN MCCOLLUM
(1976 ) :
prostato Stretching (teregang)
membranasea. Tidak ada ekstravasasi.
Terbanyak disebabkan Uretra putus diatas prostato
membranasea
fraktur tulang pelvis. Diaphragma urogenital utuh
Ekstravasasi terbatas pada
Robeknya ligamen pubo diaphragma urogenital.
- prostatikum Uretra posterior,
diaph.Urogenital & uretra pars
bulbosa proksimal rusak.
Ekstravasasi sampai perineum
DIAGNOSIS RUPTUR POSTERIOR
Gambaran khas :
Perdarahan per uretra
Retensi urine
RT: floating prostat.
Floating Prostat
Uretrografi :
Ekstravasasi kontras pd pars prostato
membranasea
Fraktur pelvis.
URETROGRAFI

Ruptur total Ruptur Parsial


TINDAKAN KOMPLIKASI
AKUT : SISTOSTOMI Striktura uretra
Disfungsi ereksi
STABIL :
Inkontinentia urine
Primary endoskopic
realigment, 1 minggu
paska ruptur
Uretroplasti, 3 bulan
paska ruptur.
Rail roading kateter
dilakukan bila bersamaan
dg operasi lain.
30. DISLOKASI PANGGUL
Posterior Hip Dislocation
soundnet.cs.princeton.edu

Anterior Hip Dislocation


Gejala
Nyeri pada sendi
panggul
Tidak dapat berjalan
atau melakukan
adduksi dari kaki.
The leg is externally
rotated, abducted,
and extended at the
hip

netterimages.com
31. HEREDITARY COLOR DEFICIENCY

8-10% of males and 1/200 females (0.5%) are born


with red or green color deficiency.
Sex-linked recessive condition (X chromosome).
Protanomalyred cone peak shifted toward green (1%)
Protan Dichromatred cones absent (1%)
Deuteranomalygreen cone peak shifted toward red
(5%)
Deutan Dichromatgreen cones absent (1%)
Hereditary tritan defects are rare (0.008%)
Blue colour blindness affects both men and women
equally, because it is carried on a non-sex
chromosome
Normal Retinal ConesNormal Color Vision
Red cones
Blue cones
Green cones
absent in Blue cones
central fovea
Brightness = R + G
Color = R G
Color = B (R+G)
Red cones
outnumber green
cones 2/1
Red + Green cones
outnumber blue
cones 10/1
203
What happens in hereditary
color deficiency?

Red or green cone peak


sensitivity is shifted.
Red or green cones absent.
Retinal ConesNormal Color Vision

Red, green and blue cone


sensitivity vs. wavelength
curves
Color Deficiency Males Females
Protanopia 1% 0.01%
Deuteranopia 1% 0.01%
Protanomaly 1% 0.01%
Deuteranomaly 5% 0.4%
Overall (red-green) 8% 0.5%
Tritanopia 0.008% 0.008%
Tritanomaly Rare Rare
Rod monochromatism Rare Rare
Cone
Rare Rare
monochromatism
COLOR BLINDNESS
X-linked recessive

http://en.wikipedia.org/wiki/Color_blindness
ISIHARA TEST

Diciptakan pertama kali oleh Dr. Shinobu


Isihara (1879-163).
Awalnya tes ini diciptakan untuk mendeteksi
kelainan penglihatan warna kongenital yang
pada umumnya buta warna merah hijau.
Tes isihara yang pertama kali diciptakan
berjumlah 14 lempeng
ISIHARA TEST

Retina terdiri atas sel batang dan sel kerucut


Setiap sel kerucut memiliki satu pigmen warna : merah,
hijau dan biru
Sel kerucut tidak hanya memberikan informasi
mengenai warna apa yang terlihat, namun juga
kecerahan dan intensitas suatu warnda dibandingkan
warna lainnya, terutama warna merah terhadap hijau
serta biru terhadap kuning
Jenis buta warna :
Protanopia defek atau hilangnya pigmen merah
Deutranopia defek atau hilangnya pigmen hijau
Tritanopia defisiensi pigmen biru kuning
ISIHARA TEST

Tes isihara tidak didisiain untuk mendeteksi buta


warna biru kuning, tes ini hanya digunakan untuk
mendeteksi buta warna merah hijau kongenital
Untuk buta warna disebabkan oleh kelainan
retina yang didapat ( toksisitas hidroksiklorokuin)
tidak dapat dideteksi dengan tes ini
Hardy Rand Rittler plates digunakan untuk
mendeteksi buta warna biru kuning
Cara interpretasi :
Skoring dilakukan pada 11 lempeng pertama
Skor 10/11 normal
<7/11 abnormal
Skor 8 atau 9/11 dibutuhkan pemeriksaan lebih
lanjut (contoh tes Farnsworth Panel D-15 )

Lempeng 1 digunakan untuk menjelaskan cara


tes kepada pasien. Semua orang dapat
membaca lempeng ini
Lempeng 2-5 pasien buta warna merah
hijau melihat angka yang berbeda
Lempeng 9 tidak dapat dilihat oleh orang
normal, namun buta warna merah hijau
melihat angka 2
Lempeng 12-14 :
Membedakan protanopia dan deutranopia
Protanopia pasien protanopia tidak dapat
melihat angka pertama lempeng 12 dan 13, serta
garis merah pada lempeng 14
Deutranopia tidak dapat melihat angka kedua
pada lempeng 12 dan 13, serta garis ungu pada
lempeng 14
Pada buta warna total pasien tidak dapat
melihat seluruh lempeng isihara
32. KELAINAN REFRAKSI
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler
refraksi (kornea, uveitis posterior Katarak
sklera konjungtiva
uvea, atau perdarahan vitreous Glaukoma
tidak Ablasio retina retinopati
seluruh mata)
menghalangi oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal retinitis
neuritis optik pigmentosa
Keratitis
Konjungtivitis murni neuropati optik akut kelainan refraksi
Keratokonjungtivitis
Trakoma karena obat (misalnya
Ulkus Kornea
mata kering, etambutol), migrain,
Uveitis
tumor otak
xeroftalmia glaukoma akut
Pterigium Endoftalmitis
Pinguekula panoftalmitis
Episkleritis
skleritis
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA

MIOPIA bayangan difokuskan di Normal aksis mata 23 mm (untuk


depan retina, ketika mata tidak setiap milimeter tambahan
panjang sumbu, mata kira-kira
dalam kondisi berakomodasi
lebih miopik 3 dioptri)
(dalam kondisi cahaya atau benda
Normal kekuatan refraksi kornea
yang jauh) (+43 D) (setiap 1 mm penambahan
Etiologi: diameter kurvatura kornea, mata
Aksis bola mata terlalu panjang lebih miopik 6D)
miopia aksial Normal kekuatan refraksi lensa
Miopia refraktif media refraksi yang
(+18D)
lebih refraktif dari rata-rata: People with high myopia
kelengkungan kornea terlalu besar more likely to have retinal detachments
and primary open angle glaucoma
Dapat ditolong dengan
more likely to experience floaters
menggunakan kacamata negatif
(cekung)
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA
Miopia secara klinis :
Simpleks: kelainan fundus ringan, < -6D
Patologis: Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif, adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada
pemeriksaan oftalmoskopik, > -6D
Miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa :
Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
Berat : lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
Miopia berdasarkan umur :
Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.
Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 thn.
Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
KELAINAN REFRAKSI KOREKSI MIOPIA
Pada miopia, pemilihan kekuatan
lensa untuk koreksi prinsipnya adalah
dengan dioptri yang terkecil dengan
visual acuity terbaik.
Pemberian lensa dgn kekuatan yg
lebih besar akan memecah berkas
cahaya terlalu kuat sehingga bayangan
jatuh di belakang retina, akibatnya
lensa mata harus berakomodasi agar
bayangan jatuh di retina.
Sedangkan lensa dgn kekuatan yg
lebih kecil akan memecah berkas
cahaya dan jatuh tepat di retina tanpa
lensa mata perlu berakomodasi lagi.
33. DRY EYE SYNDROME
(KERATOKONJUNGTIVITIS SICCA)

International Dry Eye Workshop (DEWS) 2007


definition:
Mata kering merupakan penyakit multifaktorial
pada produksi air mata dan permukaan mata yang
menyebakan rasa tidak nyaman, gangguan
penglihatan, dan instabilitas lapisan air mata yang
beresiko menyebabkan kerusakan permukaan
okular. Kondisi ini disertai pula dengan
peningkatan osmolaritas lapisan air mata dan
peradangan pada permukaan mata.
33. DRY EYE SYNDROME
(KERATOKONJUNGTIVITIS SICCA)

Dry eye is a disorder of the


tear film due to tear
deficiency or excessive tear
evaporation which causes
damage to the
interpalpebral ocular
surface and is associated
with symptoms of ocular
discomfort
Tear film total thickness
7-10 m, consist of:
Mucus layer (0.02- 0.04 m)
Aqueous layer (6.5 m)
Lipid layer (0.1 m)
ELEMENTS OF OCULAR DEFENCE
STABLE PRECORNEAL TEAR FILM

Lipid Meibomian gland

Compositional Lacrimal gland


Aqueous
factors
Ocular surface
Mucin epithelium

Lid Tear spread


Hydrodynamic blinking Tear clearance
factor
Lid Prevents evaporation
closure
VICIOUS YCLE OF DRY EYE (KCS)

KCS Loss of goblet


cells

VICIOUS CYCLE

Tear film Absence of


destabilizes mucin
CLASSIFICATION

Tear-deficient dry eye:


There is a disorder of lacrimal function or a
failure of transfer of lacrimal fluid into the
conjunctival sac
Tear-sufficient dry eye:
Lacrimal function is normal, the tear
abnormality is due to increased tear
evaporation
TEAR - DEFICIENT

Sjogren syndrome Non-Sjogren tear deficient

Lacrimal Lacrimal
Primary Secondary Reflex
Disease obstruction

Rh arthritis
Primary Contact
SLE
Cong Secondary lens
Wegeners Trachoma
alacrimia Sarcoid VII n
Granulomatosis Pemphigoid
Primary HIV Palsy
Systemic Burns
lacrimal Vit A def Neurop-
sclerosis
disease keratitis
EVAPORATIVE

Oil Ocular surface


Lid related Contact lens
deficient disorder

Blink,
Xerophthalmia
Secondary Aperture
Primary
abnormal
Blepharitis
Absent
Meibomian Lid surface
glands
gland incongruity
Distichiasis
disease
CLINICAL MANIFESTATION
Burning or itching Sore or tired eyes
Fluctuating vision History of Styes
Foreign body sensation Ocular discharge
Grittiness or irritation Light sensitivity
Contact lens discomfort
Watering or excessive
tearing
DRY EYE SEVERITY LEVEL
VA R I A B L E 4 (must have signs and
1 2 3
symptoms)
Moderate, episodic
Mild, episodic; occurs Severe, frequent or
Discomfort (severity or chronic; occurs Severe or disabling,
under environmental constant; occurs
and frequency) with or without constant
stress without stress
stress

Annoying, chronic or
None or episodic mild Annoying or activity- Constant and possibly
Visual symptoms constant, activity-
fatigue limiting, episodic disabling
limiting

Conjunctival injection None to mild None to mild +/ +/++

Conjunctival staining None to mild Variable Moderate to marked Marked


Corneal staining
None to mild Variable Marked central Severe punctate erosions
(severity and location)

Filamentary keratitis, Filamentary keratitis,


Mild debris,
Corneal and tear signs None to mild mucus clumping, mucus clumping, increased
decreased meniscus
increased tear debris tear debris, ulceration

Lid and meibomian Trichiasis, keratinization,


MGD variably present MGD variably present MGD frequent
glands symblepharon

Tear breakup time Variable 10 s 5s Immediate

Schirmer score Variable 10 mm/5 min 5 mm/5 min 2 mm/5 min

MGD=meibomian gland dysfunction.


DIAGNOSIS
Slit lamp examination
Demonstration of tear instability (Tear film break up time,
TBUT) with Tearscope/ Xeroscope
Demonstration of ocular surface damage
Schirmers test
Fluorescein Staining
Rose bengal stain
Lissamine Green Staining
Demonstration of tear hyperosmolarity
SCHIRMERS TEST

Measurement of the aqueous layer quantity only


5x30 strips of Whatman filter paper
The amount of moistening is of the exposed paper is
recorded at the end of 5minutes
SCHIRMERS TEST
Measures total reflex and basic tear secretion
Results:
Normals will wet approximately 10 to 30mm at the
end of 5minutes.
If wetting > 30 mm, reflex tearing is intact but not
controlled or tear drainage is insufficient
A value of < 5mm indicates hyposecretion
Treatment
Level 1 treatment consists of the
following: If level 2 treatment is
Education and environmental or inadequate, level 3
dietary modifications measures are added,
Elimination of offending systemic
medications including the following:
Preserved artificial tear substitutes, Autologous serum or
gels, and ointments umbilical cord serum
Eyelid therapy
If level 1 treatment is inadequate, Contact lenses
level 2 measures are added, Permanent punctal occlusion
including the following: If level 3 treatment is
Nonpreserved artificial tear
substitutes inadequate, level 4
Anti-inflammatory agents (topical treatment, consisting of the
cyclosporine, topical steroids)
Tetracyclines (for meibomitis or administration of systemic
rosacea) anti-inflammatory agents, is
Punctal plugs (after inflammation added.
has been controlled)
Secretagogues
Moisture chamber spectacles
TREATMENT
Artificial tear solutions
Artificial tear inserts
Ointments
Mucolytic agents
Punctal occlusion
Bandage contact lens
Moisture chambers
Topical cyclosporine (0.05%, 0.1%)
Oral cholinergic agents
Lateral tarsorraphy
TREATMENT
Artificial tear solutions
Main stay of treatment for dry eyes
Have a polymeric agent such as polyvinyl alcohol,
methylcellulose, or dextran to increase viscosity
Ointments
Petrolatum based ointments relieve the symptoms,
primarily through lubrication
Mucolytic agents
N-acetylcysteine 5% --- corneal filaments and mucus
plaques
34. CATARACT
Any opacity of the lens or loss of transparency of the lens that causes
diminution or impairment of vision
Classification : based on etiological, morphological, stage of maturity
Etiological classification :
Senile
Traumatic (penetrating, concussion, infrared irradiation, electrocution)
Metabolic (diabetes, hypoglicemia, galactosemia, galactokinase deficiency,
hypocalcemia)
Toxic (corticosteroids, chlorpromazine, miotics, gold, amiodarone)
Complicated (anterior uveitis, hereditary retinal and vitreoretinal disorder, high myopia,
intraocular neoplasia
Maternal infections (rubella, toxoplasmosis, CMV)
Maternal drug ingestion (thalidomide, corticosteroids)
Presenile cataract (myotonic dystrophy, atopic dermatitis)
Syndromes with cataract (downs syndrome, werners syndrome, lowes syndrome)
Hereditary
Secondary cataract

http://sdhawan.com/ophthalmology/lens&cataract.pdf E-mail: sdhawan@sdhawan.com


34. CATARACT
Morphological classification : Sign & symptoms:
Capsular Near-sightedness (myopia
Subcapsular shift) Early in the
Nuclear development of age-related
cataract, the power of the
Cortical lens may be increased
Lamellar Reduce the perception of
Sutural blue colorsgradual
Chronological classification: yellowing and opacification of
Congenital (since birth) the lens
Infantile ( first year of life) Gradual vision loss
Juvenile (1-13years) Almost always one eye is
Presenile (13-35 years) affected earlier than the
other
Senile
Shadow test +
Klasifikasi morfologi katarak

Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011


Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
KATARAK-SENILIS
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan
terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
50 tahun 4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at
Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak this stage, lens may become swollen due to
Etiologi :belum diketahui secara pasti continued hydration intumescent cataract),
multifaktorial: matur, hipermatur
Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan Penyulit : Glaukoma, uveitis
pengaruh genetik Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
Faktor fungsional, yaitu akibat
akomodasi yang sangat kuat mempunyai Insipien Imatur Matur Hipermatur
efek buruk terhadap serabu-serabut
lensa. Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Faktor imunologik Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang


Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
seperti gangguan nutrisi, gangguan
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi
cahaya matahari. Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Gangguan metabolisme umum Shadow test - + - -/+

+
< << <<<
Visus Masih 6/6-
6/60-1/60 1/300 1/300-1/~
6/20
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006 Uveitis,
Penyulit - Glaukoma -
glaukoma
KLASIFIKASI KATARAK SENILIS
BERDASARKAN LOKASI

Katarak nuklear
kekeruhan terutama pada nukleus Akibat myiopic shift,individu dengan
dibagian sentral lensa. presbiopia dapat membaca tanpa
Terjadi akibat sklerosis nuklear; nukleus kacamata (disebut penglihatan
cenderung menjadi gelap dan keras kedua/second sight).
(sklerosis), berubah dari jernih menjadi Menyebabkan gangguan yang lebih
kuning sampai coklat. besar pada penglihatan jauh daripada
Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70 penglihatan dekat
tahun dan progresivitasnya lambat. Bisa terjadi pada pasien diabetes
Pengerasan yang progresif dari nukleus melitus dan miopia tinggi
lensa peningkatan indeks refraksi Bisa timbul diplopia monokular (akbibat
lensa terjadi perpindahan miopik perubahan mendadak indeks refraksi
(myopic shift), dikenal sbg miopia antara korteks dan nuklear) dan
lentikularis. gangguan diskriminasi warna
(terutama biru dan ungu, akibat
kuningnya lensa)
KLASIFIKASI KATARAK SENILIS
BERDASARKAN LOKASI

Katarak kortikal
Kekeruhan pada korteks lensa ( bisa di Muncul pada usia 40-60 tahun dan
daerah anterior, posterior dan progresivitasnya lambat.
equatorial korteks) Gejala katarak kortikal adalah fotofobia
Terdapat wedge-shape dari sumber cahaya fokal yang terus-
menerus dan diplopia monokular
opacities/cortical spokes atau
gambaran seperti ruji. Kekeruhan dimulai dari celah dan
vakoula antara serabut lensa oleh
Efeknya terhadap fungsi penglihatan karena hidrasi oleh korteks.
bervariasi, tergantung dari jarak Disebabkan oleh berkurangnya protein
kekeruhan terhadap aksial penglihatan total, asam amnio, dan kalium yang
Katarak kortikal umumnya tidak dihubungkan dengan peningkatan
memberi gejala sampai tingkat konsentrasi natrium dan hidrasi lensa,
progresifitas lanjut ketika jari-jari diikuti oleh koagulasi protein.
korteks membahayakan axis
penglihatan (penglihatan dirasakan
lebih baik pada cahaya terang ketika
pupil miosis.)
KLASIFIKASI KATARAK SENILIS
BERDASARKAN LOKASI

Katarak subkapsular posterior (katarak cupuliformis)


Terdapat pada korteks di dekat kapsul Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60
posterior bagian sentral dan biasanya di tahun dan progresivitasnya cepat.
aksial. Kadang mengalami diplopia monokular.
Sejak awal, menimbulkan gangguan Sering terlihat pada pasien yang lebih
penglihatan karena adanya keterlibatan muda dibandingkan dengan pasien
sumbu penglihatan. katarak nuklear / kortikal.
Gejala yang timbul adalah fotofobia dan Sering ditemukan pada pasien DM,
penurunan visus dibawah kondisi cahaya miopia tinggi dan retinitis pigmentosa,
terang, akomodasi, atau miotikum. akibat trauma, penggunaan
Penglihatan dirasakan lebih baik ketika kortikosteroid sistemik atau topikal,
pupil midriasis pada malam hari dengan inflamasi, dan paparan radiasi ion.
cahaya yang suram (day blindness)
Ketajaman penglihatan dekat menjadi
lebih berkurang daripada penglihatan
jauh.
BEDAH KATARAK
Lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular:
Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) :
Mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya
Tidak boleh dilakukan pada pasien usia <40thn, yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular
Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK):
Dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dapat keluar melalui robekan tersebut
Dilakukan pada pasien muda, dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implastasi
sekunder lensa intraokuler, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma,
mata dengan predisposisi terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya pasien
mengalami ablasio retina, mata dengan makular edema, pasca bedah ablasi.
Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi : teknik ekstrakapsular
menggunakan getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks
melalui insisi lumbus yang kecil

Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata


35. KONJUNGTIVITIS NEONATAL

Bacterial conjunctivitis contracted by newborns during delivery


Cause:
Neisseria gonorrhoeae ( inkubasi 2-7 hari)
Chlamydia trachomatis (inkubasi 5-14 hari)
S. Aureus (inkubasi nongonokokal dan nonklamidial 5-14 hari)
Mucopurulent discharge
Chlamydial less inflamed eyelid swelling, chemosis, and
pseudomembrane formation
Complication in chlamydia infection pneumonia (10-20% kasus)
Blindness in chlamydia rare and much slower to manifes than gonococcal
caused by eyelid scarring and pannus
Terapi konj. Klamidial oral erythromycin (50 mg/kg/d divided qid) for 14
days (because of the significant risk for life-threatening pneumonia)

http://emedicine.medscape.com/article
Neisseria gonorrhoeae Chlamydia trachomatis

manifests in the first five days of life 5 to 12 days after birth


marked bilateral purulent Mucopurulent discharge
discharge less inflamed eyelid swelling,
local inflammation palpebral chemosis, and
edema pseudomembrane formation
Complication diffuse epithelial
Complication pneumonitis
edema and ulceration, perforation of
the cornea and endophthalmitis (range 2 weeks 19 weeks after
Gram-negative intracellular diplococci
delivery)
on Gram stain Blindness rare and much
Culture Thayer-Martin agar slower to menifest caused by
eyelid scarring and pannus
Microscopic Findings

Etiology Findings
Chemical PMNs, few lymphocytes
Chlamydia PMNs, lymphocytes, plasma cells, Leber
cells, intracytoplasmic basophilic
inclusions
Bacteria PMNs, bacteria
Virus Lymphocytes, plasma cells,
multinucleated giant cells, intranuclear
eosinophilic inclusion

http://80.36.73.149/almacen/medicina/oftalmologia/enciclopedias/duane/pages/v4/v4c006.html
KONJUNGTIVITIS GO
Neisseria gonorrhoeae Gram-negative intracellular diplococci on
Gram stain
Masa inkubasi: 1-7 hari
manifests in the first five days of life
Marked bilateral purulent discharge
local inflammation palpebral edema
Complication diffuse epithelial edema and ulceration,
perforation of the cornea and endophthalmitis kebutaan
Culture Thayer-Martin agar
Topical erythromycin ointment and IV or IM third-generation
cephalosporin
Nasolacrimal duct obstruction may cause sticky eyes.
Corneal abrasion following trauma at delivery.
NON-INFECTIOUS
Glaucoma (watch for corneal clouding or proptosis, is associated with portwine stains in the ophthalmic region).
Foreign body.

INFECTIOUS
AGE OF
ORGANISM CLINICAL FEATURES THERAPY
ONSET
# Uncommon, potential for
serious consequences -
severe keratitis and Staphylococcus aureus
endophthalmitis. Requires Streptococcus pneumoniae, Unilateral, crusted purulent Topical soframycin drops qds for 5
early recognition and 2-5 days
treatment. Needs blood
Haemophilus spp, discharge days
and CSF culture. Consider Enterococci
concomitant chlamydial
infection if poor response
to cephalosporin. Parents Neisseria gonorrhoeae # Ceftriaxone 50mg/kg IV/IM as a
require investigation and
screening. Infants who are positive need 3 days to 3 Bilateral, hyperaemic, chemosis, single dose (maximum 125mg),
+ Risk of rapid progression to be evaluated for weeks copious thick white discharge Saline irrigations hourly until
from purulent discharge to
denuding of corneal disseminated infections exudate resolves.
epithelium, and
perforation of cornea. The
anterior chamber can fill
with fibrinous exudate, iris
Oedema and erthyema of lid, IV anti-pseudomonal antibiotics.
Pseudomonas aeruginosa + 5-18 days
can adhere to cornea and purulent discharge. Topical Gentamicin.
later blood vessel invasion.
The late ophthalmic
complications can be
followed by bacteraemia PO erythromycin 50mg/kg/day x
and septic foci. Unilateral or bilateral, mild 14d (qid)Alternative, 5 days
* Most common pathogen,
20-50% of exposed infants
Chlamydia trachomatis * 5-14 days conjunctivitis, copious purulent Azithromycin syrup
will develop chlamydia discharge. (= pertussis dosing 10mg/kg/day
conjunctivitis, 10-20% will and 5mg/kg day 2-5)
develop pneumonia. If
relapse occurs repeat
course of erythromycin for
further 14 days. Parents Conjunctivitis with vesicles
require treatment. Acyclovir 30mg/kg/day IV tid x 14-
elsewhere
Herpes simplex 21d.
Need ophthalmology review within
Topical acyclovir 3% 5 times daily.
24 hours.

http://www.adhb.govt.nz/newborn/guidelines/infection/neonatalconjunctivitis.htm
36. SUBARACHNOID HEMATOM

Perdarahan fokal di daerah subarahnoid. CT scan


terdpt lesi hiperdens yg mengikuti arah girus-girus
serebri daerah yg berdktan dg hematom.
Gejala klinik = kontusio serebri.
Penatalaksanaan : perawatan dengan
medikamentosa dan tidak dilakukan operasi

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


HEMATOM
HEMATOM EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
SUBARAKHNOID

Lucid interval akut: interval lucid 0-5 Kaku kuduk


Kesadaran makin hari Nyeri kepala
menurun Subakut: interval lucid 5 Bisa didapati
Late hemiparesis hari-beberapa minggu gangguan kesadaran
kontralateral lesi Kronik : interval lucid > 3 Akibat pecah
Pupil anisokor bulan aneurisme berry
Babinsky (+) Gejala: sakit kepala
kontralateral lesi disertai /tidak disertai
Fraktur daerah penurunan kesadaran
temporal * akibat robekan bridging
* akibat pecah a. vein
meningea media
ANEURYSM

3/29/2016 2009, American Heart Association. All rights reserved.


CT Scan non-contrast showing blood in basal
cisterns (SAH) so called Star-Sign

CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery

3/29/2016 2009, American Heart Association. All rights


reserved.
EPIDURAL HEMATOM
Pengumpulan darah diantara tengkorak dg duramater.
Biasanya berasal dari arteri yg pecah oleh karena ada
fraktur atau robekan langsung.
Gejala (trias klasik) :
1. Interval lusid.
2. Hemiparesis/plegia.
3. Pupil anisokor.
Diagnosis akurat dg CT scan kepala : perdarahan
bikonveks atau lentikulerdi daerah epidural.

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


EPIDURAL
HEMATOM

Epidural
HEMATOM INTRASEREBRAL

Terkumpulnya darah secara fokal yg diakibatkan oleh


regangan atau rotasional thd pemb. Drh intraparenkim otak/
cedera penetrans.
Gamb. Khas lesi pdrh diantara neuron otak yg relatif
normal. Tepi bisa tegas/ tidak tergantung apakah ada oedem
otak/tidak.
Perdrhan intraserebral bs timbul bbrp hr kmd stlh trauma
monitor dg pem. Tanda vital, pem. Neurologis, bila perlu CT
scan ulang.

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


Pre operasi Pasca Operasi

INTRASEREBRAL
HEMATOM
SUBDURAL HEMATOM
Perdrhan yg mengumpul diantra korteks serebri dan
duramater regangan dan robekan vena-vena drainase yg
tdpt di rongga subdural ant. Permk. Otak dg sinus duramater.
Gjl klinik biasany tdk terlalu hebat kecuali bila terdapat efek
massa.
Berdsrkan kronologis SDH dibagi mjd :
1. SDH akut : 1- 3 hr pasca trauma.
2. SDH subakut : 4-21 hr pasca trauma.
3. SDH khronis : > 21 hari.
gamb. CT scan kepala tdp lesi hiperdens bbtk bulan sabit yg
srg tjd pada daerah yg berseberangan dg trauma (Counter
Coup)

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


Tindakan op. dilakukan bila pdrh > 40 cc.
Bila komplikasi akut : gangg. Parenkim otak, gangg.
Pemb. Drh arteri.
Bila tidak ada komplikasi disebabkan : atrofi otak
mybbkan perdrhan dan putusnya vena jembatam,
gangg. Pembekuan.
Tindakan operasi dilakukan bila :
1. Perdarahan berulang.
2. Kapsulisasi.
3. Lobulat (multilobulat)
4. Kalsifikasi.
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
SUBDURAL HEMATOM
37. AFASIA

Kelainan yang terjadi karena Afasia menimbulkan problem


kerusakan dari bagian otak dalam bahasa lisan (bicara dan
yang mengurus bahasa. pengertian) dan bahasa tulisan
yaitu kehilangan kemampuan (membaca dan menulis).
untuk membentuk kata-kata Biasanya membaca dan
atau kehilangan kemampuan menulis lebih terganggu dari
untuk menangkap arti kata- pada bicara dan pengertian.
kata sehingga pembicaraan Afasia bisa ringan atau berat.
tidak dapat berlangsung Beratnya gangguan tergantung
dengan baik. besar dan lokasi kerusakan di
otak.
Pembagian Afasia :
1. Afasia Motorik (Broca)
2. Afasia Sensorik (Wernicke)
3. Afasia Global
Afasia Motorik
Terjadi karena rusaknya area Broca di gyrus
frontalis inferior.
Mengerti isi pembicaraan, namun tidak bisa
menjawab atau mengemukakan pendapat
Disebut juga Afasia Expressif atau Afasia
Broca
Bisa mengeluarkan 1 2 kata(nonfluent)
From Kertesz A, Lesk D, McCabe P: Arch Neural 34:590
Afasia Sensorik
- Terjadi karena rusaknya area Wernicke di
girus temporal superior.
- Tidak mengerti isi pembicaraan, tapi bisa
mengeluarkan kata-kata(fluent)
- Disebut juga Afasia reseptif atau Afasia
Wernicke
From Kertesz A, Lesk D, McCabe P: Arch Neural 34:590
Afasia Global
- Mengenai area Broca dan Wernicke
- Tidak mengerti dan tida bisa
mengeluarkan kata kata
Afasia transkortikal, disebabkan lesi di sekitar
pinggiran area pengaturan bahasa.

Terdiri dari: afasia transkortikal motorik, afasia


transkortikal sensorik, dan afasia transkortikal
campuran.

Ketiga tipe afasia memiliki jenis gangguan


sesuai dengan penamaannya namun
penderita mampu mengulangi kata/ kalimat
lawan biacaranya.
Summary of Aphasias
SPONTANEOUS PARA
TYPE OF APHASIA COMPREHENSION REPETITION NAMING
SPEECH PHASIAS

BROCAS Nonfluent - Good Poor Poor

GLOBAL Nonfluent - Poor Poor Poor

TRANSCORTICAL
Nonfluent - Good Good Poor
MOTOR

WERNICKES
Fluent + Poor Poor Poor
APHASIA

TRANSCORTICAL
Fluent + Poor Good Poor
SENSORY

CONDUCTION Fluent + Good Poor Poor

ANOMIC Fluent + Good Good Poor


28/02/2006
38. MIGRAIN

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
MIGRAIN
nyeri kepala primer dengan Faktor Predisposisi
kualitas vaskular (berdenyut), Menstruasi biasa pada hari
diawali unilateral yang diikuti oleh pertama menstruasi atau
mual, fotofobia, fonofobia, sebelumnya/ perubahan
gangguan tidur dan depresi hormonal.
Penyebab Idiopatik (belum Puasa dan terlambat makan
diketahui hingga saat ini) : Makanan misalnya akohol, coklat,
Gangguan neurobiologis susu, keju dan buahbuahan.
Perubahan sensitivitas sistem saraf Cahaya kilat atau berkelip
Avikasi sistem trigeminalvaskular Banyak tidur atau kurang tidur
Faktor herediter
Pada wanita migren lebih banyak
Faktor kepribadian
ditemukan dibanding pria dengan
skala 2:1.
Kriteria Diagnosis Migrain
Alur Tatalaksana Migrain Akut

Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
Penatalaksanaan Migrain
Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi
sensoris berlebihan.
Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan
dikompres dingin

Pengobatan Abortif :
1. Analgesik spesifik: analgesik khusus untuk nyeri kepala.
Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat atau respon buruk dengan NSAID.
Contoh: Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan Triptan (agonis selektif
reseptor serotonin / 5-HT1)
Ergotamin dan DHE: migren sedang sampai berat apabila analgesik non
spesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping.
Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
ergotamin sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal ginjal.

IDI. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Ed I.2013
2. Analgesik non-spesifik: analgesik yang dapat digunakan pada nyeri
selain nyeri kepala

Respon terapi dalam 2 jam (nyeri kepala residual ringan atau hilang
dalam 2 jam)
Aspirin 600-900 mg + metoclopramide
Asetaminofen 1000 mg
Ibuprofen 200-400 mg

Terapi Profilaksis (The U.S. Headache Consortiums)


Diberikan pada orang yang memiliki KI atau intoleransi terhadap terapiabortif
Nyeri kepala muncul lebih dari 2 hari/minggu
Nyeri kepala yang berat dan mempengaruhi kualitas hidup (walau telah diberi
terapi abortif)
Gejala migrain jarang: including hemiplegic migraine, basilar migraine, migraine
with prolonged aura, or migrainous infarction
Terapi preventif jangka pendek: pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal
dalam jangka waktu tertentu, misalnya migren menstrual.
Terapi preventif kronis diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung
respon pasien.
Terapi Profilaksis
39. STROKE
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012)
Transient Ischemic Attack (TIA)
defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih
dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1 3 minggu.
Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai mak
simal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
Stroke in ResolutionStroke in resolution:
deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
Completed Stroke (infark serebri):
defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
STROKE LAKUNAR
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom
stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama.
Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau
hialin lipid salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri
media, atau arteri vertebralis dan basilaris.
Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-
daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh
yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis. Terdapat empat
sindrom lakunar yang sering dijumpai :
Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna
Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang canggung akibat
infark pons basal
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Trombotik Pembuluh Besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik
ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang
terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara hati-
hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu
stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.

Stroke Embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.

Stroke Kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
40. Meningitis TB
Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan
piamater yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak.
Meningoensefalitis tuberkulosis adalah peradangan
pada meningen dan otak yang disebabkan oleh
Mikobakterium tuberkulosis (TB).
Penderita dengan meningoensefalitis dapat
menunjukkan kombinasi gejala meningitis dan
ensefalitis.
Patologi
Meningitis TB tak hanya mengenai meningen tapi juga parenkim dan vaskularisasi
otak. Bentuk patologis primernya adalah tuberkel subarakhnoid yang berisi
eksudat gelatinous.
Pada ventrikel lateral seringkali eksudat menyelubungi pleksus koroidalis. Secara
mikroskopik, eksudat tersebut merupakan kumpulan dari sel polimorfonuklear
(PMN), leukosit, sel darah merah, makrofag, limfosit diantara benang benang
fibrin.
Selain itu peradangan juga mengenai pembuluh darah sekitarnya, pembuluh darah
ikut meradang dan lapisan intima pembuluh darah akan mengalami degenerasi
fibrinoid hialin. Hal ini merangsang terjadinya proliferasi sel sel subendotel yang
berakhir pada tersumbatnya lumen pembuluh darah dan menyebabkan infark
serebral karena iskemia.
Gangguan sirkulasi cairan serebrospinal (CSS) mengakibatkan hidrosefalus
obstruktif (karena eksudat yang menyumbat akuaduktus spinalis atau foramen
luschka, ditambah lagi dengan edema yang terjadi pada parenkim otak yang akan
semakin menyumbat.
Adanya eksudat, vaskulitis, dan hidrosefalus merupakan karakteristik dari
menigoensefalitis yang disebabkan oleh TB.
Gejala klinis meningitis TB dibagi 3 stadium:
Stadium I : Stadium awal (2-3 minggu)
Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri
kepala, malaise, demam, anoreksia
Stadium II : Intermediate (transisi 1-3 minggu)
Gejala menjadi lebih jelas: mengantuk, kejang
Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf
kranial(terutama N.III dan N.VII, gerakan involunter
Hidrosefalus, papil edema
Stadium III : Advanced ( 3 minggu setelah gejala awal)
Penurunan kesadaran
Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi
Diagnosa pada meningitis TB dapat dilakukan dengan beberapa cara : 8
1. Anamnese: ditegakkan berdasarkan gejala klinis, riwayat kontak dengan
penderita TB
2. Lumbal pungsi:
Gambaran LCS pada meningitis TB : Warna jernih / xantokrom, jumlah
Sel meningkat MN > PMN, Limfositer, protein meningkat, glukosa
menurun <50 % kadar glukosa darah.
Pemeriksaan tambahan lainnya : Tes Tuberkulin, Ziehl-Neelsen ( ZN ),
PCR
3. Rontgen thorax: TB apex paru, TB milier
4. CT scan otak
Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis
Tuberkuloma : massa nodular, massa ring-enhanced
Komplikasi : hidrosefalus
5. MRI

Diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan aglutinasi
Latex. Baku emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan M. tb dalam
kultur CSS. Namun pemeriksaan kultur CSS ini membutuhkan waktu yang
lama dan memberikan hasil positif hanya pada kira-kira setengah dari
penderita
Regimen terapi: 2RHZE / 7-10RH
Indikasi Steroid : Kesadaran menurun, defisit
neurologist fokal
Dosis steroid : Deksametason 10 mg bolus
intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena
selama 2 minggu selanjutnya turunkan
perlahan selama 1 bulan.
CSF Finding in Meningitis

Bamberger DM. Diagnosis, Initial Management, and Prevention of Meningitis. Am Fam Physician. 2010;82(12):1491-1498
C a i ra n S e re b ro s p i n a l Pa d a I nfe ks i S S P

BACT.MEN VIRAL MEN TBC MEN ENCEPHALITIS ENCEPHALOPATHY

Tekanan Normal/

Makros. Keruh Jernih Xantokrom Jernih Jernih

Lekosit > 1000 10-1000 500-1000 10-500 < 10

PMN (%) +++ + + + +

MN (%) + +++ +++ ++ -

Protein Normal/ Normal Normal


Glukosa Normal Normal Normal

Gram
Positif Negatif Negatif Negatif Negatif
/Rapid T.
41. GANGGUAN SOMATOFORM
Gangguan somatoform adalah kelainan di mana orang memiliki gejala gangguan
fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang ditemukan menjadi penyebabnya.

DIAGNOSIS KARAKTERISTIK
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1 seksual, 1
pseudoneurologis).
Hipokondriasis Keyakinan ada satu penyakit fisik yang serius

Disfungsi otonomik Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat, tremor, flushing.


somatoform

Nyeri somatoform Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.

Gangguan Dismorfik Tubuh Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya


Jika memang ada kelainan fisik yang kecil, perhatian pasien
pada kelainan tersebut akan dilebih-lebihkan

PPDGJ
Kriteria Diagnosis Somatisasi
A. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan:
4 gejala (G) nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung,
sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)
2 G gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama
kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
1 G seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi,
menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
1 G pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak
terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi,
hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau
hilangnya kesadaran selain pingsan).
C. Salah satu (1)atau (2):
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah
kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau
alkohol)
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya
adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan
buatan atau pura-pura).
Referensi: PPDGJ-III
Bedanya dengan Psikosomatis, Gangguan
Konversi, Malingering, Factitious disorder

KELAINAN KARAKTERISTIK
Gangguan Konversi Adanya satu atau beberapa gejala neurologis (misalnya buta, lumpuh
anestesi, amnesia, dll) yang tidak dapat dijelaskan dengan penjelasan
medis maupun neurologis yang ada.

Malingering Berpura-pura sakit atau melebih-lebihkan kondisi fisik yang sudah ada
sebelumnya dengan tujuan untuk mendapatkan kompensasi tertentu
(misalnya untuk mendapatkan cuti kerja).
Factitious disorder/ Berpura-pura sakit atau membuat dirinya sakit. Namun hal ini
Munchhausen dilakukan semata-mata untuk mendapatkan perhatian/ simpati dari
syndrome orang lain saja.
Psychosomatic vs. Somatoform
Disorders
Psychosomatic Disorders
Disorders in which there is a real physical illness
that is caused by psychological factors (usually
stress)
Somatoform
Disorders in which there is an apparent physical
illness, but there is no organic cause
Usually people go to the doctor rather than a
psychiatrist/psychologist!
42. SKIZOFRENIA
Skizofrenia Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1 bulan

Paranoid merasa terancam/dikendalikan


Hebefrenik 15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,
senyum sendiri
Katatonik stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran
obsesif berulang
Waham menetap hanya waham
Psikotik akut gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang
memenuhi skizofrenia
Simpleks Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek
tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).
PPDGJ
Pedoman Diagnostik Skizofrenia
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat
jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-
gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
Thought echo, atau thought insertion or withdrawal, atau
thought broadcasting
Delusion of control/ passivity/ influence/ perception
Halusinasi auditorik
Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut
budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang
mustahil (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau
berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)

Referensi: PPDGJ-III
Pedoman Diagnostik Skizofrenia
Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang
harus selalu ada secara jelas:
Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau
pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atay
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan
respons emosional yang menumpul tidak wajar

Telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau


lebih
Referensi: PPDGJ-III
Skizofrenia Paranoid
Halusinasi dan/ waham arus yang menonjol:

Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau


memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa
bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).

Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi


waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi
(delusion of influence) atau passivity (delussion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka
ragam, adalah yang paling khas;
43. DEMENSIA

Pedoman diagnostik demensia (PPDGJ III):


Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan
daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan
harian seseorang (personal activities of daily
living) seperti : mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, buang air besar dan kecil.
Tidak ada gangguan kesadaran (clear
consciousness)
Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling
sedikit 6 bulan
Klasifikasi Demensia Berdasarkan
Etiologinya
Demensia pada penyakit Alzheimer
Demensia vaskular
Demensia pada penyakit Pick
Demensia pada penyakit Creutfeld-Jacob
Demensia pada penyakit Huntington
Demensia pada Penyakit Parkinson
Demensia pada Penyakit HIV/AIDS

Demensia tipe Alzheimer prevalensinya paling besar (50-60%), disusul


demensia vaskular (20-30%).
Tanda dan Gejala Awal Demensia Alzheimer

American Academy of Neurology, 2012


Deteksi Dini Demensia
Dengan menggunakan mini mental state
examination (MMSE)/ Folstein test.

Interpretasi skor MMSE:


24-30: kognitif normal
19-23: mild cognitive impairment
10-18: moderate cognitive impairment
Demensia
<=9: severe cognitive impairment

Practical Guidelines for the Recognition and Diagnosis of Dementia,


J Am Board Fam Med May-June 2012 vol. 25 no. 3 367-382
44. GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

1 atau lebih
1 atau lebih Ganggua
Gangguan episode
episode n afektif
mood mania atau
depresi bipolar
hipomania

Dengan/ tanpa Episode kini


psikosis? manik/ depresi?
Pedoman Diagnosis Gangguan Bipolar
(PPDGJ-III)
Ditandai setidaknya 2 episode yang menunjukkan
pada 1 waktu tertentu terjadi peninggian mood
dan energi (mania/hipomania), dan pada 1 waktu
lain berupa penurunan mood dan energi
(depresi).
Ada periode penyembuhan sempurna antar
episode.
Manik terjadi tiba-tiba, lamanya antara 2 minggu-
5 bulan.
Depresi biasanya terjadi selama 6 bulan-1 tahun.
Bipolar Tipe I dan II

Gangguan bipolar

Bipolar tipe I Bipolar tipe II

1 atau lebih Episode depresi


episode manik, Pada pria dan berulang dan Lebih sering pada
dapat disertai wanita episode wanita
gejala psikotik hipomanik

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17696573
Bipolar tipe I dan II
Keterangan:
Pada bipolar tipe II,
episode peningkatan
mood lebih ke arah
hipomanik.

Pada bipolar tipe I,


episode peningkatan
mood lebih berlebihan
(full-blown manik, bisa
disertai dengan gejala
psikotik)

http://www.medscape.com/viewarticle/754573
45. WAHAM/ DELUSI

Suatu perasaan keyakinan atau kepercayaan


yang keliru, berdasarkan simpulan yang keliru
tentang kenyataan eksternal, tidak konsisten
dengan intelegensia dan latar belakang
budaya pasien, dan tidak bisa diubah lewat
penalaran atau dengan jalan penyajian fakta.
Jenis Waham (1)
WAHAM DEFINISI
Bizzare keyakinan yang keliru, mustahil dan aneh.
Sistematik keyakinan yang keliru atau keyakinan yang tergabung dengan satu
tema/kejadian.
Nihilistik perasaan yang keliru bahwa diri dan lingkungannya atau dunia tidak
ada atau menuju kiamat.
Somatik perasaan yang keliru yang melibatkan fungsi tubuh.
Kebesaran/ keyakinan atau kepercayaan, biasanya psikotik sifatnya, bahwa
grandiosity dirinya adalah orang yang sangat kuat, sangat berkuasa atau sangat
besar.
Kejar/ persekutorik mengira bahwa dirinya adalah korban dari usaha untuk melukainya,
atau yang mendorong agar dia gagal dalam tindakannya.

Rujukan meyakini bahwa tingkah laku orang lain itu pasti akan memfitnah,
membahayakan, atau akan menjahati dirinya.
Jenis Waham (2)
WA H A M DEFINISI

keyakinan yang keliru bahwa keinginan, pikiran, atau perasaannya


Kendali dikendalikan oleh kekuatan dari luar., termasuk di dalamnya thought of
withdrawal, thought of broadcasting, thought of insertion

keyakinan yang keliru yang berasal dari cemburu patologis tentang


Cemburu
pasangan yang tidak setia.

keyakinan yang keliru, biasanya pada wanita, merasa yakin bahwa


Erotomania
seseorang sangat mencintainya.
Gangguan Persepsi
GANGGUAN
DEFINISI
PERSEPSI

satu kondisi patologis yang muncul sebagai akibat dari perasaan


subyektif dengan gambaran seseorang mengalami atau
Depersonalisasi
merasakan diri sendiri (atau tubuhnya) sebagai tidak nyata atau
khayali (asing, tidak dikenali).

perasaan subyektif bahwa lingkungannya menjadi asing, tidak


Derealisasi
nyata.

persepsi yang keliru atau menyimpang dari stimulus eksternal


Ilusi
yang nyata.
Persepsi atau tanggapan palsu, tidak berhubungan dengan
Halusinasi stimulus eksternal yang nyata; menghayati gejala-gejala yang
dikhayalkan sebagai hal yang nyata.
46. ULKUS PADA IMS

ULKUS DURUM ULKUS MOLE (CHANCROID)


Treponema pallidum (spiral) Haemophilus ducreyi (kokobasil,
Dasar bersih gram negatif)
Tidak nyeri (indolen) Dasar kotor, mudah berdarah
Sekitar ulkus keras (indurasi) Nyeri tekan
Soliter Lunak
Multipel
Tepi ulkus menggaung
Ulkus Pada IMS: Ulkus Durum
Etiologi: Treponema Pallidum, bakteri berbentuk spiral

Gejala Klinis
Stadium I: Ulkus durum
Stadium II: Lesi sekunder di kulit (roseola sifilitika, korona
veneris, kondiloma lata, lekoderma sifilitika
Stadium III: Gumma

Laboratorium
Mikroskop lapang pandang gelap, VDRL, TPHA

Terapi
Benzatin Penisilin 2,4 juta unit IM single dose
Doxicycline 2 x 100 mg/hr PO, 4 minggu
Eritromisin 4 x 500 mg/hari PO, 4 minggu
Ulkus Pada IMS: Ulkus Mole
Ulkus Molle: Penyakit infeksi pada alat kelamin yang akut,
setempat disebabkan oleh Haemophillus ducreyi. Ulkus: kecil,
lunak, tidak ada indurasi, bergaung, kotor (tertutup jaringan
nekrotik dan granulasi)

PATOGENESIS :
Masa inkubasi : 1-3 hari
Port dentre merah papul pustula pecah ulkus
Ulkus :
- Multiple
- Tidak teratur
- Dinding bergaung
- Indurasi +
- Nyeri (dolen)
- Kotor
Ulkus Pada IMS: Ulkus Mole
Ulkus Mole: Tatalaksana

Obat sistemik
Azitromycin 1 gr, oral, single dose.
Seftriakson 250 mg dosis tunggal, injeksi IM.
Siprofloksasin 2x500 mg selama 3 hari.
Eritromisin 4x500 mg selama 7 hari.
Amoksisilin + asam klavulanat 3x125 mg selama 7 hari.
Streptomisin 1 gr sehari selama 10 hari.
Kotrimoksasol 2x2 tablet selama 7 hari.

Topikal: Kompres dengan larutan normal salin (NaCl


0,9%) 2 kali sehari selama 15 menit.
47. PIODERMA
Folikulitis: peradangan folikel rambut yang ditandai dengan
papul eritema perifolikuler dan rasa gatal atau perih.

Furunkel: peradangan folikel rambut dan jaringan sekitarnya


berupa papul, vesikel atau pustul perifolikuler dengan
eritema di sekitarnya dan disertai rasa nyeri.

Furunkulosis: beberapa furunkel yang tersebar.

Karbunkel: kumpulan dari beberapa furunkel, ditandai


dengan beberapa furunkel yang berkonfluensi membentuk
nodus bersupurasi di beberapa puncak.
Impetigo krustosa: peradangan vesikel
yang dengan cepat berubah menjadi pustul
pecah krusta kering kekuningan seperti
madu. Predileksi spesifik lesi terdapat di
sekitar lubang hidung, mulut, telinga atau
anus.

Impetigo bulosa: peradangan yang


memberikan gambaran vesikobulosa
dengan lesi bula hipopion (bula berisi pus)

Ektima: peradangan yang menimbulkan


kehilangan jaringan dermis bagian atas
(ulkus dangkal).
Pioderma: Tatalaksana
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dari apusan cairan sekret dari dasar lesi dengan pewarnaan Gram
Pemeriksaan darah rutin kadang kadang ditemukan leukositosis

Komplikasi: Erisipelas, selulitis, ulkus, limfangitis, bakteremia

Terapi:
Antibiotika topikal:
DOC: mupirocin (Bactroban), asam fusidat (Fucidin) dan retapamulin
(Altargo) 2x/hari selama 7 hari
Alternatif: salep/krim klindamisin, gentamisin
Antibiotika oral:
Sefalosforin, amoxiclav, cloxacillin, dicloxaxillin, alternatif: eritromisin,
klindamisin
DOC anak: Cephalexin

http://emedicine.medscape.com/article/965254-overview
48. MALASSEZIA SP.
Menyebabkan beberapa penyakit antara lain:
Pityriasis versikolor: M. globosa, M. sympodialis, dan M.
furfur
Malassezia folikulitis
Dermatitis seboroik, ketombe, sebopsoriasis, dan
psoriasis pada wajah & kulit kepala: M. restricta dan M.
globosa
Neonatal cephalic pustulosis: erupsi pustular pada bayi,
menyerupai akne infantil
Dermatitis atopik akibat sensitivitas terhadap Malassezia
Pitiriasis versikolor
Penyakit jamur superfisial yang kronik
disebabkan Malassezia furfur

Gejala:
Bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, meliputi
badan, ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit kepala
yang berambut
Asimtomatik gatal ringan, berfluoresensi

Pemeriksaan: lampu Wood (kuning keemasan), KOH 20% (hifa


pendek, spora bulat: meatball & spaghetti appearance)

Obat: selenium sulfida (shampoo), azole, sulfur presipitat


Jika sulit disembuhkan atau generalisata, dapat diberikan ketokonazol
1x200mg selama 10 hari

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
49. Filariasis
Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae, dibagi menjadi 3 berdasarkan
habitat cacing dewasa di hospes:
Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca
Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi, Brugia timori
Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella ozzardi

Fase gejala filariasis limfatik:


Mikrofilaremia asimtomatik
Adenolimfangitis akut: limfadenopati yang nyeri, limfangitis retrograde,
demam, tropical pulmonary eosinophilia (batuk, mengi, anoreksia, malaise,
sesak)
Limfedema ireversibel kronik

Grading limfedema (WHO, 1992):


Grade 1 - Pitting edema reversible with limb elevation
Grade 2 - Nonpitting edema irreversible with limb elevation
Grade 3 - Severe swelling with sclerosis and skin changes

Wayangankar S. Filariasis. http://emedicine.medscape.com/article/217776-overview


WHO. World Health Organization global programme to eliminate lymphatic filariasis. WHO Press; 2010.
Panjang: lebar kepala sama
WUCHERERIA
Inti teratur
BANCROFTII
Tidak terdapat inti di ekor

Perbandingan
BRUGIA panjang:lebar kepala 2:1
M A L AY I Inti tidak teratur
Inti di ekor 2-5 buah

Perbandingan
BRUGIA panjang:lebar kepala 3:1
TIMORI Inti tidak teratur
Inti di ekor 5-8 buah
Filariasis: Pemeriksaan dan Terapi
Pemeriksaan penunjang:
Deteksi mikrofilaria di darah
Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel
Antibodi filaria, eosinofilia
Biopsi KGB

Pengobatan:
Tirah baring, elevasi tungkai, kompres
Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole)
DEC: 6 mg/kgBB/hari selama 12 hari
Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria: 400 ug/kgBB SD/6 bln, atau /tahun
bila dikombinasi dengan DEC SD
DEC + Albendazol 400 mg/tahun selama 5 tahun
Suportif
Pengobatan massal dengan albendazole + ivermectin (untuk endemik
Onchocerca volvulus) atau albendazole + DEC (untuk nonendemik
Onchocerca volvulus) guna mencegah transmisi
Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal)
Diet rendah lemak dalam kasus kiluria
Parasitologi Kedokteran, FKUI
50. KEGANASAN PADA KULIT
KARSINOMA SEL BASAL KARSINOMA SEL SKUAMOSA
Jenis kanker kulit tersering (80%) Jenis kanker tersering kedua
Berasal dari sel epidermal pluripoten Berasal dari sel epidermis
Faktor predisposisi: lingkungan (radiasi, Etiologi: sinar matahari, genetik,
arsen, paparan sinar matahari, trauma, herediter, arsen, radiasi, hidrokarbon,
ulkus sikatriks), genetik ulkus sikatrik
Usia di atas 40 tahun Usia tersering 40-50 tahun
Biasanya di daerah berambut, invasif Morfologi:
Bentuk paling sering adalah nodulus: Dapat berbentuk intraepidermal
Adanya pinggiran seperti mutiara atau luka Dapat berbentuk invasif: mula-mula
tidak menyembuh berbentuk nodus keras, licin, kemudian
Menyerupai kutil, tidak berambut, berwarna berkembang menjadi verukosa/papiloma.
coklat/hitam, berkilat (pearly), bila melebar Fase lanjut tumor menjadi keras, bertambah
pinggirannya meninggi di tengah menjadi besar, invasif, dapat terjadi ulserasi.
ulkus (ulcus rodent) kadang disertai Metastasis biasanya melalui KGB
talangiektasis, teraba keras Berkembang agresif dan cepat,
Berkembang lambat, jarang bermetastasis ke organ jauh
bermetastasis, hanya merusak jaringan
sekitar
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
http://www.livestrong.com/article/153891-differences-in-squamous-cell-carcinoma-vs-basal-cell-carcinoma/
MELANOMA MALIGNA SCC

Etiologi
Belum pasti. Mungkin faktor
herediter atau iritasi berulang
pada tahi lalat
Usia 30-60 tahun
Bentuk: BCC
Superfisial: Bercak dengan
warna bervariasi, tidak teratur,
berbatas tegas, sedikit
penonjolan
Nodular: nodus berwarna biru
kehitaman dengan batas tegas
Lentigo melanoma maligna:
plakat berbatas tegas, coklat
kehitaman, meliputi muka
Prognosis buruk MM
51.
METABOLISME
BILIRUBIN

Gambar 8. metabolisme bilirubin dalam tubuh. Perhatikan fungsi


hepatosit yang melakukan konjugasi bilirubin indirek menjadi
bilirubin direk. Adanya ikterik merupakan manifestasi gangguan di
prehepatik, intrahepatik atau ekstrahepatik. (Chandrasoma P, Taylor
CR. Concise Pathology. 3rd edition. McGrawHill.
http://www.accessmedicine.com diunduh tanggal 25 Juli 2013)
Ikterus Neonatorum
Ikterus neonatorum: fisiologis vs non fisiologis.
Ikterus fisiologis:
Awitan terjadi setelah 24 jam
Memuncak dalam 3-5 hari, menurun dalam 7 hari (pada NCB)
Ikterus fisiologis berlebihan ketika bilirubin serum puncak adalah 7-15
mg/dl pada NCB
Ikterus non fisiologis:
Awitan terjadi sebelum usia 24 jam
Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam
Tingkat cutoff > 15 mg/dl pada NCB
Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB
Tanda penyakit lain
Gangguan obstruktif menyebabkan hiperbilirubinemia direk. Ditandai
bilirubin direk > 1 mg/dl jika bil tot <5 mg/dl atau bil direk >20% dr total
bilirubin. Penyebab: kolestasis, atresia bilier, kista duktus koledokus.

Indrasanto E. Hiperbilirubinemia pada neonatus.


Kramers Rule

Daerah tubuh Kadar bilirubin mg/dl


Muka 4 -8
Dada/punggung 5 -12
Perut dan paha 8 -16
Tangan dan kaki 11-18
Telapak tangan/kaki >15
20
18
16
14
12
10 fisiologis

8 non- fisiologis
6
4
2
0
hari 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari 6 hari 7

Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1


Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh, penyakit hemolitik,
atau sferositosis. Penyebab lebih jarang: infeksi kongenital, defisiensi
G6PD
Ikterus yang berkembang cepat setelah usia 48 jam
Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD. Penyebab lebih jarang:
inkompatibilitas ABO, Rh, sferositosis.
Panduan foto terapi

AAP, 2004
Panduan transfusi tukar

AAP, 2004
52. Kejang demam
Kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh di atas 38,4 C
tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit pada anak di atas
usia 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (ILAE,
1993)
Umumnya berusia 6 bulan 5 tahun
Kejang demam sederhana (simpleks)
Berlangsung singkat, tonik klonik, umum, tidak berulang dalam 24 jam
Kejang demam kompleks
Lama kejang > 15 menit
Kejang fokal atau parsial menjadi umum
Berulang dalam 24 jam
Diagnosis banding: meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, APCD
(pada infant), epilepsi

Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI. 2006


Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam/
kejang: DPL, GDS, elektrolit, urinalisis, kultur darah/urin/feses
Pungsi lumbal dilakukan utk menyingkirkan meningitis
sangat dianjurkan untuk usia < 12 bulan dan dianjurkan untuk usia 12-
18 bulan, > 18 bln tidak rutin dilakukan
Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekanan
intrakranial
EEG tidak direkomendasikan, tetapi masih dapat dilakukan
pada kejang demam yang tidak khas, mis: KDK pada anak
berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal
CT scan/ MRI hanya jika ada indikasi, mis: kelainan neurologis
fokal yang menetap, edema papil, dst
Profilaksis Intermiten untuk
Pencegahan Kejang Demam
Faktor risiko berulangnya kejang demam:
Riwayat kejang demam dalam keluarga
Usia kurang dari 12 bulan
Temperatur yang rendah saat kejang
Cepatnya kejang setelah demam
Pada saat demam
Parasetamol 10-15 mg/kg diberikan 4 kali/hari
Diazepam oral 0,3 mg/kg setiap 8 jam, atau per rektal 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu >38,5:C
Pengobatan Jangka Panjang Kejang
Demam
Fenobarbital 3-6 mg/kg/hari atau asam valproat 15-40 mg/kg/hari
fenobarbital biasanya tidak digunakan krn terkait ES autisme
Dianjurkan pengobatan rumatan:
Kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang (paresis Tods,
CP, hidrosefalus)
Kejang lama > 15 menit
Kejang fokal
Dipertimbangkan pengobatan rumatan :
Kejang berulang dalam 24 jam
Bayi usia < 12 bulan
Kejang demam kompleks berulang > 4 kali
Lama pengobatan rumatan 1 tahun bebas kejang, dihentikan bertahap
dalam 1-2 bulan
Generalized epilepsy with febrile Febrile seizures plus
seizures plus (GEFS+)
A syndromic autosomal dominant This is similar to febrile seizures,
disorder where afflicted individuals
can exhibit numerous epilepsy but the child has seizures beyond
phenotypes. the normal age range.
Generalised epilepsy with febrile The seizures are always
seizures plus (GEFS+) is an unusual
epilepsy syndrome. associated with a high
It describes families who have temperature.
several members from different The seizures usually stop by the
generations with epileptic seizures. time the child reaches the age of
The epileptic seizures nearly always
start after a family member has had 10 or 12.
febrile convulsions.
In GEFS+ families, children may go
on to have febrile seizures well
beyond this age.
They may also develop other
seizure types not associated with a
high temperature.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL INFEKSI SSP
MENINGITIS
KLINIS/LAB. ENSEFALITIS MENING.TBC MENING.VIRUS ENSEFALOPATI
BAKTERIAL

Onset Akut Akut Kronik Akut Akut/kronik

Demam < 7 hari < 7 hari > 7 hari < 7 hari </> 7 hari/(-)
Umum/foka
Kejang Umum Umum Umum Umum
l
Penurunan Somnolen- Variasi, apatis -
Apatis CM - Apatis Apatis - Somnolen
kesadaran sopor sopor
Paresis +/- +/- ++/- - -
Perbaikan
Lambat Cepat Lambat Cepat Cepat/Lambat
kesadaran
Tidak dpt
Etiologi diidentifikas ++/- TBC/riw. kontak - Ekstra SSP
i
Simpt/antivi Atasi penyakit
Terapi Antibiotik Tuberkulostatik Simpt.
ral primer
53. Terminologi Diare
Diare akut: berlangsung < 1 Disentri: diare mengandung
minggu, umumnya karena infeksi lendir dan darah
Diare akut cair Diare primer: infeksi memang
Diare akut berdarah
terjadi pada saluran cerna
(misal: infeksi Salmonella)
Diare berlanjut: diare infeksi yang Diare sekunder: diare sebagai
berlanjut > 1 minggu gejala ikutan dari berbagai
Diare Persisten: Bila diare penyakit sistemik seperti pada
melanjut tidak sembuh dan bronkopnemonia, ensefalitis
melewati 14 hari atau lebih dan lain-lain
Diare kronik: diare karena sebab
Diare Berdasarkan
Patofisiologi
apapun yang berlangsung 14 hari
Osmotic diarrhea
atau lebih Secretoric diarrhea
Inflammatoy/ exudative
diarrhea
Altered motility diarrhea
JENIS DIARE AKUT
Diare Osmotik:
Bila di lumen usus ada bahan yang secara osmotik
aktif & sulit diserap diare.
Penyebab: larutan isotonik, air atau bahan yang
larut melewati mukosa usus halus tanpa
diabsorbsi diare
Osmotic Diarrhea
IN THE SMALL INTESTINE
Ingestion of non-absorbable solutes

Fluid entry into the small bowel

Intraluminal solutions become iso-osmotic with the plasma

Intraluminal Na+ concentration drop below 80 ml osmol

Steep lumen to plasma gradient


Osmotic Diarrhea
IN THE COLON

Carbohydrate Non metabolizable substrates


Metabolized by Bacteria
Na+ and H2O
Short Chain fatty acids may be absorbed by colon
(Organic anions)

A linear relation between


Quadrupling the Osmolality ingested osmotic load &
stool water output
Osmotic Diarrhea
Short-Chain Fatty Acids
(Organic Anions)

Promote more fluid in the colon

Obligate retention of inorganic cations

Further increasing the osmotic load

More fluid in the colon


Some Causes of Osmotic Diarrhea
Exogenous Endogenous
Osmotic Laxatives Congenital
Specific Malabsorptive
Antacids containing MgO or Disorders e.g Disaccharidase
Mg(OH)2 deficiencies
Dietetic foods, candies and Generalized Malabsorptive
Diseases e.g
elixirs Abetalipoproteinemia
Drugs e.g.: Pancreatic insufficiency e.g
Colchicine cystic fibrosis
Cholestyramine Acquired
Specific Malabsorptive
Diseases
Generalized Malabsorptive
Diseases
Pancreatic insufficiency
Celiac disease
Infections
Rotavirus damages the
villous brush border,
causing osmotic
diarrhoea, and also
produces an
enterotoxin (NSP4)
that causes calcium-
mediated secretory
diarrhoea (BMJ)

Osmotic and secretory diarrhea


Diare Sekretorik
Sekresi air & elektrolit ke usus halus akibat
gangguan absorpsi Na+ oleh vilus saluran
cerna, sedangkan sekresi Cl- tetap
berlangsung/ meningkat air & elektrolit
keluar dari tubuh sebagai tinja cair
Penyebab: toksin E.coli atau V.cholera
Secretory Diarrhea
Electrolyte transport diarrhea
The intestine is able to
Secret Fluids & electrolytes
Absorb
Secretion originates in the crypts
Absorption is mainly a villous function

Intracellular cyclic-AMP & -GMP


are a corner stone in initiating Intestinal secretion
Mechanism of Secretory Diarrhea
Neurotransmitters
Hormones
Bacterial Enterotoxins
Cathartics

Stimulate receptors on the enterochromaffin cells

stimulate

Cyclic AMP Cyclic GMP


Ca ions

stimulate

Cl-, H2O and CHO3


Secretion by the enterocytes
Some causes of Secretory Diarrhea
Exogenous
Stimulant Laxatives e.g. Anthraquinones, senna
Medications
Diuretics
Asthma medication
Eye drops
Bladder stimulants
Cardiac drug
Prostaglandins
Toxins
Metals
Organophosphorous
Seafood toxins
Bacterial toxins
Inflammatory/Exudative Diarrhea
Diseases associated with large quantities of inflammatory
exudate blood, pus, and proteinaceous material, can
produce diarrhea.
These inflammatory products in themselves cause
increased stool volume and frequency, but altered
absorption of fluid and electrolytes also plays an important
role.
Mucosal inflammation can occur with diverticulitis,
inflammatory bowel disease, or invasive enteric infections
such as shigella, salmonella, or campylobacter.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK414/
Inflammatory/exudative
Diarrhea
LUMINAL OR INVADING IMMUNOLOGICAL MECHANISMS
Viruses Complement
Bacteria T-lymphocytes
Protozoa Proteases
Helminths Oxidants

Minimal or severe inflammation

Enterocyte damage or death

Malabsorption and secretion


Inflammatory Diarrhea
Of Any Mechanism
Damage to absorbing epithelium
Repopulation of damaged absorptive surface:
By immature cells with poor absorptive capacity
Malabsorption of ions and nutrients
Release of inflammatory mediators from cells in the
lamina propria
Stimulate secretion from the
Remaining crypts
Immature villous surface cells
Diarrhea Associated with
Deranged Mobility
Adequate absorption requires adequate and long enough
exposure to intestinal epithelium
Accelerated Transit time
Decreased absorption
Large fluid load to the colon
Colonic irritability
Disordered motility is
Diarrhea The cause of diarrhea
Diminished peristalsis OR
Bacterial overgrowth An effect of diarrhea
Secretory diarrhea
Some Causes of Diarrhea Associated with
Deranged Mobility
IBS-D
Functional Diarrhea
Diabetic neuropathy
Scleroderma
Thyrotoxicosis
54. Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 18 tahun
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Tahun 2014
Umur pemberian vaksin
Jenis vaksin Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 10 12 18
Hepatit
i s B 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 5
BCG 1 kali
DTP 1 2 3 4 5 6 (Td) 7(Td)
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotavirus
e 1 2 3
Influ nza Ulangan 1 kaliptia tpahun
Campak 1 2 3
MMR 1 2
Tifoid Ulangan tia 3 t ahun
Hepatit
i s A 2 kali, interval 6-12 bulan
Varisela 1 kali
HPV 3 kali

Keterangan 6. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali
Cara membaca kolom umur: misal 2 u berarti mu r 2 bul an (60 har i) sd 2 bul an 29 har i (89 har i) dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januaril 2014 dan dapat diakses pada website IDAI (http : // booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada
idai.or.id/public-artices/kl ini k/i mu ni sasi /j adw al-imunisasi-anak-idai.html) anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2
1. Vaksin hepatit i s B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatit i s B diberikan sebelum umur 16 minggu danatidk melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus
dan imunoglobulin hepatit i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatit i s B pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu;
selanjutnya dapat menggunakan vaksinihepatit Bs mon o valen atau vaksin kombinasi. dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral 8. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
(OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV. dengan interval minimal 4 minggu.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, a optiml umur 2 bulan. Apabila 9. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
p setia tahun.
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak umur kurang dari 9 tahun
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL.
vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun 10. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin
diberikan vaksin Td, dibooster setia p 10 t ahun. HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan
5. Vaksin campak. Vaksin campak keduaa tidk perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila MMR interval 0,2,6 bulan.
sudah diberikan pada 15 bulan.
55. LEUKEMIA
Leukemia
Jenis leukemia yang paling sering terjadi pada
anak-anak adalah Acute Lymphoblastic
Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous
Leukemia (AML)
ALL merupakan keganasan yg paling sering
ditemui pada anak-anak (1/4 total kasus
keganasan pediatrik)
Puncak insidens ALL usia 2-5 tahun
Clinical Manifestation
More common in AML
Leukostasis (when blas count >50.000/uL): occluded
microcirculationheadache, blurred vision, TIA, CVA, dyspnea,
hypoxia
DIC (promyelocitic subtype)
Leukemic infiltration of skin, gingiva (monocytic subtype)
Chloroma: extramedullary tumor, virtually any location.
More common in ALL
Bone pain, lymphadenopathy, hepatosplenomegaly (also seen in
monocytic AML)
CNS involvement: cranial neuropathies, nausea, vomiting, headache,
anterior mediastinal mass (T-cell ALL)
Tumor lysis syndrome
Leukemia Limfoblastik Akut
Merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada
masa anak, meliputi 25-30% dari seluruh keganasan pada
anak.
Lebih sering pada laki-laki, usia 3-4 tahun
Manifestasi klinis
Penekanan sistem hemopoetik normal, anemia (pucat),
neutropenia (sering demam), trombositopenia (perdarahan)
Infiltrasi jaringan ekstramedular, berupa pembesaran KGB, nyeri
tulang, dan pembesaran hati serta limpa
Penurunan BB, anoreksia, kelemahan umum
Pemeriksaan Penunjang: Gambaran darah tepi dan pungsi
sumsum tulang untuk memastikan diagnosis
Tatalaksana : Kemoterapi dan Pengobatan suportif
FAB (French-American-British) classification of
acute lymphoblastic leukemia
ALL-L1: Small cells with homogeneous nuclear chromatin, a regular
nuclear shape, small or no nucleoli, scanty cytoplasm, and mild to
moderate basophilia Jenis ALL yang paling sering ditemukan
ALL-L2: Large, heterogeneous cells with variable nuclear chromatin,
an irregular nuclear shape, 1 or more nucleoli, a variable amount of
cytoplasm, and variable basophilia
ALL-L3: Large, homogeneous cells with fine, stippled chromatin;
regular nuclei; prominent nucleoli; and abundant, deeply basophilic
cytoplasm. The most distinguishing feature is prominent
cytoplasmic vacuolation
ALL AML
epidemiologi ALL merupakan keganasan yg paling 15% dari leukemia pada pediatri, juga
sering ditemui pada anak-anak (1/4 ditemukan pada dewasa
total kasus keganasan pediatrik)
Puncak insidens usia 2-5 tahun
etiologi Penyebab tidak diketahui Cause unknown. Risk factors: benzene
exposure, radiation exposure, prior
treatment with alkylating agents
Gejala dan Gejala dan tanda sesuai dengan Pucat, mudah lelah, memar, peteki,
tanda infiltrasi sumsum tulang dan/atau epistaksis, demam, hiperplasia gingiva,
gejala ekstrameduler: konjungtiva chloroma, hepatosplenomegali
pucat, petekie dan memar akibat
trombositopenia; limfadenopati,
hepatosplenomegali.Terkadang ada
keterlibatan SSP (papil edem, canial
nerve palsy); unilateral painless
testicular enlargement.
Lab Anemia, Trombositopenia, Trombositopenia,
Leukopeni/Hiperleukositosis/normal, leukopenia/leukositosis, primitif
Dominasi Limfosit, Sel Blas (+) granulocyte/monocyte, auer rods (hin,
needle-shaped, eosinophilic cytoplasmic
inclusions)
Terapi kemoterapi kemoterapi
56. TETANUS NEONATORUM

Tetanus : Penyakit spastik paralitik akut akibat


toksin tetanus (tetanospasmin) yang dihasilkan
Clostridium tetani. Tanda utama : spasme tanpa
gangguan kesadaran
Kejadian tetanus neonatorum sangat
berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan
neonatal, terutama pelayanan persalinan
(persalinan yang bersih dan aman), khususnya
perawatan tali pusat
Komplikasi yang ditakutkan adalah spasme otot
diafragma
TETANUS
Diagnosis
Tanda dan Gejala
Riwayat persalinan yang kurang higienis, ditolong oleh tenaga nonmedis dan
perawatan tali pusat yang tidak higienis
Bayi sadar, mengalami kekakuan (spasme) berulang bila terangsang atau
tersentuh
Bayi malas minum
Mulut mencucu (carper mouth)
Trismus (mulut sulit dibuka)
Perut teraba keras seperti papan
Opistotonus
Anggota gerak spastik (boxing position)
Tali pusat kotor/berbau
Pemeriksaan Penunjang
Hanya dilakukan untuk membedakan dengan sepsis atau meningitis
Pungsi lumbal
Darah rutin, kultur, dan sensitivitas
Derajat penyakit tetanus menurut
modifikasi dari klasifikasi Abletts :
I Mild: III Severe:
mild to moderate trismus; severe trismus;
general spasticity; generalized spasticity;
no respiratory embarrassment; reflex prolonged spasms;
no spasms; increased respiratory rate greater
little or no dysphagia. than 40;
II Moderate: apnoeic spells;
moderate trismus; severe dysphagia;
wellmarked rigidity; tachycardia greater than 120.
mild to moderate but short IV Very severe:
spasms; grade III and violent autonomic
moderate respiratory disturbances involving the
embarrassment with an increased cardiovascular system.
respiratory rate greater than 30; Severe hypertension and
mild dysphagia. tachycardia alternating with
relative hypotension and
bradycardia, either of which may
be persistent

http://bja.oxfordjournals.org/content/87/3/477/T1.expansion.html
Tatalaksana
Diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3-6
jam (0,1-0,2 mg/kg per kali), maksimum 40 mg/kg/hari
Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau Antitoksin Tetanus Serum
5000 U IM
Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari
Berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat
Bila terjadi spasme berulang atau gagal napas, rujuk ke RS dengan NICU
Langkah promotif/preventif :
Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, lakukan pemotongan tali pusat
secara steril
Tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat
Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, berikan pengobatan yang tepat dengan
antibiotik lokal dan sistemik jika diperlukan
57. ANEMIA HEMOLITIK

Hemolysis is the destruction or removal of red


blood cells from the circulation before their
normal life span of 120 days
Hemolysis presents as acute or chronic
anemia, reticulocytosis, or jaundice.
Premature destruction of erythrocytes occurs
intravascularly or extravascularly
The etiologies of hemolysis often are
categorized as acquired or hereditary
There are two mechanisms of hemolysis.
1. Intravascular hemolysis
destruction of red blood cells in the circulation with the release of
cell contents into the plasma.
Mechanical trauma from a damaged endothelium, complement
fixation and activation on the cell surface, and infectious agents
may cause direct membrane degradation and cell destruction.

2. Extravascular hemolysis
the removal and destruction of red blood cells with membrane
alterations by the macrophages of the spleen and liver.
Circulating blood is filtered continuously through thinwalled
splenic cords into the splenic sinusoids (with fenestrated
basement membranes), a spongelike labyrinth of macrophages
with long dendritic processes
58. HEMOSTASIS
Hemostasis (hemo=blood; ta=remain) is the
stoppage of bleeding, which is vitally important when
blood vessels are damaged.
Following an injury to blood vessels several actions
may help prevent blood loss, including:

Formation of a clot
Hemostasis
1. Fase vaskular: vasokonstriksi
2. Fase platelet: agregasi dan adhesi
trombosit
3. Fase koagulasi: ada jalur
ekstrinsik, jalur intrinsik dan
bersatu di common pathway
4. Fase retraksi
5. Fase destruksi / fibrinolisis

http://www.bangkokhealth.com/index.php/health/health-
general/first-aid/451--hemostasis.html
Coagulation factors

Components of coagulation factor:


~ fibrinogen factor I
~ prothrombin factor II
~ tissue factor (thromboplastin) factor III
~ Ca-ion (Ca++) factor IV
~ pro-accelerin (labile factor) factor V
~ pro-convertin (stable factor) factor VII
~ anti-hemophilic factor factor VIII
~ Christmas-factor factor IX
~ Stuart-Prower factor factor X
~ plasma tromboplastin antecedent factor XI
~ Hageman factor factor XII
~ fibrin stabilizing factor(Laki-Roland) factor XIII

Kuliah Hemostasis FKUI.


Bleeding Time
It indicates how well platelets interact with blood vessel
walls to form blood clots.
BT is the interval between the moment when bleeding
starts and the moment when bleeding stops.
Used most often to detect qualitative defects of platelets.
BT is prolonged in purpuras, but normal in coagulation
disorders like haemophilia.
Purpuras can be due to
Platelet defects - Thrombocytopenic purpura (ITP & TTP)
Vascular defects - Senile purpura, Henoch Schonlein purpura
Platelets are important in preventing small vessel bleeding
by causing vasoconstriction and platelet plug formation.

http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
Clotting Time
CT the interval between the moment when bleeding
starts and the moment when the fibrin thread is first
seen.
BT depends on the integrity of platelets and vessel
walls, whereas CT depends on the availability of
coagulation factors.
In coagulation disorders like haemophilia, CT is
prolonged but BT remains normal.
CT is also prolonged in conditions like vitamin K
deficiency, liver diseases, disseminated intravascular
coagulation, overdosage of anticoagulants etc.

http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
PT & APTT
activated partial thromboplastin time (aPTT)
untuk mengevaluasi jalur intrinsik kaskade
koagulasi
prothrombin time (PT) untuk mengevaluasi
jalur ekstrinsik kaskade koagulasi
http://practical-haemostasis.com
http://practical-haemostasis.com
BLEEDING

Mild Severe

intervention

stopped
continues

prolonged delayed

Platelet disorder Coagulation disorder


Kuliah Hemostasis FKUI.
Spontaneous bleeding
(without injury)

SUPERFICIAL, MULTIPLE DEEP, SOLITARY


petechiae, hematoma,
purpura, hemarthrosis
ecchymoses

platelet disorder coagulation disorder


Kuliah Hemostasis FKUI.
Simple schematic diagram to diagnose hemostasic disorders

Kuliah Hemostasis FKUI.


Kelainan Pembekuan Darah

http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg
Bleeding Disorder
ITP
Immune thrombocytopenic purpura (ITP, yang disebut
juga autoimmune thrombocytopenic purpura, morbus
Wirlhof, atau purpura hemorrhagica, merupakan
kelainan perdarahan akibat destruksi prematur
trombosit yang meningkat akibat autoantibodi yang
mengikat antigen trombosit.
Umumnya terjadi pada anak usia 2-4 tahun, dengan
insiden 4-8 kasus per 100.000 anak per tahun.
Patofisiologi: Peningkatan destruksi platelet di perifer,
biasanya pasien memiliki antibodi yang spesifik
terhadap glikoprotein membran platelet (IgG
autoantibodi pada permukaan platelet)
ITP: Cardinal Features
Trombositopenia <100,000/mm3
Purpura dan perdarahan membran mukosa
Diagnosis of exclusion
2 jenis gambaran klinis
ITP akut
Biasanya didahului oleh infeksi virus dan menghilang dalam 3 bulan.
ITP kronik
Gejala biasanya mudah memar atau perdarahan ringan yang
berlangsung selama 6 bulan
>90% kasus anak merupakan bentuk akut
Komplikasi yang paling serius: perdarahan. Perdarahan
intrakranial penyebab kematian akibat ITP yg paling sering
(1-2% dr kasus ITP)
Anamnesis
Umumnya trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah
infeksi virus, atau bakteri (infeksi saluran napas atas,
saluran cerna), bisa juga terjadi setelah vaksinasi rubella,
rubeola, varisela, atau setelah vaksinasi dengan virus hidup.
Perdarahan yang terjadi tergantung jumlah trombosit
didalam darah. Diawali dengan perdarahan kulit berupa
petekie hingga lebam.
Obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid,
kuinidin/kuinin, aspirin dapat memicu terjadinya
kekambuhan.
Obat yang mengandung salisilat dapat meningkatkan risiko
timbulnya perdarahan.
Pemeriksaan fisis
Pada umumnya bentuk perdarahannya ialah purpura pada kulit
dan mukosa (hidung, gusi, saluran cerna dan traktus urogenital).
Pembesaran limpa terjadi pada 10-20 % kasus.
Pemeriksaan penunjang
Darah tepi :
Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya normal.
Hemoglobin, indeks eritrosit dan jumlah leukosit normal.
Anemia bisa terjadi bila ada perdarahan spontan yang banyak
Trombositopenia. Besar trombosit umumnya normal, hanya
kadang ditemui bentuk trombosit yang lebih besar (giant
plalets),
Masa perdarahan memanjang (Bleeding Time)
Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang:
Tidak perlu bila gambaran klinis dan laboratoris klasik.
Dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang bila gagal terapi
selama 3-6 bulan, atau pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya pembesaran hepar/ lien/kelenjar getah bening dan pada
laboratorium ditemukan bisitopenia.
Tatalaksana
Indikasi rawat inap
Pada penderita yang sudah tegak diagnosisnya, perlu dilakukan
rawat inap bila:
Jumlah hitung trombosit <20.000/L
Perdarahan berat
Kecurigaan/pasti perdarahan intrakranial
Umur <3 tahun
Bila tidak dirawat inap, penderita diwajibkan untuk
tidak/menghindari obat anti agregasi (seperti salisilat dan
lain sebagainya) dan olah raga yang traumatis (kepala).
ITP bersifat akut dan 90 % sembuh spontan, hanya 5-10%
menjadi kronis karena itu keputusan apakah perlu diberi
pengobatan masih diperdebatkan.
Medikamentosa
Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila:
Perdarahan mukosa dengan jumlah trombosit <20.000/ L
Perdarahan ringan dengan jumlah trombosit <10.000/ L
Steroid yang biasa digunakan ialah prednison, dosis 1-2 mg/kgBB/hari,
dievaluasi
setelah pengobatan 1-2 minggu. Bila responsif, dosis diturunkan pelahan-
lahan sampai kadar trombosit stabil atau dipertahankan sekitar 30.000 -
50.000/L.
Prednison dapat juga diberikan dengan dosis tinggi yaitu 4 mg/kgBB/hari
selama 4 hari.
Bila tidak respons, pengobatan yang diberikan hanya suportif.
Pengembalian kadar trombosit akan terjadi perlahan-lahan dalam waktu 2-4
minggu dan paling lama 6 bulan.
Pada ITP dengan kadar trombosit >30.000/L dan tidak memiliki keluhan
umumnya tidak akan diberikan terapi, hanya diobservasi saja.
Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila :
Jumlah trombosit <20.000/ L dengan perdarahan
mukosa berulang (epistaksis)
Perdarahan retina
Perdarahan berat (epistaksis yang memerlukan
tampon, hematuria, perdarahan organ dalam)
Jumlah trombosit < 50.000/ul dengan
kecurigaan/pasti perdarahan intra kranial
Menjalani operasi, dengan jumlah trombosit
<150.000/ L.
59. Newborn Baby
USIA GESTASI BERAT BADAN
Neonatus Kurang Bulan (Pre-term
infant) : Usia gestasi < 37 minggu BBL rendah: berat badan <
Neonatus Lebih Bulan (Post-term 2500
infant) : Usia gestasi > 42 minggu BBL sangat rendah : berat
Neonatus Cukup Bulan (Term-infant) : badan bayi baru lahir kurang
Usia gestasi 37 s/d 42
dari 1500 gram.
BERAT LAHIR BERDASARKAN USIA GESTASI BBL sangat-sangat rendah :
Small for Gestational Age (SGA, Kecil berat badan bayi baru lahir
Masa Kehamilan) : Berat lahir dibawah kurang dari 1000 gram.
2SD / persentil 10th dari populasi usia
gestasi yang sama
Large for Gestational Age (LGA, Besar
Masa Kehamilan) : Berat lahir diatas
persentil 90 untuk populasi usia gestasi
yang sama
Appropriate for Gestational Age (Sesuai
Masa Kehamilan) : Diantaranya
The Fetus and the Neonatal Infant. Nelson
Textbook of Pediatrics 17th ed
Lubchenco Intrauterine Growth Curve

Week of Gestation (26 to 42 weeks)


Intrauterine Growth as Estimated From Liveborn Birth-Weight Data at 24 to 42 Weeks of Gestation, by Lula O. Lubchenco et al,Pediatrics,
1963;32:7938007:403
60. Neonatus
Adequate newborn weight monitor kenaikan BB
gain
Anticipate up to 10% weight
:
loss after delivery and regain trimester 1 : 25-30 g/h =
to birth weight by 2 weeks 200 g/mg = 750-900
Weight gain g/bln
Daily: 20-30 grams per day
Weekly: 150-200 grams per
trimester 2 : 20 g/h =
week 150 g/mg = 600 g/bln
Infant doubles birth weight in
6 months
Trimester 3: 15 g/h = 100
g/mg = 400 g/bln
Adequate hydration
Expect clear urine output 6-8
Trimester 4: 10 g/h = 50-
times daily 75 g/mg = 200-300 g/bln
Tanda-tanda bahwa bayi mendapat
cukup ASI
Bayi menyusu 8 12 kali sehari, Frekuensi buang air besar (BAB) > 4
menghisap secara teratur kali sehari dengan volume paling
selama minimal 10 menit pada setiap tidak 1 sendok makan, pada bayi usia
payudara. 4 hari sampai 4 minggu.
Bayi akan tampak puas setelah Sering ditemukan bayi yang BAB
menyusu dan seringkali tertidur pada setiap kali menyusu, dan hal ini
saat menyusu, terutama pada merupakan hal yang normal
payudara yang kedua Apabila setelah bayi berumur 5 hari,
Frekuensi buang air kecil (BAK) bayi > fesesnya masih berupa mekoneum,
6 kali sehari. atau transisi antara hijau kecoklatan,
Urin berwarna jernih, tidak merupakan salah satu tanda bayi
kekuningan. kurang mendapat ASI.
Berat badan bayi tidak turun lebih
dari 10% dibanding berat lahir
Berat badan bayi kembali seperti
berat lahir pada usia 10 sampai 14
hari setelah lahir.
Pola defekasi pada bayi baru lahir
Pada bayi baru lahir umumnya mempunyai aktivitas laktase
belum optimal sehingga kemampuan menghidrolisis laktosa
yang terkandung di dalam ASI maupun susu formula juga
terbatas.
Keadaan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan
osmolaritas di dalam lumen usus halus yang mengakibatkan
peningkatan frekuensi defekasi.
Rentang frekuensi defekasi pada minggu pertama sangat bervariasi,
minimal 1 kali per hari. (Rochitasari dkk: 2011)
Rentang terluas terdapat pada kelompok ASI yaitu 112 kali per
hari
Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki frekuensi defekasi
paling tinggi pada minggu pertama karena kolostrum ASI yang
merupakan laksatif alami keluar pada satu minggu pertama
setelah bayi lahir.
Pola defekasi bulan pertama
ASI kaya dengan protein dan oligosakarida yang tak
dapat dicerna, sehingga dapat meningkatkan volume,
osmolaritas dan akhirnya dapat meningkatkan
frekuensi defekasi.
Frekuensi menetek yang sering akan menyebabkan
stimulasi pada reflek gastrokolik dan frekuensi defekasi
yang lebih sering
Kandungan prostaglandin dalam ASI juga memiliki
peran terhadap motilitas gastrointestinal yang
membantu terjadinya peristaltik.
Frekuensi defekasi yang sering tersebut tidak
memenuhi kriteria diare, karena bayi tidak mengalami
kehilangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit dari saluran
cerna.
61. DEMAM DENGUE (DF)

Disebabkan oleh virus flavivirus dengan 4 serotipe DE-1,


DEN-2, DEN-3, DEN-4 melalui nyamuk aedes aegypti atau
aedes albopictus
DEN-3 merupakan serotipe yang banyak berhubungan
dengan kasus berat, diikuti dengan serotipe DEN-2
Demam akut 2-7 hari dengan 2 atau lebih gejala berikut:
Nyeri kepala
Nyeri retroorbita
Myalgia/arthralgia
Ruam
Manifestasi perdarahan
Leukopenia
Guideline WHO 1997
KLASIFIKASI DBD
Derajat (WHO 1997):
Derajat I : Demam dengan test rumple leed
positif.
Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan
spontan dikulit atau perdarahan lain.
Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/
hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan
pasien menjadi gelisah.
Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak
teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
WHO. SEARO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in
small hospitals. 1999.
Dengue Fever Immune Response

Fig. 1. DV-induced cytokine cascade. DV replicates in macrophage and is presented to recruit CD4cells which produce hCF. hCF induces a cytokine
cascade that may lead to Th1-type response causing a mild illness, the DF or to a Th2-type response resulting in various grades of severe illness, the
DHF. Thin line, positive induction; Interrupted line, inhibition; Thick line, damaging effect.
molecular mechanisms that contribute
to dengue-induced thrombocytopenia
Pemeriksaan Penunjang
Serologi Dengue
NS1:
antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak
hari pertama demam.
Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak
terdeteksi hari ke 5-6.

Untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder


digunakan pemeriksaan IgM & IgG antidengue.
Infeksi primer IgM (+) setelah hari ke 3-6 & hilang dalam 2 bulan, IgG
muncul mulai hari ke-12.
Pada infeksi sekunder IgG dapat muncul sebelum atau bersamaan
dengan IgM
IgG bertahan berbulan-bulan & dapat (+) seumur hidup sehingga
diagnosis infeksi sekunder dilihat dari peningkatan titernya. Jika titer
awal sangat tinggi 1:2560, dapat didiagnosis infeksi sekunder.

WHO SEARO, Dengue prevention & management. 2011.


Dengue

Shock
Bleeding
Primary infection: Secondary infection:
IgM: detectable by days 35 after the onset of IgG: detectable at high levels in the initial
illness, by about 2 weeks & undetectable phase, persist from several months to a
after 23 months. lifelong period.
IgG: detectable at low level by the end of the IgM: significantly lower in secondary infection
first week & remain for a longer period (for cases.
many years).
Rumple leede test
A tourniquet test used to determine the presence of
vitamin C deficiency or thrombocytopenia
A circle 2.5 cm in diameter, the upper edge of which is
4 cm below the crease of the elbow, is drawn on the
inner aspect of the forearm, pressure midway between
the systolic and diastolic blood pressure is applied
above the elbow for 15 minutes
Count petechiae within the circle is made:
10 normal
10-20 marginal
more than 20 abnormal.
Pemantauan Rawat
Alur
Perawatan
Pediatric Vital
Signs
Heart Rate
Age
(beats/min)

Premature 120-170 *
0-3 mo 100-150 *
3-6 mo 90-120 http://web.missouri.edu/~proste/lab/vitals-peds.pdf

6-12 mo 80-120
1-3 yr 70-110
3-6 yr 65-110
6-12 yr 60-95
12 > yr 55-85

Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011. 1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric
* From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital reference ranges (3rd ed.). Washington, DC: AACC Press.
Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett, American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45. http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/354/36284
From American Heart Association ECC Guidelines, 2000. 6/London%20App.%20B.pdf
62. EKSANTEMA AKUT
Morbili/Rubeola/Campak
Pre-eruptive Stage
Demam
Catarrhal Symptoms coryza, conjunctivitis
Respiratory Symptoms cough
Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
Exanthem sign
Maculopapular Rashes Muncul 2-7
hari setelah onset
Demam tinggi yang menetap
Anoreksia dan iritabilitas
Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
Stage of Convalescence
Rash menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
membekas kecoklatan
Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar
Tindakan Pencegahan :
Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
Mencegah terjadinya komplikasi berat
Morbili
Paramyxovirus Prodromal
Kel yg rentan: Hari 7-11 setelah
Anak usia prasekolah yg eksposure
blm divaksinasi Demam, batuk,
Anak usia sekolah yang konjungtivitis,sekret
gagal imunisasi hidung. (cough, coryza,
conjunctivitis 3C)
Musin: akhir musim Enanthem ruam
dingin/ musim semi kemerahan
Inkubasi: 8-12 hari Kopliks spots muncul 2
Masa infeksius: 1-2 hari hari sebelum ruam dan
sblm prodromal s.d. 4 bertahan selama 2 hari.
hari setelah muncul ruam
Morbili
KOMPLIKASI DIAGNOSIS & TERAPI
Otitis Media (1 dari 10 penderita Diagnosis:
campak pada anak)
manifestasi klinis, tanda
Diare (1 dari 10 penderita campak)
patognomonik bercak Koplik
Bronchopneumonia (komplikasi
berat; 1 dari 20 anak penderita isolasi virus dari darah, urin,
campak) atau sekret nasofaring
Encephalitis (komplikasi berat; 1 pemeriksaan serologis: titer
dari 1000 anak penderita campak) antibodi 2 minggu setelah
Pericarditis timbulnya penyakit
Subacute sclerosing Terapi:
panencephalitis late sequellae
due to persistent infection of the Suportif, pemberian vitamin A 2
CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1: x 200.000 IU dengan interval 24
100,000 orang) jam.
Penatalaksanaan
Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
Suplementasi vitamin A diberikan pada:
Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.
Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai
umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4
minggu kemudian.
Konseling & Edukasi
Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit
yang menular.
Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh
sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif.
Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari
diare/emesis.
Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin
campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan.
Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar dengan
penderita.
Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan
imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan
yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.
Rubella
Togavirus Asymptomatik hingga
Yg rentan: orang dewasa 50%
yang belum divaksinasi Prodromal
Musim: akhir musim Anak-anak: tidak bergejala
dingin/ awal musim semi. s.d. gejala ringan
Dewasa: demam, malaside,
Inkubasi 14-21 hari nyeri tenggorokan, mual,
Masa infeksius: 5-7 hari anoreksia, limfadenitis
sblm ruam s.d. 3-5 hari oksipital yg nyeri.
setelah ruam muncul Enanthem
Forschheimers spots
petekie pada hard
palate
Rubella - komplikasi
Arthralgias/arthritis pada
org dewasa
Peripheral neuritis
encephalitis
thrombocytopenic purpura
(jarang)
Congenital rubella
syndrome
Infeksi pada trimester
pertama
IUGR, kelainan mata, tuli,
kelainan jantung, anemia,
trombositopenia, nodul kulit.
Roseola Infantum Exanthem Subitum
Human Herpes Virus 6 Demam tinggi 3-4 hari
(and 7) Demam turun mendadak
Yg rentan: 6-36 bulan dan mulai timbul ruam
(puncak 6-7 bulan) kulit.
Musim: sporadik Kejang yang mungkin
Inkubasi: 9 hari timbul berkaitan dengan
Masa infeksius: berada infeksi pada meningens
dalam saliva secara oleh virus.
intermiten sepanjang
hidup; infeksi
asimtomatik persisten.
Scarlet Fever
Sindrom yang memiliki Rash : Timbul 12-48 jam
karakteristik: faringitis setelah onset demam. Dimulai
eksudatif, demam, dan rash. dari leher kemudian menyebar
Disebabkan oleh group Abeta- ke badan dan ekstremitas.
hemolyticstreptococci Pemeriksaan : Throat culture
(GABHS) positive for group A strep
Masa inkubasi 1-4 hari. Tatalaksana : Antibiotik
Manifestasi pada kulit diawali antistreptokokal minimal 10
oleh infeksi streptokokus hari (Eritromisin atau Penicillin
(umumnya pada G)
tonsillopharynx) : nyeri
tenggorokan dan demam
tinggi, disertai nyeri kepala,
mual, muntah, nyeri perut,
myalgia, dan malaise.
Scarlet Fever. http://emedicine.medscape.com/article/1053253-overview
63. GAGAL JANTUNG PADA ANAK
Gagal Jantung
Disebut gagal jantung, bila:
Jantung tidak mampu
memompa darah dalam
jumlah yang mencukupi
kebutuhan metabolik tubuh
(forward failure), atau

Jantung mampu memenuhi


kebutuhan aliran darah hanya
jika tekanan pengisian jantung
tinggi (backward failure),

Atau keduanya

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
Tanda Gagal Jantung
Pemeriksaan & Tatalaksana

Ada 3 jenis obat yang digunakan untuk terapi gagal jantung:


- Inotropik untuk meningkatkan kontraktilitas jantung
- Diuretik untuk mengurangi preload/ volume diastolik akhir
- Vasodilator untuk mengurangi afterload atau tahanan yang dialami saat ejeksi
ventrikel
64. ASMA

Batuk dan atau mengi berulang dengan karakteristik episodik,


nokturnal (variabilitas), reversibel (dapat sembuh sendiri
dengan atau tanpa pengobatan) ditambah atopi
Gejala utama pada anak: batuk dan/atau wheezing
Definition
Chronic inflammatory condition of the airwayshyperreactivity
Episodic airflow obstruction
Main processes
Inflammatory reaction
Remodeling
Supriyatno B. Diagnosis dan tata laksana asma anak.
PATHOGENESIS OF ASTHMA

http://www.clivir.com/pictures/asthma/asthma_symptoms.jpg
The Inflammatory Reaction
Involved:
Dendritic cells and macrophages
present antigens to T-helper cells induce the switching of B
lymphocytes to produce IgE
T-helper lymphocytes
Mast cells
Eosinophils
Leads to
episodes of wheezing
Coughing
tightness in the chest
Breathlessness
shortage of breath specially at night and in the morning

Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung.


Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics
Pathophysiology
Inflammation causes obstruction of airways
by:
Acute bronchoconstriction wheezing
Swelling of bronchial wall
Chronic production of mucous
Remodeling of airways walls
Remodelling Proscess
The inflammatory reaction goes on for a long period
Changes
Epithelial cells
damaged and the cilia are lostsusceptible for infection
goblet cells increasedincrease in the secretions
function of the muco-ciliary escalator lostsecretions accumulate
in the lungs
The basement membrane
Smooth muscle cells
Hyperplasiaability to secrete
contractility increased airway hyper-responsiveness.
The neurons
developed local reflexes

Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung.


Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics
http://img.wikinut.com/img/r1xehlcoy_vpannf/jpeg/700x1000/Pathophysiology-of-Asthma.jpeg
The cardinal features
airway hyper-responsiveness
excessive airway mucus production
Mucous hypersecretion is a major cause of airway obstruction in
asthma
In the bronchial airways, mucus is produced by surface epithelial cells
with secretory features and a classical goblet shape, called goblet
cells.
In the large airways, mucus is also produced by mucous glands.
Under basal conditions, the columnar epithelial surface comprises a
small percentage of goblet cells and a majority of ciliated cells.
Ciliated epithelial cell apoptosis is inhibited by EGFR activation,
allowing IL-13 to stimulate the differentiation of these cells into goblet
cells, which secrete mucus.
airway inflammation
elevated serum immunoglobulin E (IgE) levels
Ciliated cell differentiation into goblet cells requires 2 signals. Signal 1 activates the EGFR on ciliated cells and
induces EGFR phosphorylation and activation of PI3K/Akt. This pathway leads to inhibition of ciliated cell
apoptosis. Ciliated cells that survive can respond to signal 2: IL-13 binding to its receptor. Upon IL-13 receptor (IL-
13R) activation and STAT6 signaling, ciliated cells begin to produce mucins (including those encoded by
MUC5AC), which are contained within mucous secretions, and lose their ciliated cell surface, taking on features
of mucus-producing goblet cells. Thus, the airway epithelium is driven to become a mucus-producing organ,
presumably to enhance host defense. In some diseases, such as asthma, this response may be misdirected.
Airway tissue from human asthmatics exhibits EGFR activation on ciliated cells, and mucus appears to be induced
by IL-13, suggesting that this may also be an important pathway for mucous induction in humans,
http://www.nature.com/nm/journal/v18/n5/fig_tab/nm.2768_F1.html
NOCTURNAL ASTHMA
Associated with:
allergen exposure
Sleep
airway cooling
diminished clearance of mucous secretions
diurnal variations in hormone concentrations and in autonomic
nervous system control
Decreased epinephrine and increased vagal tone cause:
airway obstruction
enhance bronchial reactivity. bronchial obstruction
Decreased nitric oxide levelspotent bronchodilator
Decreased Beta 2-receptors between 4 p.m. and 4 a.m.
Decreased steroid receptorsincreased inflammation
Diurnal variation in Cortisol
Low level Melatonin

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0002934388902380 | http://asthma.about.com/od/asthmabasics/a/art_noct_asthma.htm
Klasifikasi Asma pada Anak
PARAMETER KLINIS,
ASMA EPISODIK ASMA EPISODIK
KEBUTUHAN OBAT, ASMA PERSISTEN
JARANG SERING
FAAL PARU

Frekuensi serangan < 1x /bulan > 1x /bulan Sering


Hampir sepanjang tahun
Lama serangan < 1 minggu 1 minggu
tidak ada remisi
Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang & malam

Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu

Pemeriksaan fisis
Normal Mungkin terganggu Tidak pernah normal
di luar serangan

Obat pengendali Tidak perlu Perlu, steroid Perlu, steroid

Uji Faal paru PEF/FEV1 <60%


PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80%
(di luar serangan) Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru
>15% < 30% < 50%
(bila ada serangan)
Derajat Serangan Asma
Alur
Penatalaksanaan
Serangan Asma
65. Malnutrisi Energi Protein
Malnutrisi: Ketidakseimbangan seluler antara asupan dan kebutuhan
energi dan nutrien tubuh untuk tumbuh dan mempertahankan fungsinya
(WHO)
Dibagi menjadi 3:
Overnutrition (overweight, obesitas)
Undernutrition (gizi kurang, gizi buruk)
Defisiensi nutrien spesifik
Malnutrisi energi protein (MEP):
MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang)
MEP derajat berat (gizi buruk)
Malnutrisi energi protein berdasarkan klinis:
Marasmus
Kwashiorkor
Marasmik-kwashiorkor

Sjarif DR. Nutrition management of well infant, children, and adolescents.


Scheinfeld NS. Protein-energy malnutrition. http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview
Marasmus

wajah seperti orang tua


kulit terlihat longgar
tulang rusuk tampak
terlihat jelas
kulit paha berkeriput
terlihat tulang belakang
lebih menonjol dan kulit
di pantat berkeriput
( baggy pant )
Kwashiorkor

edema
rambut kemerahan, mudah
dicabut
kurang aktif, rewel/cengeng
pengurusan otot
Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
Marasmik-kwashiorkor
Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor secara bersamaan
Kriteria Gizi Kurang dan Gizi Buruk
Z-score menggunakan BB/IBW (Ideal Body Weight)
kurva WHO weight-for- menggunakan kurva CDC
height 80-90% mild
<-2 moderate wasted malnutrition
<-3 severe wasted gizi 70-80% moderate
buruk malnutrition
70% severe
Lingkar Lengan Atas < 11,5 malnutrition Gizi Buruk
cm
Kwashiorkor
Protein

Serum Albumin

Tekanan osmotik koloid serum

Edema
Marasmus
Karbohidrat

Pemecahan lemah + pemecahan protein

Lemak subkutan

Muscle wasting, kulit keriput

Turgor kulit berkurang


Emergency Signs in Severe
Malnutrition
Dibutuhkan tindakan resusitasi
Tanda gangguan airway and breathing :
Tanda obstruksi
Sianosis
Distress pernapasan
Tanda dehidrasi berat rehidrasi secara ORAL.
Dehidrasi berat sulit dinilai pada malnutrisi berat.
Terdapat risiko overhidrasi
Tanda syok : letargis, penurunan kesadaran
Berikan rehidrasi parenteral (Resusitasi Cairan)
Cause difference
MARASMUS K WA S H I O R KO R
Marasmus is multi nutritional Kwashiorkor occurs due to the lack of
deficiency proteins in a person's diet
Marasmus usually affects very young Kwashiorkor affects slightly older
children children mainly children who are
weaned away from their mother's
milk
Marasmus is usually the result of a Kwashiorkor can occur rapidly
gradual process
10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk
No Tindakan Stabilisasi Transisi Rehabilitasi Tindaklanjut
H 1-2 H 3-7 H 8-14 mg 3-6 mg 7-26
1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia

3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Perbaiki gangguan elektrolit

5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. nutrien mikro tanpa Fe + Fe

7. Makanan stab & trans

8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi

10. Siapkan tindak lanjut


HIPOGLIKEMIA
Semua anak dengan gizi Jika anak tidak sadar, beri
buruk berisiko hipoglikemia larutan glukosa 10% IV
(< 54 mg/dl) bolus 5 ml/kg BB, atau
Jika tidak memungkinkan larutan glukosa/larutan gula
periksa GDS, maka semua pasir 50 ml dengan NGT.
anak gizi buruk dianggap Lanjutkan pemberian F-75
hipoglikemia setiap 23 jam, siang dan
Segera beri F-75 pertama, malam selama minimal dua
bila tidak dapat disediakan hari.
dengan cepat, berikan 50 ml
glukosa/ gula 10% (1 sendok
teh munjung gula dalam 50
ml air) oral/NGT.
Ketentuan Pemberian Makan Awal
Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah
osmolaritas serta rendah laktosa
Berikal secara oral atau melalui NGT, hindari pemberian
parenteral
Formula awal F-75 diberikan sesuai standar WHO dan
sesuai jadwal makan yang dibuat untuk mencukupi
kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi
Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan
bahwa jumlah F-75 yang dibutuhkan harus dipenuhi
Apabila pemberian makan oral tidak mencapai kebutuhan
minimal, berikan sisanya melalui NGT
Pada fase transisi, secara bertahap ganti F-75 dengan F-
100
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
Pemberian Makanan
Fase stabilisasi (Inisiasi)
Energi: 80-100 kal/kg/hari
Protein: 1-1,5 gram/kg/hari
Cairan: 130 ml/kg/hari atau 100 ml/kg/hari (edema)
Fase transisi
Energi: 100-150 kal/kg/hari
Protein: 2-3 gram/kg/hari
Fase rehabilitasi
Energi: 150-220 kal/kg/hari
Protein: 3-4 gram/kg/hari
HIPOTERMIA (Suhu aksilar < 35.5 C)
Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk
kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan
letakkan pemanas/ lampu di dekatnya, atau
lakukan metode kanguru.
Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam s.d suhu
menjadi 36.5 C/lbh.
Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap
setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu
mencapai 36.5 C
DEHIDRASI
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali
pada kasus dehidrasi berat dengan syok.
Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT
beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam
pertama
setelah 2 jam, berikan ReSoMal 510
ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75
dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10
jam.
Atasi Infeksi
Anggap semua anak dengan Jika ada komplikasi (hipoglikemia,
gizi buruk mengalami infeksi hipotermia, atau anak terlihat
letargis atau tampak sakit berat),
saat mereka datang dan atau jelas ada infeksi
segera diberi antibiotik. Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV/6
jam selama 2 hari), dilanjutkan
Amoksisilin PO (15 mg/kgBB/8 jam
PILIHAN ANTIBIOTIK
selama 5 hari) ATAU Ampisilin PO
SPEKTRUM LUAS (50 mg/kgBB/6 jam selama 5 hari)
Jika tidak ada komplikasi sehingga total selama 7 hari,
atau tidak ada infeksi nyata DITAMBAH Gentamisin (7.5
mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari
Kotrimoksazol PO (25 mg
selama 7 hari.
SMZ + 5 mg TMP/kgBB/12
jam selama 5 hari.
Atasi Infeksi
Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam,
tambahkan Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV
setiap 8 jam) selama 5 hari.
Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal
untuk memastikan dan obati dengan
Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama
10 hari.
Mikronutrien
Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)
Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase
rehabilitasi)
Vitamin A diberikan secara oral pada hari ke 1 dengan:

Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3
bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2,
dan 15.
66. Abortus
Definisi: Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan pada kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram

Diagnosis dengan bantuan USG


Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah banyak
Perut nyeri dan kaku
Pengeluaran sebagian produk konsepsi
Serviks dapat tertutup maupun terbuka
Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya

Faktor Predisposisi
Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom)
Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme, diabetes mellitus),
malnutrisi, obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis & defek
anatomis seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks (penipisan dan pembukaan
serviks sebelum waktu in partu, umumnya pada trimester kedua) dan sinekhiae
uteri karena sindrom Asherman
Faktor dari ayah: Kelainan sperma
PERDARAHA BESAR
DIAGNOSIS SERVIKS GEJALA LAIN
N UTERUS
Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak Nyeri perut
kehamilan
Uterus lunak

Sesuai atau lebih Nyeri perut >>


Abortus insipiens Sedang-banyak Terbuka lunak
kecil Uterus lunak

Nyeri perut >>


Lebih kecil dari usia
Abortus inkomplit Sedikit-banyak Terbuka lunak Jaringan +
kehamilan
Uterus lunak

Sedikit atau tanpa


Tertutup atau Lebih kecil dari usia nyeri perut
Abortus komplit Sedikit-tidak ada
terbuka lunak kehamilan Jaringan keluar
Uterus kenyal

Perdarahan Membesar, nyeri Demam


Abortus septik Lunak
berbau tekan leukositosis
Tidak terdapat gejala
nyeri perut
Lebih kecil dari usia
Missed abortion Tidak ada Tertutup Tidak disertai
kehamilan
ekspulsi jaringan
konsepsi
Abortus Imminens Abortus Insipiens Abortus Inkomplit

Abortus Komplit Missed Abortion


Abortus: Tatalaksana Umum
Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus
dengan komplikasi, berikan kombinasi antibiotika sampai
ibu bebas demam untuk 48 jam:

Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam


Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
Segera rujuk ibu ke rumah sakit
Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat
dukungan emosional dan konseling kontrasepsi pasca
keguguran
Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus
Tatalaksana
Abortus Imminens Abortus Insipiens

Pertahankan kehamilan. Evakuasi isi uterus


Tidak perlu pengobatan khusus. Lakukan pemantauan pasca
Jangan melakukan aktivitas fisik tindakan/30 menit selama 2
berlebihan atau hubungan jam. Bila kondisi ibu baik,
seksual pindahkan ibu ke ruang rawat.
Jika perdarahan berhenti, Pemeriksaan PA jaringan
pantau kondisi ibu selanjutnya Evaluasi tanda vital, perdarahan
pada pemeriksaan antenatal pervaginam, tanda akut
(kadar Hb dan USG panggul abdomen, dan produksi urin
serial setiap 4 minggu) setiap 6 jam selama 24 jam.
Jika perdarahan tidak berhenti, Periksa kadar Hb setelah 24 jam.
nilai kondisi janin dengan USG. Bila hasil pemantauan baik dan
Nilai kemungkinan adanya kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
penyebab lain. diperbolehkan pulang.
Tatalaksana
Abortus Inkomplit Abortus Komplit
Evakuasi isi uterus (dengan jari atau Tidak diperlukan evakuasi lagi.
AVM)
Konseling untuk memberikan
Kehamilan > 16 minggu infus 40 IU
dukungan emosional dan
oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau RL
dengan kecepatan 40 tpm untuk menawarkan KB pasca keguguran.
membantu pengeluaran hasil konsepsi. Observasi keadaan ibu.
Evaluasi tanda vital pasca tindakan Apabila terdapat anemia sedang,
setiap 30 menit selama 2 jam. Bila berikan tablet sulfas ferosus 600
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang
rawat. mg/hari selama 2 minggu, jika
Pemeriksaan PA jaringan anemia berat berikan transfusi darah.
Evaluasi tanda vital, perdarahan Evaluasi keadaan ibu setelah 2
pervaginam, tanda akut abdomen, dan minggu.
produksi urin/6 jam selama 24 jam.
Periksa kadar hemoglobin setelah 24
jam. BIla hasil pemantauan baik dan
kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang.
Missed Abortion: Tatalaksana
Usia Kehamilan:
<12 minggu: evakuasi dengan AVM atau sendok kuret.
Antara 12-16 minggu: pastikan serviks terbuka, bila perlu lakukan pematangan
serviks sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan evakuasi dengan tang
abortus dan sendok kuret.
16-22 minggu: Lakukan pematangan serviks. Lakukan evakuasi dengan infus
oksitosin 20 U dalam 500 ml NaCl 0,9%/RL dengan kecepatan 40 tpm hingga terjadi
ekspulsi hasil konsepsi

Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi
ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat

Pemeriksaan PA jaringan

Evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan


produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila
hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.
67. HEMORRHAGIA ANTEPARTUM
Definisi
Pendarahan yang terjadi setelah usia kehamilan
> 28 minggu. (Mochtar, 2002)

Etiologi
Plasenta previa, solusio plasenta, penyebab lain
Solusio Plasenta
Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya

Diagnosis
Perdarahan kehitaman dan cair, syok tidak sesuai dengan jumlah
darah keluar (tersembunyi), anemia berat, gawat janin/
hilangnya DJJ, uterus tegang dan nyeri

Faktor Predisposisi
Hipertensi
Versi luar
Trauma abdomen
Hidramnion
Gemelli
Defisiensi besi
Solusio Plasenta:
Solusio Plasenta: Tata Laksana
Tatalaksana
Tatalaksana
Perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan tanda- tanda awal syok pada ibu,
lakukan persalinan segera bergantung pembukaan serviks:
Lengkap ekstraksi vakum
Belum ada/ lengkap SC
Kenyal, tebal, dan tertutup SC

Jika perdarahan ringan/ sedang dan belum terdapat tanda-tanda syok, tindakan
bergantung pada denyut jantung janin (DJJ):
DJJ normal, lakukan seksio sesarea
DJJ tidak terdengar namun nadi dan tekanan darah ibu normal: pertimbangkan
persalinan pervaginam
DJJ tidak terdengar dan nadi dan tekanan darah ibu bermasalah:
pecahkan ketuban dengan kokher:
Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin
DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit): lakukan persalinan
pervaginam segera, atau SC bila tidak memungkinkan
Plasenta Previa
Implantasi pada tempat abnormal sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir (OUI)

Etiologi
Endometrium di fundus belum siap menerima implantasi,
endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta
untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis
pada chorion leave yang persisten -Manuaba (1998)-
Belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada grademultipara,
primigravida tua, bekas SC, bekas
operasi, kelainan janin dan
leiomioma uteri -Mansjoer (2001)-
Plasenta Previa
Klasifikasi Berdasarkan terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir (Chalik, 2002):

Totalis: menutupi seluruh OUI

Partialis: menutupi sebagian OUI

Marginalis: tepinya agak jauh letaknya


dan menutupi sebagian OUI
Gejala dan Tanda
Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri
serta berulang
Darah: merah segar
Bagian terbawah janin belum masuk PAP
dan atau disertai dengan kelainan letak
karena letak plasenta previa berada di
bawah janin (Winkjosastro, 2002).
Plasenta
Plasenta Previa: Tatalaksana
Previa: Tatalaksana

Inspekulo + USG + Koreksi cairan dengan infus (NaCl 0,9% atau RL)

Lihat Jumlah Perdarahan

SC tanpa melihat Waktu menuju 37 minggu


masih lama rawat jalan
usia kehamilan kembali ke RS jika
terjadi perdarahan
Plasenta Previa: Tatalaksana
Syarat terapi ekspektatif: Rawat inap, tirah baring dan
Kehamilan preterm dengan berikan antibiotika profilaksis
perdarahan sedikit yang
kemudian berhenti dengan Berikan tokolitik bila ada
atau tanpa pengobatan kontraksi: MgSO4 4 g IV dosis
tokolitik awal dilanjutkan 4 g setiap 6
Belum ada tanda inpartu jam, atau Nifedipin 3 x 20
Keadaan umum ibu cukup mg/hari + betamethasone 12
baik (kadar Hb dalam batas mg IV dosis tunggal untuk
normal) pematangan paru janin
Janin masih hidup dan kondisi
janin baik Anemia: sulfas ferosus /
ferous fumarat 60 mg PO
selama 1 bulan.
68. Hemorrhagia Post Partum
Etiologi (4T dan I) Pemeriksaan

Tone (tonus) atonia uteri Palpasi uterus


Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi
fundus uterus.
Trauma trauma traktus Memeriksa plasenta dan ketuban:
lengkap atau tidak.
genital Melakukan eksplorasi kavum uteri
untuk mencari :
Sisa plasenta dan ketuban.
Tissue (jaringan)- retensi Robekan rahim.
plasenta Plasenta suksenturiata.
Inspekulo :
untuk melihat robekan pada serviks,
Thrombin koagulopati vagina dan varises yang pecah.
Pemeriksaan laboratorium :
periksa darah, hemoglobin, clot
Inversio Uteri observation test (COT), dan lain-lain.
Hemorrhagia Post Partum: Definisi
Definisi Lama
Kehilangan darah > 500 mL setelah persalinan pervaginam
Kehilangan darah > 1000 mL setelah persalinan sesar (SC)

Definisi Fungsional
Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk
menyebabkan gangguan hemodinamik

Insidens
5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A G E J A L A & TA N D A YA N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG ADA
Uterus tidak berkontraksi dan lembek Syok Atonia uteri
Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan primer)

Perdarahan segera Pucat Robekan jalan


Darah segar yang mengalir segera setelah bayi Lemah lahir
lahir Menggigil
Uterus kontraksi baik
Plasenta lengkap

Plasenta belum lahir setelah 30 menit Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
Perdarahan segera (P3) berlebihan
Uterus kontraksi baik Inversio uteri akibat tarikan
Perdarahan lanjutan

Plasenta atau sebagian selaput (mengandung Uterus berkontaksi tetapi tinggi Tertinggalnya
pembuluh darah) tidak lengkap fundus tidak berkurang sebagian plasenta
Perdarahan segera (kontraksi hilang-timbul)
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A
G E J A L A D A N TA N D A
YA N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A
KADANG-KADANG ADA

Uterus tidak teraba Syok neurogenik Inversio uteri


Lumen vagina terisi massa Pucat dan limbung
Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
Perdarahan segera
Nyeri sedikit atau berat

Sub-involusi uterus Anemia Perdarahan


Nyeri tekan perut bawah Demam terlambat
Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Endometritis atau
Perdarahan sekunder atau P2S. Perdarahan sisa plasenta
bervariasi (ringan atau berat, terus menerus (terinfeksi atau
atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai tidak)
infeksi)

Perdarahan segera (Perdarahan Syok Robekan dinding


intraabdominal dan / atau pervaginam Nyeri tekan perut uterus (Ruptura
Nyeri perut berat atau akut abdomen Denyut nadi ibu cepat uteri
HPP: Tatalaksana

2 komponen utama:
1. Tatalaksana
perdarahan
obstetrik dan
kemungkinan syok
hipovolemik
2. Identifikasi dan
tatalaksana
penyebab utama
Atonia Uteri: Terapi
Atonia Uteri - Bimanual Massage
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri
Etiologi
Tonus otot rahim lemah
Tekanan/tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan
dengan tangan, tarikan pada tali pusat)
Kanalis servikalis yang longgar

Jenis
Complete: fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput
lendirnya berada diluar
Incomplete: fundus hanya menekuk ke dalam dan tidak keluar
ostium uteri

Bila uterus yang berputar balik keluar dari vulva: inversio prolaps
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri
Gejala
Syok
Fundus uteri tidak teraba/ teraba lekukan
Kadang tampak massa merah di vulva atau teraba massa dalam
vagina dengan permukaan kasar
Perdarahan

Terapi
Atasi syok
Reposisi dalam anestesi
Bila plasenta belum lepas: reposisi uterus baru dilepaskan karena
dapat memicu perdarahan >>
Inversio Uteri: Terapi
Replacement of Inverted Uterus
Retensio plasenta
Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir

Sebab: plasenta belum


lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas
tetapi belum dilahirkan

Plasenta belum lepas:


kontraksi kurang kuat atau
plasenta adhesiva (akreta,
inkreta, perkreta)
Retensio plasenta: Terapi

Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu mengedan.


Jika Anda dapat merasakan plasenta dalam vagina keluarkan
plasenta tersebut.
Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan
lakukan kateterisasi kandung kemih.
Jika plasenta belum keluar berikan oksitosin 10 unit IM.
Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian
oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan
tali pusat terkendali.
Jika traksi tarikan tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah
untuk mengeluarkan plasenta secara manual.
Hemorrhagia Post Partum: Medikamentosa
69. Hipertensi pada Kehamilan: Patofisiologi

Faktor Risiko
Kehamilan pertama
Kehamilan dengan vili
korionik tinggi (kembar
atau mola)
Memiliki penyakit KV
sebelumnya
Terdapat riwayat genetik
hipertensi dalam
kehamilan

Cunningham FG, et al. Williams obstetrics. 22nd ed. McGraw-Hill.


Hipertensi pada Kehamilan: Jenis

Hipertensi Kronik
Hipertensi Gestasional
Pre Eklampsia Ringan
Pre Eklampsia Berat
Superimposed Pre Eklampsia
HELLP Syndrome
Eklampsia

Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Hipertensi Kronik

Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan

Diagnosis
Tekanan darah 140/90 mmHg
Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal

Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Hipertensi Kronik: Tatalaksana

Tatalaksana
Sebelum hamil sudah mendapat terapi dan terkontrol dengan baik,
lanjutkan pengobatan yang sesuai
Sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg antihipertensi
Proteinuria/ tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed
preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia
Suplementasi kalsium1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu
Pantau pertumbuhan dan kondisi janin Jika tidak ada komplikasi, tunggu
sampai aterm
Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin.
Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan

Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Hipertensi Gestasional
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
Diagnosis
TD 140/90 mmHg
Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
Tatalaksana Umum
Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Pre Eklampsia & Eklampsia
Preeklampsia Ringan
Tekanan darah 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam

Preeklampsia Berat
Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
Tes celup urin menunjukkan proteinuria 2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai
keterlibatan organ lain:
Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
Sakit kepala , skotoma penglihatan
Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl

Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Pre Eklampsia & Eklampsia
Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum
usia kehamilan 20 minggu)
Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20
minggu

Eklampsia
Kejang umum dan/atau koma
Ada tanda dan gejala preeklampsia
Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)

Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
Tatalaksana umum
Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat masuk
rumah sakit

Pertimbangkan persalinan atau terminasi kehamilan


PEB + janin belum viable/ tidak akan viable dalam 1-2 minggu induksi
PEB + janin sudah viable namun usia kehamilan < 34 minggu manajemen
ekspektan dianjurkan bila tidak ada KI
PEB 34 - 37 minggu manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asal tidak
terdapat HT yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin +
pengawasan ketat
PEB dengan kehamilan aterm persalinan dini dianjurkan
PER atau HT gestasional ringan dengan kehamilan aterm induksi

Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
Antihipertensi
Ibu dengan HT berat perlu mendapat terapi anti HT
Ibu dengan terapi anti HT saat antenatal lanjutkan hingga
persalinan
Anti HT dianjurkan untuk HT berat pasca persalinan
DOC: nifedipin, nikardipin, dan metildopa.
Kontra Indikasi: ARB inhibitor, ACE inhibitor dan klortiazid

Pemeriksaan penunjang tambahan


Hitung darah perifer lengkap
Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
Fungsi koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
USG (terutama jika ada indikasi gawat janin atau pertumbuhan
janin terhambat)
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
PRE EKLAMPSIA & EKLAMPSIA: Tatalaksana Khusus

Edema paru
Edema paru: sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah
halus pada basal paru pada ibu dengan PEB
Tatalaksana
Posisikan ibu dalam posisi tegak
Oksigen
Furosemide 40 mg IV
Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam) pemberian
furosemid dapat diulang.
Ukur Keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk

Sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes,


low platelets) terminasi kehamilan

Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan. 2013
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
MgSO4
Eklampsia untuk tatalaksana kejang
PEB pencegahan kejang
Dosis
MgSO4 IV: 4 gram selama 20 menit untuk dosis awal
lanjutkan 6 gram selama 6 jam untuk dosis rumatan
MgSO4 IM: 5 gram pada bokong kiri dan 5 gram pada bokong
kanan
Syarat pemberian MgSO4
Terdapat refleks patella, tersedia kalsium glukonas, dan jumlah
urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam

Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan. 2013
70. SUPLEMENTASI DAN NUTRISI KEHAMILAN

Suplementasi dan Medikamentosa


Asam Folat
Zat Besi
Kalsium
Aspirin
Tetanus Toxoid

Nutrisi
Penambahan kalori 300 Kal/Hari dan air 400 ml/hari

Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan. WHO. 2013
Suplementasi Kehamilan: Asam Folat

K E B U T U H A N A S A M F O L AT
50-100 g/hari pada wanita normal
300-400 g/hari pada wanita hamil hamil kembar lebih besar lagi

DOSIS
Pencegahan defek pada tube neural: Min. 400 mcg/hari
Defisiensi asam folat: 250-1000 mcg/hari
Riwayat kehamilan sebelumnya memiliki komplikasi defek tube
neural atau riwayat anensefali: 4mg/hari pada sebulan pertama
sebelum kehamilan dan diteruskan hingga 3 bulan setelah konsepsi

Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan. WHO. 2013
Suplementasi Kehamilan: Zat Besi
Tablet Tambah Daerah Generik dikemas dalam bungkus warna putih,
berisi 30 tab/bungkus

Memenuhi spesifikasi
Setiap tablet mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg besi elemental
dan 0,25 mg asam folat

Pemakaian dan Efek Samping


Minum dengan air putih, jangan minum dengan teh, susu atau kopi
mengurangi penyerapan zat besi dalam tubuh
Efek samping dari minum TTD adalah mual dan konstipasi, namun tidak
berbahaya
Untuk menghindari efek mual dan konstipasi, dianjurkan minum TTD
menjelang tidur malam
Lebih baik disertai makan buah dan sayur. Misalnya pepaya atau pisang

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Suplementasi Kehamilan: Kalsium
Sasaran
Area dengan asupan kalsium rendah

Tujuan
Pencegahan preeklampsia bagi semua ibu hamil, terutama
yang memiliki risiko tinggi (riwayat preeklampsia di
kehamilan sebelumnya, diabetes, hipertensi kronik,
penyakit ginjal, penyakit autoimun, atau kehamilan ganda)

Dosis
1,5-2 g/ hari

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Medikamentosa Kehamilan: Aspirin
75 mg aspirin tiap hari Dianjurkan:
pencegahan preeklampsia bagi ibu dengan
risiko tinggi, dimulai dari usia kehamilan 20
minggu

Aspirin juga digunakan pada ibu dengan hasil


pemeriksaan laboratorium menunjukkan
adanya pengentalan darah selama kehamilan

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Medikamentosa Kehamilan: TT
Didahului dengan skrining untuk mengetahui jumlah dosis dan status)
imunisasi TT yang telah diperoleh selama hidupny
Pemberian tidak ada interval maks, hanya terdapat interval min antar dosis
TT
Jika ibu belum pernah imunisasi atau status imunisasinya tidak diketahui,
berikan dosis vaksin (0,5 ml IM di lengan atas) sesuai tabel berikut

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Medikamentosa Kehamilan: TT
Dosis booster mungkin diperlukan pada ibu yang sudah pernah
diimunisasi. Pemberian dosis booster 0,5 ml IM disesuaikan
dengan jumlah vaksinasi yang pernah diterima sebelumnya seperti
pada tabel berikut:

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


71. KELUARGA BERENCANA

Metode Kontrasepsi
Barrier
Hormonal
IUD
Operasi/ sterilisasi
Alami
Darurat
KB: Metode Barrier

Menghalangi bertemunya
sperma dan sel telur
Efektivitas: 98 %
Mencegah penularan PMS
Efek samping
Dapat memicu reaksi alergi
lateks, ISK dan keputihan
(diafragma)
Harus sedia sebelum
berhubungan
KB: Metode Hormonal
Kombinasi Progestin
Cara kerja Cara Kerja
Menghambat ovulasi, mengentalkan lendir Mengentalkan lendir serviks penetrasi
serviks penetrasi sperma <<, atrofi sperma terganggu, menjadikan selaput rahim
endometrium implantasi terganggu, dan tipis & atrofi, menghambat transportasi
menghambat transportasi gamet oleh tuba gamet oleh tuba

Efek samping Efek Samping


Perubahan pola haid, sakit kepala, pusing, BB>>, Perubahan pola haid, sakit kepala, pusing,
perut kembung, perubahan suasana perasaan, perubahan suasana perasaan, nyeri
dan penurunan hasrat seksual payudara, nyeri perut, dan mual

Kontra Indikasi Kontra Indikasi


Gangguan KV, menyusui eksklusif, perdarahan Shampir serupa dengan kombinasi,
pervaginam idiopatik, hepatitis, perokok, kecuali:
riwayat diabetes > 20 tahun, kanker payudara Pil progestin dapat diminum saat
atau dicurigai, migraine dan gejala neurologic menyusui
fokal (epilepsi/riwayat epilepsi), tidak dapat
Dapat diminum pada pasien usia > 35
menggunakan pil secara teratur setiap hari
tahun atau merokok
Metode Hormonal:
Pil & Suntikan Kombinasi

Jenis Pil Kombinasi


Monofasik (21 tab): E/P dalam dosis sama + 7
tablet placebo
Bifasik (21 tab): E/P dalam dua dosis berbeda +
7 tablet plasebo
Trifasik (21 tab) : E/P dalam tiga dosis berbeda
+ 7 tablet plasebo

Jenis Suntikan Kombinasi


25mg Depo Medroksiprogesteron Asetat + 5
mg Estradiol Sipionat, IM sebulan sekali
50mg Noretindron Enantat + 5 mg Estradiol
Valerat, IM sebulan sekali
Pil danMetode
Suntikan Progestin
Hormonal:
Pil & Suntikan Kombinasi
Pil Progestin
Isi 35 pil: 300 g levonorgestrel atau 350 g
noretindron
Isi 28 pil: 75 g norgestrel
Contoh
Micrinor, NOR-QD, noriday, norod (0,35 mg
noretindron)
Microval, noregeston, microlut (0,03 mg
levonogestrol)
Ourette, noegest (0,5 mg norgestrel)
Exluton (0,5 mg linestrenol)
Femulen (0,5 mg etinodial diassetat)

Suntikan Progestin
Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera)
150mg DMPA, IM di bokong/ 3 bulan
Depo Norestisteron Enantat (Depo Norissterat)
200mg Noretdron Enantat,IM di bokong/ 2 bulan
KB: Penanganan Efek Samping KB Suntik
Pusing dan sakit kepala
Anti prostaglandin untuk mengurangi keluhan, acetosal 500 mg
3 x 1 tablet/hari.

Hematoma
Kompres dingin pada daerah yang membiru selama 2 hari lalu
kompres hangat sehingga warna biru/kuning hilang.

Keputihan
Pengobatan medis biasanya tidak diperlukan. Bila cairan
berlebihan dapat diberikan preparat anti cholinergic seperti
extrabelladona 10 mg 2 x 1 tablet untuk mengurangi cairan
yang berlebihan. Perubahan warna dan bau biasanya
disebabkan oleh adanya infeksi.
Catatan untuk Pil Progestin

Minum minipil setiap hari pada saat yang sama.


Minum pil yang pertama pada hari pertama haid.
Bila klien muntah dalam waktu 2 jam setelah menggunakanupil, minumlah pil yang
lain, atau gunakan metode kontrasepsi lain bila klien berniat melakukan hubungan
seksual pada 48 jam berikutnya.
Bila klien menggunakan pil terlarnbat lebih dari 3 jam, minumlah pil tersebui.
begitu klien ingat. Gunakan metode pelindung selama 48 jam.
Bila klien lupa 1 atau 2 pil, minumlah segera pil yang terlupa tersebut sesegera
klien ingat dan gunakan metode pelindung sampai akhir bulan.
Walaupun klien belum haid, mulailah paket baru sehari setelah paket terakhir
habis.
Bila haid klien teratur setiap bulan dan kemudian kehilangan 1 siklus (tidak haid),
atau bila merasa hamil, temui petugas klinik klien untuk memeriksa uji kehamilan.

Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. 2006


Catatan untuk Pil Kombinasi

Sebaiknya pil diminum setiap hari, lebih baik pada saat yang
sama setiap hari.
Pil yang pertama dimulai pada hari pertama sarnpai hari ke-7
siklus haid.
Sangat dianjurkan penggunaannya pada hari pertama haid.
Pada paket 28 pil, dianjurkan mulai minum pil plasebo sesuai
dengan hari yang ada pada paket.
Beberapa paket pil mempunyai 28 pil, yang lain 21 pil. Bila
paket 28 pil habis, sebaiknya anda mulai minum pil dari paket
yang baru. Bila paket 21 habis, sebaiknya tunggu 1 minggu
baru kemudian mulai minum pil dari paket yang baru.

Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. 2006


Catatan untuk Pil Kombinasi

Bila muntah dalam waktu 2 jam Bila lupa minum 1 pil (hari 1 - 21),
setelah menggunakan pil, ambillah pil segera minum pil setelah ingat boleh
yang lain. minum 2 pil pada hari yang sama.
Bila terjadi muntah hebat, atau diare Tidak perlu menggunakan metode
lebih dari 24 jam, maka bila keadaan kontrasepsi yang lain.
memungkinkan dan tidak Bila lupa 2 pil atau lebih (hari 1 - 21),
memperburuk keadaan Anda, pil sebaiknya minum 2 pil setiap hari
dapat diteruskan. sampai sesuai jadual yang ditetapkan.
Bila muntah dan diare berlangsung Juga sebaiknya gunakan metode
sampai 2 hari atau lebih, Cara kontrasepsi yang lain atau tidak
melakukan hubungan seksual sampai
penggunaan pil mengikuti Cara telah menghabiskan paket pil tersebut.
menggunakan pil lupa.
Bila tidak haid, perlu segera ke klinik
untuk tes kehamilan.

Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. 2006


Metode Hormonal: Implan
Implan (Saifuddin, 2006) Cara Kerja
Norplant: 36 mg levonorgestrel dan lama menekan ovulasi,
kerjanya 5 tahun. mengentalkan lendir
serviks, menjadikan
selaput rahim tipis dan
atrofi, dan mengurangi
Implanon: 68 mg ketodesogestrel dan lama transportasi sperma
kerjanya 3 tahun.
Efek Samping
Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
Jadena dan Indoplant: 75 mg
levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun
Kontra Indikasi
Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
KB: Metode IUD
Cara Kerja
Menghambat kemampuan sperma
untuk masuk ke tuba falopii
Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum
mencapai kavum uteri
Mencegah implantasi hasil konsepsi
kedalam rahim

Efek Samping
Nyeri perut, spotting, infeksi, gangguan
haid

Kontra Indikasi
Hamil, kelainan alat kandungan bagian dalam, perdarahan vagina yang tidak diketahui,
sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), tiga bulan terakhir sedang
mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik, penyakit trofoblas yang
ganas, diketahui menderita TBC pelvik, kanker alat genital, ukuran rongga rahim
kurang dari 5 cm
EPO. (2008). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau Intra Uterine Device (IUD). Diambil pada tanggal 20 Mei 2008 dari
http://pikas.bkkbn.go.id/jabar/program_detail.php?prgid=2
KB: Kontrasepsi Mantap
Definisi
Menutup tuba falopii (mengikat dan
memotong atau memasang cincin),
sehingga sperma tidak dapat bertemu
dengan ovum
oklusi vasa deferens sehingga alur
transportasi sperma terhambat dan
proses fertilisasi tidak terjadi

Efek Samping
Nyeri pasca operasi

Kerugian
Infertilitas bersifat permanen
KB: Metode Alami
Menghitung masa subur
Periode: (siklus menstruasi terpendek 18) dan (siklus menstruasi terpanjang -
11)
Menggunakan 3 6 bulan siklus menstruasi

Mengukur suhu basal


tubuh (pagi hari)
Saat ovulasi: suhu tubuh
akan meningkat 1-2 C
KB: Kontrasepsi Darurat
Fungsi
Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
Bukan sebagai pil penggugur kandungan
Cara kerja Kondar adalah fisiologis, sehingga tidak mempengaruhi kesuburan
dan siklus haid yang akan datang
Efek samping ringan dan berlangsung singkat
Tidak ada pengaruh buruk di kemudian hari pada organ sistem reproduksi dan
organ tubuh lainnya. (Hanafi, 2004)

Indikasi
Kesalahan penggunaan kontrasepsi
Wanita korban perkosaan kurang dari 72 jam

Metode Menggunakan Mini Pill


Dosis pertama diminum daam kurang dari 72 jam minum 1 pil
Dilanjutkan dengan dosis kedua diminum 1 pil dari 12 jam setelah dosis awal
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan

Pada klien yang tidak menyusui, masa infertilitas


rata-rata sekitar 6 minggu
Pada klien yang menyusui, masa infertilitas lebih
lama, namun, kembalinya kesuburan tidak dapat
diperkirakan
Metode yang langsung dapat digunakan adalah :
Spermisida
Kondom
Koitus Interuptus
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan
Metode Waktu Pascapersalinan Ciri Khusus Catatan

MAL Mulai segera Manfaat kesehatan bagi ibu Harus benar-benar ASI eksklusif
dan bayi Efektivitas berkurang jika sudah
mulai suplementasi

Kontrasepsi Jangan sebelum 6-8mg Akan mengurangi ASI Merupakan pilihan terakhir bagi
Kombinasi pascapersalinan Selama 6-8mg pascapersalinan klien yang menyusui
Jika tidak menyusui mengganggu tumbuh kembang Dapat diberikan pada klien dgn
dapat dimulai 3mg bayi riw.preeklamsia
pascapersalinan Sesudah 3mg pascapersalinan
akan meningkatkan resiko
pembekuan darah

Kontrasepsi Bila menyusui, jangan Selama 6mg pertama Perdarahan ireguler dapat terjadi
Progestin mulai sebelum 6mg pascapersalinan, progestin
pascapersalinan mempengaruhi tumbuh
Bila tidak menyusui kembang bayi
dapat segera dimulai Tidak ada pengaruh pada ASI
AKDR Dapat dipasang Tidak ada pengaruh terhadap Insersi postplasental memerlukan
langsung ASI petugas terlatih khusus
pascapersalinan Efek samping lebih sedikit pada
klien yang menyusui
Kondom/Sper Dapat digunakan setiap Tidak pengaruh terhadap laktasi Sebaiknya dengan kondom dengan
misida saat pascapersalinan pelicin
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan

Metode Waktu Ciri Khusus Catatan


Pascapersalinan

Diafragma Tunggu sampai Tidak ada Perlu pemeriksaan


6mg pengaruh dalam oleh petugas
pascapersalinan terhadap laktasi

KB Alamiah Tidak dianjurkan Tidak ada Suhu basal tubuh


sampai siklus haid pengaruh kurang akurat jika
kembali teratur terhadap laktasi klien sering
terbangun malam
untuk menyusui
KB: Usia > 35 Tahun
Metode Catatan

Pil/suntik Tidak untuk perokok


Kombinasi Dapat digunakan sebagai terapi sulih hormon pada masa
perimenopause
Kontrasepsi Dapat digunakan pada masa perimenopause (40-50 tahun)
Progestin (implan, Dapat untuk perokok
pil, suntikan) Implan cocok untuk kontrasepsi jangka panjang yang belum
siap dengan kontap
AKDR Tidak terpapar pada infeksi saluran reproduksi dan IMS
Sangat efektif, tidak perlu tindak lanjut, efek jangka panjang
Kondom Satu-satunya metode kontrasepsi yang dapat mencegah
infeksi saluran reproduksi dan IMS
Perlu motivasi tinggi bagi pasangan untuk mencegah
kehamilan
Kontrasepsi Benar-benar tidak ingin tambahan anak lagi
Mantap
72. FISIOLOGI MENSTRUASI

Ovulasi terjadi 14 hari sebelum haid


berikutnya

Stadium sekresi tetap karena corpus


luteum mempunyai umur 8 hari

Stadium proliferasi dapat berbeda


panjangnya terutama pada setiap
wanita

Pada siklus 28 hari: ovulasi terjadi


pada hari ke 14 dari siklus

Pada siklus 35 hari, ovulasi terjadi


pada hari ke 21
Gangguan Menstruasi
Disorder Definition
Tidak pernah menstruasi setelah berusia 16 tahun, atau berusia 14
Amenorrhea Primer tahun tanpa menstruasi sebelumnya dan tidak terdapat tanda-tanda
perkembangan seksual sekunder

Tidak terdapat menstruasi selama 3 bulan pada wanita dengan siklus


Amenorrhea
haid teratur, atau 9 bulan pada wanita dengan siklus menstruasi
Sekunder
tidak teratur

Oligomenorea Menstruasi yang jarang atau dengan perdarahan yang sangat sedikit

Perdarahan yang banyak dan memanjang pada interval menstruasi


Menorrhagia
yang teratur

Metrorrhagia Perdarahan pada interval yang tidak teratur, biasanya diantara siklus

Perdarahan yang banyak dan memanjang, lebih sering


Menometrorrhagia
dibandingkan dengan siklus normal
Algoritma Perdarahan Uterus Abnormal
73. ANC pada Kehamilan

Pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental


serta menyelamatkan ibu dan anak dalam
kehamilan, persalinan dan masa nifas
sehingga mampu menghadapi persalinan, kala
nifas, persiapan pemberian ASI dan
kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar
(Wiknjosastro, 2005.; Manuaba, 2008).
Jadwal ANC: WHO

Minimal 4 kali selama kehamilan dalam waktu


sebagai berikut (WHO):
Trismester I : satu kali kunjungan (sebelum usia
kehamilan 14 minggu)
Trismester II : satu kali kunjungan (usia kehamilan
antara 14-28 minggu)
Trismester III : dua kali kunjungan (usia kehamilan
antara 28-36 minggu dan sesudah usia kehamilan
36 minggu)
JADWAL ANC:
ROYAL COLLEGE OF OBSTETRIC & GYNAECOLOGIST
Kunjungan Pertama ANC
Catat identitas ibu hamil
Catat kehamilan sekarang
Catat riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu
Catat penggunaan cara kontrasepsi sebelum kehamilan
Pemeriksaan 7 T
(Timbang) berat badan
Ukur (Tekanan) darah
Ukur (Tinggi) fundus uteri
Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid)
Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama
kehamilan
Tes terhadap penyakit menular sexual
Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan. (Saifudin,
2002).
Kunjungan Kedua ANC: < 28 Minggu
Seperti kunjungan pertama ditambah:
Kewaspadaan khusus mengenai preeklampsia (tanya ibu tentang
gejala gejala preeklamsia, pantau tekanan darah, evaluasi edema,
periksa untuk apakah ada kehamilan ganda)

Kunjungan Ketiga ANC: 28-36 Minggu


Sama seperti kunjungan kedua + palpasi abdominal untuk
mengetahui kehamilan ganda

Kunjungan Keempat ANC


Sama dengan kunjungan ketiga + deteksi letak janin dan
kemungkinan komplikasi
Prenatal & antenatal care
Imunisasi TT pada Kehamilan
Diberikan 2 kali (BKKBN, 2005; Saifuddin dkk, 2001),
dengan dosis 0,5 cc di injeksikan intramuskuler/subkutan
dalam (Depkes RI, 2000)

Sebaiknya diberikan sebelum kehamilan 8 bulan untuk


mendapatkan imunisasi TT lengkap (BKKBN, 2005)

Waktu Pemberian:
TT1 dapat diberikan sejak diketahui positif hamil dimana
biasanya diberikan pada kunjungan pertama ibu hamil ke sarana
kesehatan (Depkes RI, 2000)

Jarak pemberian imunisasi TT1 dan TT2


Jarak pemberian (interval) imunisasi TT1 dengan TT2 adalah
minimal 4 minggu (Saifuddin dkk, 2001; Depkes RI, 2000).
74. Drug of Choice pada Kehamilan
Diagnosis Terapi Pilihan
Asma Salbutamol (Albuterol) pilihan pada kegawatan
Budesonide untuk steroid inhaler
Long acting b2 agonist salmeterol kontroler

Bakterial Vaginosis Metronidazol ATAU Klindamisin


Klamidia Azitromisin
Kolestasis pada Kehamilan Ursodeoxycholic Acid (UDCA)
Hipertensi pada Kehamilan Metil Dopa DAN/ATAU
Labetolol DAN/ATAU
Nifedipin slow release
Depresi Ringan Psikoterapi seperti cognitive-behavioral therapy (CBT)
ATAU terapi interpersonal
Depresi Berat Psikoterapi DAN fluoxetine
Alternatif: sertraline atau Antidepresan trisiklik
Depresi dengan Psikosis Haloperidol DAN antidepresan seperti diatas
Depresi ringan/berat postapartum Terapi suportif, sertraline ATAU Paroxetine
Diagnosis Terapi Pilihan
Diabetes Insulin
Gonorrhea; Genital, Ceftriaxone 250 mg SD IM DAN/ATAU Azitromisin 1 g SD PO
rektal, faring
Herpes Asiklovir ATAU Valasiklovir
Hipotiroidisme Levotiroksin
Hipertiroidisme Trimester I: PTU
Trimester II dan III: Metimazol
Beta adrenergik seperti propanolol untuk gejala hipermetabolik

ITP Prednison, IVIG (bila steroid menjadi kontra indikasi)


Malaria Klorokuin, meflokuin atau kombinasi kuinin sulfat + klindamisin bila
terjadi resistensi klorokuin
Mual Muntah Diclegis (doxylamine succinate & pyridoxine hydrochloride)
Promethazine ATAU dimenhydrate
Metoklopromide (bila tidak ada respon)
Pedikulosis pubis Permethrin 1% krim ATAU Pyrethrin dengan piperonyl butoxide
Pencegahan Aspirin dosis rendah (81 mg/d) setelah trimester pertama pada
Preeklampsia wanita risiko tinggi
Drug of Choice pada Kehamilan
Diagnosis Terapi Pilihan
Pielonefritis Ceftriaksone/Ampisilin/Gentamisin/Cefazolin/Cefotetan/Aztreonam

Kejang, eklampsia Magnesium Sulfat


Skabies Krim permetrin 5%
Sifilis Benzatin Penisilin
Trikomoniasis Metronidazol
Ulkus Gaster Sukralfat, Ranitidine
Infeksi Saluran Kemih Amoksisilin, cefiksim
Bakterial vaginosis PO: klindamisin 300 mg atau metronidazol 500 mg 2x/hari selama 7 hari
Tromboemboli Vena Low Molecular Weight Heparin ATAU Enoxaparin ATAU Dalteparin ATAU
Tinzaparin

Kandidosis Hanya terapi azol topikal untuk 7 hari (rekomendasi: Terkonazol cream)
Vulvovagina
75. Obat Kontraindikasi pada Kehamilan

Golongan Nama Obat Trimester


Obat KV Statin Semua
Aspirin III
Warfarin
Amlodipin
Sistem Saraf Pusat Quazepam
Triaolam
Hidroksizin
Etinil estradiol
Penyakit Kulit Isotretinoin
Fluorourasil
Silver sulfadiazine III
Natrium dilofenak III
Obat Kontraindikasi pada Kehamilan
Golongan Nama Obat Trimester
Antibiotik Aminoglikosida (streptomisin dl):
menyebabkan gangguan pendengaran
pada janin
Kloramfenikol
Fluorokuinolon
Nitrofurantoin
Primakuin
Sulfonamid (kec sulfasalazine)
Tetrasiklin
Trimethoprim
Obat Hipoglikemik Oral Klorpropamid
Gliburid
Tolbutamid
Obat Kontraindikasi pada Kehamilan

Golongan Golongan Trimester


Penyakit Muskuloskeletal Ibuprofen III
Misoprostol
Aspirin III
Natrium diklofenak
Kafein III
Celecoxib III
Piroksikam III
Natrium metotreksat
Esomeprazole > 30 minggu
Nutrisi Benzphetamine
Zinc sitrat/kolekalsiferol
Megestrol asetat
Obat Kontraindikasi pada Kehamilan
Golongan Golongan Trimester
Keganasan Fluorourasil
tositumomab
Estradiol
Thalidomide
Metotrexat
Obsgin Semua KB oral
Semua HRT
Providine iodine douche
Klomifen
Medroksiprogesteron asetat
Metronidazol I
Metergin (metil ergonofin)
Asetaminofen III
Asam mefenamat
Ketorolac III
76. Pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri Berdasarkan Usia
Kehamilan

Sumber: http://www.gynob.com/fh.htm
77. Kanker Serviks
Keganasan pada serviks Faktor Risiko :
Perubahan sel dari normal pre HPV (faktor utama) 50% oleh
kanker (displasia) kanker HPV 16 & 18
Insidens : usia 40-60 tahun Multipartner
Merokok
Riwayat penyakit menular
seksual
Berhubungan seks pertama pada
usia muda
Kontrasepsi oral
Multiparitas
Status ekonomi sosial rendah
Riwayat Keluarga
Imunosupresi
Defisiensi nutrien dan vitamin
Kanker Serviks: Patogenesis

The oncogenic
proteins

http://media.jaapa.com/Images/2009/
Kanker Serviks: Tanda dan Gejala

Perdarahan pervaginam
Perdarahan menstruasi lebih lama dan lebih banyak dari
biasanya
Perdarahan post menopause atau keputihan >>
Perdarahan post koitus
Nyeri saat berhubungan
Keputihan (terutama berbau busuk + darah)
Massa pada serviks, mudah berdarah
Nyeri pada panggul, lumbosakral, gluteus, gangguan
berkemih, nyeri pada kandung kemih dan rektum

Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Kanker Serviks: Diagnostik

Deteksi Lesi Pra Kanker


Pelayanan Primer: IVA, VILI, sitologi pap smear
Pelayanan Sekunder: Liquid base cytology
Pelayanan Tersier: DNA HPV

Diagnostik
Pelayanan primer: anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pelayanan Sekunder: kuret endoserviks, sistoskopi,
IVP, foto toraks dan tulang, konisasi, amputasi serviks
Pelayanan Tersier: Proktoskopi

Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Kanker Serviks
Displasia Serviks
Perubahan abnormal pada sel di permukaan
serviks, dapat terlihat dari pengamatan
mikroskopik

Histologi
Cervical intraepithelial neoplasia (CIN) I
(mild) a benign viral infection
CIN II (moderate)
CIN III (severe)

Sitologi
low-grade SIL (squamous intraepithelial
lesion)low-grade lesions
high-grade SIL (HSIL) high-grade
dysplasia
Kanker Serviks: Klasifikasi
Kanker Serviks: Pembagian

http://www.sh.lsuhsc.edu/fammed/Images/PAP-fig1.jpg
Kanker Serviks: Stadium
Lesi Pra Kanker: Tatalaksana LSIL

Skrining 12
bulan

Observasi
LSIL ulang test 3
bulan

(+) Kolposkopi

LSIL/HSIL

Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Lesi Pra Kanker: Tatalaksana HSIL
(-) Observasi
- Observasi
NIS I DNA HPV
+ Ablasi
NIS II + Ablasi

HSIL Kolposkopi NIS III + Ablasi

Konisasi

Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
78. Fisiologi Menyusui
Reflek Prolaktin
Bayi mulai menyusu (rangsangan fisik) sinyal-
sinyal ke kelenjar hipotalamus di otak (hipofise
anterior) untuk menghasilkan hormon prolaktin
beredar dalam darah dan masuk ke
payudara,memerintahkan alveolus untuk
memproduksi ASI

Reflek Let Down (Oksitosin)


Rangsangan isapan bayi hipofise posterior
oksitosin peredaran darah rahim
menstimulus kontraksi rahim masuk ke
payudara untuk memeras ASI
Juga dipengaruhi beberapa faktor seperti
psikologis ibu yang bahagia melihat bayinya,
mendengar suara bayi,melihat foto bayi,ibu
bahagia karena peran serta ayah. Reflek ini
juga dihambat oleh faktor stress.
Gangguan Proses Menyusui: Mastitis
Inflamasi / infeksi payudara

Diagnosis
Payudara (biasanya unilateral) keras,
memerah, dan nyeri
Dapat disertai benjolan lunak
Dapat disertai demam > 38 C
Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan
ke-4 postpartum, namun dapat terjadi
kapan saja selama menyusui

Faktor Predisposisi
Bayi malas menyusu atau tidak menyusu
Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan
Puting yang lecet
Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak sempurna
Bra yang ketat dan menghambat aliran ASI
Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui
Mastitis & Abses Payudara: Tatalaksana
Tatalaksana Umum Abses Payudara
Tirah baring & >> asupan cairan Stop menyusui pada payudara yang
Sampel ASI: kultur dan diuji sensitivitas abses, ASI tetap harus dikeluarkan
Tatalaksana Khusus Bila abses >> parah & bernanah
Berikan antibiotika : antibiotika
Kloksasilin 500 mg/6 jam PO , 10-14 hari ATAU Rujuk apabila keadaan tidak
Eritromisin 250 mg, PO 3x/hari, 10-14 hari membaik.
Tetap menyusui, mulai dari payudara Terapi: insisi dan drainase
sehat. Bila payudara yang sakit belum Periksa sampel kultur resistensi
kosong setelah menyusui, pompa payudara dan pemeriksaan PA
untuk mengeluarkan isinya.
Jika abses diperkirakan masih
Kompres dingin untuk << bengkak dan banyak tertinggal dalam payudara,
nyeri. Berikan parasetamol 3x500mg PO selain drain, bebat juga payudara
Sangga payudara ibu dengan bebat atau dengan elastic bandage 24 jam
bra yang pas. tindakan kontrol kembali untuk
Lakukan evaluasi setelah 3 hari. ganti kassa.
Berikan obat antibiotika dan obat
penghilang rasa sakit
Gangguan Proses Menyusui:
Inverted Nipple
Etiologi: kongenital
(pendeknya duktus
laktiferus)

Terapi:
Massage dengan minyak
zaitun
Tarik perlahan dan jepit
dengan jari selama
beberapa detik
Menggunakan nipple
shield saaat menyusui
79. Hiperemesis Gravidarum
Definisi
Keluhan mual,muntah pada ibu hamil yang berat hingga
mengganggu aktivitas sehari-hari.
Mulai setelah minggu ke-6 dan biasanya akan membaik dengan
sendirinya sekitar minggu ke-12

Etiologi
Kemungkinan kadar BhCG yang tinggi atau faktor psikologik

Predisposisi
Primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda.

Akibat mual muntah dehidrasi elektrolit berkurang,


hemokonsentrasi, aseton darah meningkat kerusakan liver
Hiperemesis Gravidarum: Patogenesis

Verberg MFG, et al. Hyperemesis gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update, Vol.11, No.5 pp. 527539, 2005
Hiperemesis Gravidarum: Patofisiologi
Worsen

NVP

Hypochoremic Thiamine
Dehydration Starvation
alkalosis depletion

Hemoconcentration Wernicke
Ketosis
Somnolen/coma encephalopathy
Hypovolemic shock
Acute renal failure
Hepatic
dysfunction
NVP: Nausea and vomiting during pregnancy
1. Cunningham et al. Williams obstetrics. 22nd ed. McGraw Hill; 2005.
2. Verberg MFG, et al. Hyperemesis gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update, Vol.11, No.5 pp. 527539, 2005.
3. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 18216.
Hiperemesis Gravidarum
Emesis gravidarum:
NVP without complication, frequency is usually <5 x/day.
70% of patients: Began between the 4th and 7th menstrual week.
60% of patients: resolution by 12 weeks . 99% of patienst by 20 weeks.

Hyperemesis gravidarum (no universally accepted definition)


NVP with complications:
dehydration,
hyperchloremic alkalosis,
ketosis

Grade 1 Low appetite, epigastrial pain, weak, pulse 100 x/min, systolic BP low, signs of
dehydration (+)
Grade 2 Apathy, fast and weak pulses, icteric sclera (+), oliguria, hemoconcentration,
aceton breath
Grade 3 Somnolen coma, hypovolemic shock, Wernicke encephalopathy.
1. http://student.bmj.com/student/view-article.html?id=sbmj.c6617. 2. http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview#a0104. 3. Bader TJ.
Ob/gyn secrets. 3rd ed. Saunders; 2007. 4. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 18216.
Hiperemesis Gravidarum: Tatalaksana
Tatalaksana umum Hiperemesis Gravidarum:
Pertahankan kecukupan nutrisi ibu.
Istirahat cukup dan hindari kelelahan

Tatalaksana Medikamentosa
10 mg doksilamin + 10 mg piridoksin hingga 4 tablet per hari (2
tablet saat akan tidur, 1 tablet saat pagi dan 1 tablet saat siang)
Dimenhidrinat 50-100 mg per oral atau supositoria 4-6 kali
sehari ATAU prometazine 5-10 mg 3-4 kali sehari per oral atau
supositoria dapat diberikan bila doksilamin tidak berhasil
Bila masih tidak teratasi dapat diberikan Ondansetron 8 mg per
oral tiap 12 jam atau Klorpromazin 10-25 mg per oral atau 50-
100 mg IM tiap 4-6 jam bila masih belum teratasi dan tidak
terjadi dehidrasi.
Hiperemesis Gravidarum: Tatalaksana
Atasi dehidrasi dan ketosis
Berikan Infus Dx 10% + B kompleks IV
Lanjutkan dengan infus yang mempunyai komposisi kalori dan elektrolit
yang memadai seperti: KaEN Mg 3, Trifuchsin dll.
Balans cairan ketat hingga tidak dijumpai lagi ketosis dan
defisit elektrolit
Berikan suport psikologis
Jika dijumpai keadaan patologis: atasi
Nutrisi per oral diberikan bertahap dan jenis yang diberikan
sesuai apa yang dikehendaki pasien
Infus dilepas bila kondisi pasien benar-benar telah segar
dan dapat makan dengan porsi wajar
http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview
80. Anatomi Panggul

Tulang yang menyusun


panggul
Os coccae (tulang pangkal
paha) yang terdiri dari 3
buah tulang yang
berhubungan yaitu
Os illium (tulang usus)
Os ischium (tulang duduk)
Os pubis (tulang kemaluan)
Os sacrum (tulang
kelangkang), dan
Os coxigys (tulang
tungging).
Bentuk Panggul Wanita
Menurut Caldwell dan Molloy, bentuk panggul terbagi menjadi 4
yaitu:
PANGGUL GYNECOID
Panggul paling baik untuk perempuan. Bentuk pintu atas panggul
hampir bulat. Diameter anteroposterior sama dengan diameter
transversa bulat. Jenis ini ditemukan pada 45% wanita

PANGGUL ANDROID
Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Umumnya pria
mempunyai jenis seperti ini. Panjang diameter transversa dekat
dengan sakrum. Pada wanita ditemukan 15%.

PANGGUL ANTHROPOID
Bentuk pintu atas panggul agak lonjong seperti
telur. Panjang diameter anteroposterior lebih besar daripada
diameter transversa. Jenis ini ditemukan 35% pada wanita

PANGGUL PLATYPELOID
Sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada
arah muka belakang. Ukuran melintang jauh lebih besar daripada
ukuran muka belakang. Jenis ini ditemukan pada 5% perempuan.
81. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.

ANALITIK: mencari hubungan antara paparan


dengan penyakit. Misalnya penelitian
hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.
Desain Penelitian
Desain
studi

Analitik Deskriptif

Case report

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial


2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Cross-sectional
Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu
yang bersamaan.

Cohort study
Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.

Case-control study
Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
PAST PRESENT FUTURE
Time
Assess exposure
Cross -sectional study and outcome

Assess Known
Case -control study exposure outcome

Known Assess
Prospective cohort exposure outcome

Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.

Bila menggunakan desain case control, dimulai dengan


peneliti menentukan subyek anak 1-3 tahun yang
pernah mengalami diare dengan yang tidak pernah
mengalami diare. Kemudian ibu diwawancara apakah
sebelumnya memberi ASI eksklusif atau tidak.
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
Bila menggunakan desain kohort (prospektif), maka dimulai
dengan peneliti mengumpulkan subyek penelitian berusia 6
bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian, subyek tersebut diamati selama 1
tahun untuk dilihat apakah mengalami diare atau tidak.

Bila menggunakan desain kohort (retrospektif), dari catatan


rekam medis RS tahun 2015 dimulai dengan dikumpulkan
data bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian rekam medis ditelusuri, dari tahun
2015-2016 apakah subyek pernah mengalami diare atau
tidak.
82. Kejadian Epidemiologis Penyakit
Sporadik: kejadian penyakit tertentu di suatu
daerah secara acak dan tidak teratur.
Contohnya: kejadian pneumonia di DKI
Jakarta.

Endemik: kejadian penyakit di suatu daerah


yang jumlahnya lebih tinggi dibanding daerah
lain dan hal tersebut terjadi terus menerus.
Contohnya: Malaria endemis di Papua.
Epidemik dan KLB: Epidemik dan KLB sebenarnya
memiliki definisi serupa, namun KLB terjadi pada
wilayah yag lebih sempit (misalnya di satu
kecamatan saja). Indonesia memiliki kriteria KLB
berdasarkan Permenkes 1501 tahun 2010 (di
slide selanjutnya).

Pandemik: merupakan epidemik yang terjadi


lintas negara atau benua. Contohnya: kejadian
MERS-COV di dunia tahun 2014-2015.
Kriteria KLB (Permenkes 1501, tahun 2010)

Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang


sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah
Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3
(tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya
Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun
waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya
Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan
dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun
sebelumnya
Kriteria KLB (Permenkes 1501, tahun 2010)

Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1


(satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
per bulan pada tahun sebelumnya
Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate)
dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan
kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan
dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru
pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau
lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun
waktu yang sama
83. PENCEGAHAN PRIMER-SEKUNDER-TERSIER
Five Level of Prevention
Menurut Leavel and Clark, pencegahan penyakit
terbagi dalam 5 tahapan, yang sering disebut 5 level
of prevention, yaitu:
Health Promotion (Promosi Kesehatan)
Specific Protection (Perlindungan Khusus)
Early Diagnosis and Prompt Treatment (Diagnosis
Dini dan Pengobatan yang Cepat dan Tepat)
Disability Limitation (Pembatasan Kecacatan)
Rehabilitation (Rehabilitasi)
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
84. STRATEGI PROMOSI KESEHATAN
(WHO)
Advokasi: upaya atau proses yang strategis dan terencana
untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-
pihak yang terkait(stakeholders).

Kemitraan: suatu kerjasama formal antara individu-


individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi
untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.

Pemberdayaan masyarakat: upaya yang berlandaskan


untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan
atau kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri,
bukan kegiatan yang segala sesuatunya diatur dan
disediakan oleh pemerintah maupun pihak lain.
Kapan Membutuhkan Advokasi?
Advokasi dilakukan terutama bila komitmen
atau dukungan politis dari pemerintah dalam
bidang kesehatan sangat dibutuhkan untuk
pengembangan lingkungan dan perilaku sehat
dan pemberantasan suatu penyakit tertentu.
Kapan Membutuhkan Kemitraan?
Bila membutuhkan berbagai sektor (bukan hanya
sektor kesehatan), untuk mengatasi dan
memberantas suatu penyakit tertentu.

Contohnya untuk mengatasi kusta di Indonesia,


selain sektor kesehatan berperan tetapi butuh
peran serta sektor lain untuk mengatasi stigma
masyarakat, untuk memberdayakan pasien yang
telah sembuh dari kusta.
Kapan Membutuhkan Pemberdayaan
Masyarakat?
Terutama sangat dibutuhkan apabila suatu
penyakit terjadi akibat perilaku
masyarakatnya yang menghambat kesehatan
atau kesejahteraan.

Contoh dan keteladanan dari tokoh/


pemimpin masyarakat sangat berperan.
85. UKURAN FREKUENSI PENYAKIT

Insidens: merefleksikan jumlah kasus baru (insiden)


yang berkembang dalam suatu periode waktu di
antara populasi yang berisiko.

Prevalens: merefleksikan jumlah seluruh kasus


(kasus lama+kasus baru) dalam suatu periode
waktu di antara populasi yang berisiko.

Attack rate: sama dengan insidens, namun istilah


ini digunakan dalam kondisi epidemi atau KLB.
Ukuran-ukuran frekuensi yang digunakan
dalam epidemiologi
Rumus
Insidens = jumlah kasus baru/jumlah populasi berisiko x100%

Prevalens = jumlah seluruh kasus/jml populasi berisikox100%

Attack rate = jumlah kasus baru/jumlah populasi berisiko


x100%

Catatan: jumlah populasi berisiko tidak sama dengan jumlah


seluruh populasi. Misalnya, jumlah seluruh populasi adalah
500 orang, 400 orang di antaranya sudah diimunisasi campak.
Maka bila menghitung insidens/prevalens campak, yang
menjadi penyebut adalah sejumlah 100 orang.
Pada soal no.85,
Jumlah kasus baru: 5 orang
Jumlah kasus lama: 10 orang
Jumlah populasi berisiko: 200.000 orang

Maka prevalensi TB per 100.000 penduduk


adalah:

10+5 x 100.000 = 7,5 per 100.000 penduduk


200.000
86. UJI HIPOTESIS
Untuk menentukan uji hipotesis yang tepat, ada
beberapa langkah sederhana yang dilakukan:
1. Identifikasi variabel apa yang diteliti dan jenisnya
(apakah variabel tersebut numerik atau kategorik)
2. Bila ada variabel numerik, harus ditentukan apakah
variabel terdistribusi normal atau tidak. Bila tidak
dijelaskan , maka diasumsikan bahwa variabel
numerik terdistribusi normal.
3. Setelah itu, baru lihat tabel uji hipotesis.
TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

Kategorik
Numerik ANOVA Kruskal Wallis**
(>2 kategori)

Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**


Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Tabel Uji Hipotesis
Pada soal no.86,
1. Yang ingin diteliti adalah jenis sumber air dengan
kejadian diare.
Pada soal, tertera bahwa kejadian diare dalam bentuk
rata-rata variabel diare merupakan variabel numerik.
Variabel sumber air dibagi menjadi PDAM,sumur, dan air
sungai variabel kategorik yang terdiri dari 3 kategori.

2. Karena di soal tidak disebutkan variabel diare


terdistribusi normal atau tidak, maka diasumsikan
bahwa variabel diare terdistribusi normal.
3. Lihat tabel uji hipotesisnya
Variabel
Uji Statistik Uji Alternatif
Independen Dependen
Fisher (digunakan untuk tabel
Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*
Kategorik T-test
(2 kategori) Numerik independen Mann-Whitney**
T-test
berpasangan Wilcoxon**
Kategorik
(>2 kategori) Numerik ANOVA Kruskal Wallis**

Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**


Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
87. PENGUKURAN ANGKA
KESAKITAN/ MORBIDITAS
UKURAN DEFINISI

Incidence rate/ Frekuensi kasus baru yang berjangkit dalam suatu populasi (rumus:
insidens jumlah kasus baru/ jumlah populasi berisiko).

Bila jumlah kasus baru dihitung bukan berdasarkan jumlah orang,


melainkan berdasarkan jumlah orang-waktu (person-time), maka
disebut sebagai incidence density rate.
Prevalence rate/ Frekuensi seluruh kasus yang terjadi dalam suatu populasi (rumus:
prevalens (jumlah kasus lama+kasus baru)/jumlah populasi berisiko)).

Prevalensi yang ditentukan pada 1 waktu tertentu misalnya pada


tanggal 1 Februari 2016 disebut sebagai point prevalence rate.

Attack rate Jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah/ outbreak yang
berjangkit dalam suatu populasi.
Contoh incidence rate vs incidence density rate

Incidence rate: 3/9


Incidence density rate: (3+1+2,5)/32 = 6,5/32
88. LEVEL OF EVIDENCE

Penelitian yang
memiliki level evidence
paling tinggi adalah
systematic review dan
meta analysis.
89. PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS
Persetujuan tindakan medis secara praktis
dibagi menjadi 2:
Implied consent Pasien tidak menyatakan persetujuan baik secara tertulis maupun
lisan, namun dari tingkah lakunya menyatakan persetujuannya.
Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien
mengulurkan lengan untuk diambil sampel darah.

Expressed Persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Khusus setiap


consent tindakan yang mengandung risiko tinggi, harus diberikan
persetujuan tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai
UU No.29 tahun 2004 pasal 45)

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyelidikan,


A. Munim Idries, 2013
Jenis Consent Lainnya
JENIS
PENJELASAN
CONSENT
Consent yang diberikan pada pasien secara tertulis,
Informed consent yang ditandatangani langsung oleh pasien yang
berangkutan.

Consent yang diberikan oleh wali pasien (orangtua,


suami/istri, anak, saudara kandungnya dsb) karena
Proxy consent
pasien tidak kompeten untuk memberikan consent
(misalnya pada pasien anak).

Pasien tidak dapat memberikan consent, namun


diasumsikan bahwa bila pasien sadar, ia akan setuju
Presumed
dengan tindakan medis yang diambil. Consent jenis ini
consent
biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan atau
pada donor organ dari cadaver.
Appelbaum PS. Assessment of patients competence to consent to treatment. New England Journal of Medicine. 2007; 357: 1834-1840.
90. RAHASIA MEDIS
Sesuai dengan UU Rumah Sakit pasal 38:
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran
adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan hal yang ditemukan oleh dokter dan
dokter gigi dalam rangka pengobatan dan
dicatat dalam rekam medis yang dimiliki
pasien dan bersifat rahasia.
Wajib Simpan Rahasia Kedokteran
Dasar hukum
PP no 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran tgl 21 mei 1966.
Pasal 55 undang-undang no 23/1992
Pasal 11 PP 749.MENKES/PER/XII/1989 tentang
REKAM MEDIS: rekam medis merupakan berkas
yang wajib disimpan kerahasiaannya
Yang Berhak Terhadap Isi Rekam Medis

PASIEN
Bila pasien tidak kompeten, disampaikan kepada:
1. Keluarga pasien, atau
2. Orang yang diberi kuasa oleh pasien atau
keluarga pasien, atau
3. Orang yang mendapat persetujuan tertulis dari
pasien atau keluarga pasien
Pengecualian Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran
UU RS Pasal 38
(1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia
kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dapat dibuka untuk kepentingan
kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan
aparat penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum, atas persetujuan pasien sendiri, atau
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pengecualian Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran
UU RS pasal 44
(1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan
segala informasi kepada publik yang
berkaitan dengan rahasia kedokteran.
(2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut
Rumah Sakit dan menginformasikannya
melalui media massa, dianggap telah
melepaskan hak rahasia kedokterannya
kepada umum.
Pengecualian Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran
PerMenKes RI No.269/MENKES/PER/III/2008 BAB IV Pasal 10:
Informasi tentang identitas, diagnose, riwayat penyakit,
riwayat pemeriksaan, dan riwayat pengobatan dapat dibuka
dalam hal :
untuk kepentingan kesehatan pasien
memenuhi permintaan aperatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum atas perintah pengadilan.
Permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri
Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-
undangan
Untuk kepentingan penelitian, pendidikan atau audit medis sepanjang
tidak menyebutkan identits pasien".
91. KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
Pengertian berbuat baik diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih dari diikuti.
sekedar memenuhi kewajiban.

Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), Tidak ada pertimbangan lain selain
Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
92. PENOLAKAN TINDAKAN MEDIS
Penolakan tindakan medis umumnya tidak
menimbulkan konflik, kecuali bila tindakan
medis yang dianjurkan perlu untuk
menyelamatkan nyawa.

Bila penolakan medis dapat mengakibatkan


kecacatan atau kematian, tindakan dokter
menuruti penolakan tersebut dibenarkan
baik secara etik maupun hukum di Indonesia.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
Penolakan Tindakan Medis
Harus didokumentasikan dalam bentuk tertulis.
Ditandatangani oleh pasien atau keluarganya atau
walinya.
Tidak memutuskan hubungan kontrak terapeutik
dokter-pasien.
Dengan adanya penolakan tindakan medis,
memburuknya keadaan pasien tidak dibebankan ke
dokter.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
93. SEBAB-MEKANISME-CARA KEMATIAN

Untuk dapat menentukan sebab kematian,


secara mutlak harus dilakukan otopsi.

Sedangkan perkiraan sebab kematian dapat


diteliti dari kelainan yang ditemukan pada
pemeriksaan luar.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
Sebab Kematian
Sebab kematian lebih ditekankan pada alat atau
sarana yang dipakai untuk mematikan korban.
Contoh: karena tenggelam, karena terbakar, karena
tusukan benda tajam, karena pencekikan, karena
kekerasan benda tumpul.
Sebab kematian banyak membantu penyidik dalam
melaksanakan tugas, misalnya untuk mencari dan
menyita benda yang diperkirakan dipakai sebagai alat
pembunuh, sehingga sebab kematian seperti mati
lemas tidak tepat.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
Mekanisme Kematian
Mekanisme kematian menunjukkan bagaimana
korban itu mati setelah umpamanya tertembak atau
tenggelam.
Contoh: karena perdarahan, karena refleks vagal, karena
hancurnya jaringan otak

Mekanisme lebih bersifat teoritis dan tidak selalu


dapat diketahui pasti

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
Cara Kematian
Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal 3 cara
kematian, yaitu:
1. Wajar: kematian korban karena penyakit, bukan
karena kekerasan atau rudapaksa.
2. Tidak wajar, yang dibagi menjadi kecelakaan, bunuh
diri, dan pembunuhan.
3. Tidak dapat ditentukan, yang disebabkan karena
keadaan mayat telah sedemikian rusak atau busuk
sehingga luka atau penyakit tidak dapat ditemukan
lagi.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Tanda-tanda penggantungan ante-mortem


Tanda-tanda post-mortem menunjukkan kematian
1 bervariasi. Tergantung dari cara kematian
yang bukan disebabkan penggantungan
korban

Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh
2 terputus (non-continuous) dan letaknya pada (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian
leher bagian atas leher tidak begitu tinggi

Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan
3
sisi leher kuat dan diletakkan pada bagian depan leher

Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan tidak


Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi dari
ada atau tidak jelas. Lebam mayat terdapat pada
4 jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di atas
bagian tubuh yang menggantung sesuai dengan posisi
jejas jerat dan pada tungkai bawah
mayat setelah meninggal

Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba


5 seperti perabaan kertas perkamen, yaitu Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak begitu jelas
tanda parchmentisasi
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lain-


Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan lain-lain
6 lain sangat jelas terlihat terutama jika
tergantung dari penyebab kematian
kematian karena asfiksia

Wajah membengkak dan mata mengalami


Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak terdapat,
kongesti dan agak menonjol, disertai dengan
7 kecuali jika penyebab kematian adalah pencekikan
gambaran pembuluh dara vena yang jelas
(strangulasi) atau sufokasi
pada bagian dahi

Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus kematian


8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali
akibat pencekikan
Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya
cairan sperma sering terjadi pada korban pria. Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak
9
Demikian juga sering ditemukan keluarnya ada.Pengeluaran feses juga tidak ada
feses

Air liur. Ditemukan menetes dari sudut mulut,


dengan arah yang vertikal menuju dada. Hal Air liur tidak ditemukan yang menetes pad kasus
10
ini merupakan pertanda pasti penggantungan selain kasus penggantungan.
ante-mortem
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Usia. Gantung diri lebih sering terjadi pada


Tidak mengenal batas usia, karena tindakan
remaja dan orang dewasa. Anak-anak di bawah
1 pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari
usia 10 tahun atau orang dewasa di atas usia 50
korban dan tidak bergantung pada usia
tahun jarang melakukan gantung diri

Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus,


Tanda jejas jeratan, bentuknya miring, berupa
mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher,
2 lingkaran terputus (non-continuous) dan
karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat
terletak pada bagian atas leher
simpul tali

Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian
3
letaknya pada bagian samping leher depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat

Riwayat korban. Biasanya korban mempunyai


Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk
4 riwayat untuk mencoba bunuh diri dengan cara
bunuh diri
lain

Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang bisa


Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
5 menyebabkan kematian mendadak tidak
biasanya mengarah kepada pembunuhan
ditemukan pada kasus bunuh diri
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Racun. Adanya racun dalam lambung korban,


Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat atau kalium
misalnya arsen, sublimat korosif, dll tidak
sianida tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini
6 bertentangan dengan kasus gantung diri. Rasa
perlu waktu dan kemauan dari korban itu sendiri. Dengan demikian
nyeri yang disebabkan racun tersebut mungkin
maka kasus penggantungan tersebut adalah karena bunuh diri
mendorong korban untuk gantung diri

Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada
7
untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat kasus pembunuhan

Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, biasanya


tergantung pada tempat yang mudah dicapai Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantung pada
8 oleh korban atau di sekitarnya ditemukan alat tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan
yang digunakan untuk mencapai tempat untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan
tersebut

Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung di


dalam kamar, dimana pintu, jendela ditemukan
Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan terkunci
9 dalam keadaan tertutup dan terkunci dari
dari luar, maka penggantungan adalah kasus pembunuhan
dalam, maka kasusnya pasti merupakan bunuh
diri

Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban
10
kasus gantung diri sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
94. VISUM ET REPERTUM
Dasar: PASAL 133 KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada
ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna


Permintaan VeR menurut Ps.133 KUHAP

Wewenang penyidik
Tertulis (resmi)
Terhadap korban, bukan tersangka
Ada dugaan akibat peristiwa pidana
Bila mayat:
Identitas pada label
Jenis pemeriksaan yang diminta
Ditujukan kepada: ahli kedokteran forensik / dokter di
rumah sakit

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna


VER vs Isi Rekam Medis
Visum et repertum di buat Catatan medis terikat
berdasarkan undangundang dengan sumpah dokter
yaitu pasal 120, 179,133 menurut peraturan
ayat 1 KUHP , maka dokter pemerintah No.10 tahun
tidak dapat di tuntut karena 1996 tentang rahasia
membuka rahasia pekerjaan kedokteran dengan sanksi
sebagaimana di atur dalam hukum dalam pasal 322
pasal 322 KUHP meskipun KUHP.
dokter membuat nya tanpa
seizin pasien.
Pasal 50 KUHP
Barangsiapa melakukan perbuatan untuk
melaksanakan ketentuan undang-undang,
tidak dipidana sepanjang visum et repertum
tersebut hanya diberikan kepada instansi
penyidik yang memintanya untuk selanjutnya
dipergunakan dalam proses peradilan.
95. PENGGANTUNGAN (HANGING)
Penggantungan (Hanging) adalah suatu keadaan
dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat
penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan
seluruh atau sebagian.

Alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat


badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi
pada leher. Umumnya penggantungan melibatkan
tali, tapi hal ini tidaklah perlu. Penggantungan
yang terjadi akibat kecelakaan bisa saja tidak
terdapat tali.
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Tanda-tanda penggantungan ante-mortem


Tanda-tanda post-mortem menunjukkan kematian
1 bervariasi. Tergantung dari cara kematian
yang bukan disebabkan penggantungan
korban

Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh
2 terputus (non-continuous) dan letaknya pada (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian
leher bagian atas leher tidak begitu tinggi

Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan
3
sisi leher kuat dan diletakkan pada bagian depan leher

Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan tidak


Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi dari
ada atau tidak jelas. Lebam mayat terdapat pada
4 jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di atas
bagian tubuh yang menggantung sesuai dengan posisi
jejas jerat dan pada tungkai bawah
mayat setelah meninggal

Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba


5 seperti perabaan kertas perkamen, yaitu Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak begitu jelas
tanda parchmentisasi
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lain-


Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan lain-lain
6 lain sangat jelas terlihat terutama jika
tergantung dari penyebab kematian
kematian karena asfiksia

Wajah membengkak dan mata mengalami


Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak terdapat,
kongesti dan agak menonjol, disertai dengan
7 kecuali jika penyebab kematian adalah pencekikan
gambaran pembuluh dara vena yang jelas
(strangulasi) atau sufokasi
pada bagian dahi

Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus kematian


8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali
akibat pencekikan
Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya
cairan sperma sering terjadi pada korban pria. Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak
9
Demikian juga sering ditemukan keluarnya ada.Pengeluaran feses juga tidak ada
feses

Air liur. Ditemukan menetes dari sudut mulut,


dengan arah yang vertikal menuju dada. Hal Air liur tidak ditemukan yang menetes pad kasus
10
ini merupakan pertanda pasti penggantungan selain kasus penggantungan.
ante-mortem
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Usia. Gantung diri lebih sering terjadi pada


Tidak mengenal batas usia, karena tindakan
remaja dan orang dewasa. Anak-anak di bawah
1 pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari
usia 10 tahun atau orang dewasa di atas usia 50
korban dan tidak bergantung pada usia
tahun jarang melakukan gantung diri

Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus,


Tanda jejas jeratan, bentuknya miring, berupa
mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher,
2 lingkaran terputus (non-continuous) dan
karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat
terletak pada bagian atas leher
simpul tali

Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian
3
letaknya pada bagian samping leher depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat

Riwayat korban. Biasanya korban mempunyai


Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk
4 riwayat untuk mencoba bunuh diri dengan cara
bunuh diri
lain

Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang bisa


Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
5 menyebabkan kematian mendadak tidak
biasanya mengarah kepada pembunuhan
ditemukan pada kasus bunuh diri
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Racun. Adanya racun dalam lambung korban,


Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat atau kalium
misalnya arsen, sublimat korosif, dll tidak
sianida tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini
6 bertentangan dengan kasus gantung diri. Rasa
perlu waktu dan kemauan dari korban itu sendiri. Dengan demikian
nyeri yang disebabkan racun tersebut mungkin
maka kasus penggantungan tersebut adalah karena bunuh diri
mendorong korban untuk gantung diri

Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada
7
untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat kasus pembunuhan

Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, biasanya


tergantung pada tempat yang mudah dicapai Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantung pada
8 oleh korban atau di sekitarnya ditemukan alat tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan
yang digunakan untuk mencapai tempat untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan
tersebut

Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung di


dalam kamar, dimana pintu, jendela ditemukan
Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan terkunci
9 dalam keadaan tertutup dan terkunci dari
dari luar, maka penggantungan adalah kasus pembunuhan
dalam, maka kasusnya pasti merupakan bunuh
diri

Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban
10
kasus gantung diri sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
96. Rhinosinusitis
DIAGNOSIS CLINICAL FINDINGS
2/lebih gejala: obstruksi nasal/rhinorea ditambah nyeri wajah atau
hiposmia/anosmia.
Nyeri pipi: sinusitis maksilaris
RINOSINUSITI
Nyeri retroorbital: sinusitis etmoidalis
S AKUT
Nyeri dahi atau kepala: sinusitis frontalis
Akut bila gejala sampai 4 minggu, lebih dari 3 minggu sampai 3 bulan disebut
subakut.
Kronik: > 3 bulan. Gejala tidak spesifik, dapat hanya ada 1 atau 2 dari gejala berikut:
SINUSITIS sakit kepala kronik, postnasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan
KRONIK telinga akibat sumbatan tuba, sinobronkitis, pada anak gastroenteritis akibat
mukopus yang tertelan.
Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris, dan hanya terpisahkan oleh tulang
SINUSITIS tipis. Infeksi gigi rahang atas mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui
DENTOGEN pembuluh darah dan limfe.

Faktor risiko:pemakaian antibiotik, kortikosteroid, imunosupresan, dan


SINUSITIS radioterapi.Ciri: sinusitis unilateral, sulit sembuh dengan antibiotik, terdapat
JAMUR gambaran kerusakan tulang dinding sinus, atau bila ada membran berwarna putih
keabuan pada irigasi antrum.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Normal sinonasal mucociliary clearance is predicated on (1) ostial patency, (2)
ciliary function, and (3) mucus consistency. Impairment of any of these factors
at the osteomeatal complex may result in mucus stasis, which under the
proper conditions induces bacterial growth.
96. Rhinosinusitis
Sebagian besar sinusitis akut, terjadi sekunder karena:
1. common cold;
2. influenza;
3. measles, whooping cough, etc.

Pada 10% kasus infeksi berasal dari gigi:


1. Abses apikal,
2. Cabut gigi.

Organisme penyebab umumnya: Streptococcus


pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis. Pada infeksi gigi, bakteri anaerob dapat
ditemukan.
96. Rhinosinusitis
Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis:
Foto polos: posisi waters, PA, lateral. Tapi hanya
menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal). Kelainan
yang tampak: perselubungan, air fluid level,
penebalan mukosa.
CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus,
adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta
perluasannya gold standard. Karena mahal, hanya
dikerjakan untuk penunjang sinusitis kronik yang tidak
membaik atau pra-operasi untuk panduan operator.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


96. Rhinosinusitis
97. TULI

Tuli konduktif:
gangguan hantaran
suara di telinga luar-
telinga tengah
Tuli sensorineural:
Lesi di labirin, nervus
auditorius, saraf
pusat
Tuli campuran
Terdapat gabungan
keduanya
97. Tuli
Tes pendengaran kualitatif:
Rinne
Weber
Schwabach
Bing

Tes pendengaran semikuantitatif:


tes bisik

Tes pendengaran kuantitatif


pure tone audiometry

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


97. TULI

Rinne Weber Schwabach Diagnosis


Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan Normal
pemeriksa
Negatif Lateralisasi ke telinga Memanjang Tuli konduktif
yang sakit
Positif Lateralisasi ke telinga Memendek Tuli sensorineural
yang sehat

Tes bisik
Panjang ruangan minimal 6 meter
Nilai normal: 5/6-6/6

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


98. OTITIS MEDIA

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


98. Otitis Media
Otitis Media Akut
Etiologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.
Perjalanan penyakit otitis media akut:
1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema.
3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran
timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali
normal. Jika perforasi sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
98. Otitis Media
Otitis Media Akut
Th:
Oklusi tuba: dekongestan topikal
(ephedrin HCl) Hyperaemic stage
Presupurasi: AB minimal 7 hari
(ampicylin/amoxcylin/
erythromicin) & analgesik.
Supurasi: AB, miringotomi.
Perforasi: ear wash H2O2 3% & AB.
Resolusi: jika sekret tidak
berhenti AB dilanjutkan hingga 3
minggu.
Suppuration stage
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
98. OTITIS MEDIA
Otitis media supuratif kronik
Infeksi kronik dengan sekresi persisten/ hilang
timbul (> 2 bulan) melalui membran timpani
yang tidak intak.

Mekanisme perforasi kronik mengakibatkan


infeksi persisten:
Kontaminasi bakteri ke telinga tengah secara
langsung melalui celah
Tidak adanya membran timpani yang intak
menghilangkan efek "gas cushion" yang
normalnya mencegah refluks sekresi nasofaring.

Petunjuk diagnostik:
Otorea rekuren/kronik
Penurunan pendengaran
Perforasi membran timpani

1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
99. TONSILITIS
Acute tonsillitis:
Bakteri penyebab: GABHS, pneumococcus,
S. viridan, S. pyogenes.
Detritus tonsilitis folikularis
Detritus bergabung, membentuk alur
tonsillitis lakunaris
Gejala: nyeri tenggotok, odinofagia,
demam, malaise, otalgia.
Th: penicillin atau erythromicin

Tonsilitis kronik
Tonsil membesar dengan permukaan tidak
rata, kriptus melebar, & beberapa terisi
detritus.
Gejala: rasa mengganjal, kering, & halitosis

(1) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. (2) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
100. GANGGUAN PENDENGARAN

Otosklerosis
Spongiosis tulang stapes (tersering) rigid tidak bisa menghantarkan
suara ke labirin
Otosklerosis terkait faktor genetik, -2/3 pasien memiliki saudara dengan
kelainan serupa.
Rasio perempuan: laki-laki 2:1.
Ketulian mulai timbul pada usia 10-30 tahun dan bersifat progresif.

Gejala & tanda:


Tuli bilateral progresif, tetapi asimetrik
Tinnitus
Paracusis Willisii: mendengar lebih baik pada ruangan ramai
Schwarte sign: membran timpani eritema karena vasodilatasi pembuluh darah
promontorium.
Tuba Eustachius intak, tidak ada riwayat trauma atau penyakit telinga lain

Terapi: stapedectomy atau stapedomy; diganti dengan prosthesis.

Anda mungkin juga menyukai