YUSUF
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA
OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :
(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
phone number : 021 8317064 Phone number : 061 8229229
pin BB 2A8E2925 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694 Www.Optimaprep.Com
1. SINDROM KORONER AKUT
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
1. SINDROM KORONER AKUT
Gejala khas
Rasa tertekan/berat /diremas/ ditusuk di bawah dada, menjalar ke lengan
kiri/leher/rahang/punggung/bahu/ulu hati.
Berlangsung beberapa menit atau persisten > 20 menit
Dapat disertai berkeringat, mual/muntah, nyeri perut, sesak napas, & pingsan.
Angina stabil:
Umumnya dicetuskan aktivtias fisik atau emosi (stres, marah, takut),
berlangsung 2-5 menit,
Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat &
nitrogliserin sublingual.
Penatalaksanaan STEMI, PERKI
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
1. SINDROM KORONER AKUT
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
2. PENYAKIT HEPATOBILIER
2. PENYAKIT HEPATOBILIER
Kolelitiasis:
Nyeri kanan atas/epigastrik mendadak,
hilang dalam 30 menit-3 jam, setelah
makan berlemak.
Fat (ekskresi kolesterol ), female, fourty,
fertile (estrogen menghambat perubahan
kolesterol empedu, sehingga kolesterol
menjadi jenuh)
Kolesistitis:
Nyeri kanan atas bahu/punggung,
mual, muntah, demam
Nyeri tekan kanan atas (murphy sign)
Koledokolitiasis:
Nyeri kanan atas, ikterik, pruritis, mual.
Diagnosis kolesistitis:
Murphy sign atau nyeri tekan abdomen kanan atas
Demam, leukositosis, atau peningkatan CRP
USG: ditemukan batu (90-95% kasus), tanda inflamasi
kandung empedu (penebalan dinding/double rim cairan
perikolesistik, dilatasi duktus biliaris)
Harrisons principles of internal medicine. 19th ed. McGraw-Hill | Pocket medicine. 4th ed. Lippincott Williams & Wilkins.
Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007 Jan; 14(1): 7882.
2. PENYAKIT HEPATOBILIER
Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007 Jan; 14(1): 7882.
2. PENYAKIT HEPATOBILIER
Lokasi Nyeri Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Diagnosis Terapi
Fisis Penunjang
Urea breath test (+): H.
pylori
Membaik dgn makan PPI: ome/lansoprazol
Endoskopi:
Nyeri epigastrik (ulkus duodenum), H. pylori:
Tidak spesifik eritema (gastritis akut) Dispepsia
Kembung Memburuk dgn makan klaritromisin+amoksili
atropi (gastritis kronik)
(ulkus gastrikum) n+PPI
luka sd submukosa
(ulkus)
Prodromal (demam,
Nyeri kanan atas/ Transaminase, Serologi
malaise, mual) Ikterus, Hepatomegali Hepatitis Akut Suportif
epigastrium HAV, HBSAg, Anti HBS
kuning.
Risk: Female, Fat,
Fourty, Hamil Nyeri tekan abdomen
Nyeri kanan atas/ USG: hiperekoik dgn Kolesistektomi
Prepitasi makanan Berlangsung 30-180 Kolelitiasis
epigastrium acoustic window Asam ursodeoksikolat
berlemak, Mual, TIDAK menit
Demam
Resusitasi cairan
Nyeri epigastrik/ USG: penebalan dinding
Mual/muntah, AB: sefalosporin gen.
kanan atas menjalar Murphy Sign kandung empedu Kolesistitis
Demam 3 + metronidazol
ke bahu/ punggung (double rims)
Kolesistektomi
3. INFEKSI TROPIK
Demam kontinyu:
Demam terus menerus dan menetap
Demam remitten:
Demam dengan penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai
normal.
Demam intermiten:
Demam dengan suhu kembali normal setiap hari, umumnya
pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari.
Demam bifasik:
Demam dengan periode normal di antara dua demam
3. INFEKSI TROPIK
3. INFEKSI TROPIK
Demam dengue
Demam tinggi mendadak (abrupt fever), turun pada
hari ke-4/5, lalu naik kembali (saddle fever), disertai
nyeri retroorbita, ptekie, dan trombositopenia.
Malaria
Demam periodisitas setiap 48 jam (malaria tertiana)
atau 72 jam (malaria kuartana), diselingi masa bebas
demam (demam intermiten).
Chikungunya
gejala yang khas adalah demam & nyeri sendi yang
berat.
4. ARTRITIS
Gout:
Artritis akut diinisiasi
oleh kristalisasi urat di
dalam & sekitar sendi,
Lama kelamaan
menjadi chronic gouty
arthritis & muncul
tophi.
Inflamasi - + + +
Temuan Sendi Bouchards nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberdens nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Perubahan Osteofit Osteopenia erosi Erosi
tulang erosi ankilosis
Reactive arthritis
Penyakit autoimun yang dicetuskan oleh infeksi di
tempat lain, GI tract (Shigella, Salmonella,
Campylobacter) atau saluran kemih (terutama
Chlamydia trachomatis).
5. REAKSI HIPERSENSITIVITAS
5. REAKSI HIPERSENSITIVITAS
5. REAKSI HIPERSENSITIVITAS
6. EDEMA
Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Saunders; 2010.
6. EDEMA
6. EDEMA
7. INFEKSI SALURAN KEMIH
7. INFEKSI SALURAN KEMIH
Klasifikasi anatomik:
Atas : uretritis, sistitis
Bawah : pielonefritis, abses renal/perinefrik, prostatitis
Klasifikasi klinis:
Uncomplicated:
ISK pada individu tanpa kelainan struktural atau fungsional,
ISK pada individu tanpa penyakit yang menimbulkan kerentanan
ISK
Complicated:
ISK pada laki-laki,
ISK pada kelainan struktural atau fungsional
ISK pada perempuan hamil, dengan kateter, imunodefisien, DM
7. INFEKSI SALURAN KEMIH
Pielonefritis
Inflamasi pada ginjal & pelvis renalis
Demam, menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang, diare,
Lab: silinder leukosit, hematuria, pyuria, bakteriuria,
leukosit esterase +.
Sistitis:
Inflamasi pada kandung kemih
Disuria, frekuensi, urgensi, nyeri suprapubik, urin berbau,
Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+) nitrit +/-.
Urethritis:
Inflammation pada uretra
Disuria, frekuensi, pyuria, duh tubuh.
Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+), nitrit (-).
Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
8. DIABETES MELLITUS
Diagnosis KAD:
Kadar glukosa 250
mg/dL
pH <7,35
HCO3 rendah
Anion gap tinggi
Keton serum (+)
Hipertensi portal
mengakibatkan varises
di tempat anastomosis
portosistemik:
Hemoroid di anorectal
junction,
Varises esofagus di
gastroesophageal
junction,
Kaput medusa di
umbilikus.
10. PENYAKIT ENDOKRIN
Human Physiology.
Human Physiology.
Guyton and Hall textbook of medical physiology.
10. PENYAKIT ENDOKRIN
Hipertiroidisme
Hipotiroidisme
Clinical picture:
acute onset of hyperpyrexia (with
temperature > 40 C),
sweating,
marked tachycardia often with
atrial fibrillation,
nausea, vomiting,
diarrhea,
agitation,
tremor, &
delirium
10. PENYAKIT ENDOKRIN
Fungsi: meminimalkan
gesekan antar-pleura
1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17.
3.Mundt LA, Shanahan K. Serous body fluid. Graffs Text book of urinalysis and body fluids. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Willams & Wilkins; 2011. p.241-52.
11. EFUSI PLEURA
Permeabilitas kapiler
Contoh: inflamasi/infeksi
Aliran Limfatik
Contoh: obstruksi (keganasan),
destruksi (radioterapi)
Tekanan onkotik
Contoh: hipoalbuminemia
1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17..
11. EFUSI PLEURA
Perbedaan eksudat
dengan transudat
Tes rivalta: prinsipnya,
cairan yang mengandung
protein akan mengendap
pada pH 4-5
Transudat Eksudat
Rivalta - +
Kriteria light
1/lebih:
LDH cairan pleura/LDHserum >0,6 - +
LDH cairan >2/3 LDH serum
Protein pleura/Protein serum >0,5
12. PENYAKIT GINJAL
Gejala uremia:
Mual, muntah
Fatigue
Anorexia
Turun berat badan
Kram otot
Pruritus
Penurunan status mental
Gangguan visual
Haus
Uremia sering disebabkan oleh CKD, terutama tahap lanjut, tetapi juga
bisa pada acute kidney injury (AKI) jika perburukan fungsi ginjal
berlangsung cepat.
Gangguan pada:
12. PENYAKIT GINJAL
12. PENYAKIT GINJAL
Tuberkulosis primer
M. tb saluran napas sarang/afek primer di bagian paru mana
pun saluran getah bening kgb hilus (limfadenitis regional).
Dapat sembuh tanpa bekas atau terdapat garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus.
Morfologi: radang puth keabuan, perkejuan sental.
Tuberkulosis postprimer
Muncul bertahun-tahun setelah tb primer, di segmen apikal lobus
superior atau lobus inferior.
Dapat sembuh tanpa bekas atau sembuh dengan jaringan fibrosis,
pengapuran, atau kavitas yang menciut & terlihat seperti bintang.
Morfologi: fokus putih keabuan-kuning berbatas tegas, perkejuan
sentral, & fbrosis perifer.
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpuan Dokter Paru Indonesia. 2006
Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed.
14. TUBERKULOSIS
14. TUBERKULOSIS
Lichtman MA, Segel GB. Aplastic anemia: acquired and inherited. In: Lichtman et al, editors. Williams hematology. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2010. p.463-79
Inisiasi oleh: obat, Kerusakan yang dimediasi sistem imun
virus, toksin.
Neoantigen di
HSC/progenitor
Aktivasi Sel T
Sel punca
hematopoietik mati
Lichtman MA, Segel GB. Aplastic anemia: acquired and inherited. In: Lichtman et al, editors. Williams hematology. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2010. p.463-79
15. PANSITOPENIA
Ptekiae, epistaksis,
Pucat, lemah,
perdarahan gusi, Demam, infeksi
dispnea
menoragia
Peritonitis
Peradangan dari peritoneum
Disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur atau reaksi inflamasi
peritoneum terhadap darah(pada kasus trauma abdomen)
Jenis:
Peritonitis Primer
Disebabkan oleh penyebaran infeksi dari peradaran darah dan
pembuluh limfe ke peritoneumpenyakit hati
Cairaan terkumpul pada rongga peritoneum, menghasilkan lingkungan
yang cocok untuk pertumbuhan bakteri
Jarang terjadi kurang dari 1% dari seluruh kasus peritonitis
Peritonitis Sekunder
Lebih sering terjadi
Terjadi ketika infeksi menyebar dari traktus bilier atau GIT
http://www.umm.edu/altmed/articles/peritonitis-000127.htm#ixzz28YAqqYSG
16. PERITONITIS
Peritonitis Sekunder
Bakteri, enzim, atau cairan empedu mencapai
peritoneum dari suatu robekan yang berasal dari
traktus bilier atau GIT
Robekan tersebut dapat disebabkan oleh:
Pancreatitis
Perforasi appendiks
Ulkus gaster
Crohn's disease
Diverticulitis
Komplikasi Tifoid
Gejala dan Tanda
Distensi dan nyeri pada Tanda
abdomen BU berkurang atau
Demam, menggigil absenusus tidak dapat
Nafsu makan berkurang berfungsi
Mual dan muntah Perut seperti papan
Peningkatan frekuensi Peritonitis primerasites
napas dan nadi
Nafas pendek
Hipotensi
Produksi urin berkurang
Tidak dapat kentut atau BAB
X-Ray Normal
Gambaran radiologis pada peritonitis:
a. Adanya kekaburan pada cavum abdomen
b. Preperitonial fat dan psoas line menghilang
c. Adanya udara bebas subdiafragma atau
d. Adanya udara bebas intra peritoneal
17. KLASIFIKASI SYOK
Syok kardiogenik (kegagalan kerja Syok obstruktif (gangguan kontraksi
jantungnya sendiri) jantung akibat di luar jantung):
Penyakit jantung iskemik, seperti infark Tamponade jantung;
Obat-obat yang mendepresi jantung; Pneumotorak;
Gangguan irama jantung. Emboli paru.
British Consensus Guidelines on Intravenous Fluid Therapy for Adult Surgical Patients 2011
18. THE BREAST LUMP
Tumors Onset Feature
Invasive Ductal Carcinoma , Pagets disease (Ca Insitu),
Peau dorange , hard, Painful, not clear border,
Breast cancer 30-menopause
infiltrative, discharge/blood, Retraction of the
nipple,Axillary mass
Fibroadenoma They are solid, round, rubbery lumps that move freely in
< 30 years
mammae the breast when pushed upon and are usually painless.
lumps in both breasts that increase in size and
Fibrocystic
20 to 40 years tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally
mammae
have nipple discharge
Localized breast erythema, warmth, and pain. May be
Mastitis 18-50 years
lactating and may have recently missed feedings.fever.
intralobular stroma . leaf-likeconfiguration.Firm,
Philloides smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the
30-55 years
Tumors tumor may become reddish and warm to the touch.
Grow fast.
occurs mainly in large ducts, present with a serous or
Duct Papilloma 45-50 years
bloody nipple discharge
Fibroadenoma Mammae
Treatment:
Watchfull waiting
Traditional open excisional biopsy
Biopsy:
Pengambilan sampel sel atau jaringan untuk
diperiksa
Untuk menentukan adanya suatu penyakit
Pemeriksaan Radiologis Payudara
USG Mamae
Tujuan utama USG mamae adalah untuk
membedakan massa solid dan kistik
Sebagai pelengkap pemeriksaan klinis dan
mamografi
Merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk
wanita usia muda (<35) dan berperan dalam
penilaian hasil mamografi dense breast
MAMMOGRAPHY
www.rad.washington.edu
19. HERNIA
/VENTRAL HERNIA
Tipe Hernia Definisi
Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga peritoneum
Reponible
secara manual atau spontan
http://emedicine.medscape.com/article/
Hernia Inkarserata dengan Ileus
INGUINAL HERNIA
Most common
Most difficult to understand
Congenital ~ indirect
Acquired ~ direct or indirect
Indirect Hernia
o has peritoneal sac
o lateral to epigastric vessels
Direct Hernia
o usually no peritoneal sac
o through Hasselbach triangle,
medial to epigastric vessels
TEST KETERANGAN
Finger test Untuk palpasi menggunakan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat
teraba isi dari kantong hernia, misalnya usus atau omentum (seperti karet). Dari
skrotum maka jari telunjuk ke arah lateral dari tuberkulum pubicum, mengikuti
fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui anulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau
tidak. Pada keadaan normal jari tidak bisa masuk. Dalam hal hernia dapat
direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta
mengedan. Bila hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis,
dan bila hernia menyentuh samping ujung jari berarti hernia inguinalis medialis.
Siemen test Dilakukan dengan meletakkan 3 jari di tengah-tengah SIAS dengan tuberculum
pubicum dan palpasi dilakukan di garis tengah, sedang untuk bagian medialis
dilakukan dengan jari telunjuk melalui skrotum. Kemudian pasien diminta
mengejan dan dilihat benjolan timbal di annulus inguinalis lateralis atau annulus
inguinalis medialis dan annulus inguinalis femoralis.
Thumb test Sama seperti siemen test, hanya saja yang diletakkan di annulus inguinalis
lateralis, annulus inguinalis medialis, dan annulus inguinalis femoralis adalah ibu
jari.
Valsava test Pasien dapat diperiksa dalam posisi berdiri. Pada saat itu benjolan bisa saja
sudah ada, atau dapat dicetuskan dengan meminta pasien batuk atau
melakukan manuver valsava.
20. INTUSSUSEPSI
Sebagian usus masuk ke dalam bag. Usus yang lainobstruksi usus
Bayi sehat, tiba-tiba menangis kesakitan(crying spells), nyeri, Lethargy
Pada kuadran kanan atas teraba massa berbentuk sosis dan kekosongan
pada kuadran kanan bawah (Dance sign)
Usia 6 - 12 bulan
Biasanya jenis kelamin laki-laki
lethargy/irritability
Portio-like on DRE
TRIAD:
vomiting
abdominal pain
o colicky, severe, and intermittent,drawing the legs up to the abdomen,kicking
the air, In between attacks, calm and relieved
blood per rectum /currant jelly stool
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/679/highlights/overview.html
PART OF THE
INTESTINE
FOLDS ON
ITSELF LIKE A
TELESCOPE
Etiologi
90% Idiopatik
Belum dapat dipastikan, namun diperkirakan
penyebabnya adalah virus ( Anomalies with
peristalsis)
10% Patologis
Polyp, tumour or other mass within the intestinal
tract is caught by the normal contractions,
creating a lead point which pushes along
causing the intussusception
Anne Connell
Radiologic Signs
Ultrasound signs
include:
target sign /doughnut
sign)
pseudokidney sign
crescent in a doughnut
sign
Barium Enema
Barium Enema
pemeriksaan gold
standar
intussusception as an
occluding mass
prolapsing into the
lumen, giving the
"coiled spring
appearance
21. TRAUMA BULI
Posisikan kepala
menghadap ke bawah
5 back blows (periksa apakah ada
objek yang keluar)
Ulangi
Finger Sweep
Part 5: Adult Basic Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines
Choking
Child Choking
Abdominal thrust =
Heimlich manouvre
www.resus.org.uk/pages/pchkalgo.pdf
23. HEMOROID
Grade II hemorrhoids may protrude beyond the anal verge with straining
or defecating but reduce spontaneously when straining ceases (ie, return
to their resting point by themselves)
Wald A, Bharucha AE, Cosman BC, et al. ACG clinical guideline: management of benign anorectal
disorders. Am J Gastroenterol. Aug 2014
External Hemorrhoid Treatment
Remember that therapy is directed solely at
the symptoms, not at aesthetics.
http://www.learningradiology.com
Galleazzi Fracture
Fraktur distal radius
dan dislokasi sendi
radio-ulna ke arah
inferior
Like Monteggia fracture
if treated conservatively
it will redisplace
This fracture appeared
in acceptable position
after reduction and POP
http://www.learningradiology.com
Colles Fracture
Fraktur tersering pada tulang yang
mengalami osteoporosis
Extra-Articular : 1 inch of distal Radius
Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan
tangan pada posisi dorsofleksi
Typical deformity : Dinner Fork
Deformity is : Impaction, dorsal
displacement and angulation, radial
displacement and angulation and avulsion of
ulnar styloid process
http://www.learningradiology.com
Colles Fracture
http://www.learningradiology.com
Smith Fracture
Hampir berlawanan dengan Colles fracture
Lebih jarang terjadi dibandingkan dengan
colles
Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan
tangan pada posisi palmar fleksi
Typical deformity : Garden Spade
Management is conservative : MUA and
Above Elbow POP
http://www.learningradiology.com
Smith
Fracture
http://www.learningradiology.com
Fraktur Monteggia
Fraktur Galeazzi
Fraktur Colles
Fraktur Smith
25. Luka Bakar
Total Body
To estimate scattered burns:
patient's palm surface = 1% total
Surface Area
body surface area
http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml
Indikasi Resusitasi Cairan
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
26. TRAUMA DADA
DIAGNOSIS ETIOLOGI TA N D A D A N G E J A L A
Fraktur segmental
Nyeri saat bernapas
Flail chest tulang iga, melibatkan
Pernapasan paradoksal
minimal 3 tulang iga.
http://www.trauma.org/index.php/main/article/199/
Needle Decompression
1. Tandai sela iga 2-3 garis
midklavikularis
2. Asepsis-antisepsis
3. Tusukkan jarum ( 14G atau lebih
besar) diatas iga ke 3 (saraf,
arteri, vena berjalan di
sepanjang bag. bawah iga)
4. Lepaskan Stylette dan
dengarkan adanya suara udara
yang keluar
5. Place Flutter valve over catheter
6. Reassess for Improvement
http://emedicine.medscape.com/article/424547
Rongga pleura terisi
oleh darah
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
27. ILEUS OBSTRUKTIF
Ileus:
Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari
gerakan peristaltik usus.
Obstruksi:
Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan
karena adanya kelainan struktural sehingga
menghalangi gerak peristaltik usus.
Obstruksi dapat parsial atau komplit
Obstruksi simple atau strangulated
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
28. Management of Trauma Patient
ATLS Coursed 9th Edition
Cervical in-lin immobilization
I N D I KA S I A I RWAY D E F I N I T I F
Tindakan Penyelamatan Segera pada
Luka Bakar
Kontrol Airway
Menghentikan
proses luka bakar
Pemsangan akses
intravena
Kontrol Airway
Diperlukaan kewaspadaan adanya trauma inhalasi, karena tanda
awal yang tidak jelas.
Indikasi adanya trauma inhalasi:
Luka bakar yang mengenai wajah dan/atau leher
Alis mata dan bulu hidung hangus
Adanya timbunan karbon dan tanda peradangan akut orofaring, mis:
stridor
Sputum yang mengandung karbon arang
Suara serak
Riwayat gangguan mengunyah dan/atau terkurung dalam api
Luka bakar kepala dan badan akibat ledakan
Kadar karboksihemoglobin lebih dari 1,0%
Bila ditemukan salah satu poin di atas sangat mungkin terjadi
trauma inhalasiperlu dirujuk pusat luka bakar, perlu di intubasi
jika perjalanan jauh, atau adanya stridor.
Menghentikan Proses Luka Bakar
Segera tanggalkan pakaian dan perhiasan pasien
Menghentikan proses pemanasan
Mencegah jeratan karena oedema
Debris dan bubuk kimia kering dibersihkan
dengan cara menyapu untuk menghindari
terjadinya kontak langsung.
Permukaan tubuh yang terkena dicuci dengan air
bersih, kemudian pasie diselimuti kain hangat
yang bersih dan kering.
Inhalation Injury
Antisipasi gangguan respirasi pada korban luka bakar yang
memiliki luka di :
Kepala, wajah, atau dada
Rambut hidung, atau alis terbakar
Suara serak, takipnea atau keluar air liur yang banyak(pasien
kesulitan untuk menelan air liur)
Kehilangan kesadaran di lokasi kejadian
Mukosa Nasal atau Oral berwarna merah atau kering
Jelaga pada mulut atau hidung
Batuk dengan sputum kehitaman
Lokasi kebakaran yang tertutup atau terdapat riw.terperangkap
Semua pasien yang terperangkap dalam api memiliki
kemungkinan keracunan CO atau mengalami hipoksia
Inhalation Injury Management
Airway, Oxygenation and Ventilation
Airway Control Penilaian awal karena sering terhadap edema
jalan napas
Ventilator Pertimbangkan Intubasi awal dengan RSI(rapid
sequence intubation)Ventilator
Chest physiotherapy Inflamasi dari alveolimengurangi oxigenasi
After intubated, patients with inhalation injury
Suctioning should receive mechanical ventilation
Recommended HFPV (High frequency percussion
Therapeutic ventilation)
Trend for less barotrauma, less VAP, less sedation
bronchoscopy Bila terdapat keragu-raguan oxygenate and
ventilate
Pharmacologic Bronkodilator dapat dipertimbangkan bila
adjuncts terdapat bronkospasm
Diuretik tidak sesuai untuk pulmonary edema
Circulation
Tatalaksana syok
IV Access
LR/NS large bore, multiple IVs
Titrate fluids to maintain systolic BP and perfusion
Avoid MAST/PASG
29. TRAUMA URETRA
Curiga adanya trauma
pada traktus urinarius
bag.bawah, bila:
Terdapat trauma
disekitar traktus
urinarius terutama
fraktur pelvis
Retensi urin setelah
kecelakaan
Darah pada muara OUE
Ekimosis dan hematom
perineal
http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf
URETRA ANTERIOR: URETRA POSTERIOR :
Anatomy: Anatomy
Bulbous urethra Prostatic urethra
Pendulous urethra Membranous urethra
Fossa navicularis Etiologi:
Etiologi: Fraktur tulang Pelvis
Straddle type injuries Gejala klinis:
Intrumentasi
Darah pada muara OUE
Fractur penis
Nyeri Pelvis/suprapubis
Gejala Klinis: Perineal/scrotal hematom
Disuria, hematuria RT Prostat letak tinggi atau
Hematom skrotal melayang
Hematom perineal akan timbul bila terjadi Radiologi:
robekan pada fasia Bucks sampai ke dalam fasia
Pelvic photo
Collesbutterfly hematoma in the perineum
Urethrogram
will be present if the injury has disrupted Bucks
fascia and tracks deep to Colles fascia, creating a Therapy:
characteristic butterfly hematoma in the Cystostomi
perineum Delayed Repair
Therapy:
Cystostomi
Immediate Repair
Don't pass a diagnostic Retrograde
catheter up the patient's urethrography
urethra because: Modalitas pencitraan yang
The information it will give utama untuk mengevaluasi
will be unreliable. uretra pada kasus trauma
May contaminate the dan inflamasi pada uretra
haematoma round the
injury.
May damage the slender
bridge of tissue that joins
the two halves of his
injured urethra
http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary
Ruptur Uretra Anterior
Penyebab tersering : DIAGNOSIS
straddle injury (cedera Perdarahan
selangkangan) peruretra/hematuri
Hematom / butterfly
hematom
Jenis kerusakan : Kadang retensi urine
Kontusio uretra
Kontusio :
Ruptur parsial
ekstravasasi
Ruptur total Ruptur :
ekstravasasi + bulbosa
Sleeve Hematom
Butterfly Hematom
TINDAKAN
Kontusio :
observasi 4-6 bln
evaluasi: uretrografi ulang
Ruptur :
Sistostomi 1 bulan
3 bulan uroflometri, k/p uretrogram .
striktura, lakukan sachse.
RUPTUR URETRA POSTERIOR
Ruptur uretra pars COLAPINTO DAN MCCOLLUM
(1976 ) :
prostato Stretching (teregang)
membranasea. Tidak ada ekstravasasi.
Terbanyak disebabkan Uretra putus diatas prostato
membranasea
fraktur tulang pelvis. Diaphragma urogenital utuh
Ekstravasasi terbatas pada
Robeknya ligamen pubo diaphragma urogenital.
- prostatikum Uretra posterior,
diaph.Urogenital & uretra pars
bulbosa proksimal rusak.
Ekstravasasi sampai perineum
DIAGNOSIS RUPTUR POSTERIOR
Gambaran khas :
Perdarahan per uretra
Retensi urine
RT: floating prostat.
Floating Prostat
Uretrografi :
Ekstravasasi kontras pd pars prostato
membranasea
Fraktur pelvis.
URETROGRAFI
netterimages.com
31. HEREDITARY COLOR DEFICIENCY
http://en.wikipedia.org/wiki/Color_blindness
ISIHARA TEST
VICIOUS CYCLE
Lacrimal Lacrimal
Primary Secondary Reflex
Disease obstruction
Rh arthritis
Primary Contact
SLE
Cong Secondary lens
Wegeners Trachoma
alacrimia Sarcoid VII n
Granulomatosis Pemphigoid
Primary HIV Palsy
Systemic Burns
lacrimal Vit A def Neurop-
sclerosis
disease keratitis
EVAPORATIVE
Blink,
Xerophthalmia
Secondary Aperture
Primary
abnormal
Blepharitis
Absent
Meibomian Lid surface
glands
gland incongruity
Distichiasis
disease
CLINICAL MANIFESTATION
Burning or itching Sore or tired eyes
Fluctuating vision History of Styes
Foreign body sensation Ocular discharge
Grittiness or irritation Light sensitivity
Contact lens discomfort
Watering or excessive
tearing
DRY EYE SEVERITY LEVEL
VA R I A B L E 4 (must have signs and
1 2 3
symptoms)
Moderate, episodic
Mild, episodic; occurs Severe, frequent or
Discomfort (severity or chronic; occurs Severe or disabling,
under environmental constant; occurs
and frequency) with or without constant
stress without stress
stress
Annoying, chronic or
None or episodic mild Annoying or activity- Constant and possibly
Visual symptoms constant, activity-
fatigue limiting, episodic disabling
limiting
+
< << <<<
Visus Masih 6/6-
6/60-1/60 1/300 1/300-1/~
6/20
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006 Uveitis,
Penyulit - Glaukoma -
glaukoma
KLASIFIKASI KATARAK SENILIS
BERDASARKAN LOKASI
Katarak nuklear
kekeruhan terutama pada nukleus Akibat myiopic shift,individu dengan
dibagian sentral lensa. presbiopia dapat membaca tanpa
Terjadi akibat sklerosis nuklear; nukleus kacamata (disebut penglihatan
cenderung menjadi gelap dan keras kedua/second sight).
(sklerosis), berubah dari jernih menjadi Menyebabkan gangguan yang lebih
kuning sampai coklat. besar pada penglihatan jauh daripada
Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70 penglihatan dekat
tahun dan progresivitasnya lambat. Bisa terjadi pada pasien diabetes
Pengerasan yang progresif dari nukleus melitus dan miopia tinggi
lensa peningkatan indeks refraksi Bisa timbul diplopia monokular (akbibat
lensa terjadi perpindahan miopik perubahan mendadak indeks refraksi
(myopic shift), dikenal sbg miopia antara korteks dan nuklear) dan
lentikularis. gangguan diskriminasi warna
(terutama biru dan ungu, akibat
kuningnya lensa)
KLASIFIKASI KATARAK SENILIS
BERDASARKAN LOKASI
Katarak kortikal
Kekeruhan pada korteks lensa ( bisa di Muncul pada usia 40-60 tahun dan
daerah anterior, posterior dan progresivitasnya lambat.
equatorial korteks) Gejala katarak kortikal adalah fotofobia
Terdapat wedge-shape dari sumber cahaya fokal yang terus-
menerus dan diplopia monokular
opacities/cortical spokes atau
gambaran seperti ruji. Kekeruhan dimulai dari celah dan
vakoula antara serabut lensa oleh
Efeknya terhadap fungsi penglihatan karena hidrasi oleh korteks.
bervariasi, tergantung dari jarak Disebabkan oleh berkurangnya protein
kekeruhan terhadap aksial penglihatan total, asam amnio, dan kalium yang
Katarak kortikal umumnya tidak dihubungkan dengan peningkatan
memberi gejala sampai tingkat konsentrasi natrium dan hidrasi lensa,
progresifitas lanjut ketika jari-jari diikuti oleh koagulasi protein.
korteks membahayakan axis
penglihatan (penglihatan dirasakan
lebih baik pada cahaya terang ketika
pupil miosis.)
KLASIFIKASI KATARAK SENILIS
BERDASARKAN LOKASI
http://emedicine.medscape.com/article
Neisseria gonorrhoeae Chlamydia trachomatis
Etiology Findings
Chemical PMNs, few lymphocytes
Chlamydia PMNs, lymphocytes, plasma cells, Leber
cells, intracytoplasmic basophilic
inclusions
Bacteria PMNs, bacteria
Virus Lymphocytes, plasma cells,
multinucleated giant cells, intranuclear
eosinophilic inclusion
http://80.36.73.149/almacen/medicina/oftalmologia/enciclopedias/duane/pages/v4/v4c006.html
KONJUNGTIVITIS GO
Neisseria gonorrhoeae Gram-negative intracellular diplococci on
Gram stain
Masa inkubasi: 1-7 hari
manifests in the first five days of life
Marked bilateral purulent discharge
local inflammation palpebral edema
Complication diffuse epithelial edema and ulceration,
perforation of the cornea and endophthalmitis kebutaan
Culture Thayer-Martin agar
Topical erythromycin ointment and IV or IM third-generation
cephalosporin
Nasolacrimal duct obstruction may cause sticky eyes.
Corneal abrasion following trauma at delivery.
NON-INFECTIOUS
Glaucoma (watch for corneal clouding or proptosis, is associated with portwine stains in the ophthalmic region).
Foreign body.
INFECTIOUS
AGE OF
ORGANISM CLINICAL FEATURES THERAPY
ONSET
# Uncommon, potential for
serious consequences -
severe keratitis and Staphylococcus aureus
endophthalmitis. Requires Streptococcus pneumoniae, Unilateral, crusted purulent Topical soframycin drops qds for 5
early recognition and 2-5 days
treatment. Needs blood
Haemophilus spp, discharge days
and CSF culture. Consider Enterococci
concomitant chlamydial
infection if poor response
to cephalosporin. Parents Neisseria gonorrhoeae # Ceftriaxone 50mg/kg IV/IM as a
require investigation and
screening. Infants who are positive need 3 days to 3 Bilateral, hyperaemic, chemosis, single dose (maximum 125mg),
+ Risk of rapid progression to be evaluated for weeks copious thick white discharge Saline irrigations hourly until
from purulent discharge to
denuding of corneal disseminated infections exudate resolves.
epithelium, and
perforation of cornea. The
anterior chamber can fill
with fibrinous exudate, iris
Oedema and erthyema of lid, IV anti-pseudomonal antibiotics.
Pseudomonas aeruginosa + 5-18 days
can adhere to cornea and purulent discharge. Topical Gentamicin.
later blood vessel invasion.
The late ophthalmic
complications can be
followed by bacteraemia PO erythromycin 50mg/kg/day x
and septic foci. Unilateral or bilateral, mild 14d (qid)Alternative, 5 days
* Most common pathogen,
20-50% of exposed infants
Chlamydia trachomatis * 5-14 days conjunctivitis, copious purulent Azithromycin syrup
will develop chlamydia discharge. (= pertussis dosing 10mg/kg/day
conjunctivitis, 10-20% will and 5mg/kg day 2-5)
develop pneumonia. If
relapse occurs repeat
course of erythromycin for
further 14 days. Parents Conjunctivitis with vesicles
require treatment. Acyclovir 30mg/kg/day IV tid x 14-
elsewhere
Herpes simplex 21d.
Need ophthalmology review within
Topical acyclovir 3% 5 times daily.
24 hours.
http://www.adhb.govt.nz/newborn/guidelines/infection/neonatalconjunctivitis.htm
36. SUBARACHNOID HEMATOM
CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery
Epidural
HEMATOM INTRASEREBRAL
INTRASEREBRAL
HEMATOM
SUBDURAL HEMATOM
Perdrhan yg mengumpul diantra korteks serebri dan
duramater regangan dan robekan vena-vena drainase yg
tdpt di rongga subdural ant. Permk. Otak dg sinus duramater.
Gjl klinik biasany tdk terlalu hebat kecuali bila terdapat efek
massa.
Berdsrkan kronologis SDH dibagi mjd :
1. SDH akut : 1- 3 hr pasca trauma.
2. SDH subakut : 4-21 hr pasca trauma.
3. SDH khronis : > 21 hari.
gamb. CT scan kepala tdp lesi hiperdens bbtk bulan sabit yg
srg tjd pada daerah yg berseberangan dg trauma (Counter
Coup)
TRANSCORTICAL
Nonfluent - Good Good Poor
MOTOR
WERNICKES
Fluent + Poor Poor Poor
APHASIA
TRANSCORTICAL
Fluent + Poor Good Poor
SENSORY
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
MIGRAIN
nyeri kepala primer dengan Faktor Predisposisi
kualitas vaskular (berdenyut), Menstruasi biasa pada hari
diawali unilateral yang diikuti oleh pertama menstruasi atau
mual, fotofobia, fonofobia, sebelumnya/ perubahan
gangguan tidur dan depresi hormonal.
Penyebab Idiopatik (belum Puasa dan terlambat makan
diketahui hingga saat ini) : Makanan misalnya akohol, coklat,
Gangguan neurobiologis susu, keju dan buahbuahan.
Perubahan sensitivitas sistem saraf Cahaya kilat atau berkelip
Avikasi sistem trigeminalvaskular Banyak tidur atau kurang tidur
Faktor herediter
Pada wanita migren lebih banyak
Faktor kepribadian
ditemukan dibanding pria dengan
skala 2:1.
Kriteria Diagnosis Migrain
Alur Tatalaksana Migrain Akut
Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
Penatalaksanaan Migrain
Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi
sensoris berlebihan.
Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan
dikompres dingin
Pengobatan Abortif :
1. Analgesik spesifik: analgesik khusus untuk nyeri kepala.
Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat atau respon buruk dengan NSAID.
Contoh: Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan Triptan (agonis selektif
reseptor serotonin / 5-HT1)
Ergotamin dan DHE: migren sedang sampai berat apabila analgesik non
spesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping.
Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
ergotamin sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal ginjal.
IDI. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Ed I.2013
2. Analgesik non-spesifik: analgesik yang dapat digunakan pada nyeri
selain nyeri kepala
Respon terapi dalam 2 jam (nyeri kepala residual ringan atau hilang
dalam 2 jam)
Aspirin 600-900 mg + metoclopramide
Asetaminofen 1000 mg
Ibuprofen 200-400 mg
Stroke Embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.
Stroke Kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
40. Meningitis TB
Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan
piamater yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak.
Meningoensefalitis tuberkulosis adalah peradangan
pada meningen dan otak yang disebabkan oleh
Mikobakterium tuberkulosis (TB).
Penderita dengan meningoensefalitis dapat
menunjukkan kombinasi gejala meningitis dan
ensefalitis.
Patologi
Meningitis TB tak hanya mengenai meningen tapi juga parenkim dan vaskularisasi
otak. Bentuk patologis primernya adalah tuberkel subarakhnoid yang berisi
eksudat gelatinous.
Pada ventrikel lateral seringkali eksudat menyelubungi pleksus koroidalis. Secara
mikroskopik, eksudat tersebut merupakan kumpulan dari sel polimorfonuklear
(PMN), leukosit, sel darah merah, makrofag, limfosit diantara benang benang
fibrin.
Selain itu peradangan juga mengenai pembuluh darah sekitarnya, pembuluh darah
ikut meradang dan lapisan intima pembuluh darah akan mengalami degenerasi
fibrinoid hialin. Hal ini merangsang terjadinya proliferasi sel sel subendotel yang
berakhir pada tersumbatnya lumen pembuluh darah dan menyebabkan infark
serebral karena iskemia.
Gangguan sirkulasi cairan serebrospinal (CSS) mengakibatkan hidrosefalus
obstruktif (karena eksudat yang menyumbat akuaduktus spinalis atau foramen
luschka, ditambah lagi dengan edema yang terjadi pada parenkim otak yang akan
semakin menyumbat.
Adanya eksudat, vaskulitis, dan hidrosefalus merupakan karakteristik dari
menigoensefalitis yang disebabkan oleh TB.
Gejala klinis meningitis TB dibagi 3 stadium:
Stadium I : Stadium awal (2-3 minggu)
Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri
kepala, malaise, demam, anoreksia
Stadium II : Intermediate (transisi 1-3 minggu)
Gejala menjadi lebih jelas: mengantuk, kejang
Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf
kranial(terutama N.III dan N.VII, gerakan involunter
Hidrosefalus, papil edema
Stadium III : Advanced ( 3 minggu setelah gejala awal)
Penurunan kesadaran
Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi
Diagnosa pada meningitis TB dapat dilakukan dengan beberapa cara : 8
1. Anamnese: ditegakkan berdasarkan gejala klinis, riwayat kontak dengan
penderita TB
2. Lumbal pungsi:
Gambaran LCS pada meningitis TB : Warna jernih / xantokrom, jumlah
Sel meningkat MN > PMN, Limfositer, protein meningkat, glukosa
menurun <50 % kadar glukosa darah.
Pemeriksaan tambahan lainnya : Tes Tuberkulin, Ziehl-Neelsen ( ZN ),
PCR
3. Rontgen thorax: TB apex paru, TB milier
4. CT scan otak
Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis
Tuberkuloma : massa nodular, massa ring-enhanced
Komplikasi : hidrosefalus
5. MRI
Diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan aglutinasi
Latex. Baku emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan M. tb dalam
kultur CSS. Namun pemeriksaan kultur CSS ini membutuhkan waktu yang
lama dan memberikan hasil positif hanya pada kira-kira setengah dari
penderita
Regimen terapi: 2RHZE / 7-10RH
Indikasi Steroid : Kesadaran menurun, defisit
neurologist fokal
Dosis steroid : Deksametason 10 mg bolus
intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena
selama 2 minggu selanjutnya turunkan
perlahan selama 1 bulan.
CSF Finding in Meningitis
Bamberger DM. Diagnosis, Initial Management, and Prevention of Meningitis. Am Fam Physician. 2010;82(12):1491-1498
C a i ra n S e re b ro s p i n a l Pa d a I nfe ks i S S P
Tekanan Normal/
Glukosa Normal Normal Normal
Gram
Positif Negatif Negatif Negatif Negatif
/Rapid T.
41. GANGGUAN SOMATOFORM
Gangguan somatoform adalah kelainan di mana orang memiliki gejala gangguan
fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang ditemukan menjadi penyebabnya.
DIAGNOSIS KARAKTERISTIK
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1 seksual, 1
pseudoneurologis).
Hipokondriasis Keyakinan ada satu penyakit fisik yang serius
PPDGJ
Kriteria Diagnosis Somatisasi
A. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan:
4 gejala (G) nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung,
sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)
2 G gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama
kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
1 G seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi,
menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
1 G pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak
terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi,
hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau
hilangnya kesadaran selain pingsan).
C. Salah satu (1)atau (2):
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah
kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau
alkohol)
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya
adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan
buatan atau pura-pura).
Referensi: PPDGJ-III
Bedanya dengan Psikosomatis, Gangguan
Konversi, Malingering, Factitious disorder
KELAINAN KARAKTERISTIK
Gangguan Konversi Adanya satu atau beberapa gejala neurologis (misalnya buta, lumpuh
anestesi, amnesia, dll) yang tidak dapat dijelaskan dengan penjelasan
medis maupun neurologis yang ada.
Malingering Berpura-pura sakit atau melebih-lebihkan kondisi fisik yang sudah ada
sebelumnya dengan tujuan untuk mendapatkan kompensasi tertentu
(misalnya untuk mendapatkan cuti kerja).
Factitious disorder/ Berpura-pura sakit atau membuat dirinya sakit. Namun hal ini
Munchhausen dilakukan semata-mata untuk mendapatkan perhatian/ simpati dari
syndrome orang lain saja.
Psychosomatic vs. Somatoform
Disorders
Psychosomatic Disorders
Disorders in which there is a real physical illness
that is caused by psychological factors (usually
stress)
Somatoform
Disorders in which there is an apparent physical
illness, but there is no organic cause
Usually people go to the doctor rather than a
psychiatrist/psychologist!
42. SKIZOFRENIA
Skizofrenia Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1 bulan
Referensi: PPDGJ-III
Pedoman Diagnostik Skizofrenia
Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang
harus selalu ada secara jelas:
Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau
pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atay
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan
respons emosional yang menumpul tidak wajar
1 atau lebih
1 atau lebih Ganggua
Gangguan episode
episode n afektif
mood mania atau
depresi bipolar
hipomania
Gangguan bipolar
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17696573
Bipolar tipe I dan II
Keterangan:
Pada bipolar tipe II,
episode peningkatan
mood lebih ke arah
hipomanik.
http://www.medscape.com/viewarticle/754573
45. WAHAM/ DELUSI
Rujukan meyakini bahwa tingkah laku orang lain itu pasti akan memfitnah,
membahayakan, atau akan menjahati dirinya.
Jenis Waham (2)
WA H A M DEFINISI
Gejala Klinis
Stadium I: Ulkus durum
Stadium II: Lesi sekunder di kulit (roseola sifilitika, korona
veneris, kondiloma lata, lekoderma sifilitika
Stadium III: Gumma
Laboratorium
Mikroskop lapang pandang gelap, VDRL, TPHA
Terapi
Benzatin Penisilin 2,4 juta unit IM single dose
Doxicycline 2 x 100 mg/hr PO, 4 minggu
Eritromisin 4 x 500 mg/hari PO, 4 minggu
Ulkus Pada IMS: Ulkus Mole
Ulkus Molle: Penyakit infeksi pada alat kelamin yang akut,
setempat disebabkan oleh Haemophillus ducreyi. Ulkus: kecil,
lunak, tidak ada indurasi, bergaung, kotor (tertutup jaringan
nekrotik dan granulasi)
PATOGENESIS :
Masa inkubasi : 1-3 hari
Port dentre merah papul pustula pecah ulkus
Ulkus :
- Multiple
- Tidak teratur
- Dinding bergaung
- Indurasi +
- Nyeri (dolen)
- Kotor
Ulkus Pada IMS: Ulkus Mole
Ulkus Mole: Tatalaksana
Obat sistemik
Azitromycin 1 gr, oral, single dose.
Seftriakson 250 mg dosis tunggal, injeksi IM.
Siprofloksasin 2x500 mg selama 3 hari.
Eritromisin 4x500 mg selama 7 hari.
Amoksisilin + asam klavulanat 3x125 mg selama 7 hari.
Streptomisin 1 gr sehari selama 10 hari.
Kotrimoksasol 2x2 tablet selama 7 hari.
Terapi:
Antibiotika topikal:
DOC: mupirocin (Bactroban), asam fusidat (Fucidin) dan retapamulin
(Altargo) 2x/hari selama 7 hari
Alternatif: salep/krim klindamisin, gentamisin
Antibiotika oral:
Sefalosforin, amoxiclav, cloxacillin, dicloxaxillin, alternatif: eritromisin,
klindamisin
DOC anak: Cephalexin
http://emedicine.medscape.com/article/965254-overview
48. MALASSEZIA SP.
Menyebabkan beberapa penyakit antara lain:
Pityriasis versikolor: M. globosa, M. sympodialis, dan M.
furfur
Malassezia folikulitis
Dermatitis seboroik, ketombe, sebopsoriasis, dan
psoriasis pada wajah & kulit kepala: M. restricta dan M.
globosa
Neonatal cephalic pustulosis: erupsi pustular pada bayi,
menyerupai akne infantil
Dermatitis atopik akibat sensitivitas terhadap Malassezia
Pitiriasis versikolor
Penyakit jamur superfisial yang kronik
disebabkan Malassezia furfur
Gejala:
Bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, meliputi
badan, ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit kepala
yang berambut
Asimtomatik gatal ringan, berfluoresensi
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
49. Filariasis
Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae, dibagi menjadi 3 berdasarkan
habitat cacing dewasa di hospes:
Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca
Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi, Brugia timori
Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella ozzardi
Perbandingan
BRUGIA panjang:lebar kepala 2:1
M A L AY I Inti tidak teratur
Inti di ekor 2-5 buah
Perbandingan
BRUGIA panjang:lebar kepala 3:1
TIMORI Inti tidak teratur
Inti di ekor 5-8 buah
Filariasis: Pemeriksaan dan Terapi
Pemeriksaan penunjang:
Deteksi mikrofilaria di darah
Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel
Antibodi filaria, eosinofilia
Biopsi KGB
Pengobatan:
Tirah baring, elevasi tungkai, kompres
Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole)
DEC: 6 mg/kgBB/hari selama 12 hari
Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria: 400 ug/kgBB SD/6 bln, atau /tahun
bila dikombinasi dengan DEC SD
DEC + Albendazol 400 mg/tahun selama 5 tahun
Suportif
Pengobatan massal dengan albendazole + ivermectin (untuk endemik
Onchocerca volvulus) atau albendazole + DEC (untuk nonendemik
Onchocerca volvulus) guna mencegah transmisi
Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal)
Diet rendah lemak dalam kasus kiluria
Parasitologi Kedokteran, FKUI
50. KEGANASAN PADA KULIT
KARSINOMA SEL BASAL KARSINOMA SEL SKUAMOSA
Jenis kanker kulit tersering (80%) Jenis kanker tersering kedua
Berasal dari sel epidermal pluripoten Berasal dari sel epidermis
Faktor predisposisi: lingkungan (radiasi, Etiologi: sinar matahari, genetik,
arsen, paparan sinar matahari, trauma, herediter, arsen, radiasi, hidrokarbon,
ulkus sikatriks), genetik ulkus sikatrik
Usia di atas 40 tahun Usia tersering 40-50 tahun
Biasanya di daerah berambut, invasif Morfologi:
Bentuk paling sering adalah nodulus: Dapat berbentuk intraepidermal
Adanya pinggiran seperti mutiara atau luka Dapat berbentuk invasif: mula-mula
tidak menyembuh berbentuk nodus keras, licin, kemudian
Menyerupai kutil, tidak berambut, berwarna berkembang menjadi verukosa/papiloma.
coklat/hitam, berkilat (pearly), bila melebar Fase lanjut tumor menjadi keras, bertambah
pinggirannya meninggi di tengah menjadi besar, invasif, dapat terjadi ulserasi.
ulkus (ulcus rodent) kadang disertai Metastasis biasanya melalui KGB
talangiektasis, teraba keras Berkembang agresif dan cepat,
Berkembang lambat, jarang bermetastasis ke organ jauh
bermetastasis, hanya merusak jaringan
sekitar
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
http://www.livestrong.com/article/153891-differences-in-squamous-cell-carcinoma-vs-basal-cell-carcinoma/
MELANOMA MALIGNA SCC
Etiologi
Belum pasti. Mungkin faktor
herediter atau iritasi berulang
pada tahi lalat
Usia 30-60 tahun
Bentuk: BCC
Superfisial: Bercak dengan
warna bervariasi, tidak teratur,
berbatas tegas, sedikit
penonjolan
Nodular: nodus berwarna biru
kehitaman dengan batas tegas
Lentigo melanoma maligna:
plakat berbatas tegas, coklat
kehitaman, meliputi muka
Prognosis buruk MM
51.
METABOLISME
BILIRUBIN
8 non- fisiologis
6
4
2
0
hari 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari 6 hari 7
AAP, 2004
Panduan transfusi tukar
AAP, 2004
52. Kejang demam
Kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh di atas 38,4 C
tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit pada anak di atas
usia 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (ILAE,
1993)
Umumnya berusia 6 bulan 5 tahun
Kejang demam sederhana (simpleks)
Berlangsung singkat, tonik klonik, umum, tidak berulang dalam 24 jam
Kejang demam kompleks
Lama kejang > 15 menit
Kejang fokal atau parsial menjadi umum
Berulang dalam 24 jam
Diagnosis banding: meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, APCD
(pada infant), epilepsi
Demam < 7 hari < 7 hari > 7 hari < 7 hari </> 7 hari/(-)
Umum/foka
Kejang Umum Umum Umum Umum
l
Penurunan Somnolen- Variasi, apatis -
Apatis CM - Apatis Apatis - Somnolen
kesadaran sopor sopor
Paresis +/- +/- ++/- - -
Perbaikan
Lambat Cepat Lambat Cepat Cepat/Lambat
kesadaran
Tidak dpt
Etiologi diidentifikas ++/- TBC/riw. kontak - Ekstra SSP
i
Simpt/antivi Atasi penyakit
Terapi Antibiotik Tuberkulostatik Simpt.
ral primer
53. Terminologi Diare
Diare akut: berlangsung < 1 Disentri: diare mengandung
minggu, umumnya karena infeksi lendir dan darah
Diare akut cair Diare primer: infeksi memang
Diare akut berdarah
terjadi pada saluran cerna
(misal: infeksi Salmonella)
Diare berlanjut: diare infeksi yang Diare sekunder: diare sebagai
berlanjut > 1 minggu gejala ikutan dari berbagai
Diare Persisten: Bila diare penyakit sistemik seperti pada
melanjut tidak sembuh dan bronkopnemonia, ensefalitis
melewati 14 hari atau lebih dan lain-lain
Diare kronik: diare karena sebab
Diare Berdasarkan
Patofisiologi
apapun yang berlangsung 14 hari
Osmotic diarrhea
atau lebih Secretoric diarrhea
Inflammatoy/ exudative
diarrhea
Altered motility diarrhea
JENIS DIARE AKUT
Diare Osmotik:
Bila di lumen usus ada bahan yang secara osmotik
aktif & sulit diserap diare.
Penyebab: larutan isotonik, air atau bahan yang
larut melewati mukosa usus halus tanpa
diabsorbsi diare
Osmotic Diarrhea
IN THE SMALL INTESTINE
Ingestion of non-absorbable solutes
stimulate
stimulate
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK414/
Inflammatory/exudative
Diarrhea
LUMINAL OR INVADING IMMUNOLOGICAL MECHANISMS
Viruses Complement
Bacteria T-lymphocytes
Protozoa Proteases
Helminths Oxidants
Keterangan 6. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali
Cara membaca kolom umur: misal 2 u berarti mu r 2 bul an (60 har i) sd 2 bul an 29 har i (89 har i) dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januaril 2014 dan dapat diakses pada website IDAI (http : // booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada
idai.or.id/public-artices/kl ini k/i mu ni sasi /j adw al-imunisasi-anak-idai.html) anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2
1. Vaksin hepatit i s B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatit i s B diberikan sebelum umur 16 minggu danatidk melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus
dan imunoglobulin hepatit i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatit i s B pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu;
selanjutnya dapat menggunakan vaksinihepatit Bs mon o valen atau vaksin kombinasi. dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral 8. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
(OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV. dengan interval minimal 4 minggu.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, a optiml umur 2 bulan. Apabila 9. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
p setia tahun.
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak umur kurang dari 9 tahun
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL.
vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun 10. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin
diberikan vaksin Td, dibooster setia p 10 t ahun. HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan
5. Vaksin campak. Vaksin campak keduaa tidk perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila MMR interval 0,2,6 bulan.
sudah diberikan pada 15 bulan.
55. LEUKEMIA
Leukemia
Jenis leukemia yang paling sering terjadi pada
anak-anak adalah Acute Lymphoblastic
Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous
Leukemia (AML)
ALL merupakan keganasan yg paling sering
ditemui pada anak-anak (1/4 total kasus
keganasan pediatrik)
Puncak insidens ALL usia 2-5 tahun
Clinical Manifestation
More common in AML
Leukostasis (when blas count >50.000/uL): occluded
microcirculationheadache, blurred vision, TIA, CVA, dyspnea,
hypoxia
DIC (promyelocitic subtype)
Leukemic infiltration of skin, gingiva (monocytic subtype)
Chloroma: extramedullary tumor, virtually any location.
More common in ALL
Bone pain, lymphadenopathy, hepatosplenomegaly (also seen in
monocytic AML)
CNS involvement: cranial neuropathies, nausea, vomiting, headache,
anterior mediastinal mass (T-cell ALL)
Tumor lysis syndrome
Leukemia Limfoblastik Akut
Merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada
masa anak, meliputi 25-30% dari seluruh keganasan pada
anak.
Lebih sering pada laki-laki, usia 3-4 tahun
Manifestasi klinis
Penekanan sistem hemopoetik normal, anemia (pucat),
neutropenia (sering demam), trombositopenia (perdarahan)
Infiltrasi jaringan ekstramedular, berupa pembesaran KGB, nyeri
tulang, dan pembesaran hati serta limpa
Penurunan BB, anoreksia, kelemahan umum
Pemeriksaan Penunjang: Gambaran darah tepi dan pungsi
sumsum tulang untuk memastikan diagnosis
Tatalaksana : Kemoterapi dan Pengobatan suportif
FAB (French-American-British) classification of
acute lymphoblastic leukemia
ALL-L1: Small cells with homogeneous nuclear chromatin, a regular
nuclear shape, small or no nucleoli, scanty cytoplasm, and mild to
moderate basophilia Jenis ALL yang paling sering ditemukan
ALL-L2: Large, heterogeneous cells with variable nuclear chromatin,
an irregular nuclear shape, 1 or more nucleoli, a variable amount of
cytoplasm, and variable basophilia
ALL-L3: Large, homogeneous cells with fine, stippled chromatin;
regular nuclei; prominent nucleoli; and abundant, deeply basophilic
cytoplasm. The most distinguishing feature is prominent
cytoplasmic vacuolation
ALL AML
epidemiologi ALL merupakan keganasan yg paling 15% dari leukemia pada pediatri, juga
sering ditemui pada anak-anak (1/4 ditemukan pada dewasa
total kasus keganasan pediatrik)
Puncak insidens usia 2-5 tahun
etiologi Penyebab tidak diketahui Cause unknown. Risk factors: benzene
exposure, radiation exposure, prior
treatment with alkylating agents
Gejala dan Gejala dan tanda sesuai dengan Pucat, mudah lelah, memar, peteki,
tanda infiltrasi sumsum tulang dan/atau epistaksis, demam, hiperplasia gingiva,
gejala ekstrameduler: konjungtiva chloroma, hepatosplenomegali
pucat, petekie dan memar akibat
trombositopenia; limfadenopati,
hepatosplenomegali.Terkadang ada
keterlibatan SSP (papil edem, canial
nerve palsy); unilateral painless
testicular enlargement.
Lab Anemia, Trombositopenia, Trombositopenia,
Leukopeni/Hiperleukositosis/normal, leukopenia/leukositosis, primitif
Dominasi Limfosit, Sel Blas (+) granulocyte/monocyte, auer rods (hin,
needle-shaped, eosinophilic cytoplasmic
inclusions)
Terapi kemoterapi kemoterapi
56. TETANUS NEONATORUM
http://bja.oxfordjournals.org/content/87/3/477/T1.expansion.html
Tatalaksana
Diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3-6
jam (0,1-0,2 mg/kg per kali), maksimum 40 mg/kg/hari
Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau Antitoksin Tetanus Serum
5000 U IM
Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari
Berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat
Bila terjadi spasme berulang atau gagal napas, rujuk ke RS dengan NICU
Langkah promotif/preventif :
Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, lakukan pemotongan tali pusat
secara steril
Tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat
Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, berikan pengobatan yang tepat dengan
antibiotik lokal dan sistemik jika diperlukan
57. ANEMIA HEMOLITIK
2. Extravascular hemolysis
the removal and destruction of red blood cells with membrane
alterations by the macrophages of the spleen and liver.
Circulating blood is filtered continuously through thinwalled
splenic cords into the splenic sinusoids (with fenestrated
basement membranes), a spongelike labyrinth of macrophages
with long dendritic processes
58. HEMOSTASIS
Hemostasis (hemo=blood; ta=remain) is the
stoppage of bleeding, which is vitally important when
blood vessels are damaged.
Following an injury to blood vessels several actions
may help prevent blood loss, including:
Formation of a clot
Hemostasis
1. Fase vaskular: vasokonstriksi
2. Fase platelet: agregasi dan adhesi
trombosit
3. Fase koagulasi: ada jalur
ekstrinsik, jalur intrinsik dan
bersatu di common pathway
4. Fase retraksi
5. Fase destruksi / fibrinolisis
http://www.bangkokhealth.com/index.php/health/health-
general/first-aid/451--hemostasis.html
Coagulation factors
http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
Clotting Time
CT the interval between the moment when bleeding
starts and the moment when the fibrin thread is first
seen.
BT depends on the integrity of platelets and vessel
walls, whereas CT depends on the availability of
coagulation factors.
In coagulation disorders like haemophilia, CT is
prolonged but BT remains normal.
CT is also prolonged in conditions like vitamin K
deficiency, liver diseases, disseminated intravascular
coagulation, overdosage of anticoagulants etc.
http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
PT & APTT
activated partial thromboplastin time (aPTT)
untuk mengevaluasi jalur intrinsik kaskade
koagulasi
prothrombin time (PT) untuk mengevaluasi
jalur ekstrinsik kaskade koagulasi
http://practical-haemostasis.com
http://practical-haemostasis.com
BLEEDING
Mild Severe
intervention
stopped
continues
prolonged delayed
http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg
Bleeding Disorder
ITP
Immune thrombocytopenic purpura (ITP, yang disebut
juga autoimmune thrombocytopenic purpura, morbus
Wirlhof, atau purpura hemorrhagica, merupakan
kelainan perdarahan akibat destruksi prematur
trombosit yang meningkat akibat autoantibodi yang
mengikat antigen trombosit.
Umumnya terjadi pada anak usia 2-4 tahun, dengan
insiden 4-8 kasus per 100.000 anak per tahun.
Patofisiologi: Peningkatan destruksi platelet di perifer,
biasanya pasien memiliki antibodi yang spesifik
terhadap glikoprotein membran platelet (IgG
autoantibodi pada permukaan platelet)
ITP: Cardinal Features
Trombositopenia <100,000/mm3
Purpura dan perdarahan membran mukosa
Diagnosis of exclusion
2 jenis gambaran klinis
ITP akut
Biasanya didahului oleh infeksi virus dan menghilang dalam 3 bulan.
ITP kronik
Gejala biasanya mudah memar atau perdarahan ringan yang
berlangsung selama 6 bulan
>90% kasus anak merupakan bentuk akut
Komplikasi yang paling serius: perdarahan. Perdarahan
intrakranial penyebab kematian akibat ITP yg paling sering
(1-2% dr kasus ITP)
Anamnesis
Umumnya trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah
infeksi virus, atau bakteri (infeksi saluran napas atas,
saluran cerna), bisa juga terjadi setelah vaksinasi rubella,
rubeola, varisela, atau setelah vaksinasi dengan virus hidup.
Perdarahan yang terjadi tergantung jumlah trombosit
didalam darah. Diawali dengan perdarahan kulit berupa
petekie hingga lebam.
Obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid,
kuinidin/kuinin, aspirin dapat memicu terjadinya
kekambuhan.
Obat yang mengandung salisilat dapat meningkatkan risiko
timbulnya perdarahan.
Pemeriksaan fisis
Pada umumnya bentuk perdarahannya ialah purpura pada kulit
dan mukosa (hidung, gusi, saluran cerna dan traktus urogenital).
Pembesaran limpa terjadi pada 10-20 % kasus.
Pemeriksaan penunjang
Darah tepi :
Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya normal.
Hemoglobin, indeks eritrosit dan jumlah leukosit normal.
Anemia bisa terjadi bila ada perdarahan spontan yang banyak
Trombositopenia. Besar trombosit umumnya normal, hanya
kadang ditemui bentuk trombosit yang lebih besar (giant
plalets),
Masa perdarahan memanjang (Bleeding Time)
Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang:
Tidak perlu bila gambaran klinis dan laboratoris klasik.
Dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang bila gagal terapi
selama 3-6 bulan, atau pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya pembesaran hepar/ lien/kelenjar getah bening dan pada
laboratorium ditemukan bisitopenia.
Tatalaksana
Indikasi rawat inap
Pada penderita yang sudah tegak diagnosisnya, perlu dilakukan
rawat inap bila:
Jumlah hitung trombosit <20.000/L
Perdarahan berat
Kecurigaan/pasti perdarahan intrakranial
Umur <3 tahun
Bila tidak dirawat inap, penderita diwajibkan untuk
tidak/menghindari obat anti agregasi (seperti salisilat dan
lain sebagainya) dan olah raga yang traumatis (kepala).
ITP bersifat akut dan 90 % sembuh spontan, hanya 5-10%
menjadi kronis karena itu keputusan apakah perlu diberi
pengobatan masih diperdebatkan.
Medikamentosa
Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila:
Perdarahan mukosa dengan jumlah trombosit <20.000/ L
Perdarahan ringan dengan jumlah trombosit <10.000/ L
Steroid yang biasa digunakan ialah prednison, dosis 1-2 mg/kgBB/hari,
dievaluasi
setelah pengobatan 1-2 minggu. Bila responsif, dosis diturunkan pelahan-
lahan sampai kadar trombosit stabil atau dipertahankan sekitar 30.000 -
50.000/L.
Prednison dapat juga diberikan dengan dosis tinggi yaitu 4 mg/kgBB/hari
selama 4 hari.
Bila tidak respons, pengobatan yang diberikan hanya suportif.
Pengembalian kadar trombosit akan terjadi perlahan-lahan dalam waktu 2-4
minggu dan paling lama 6 bulan.
Pada ITP dengan kadar trombosit >30.000/L dan tidak memiliki keluhan
umumnya tidak akan diberikan terapi, hanya diobservasi saja.
Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila :
Jumlah trombosit <20.000/ L dengan perdarahan
mukosa berulang (epistaksis)
Perdarahan retina
Perdarahan berat (epistaksis yang memerlukan
tampon, hematuria, perdarahan organ dalam)
Jumlah trombosit < 50.000/ul dengan
kecurigaan/pasti perdarahan intra kranial
Menjalani operasi, dengan jumlah trombosit
<150.000/ L.
59. Newborn Baby
USIA GESTASI BERAT BADAN
Neonatus Kurang Bulan (Pre-term
infant) : Usia gestasi < 37 minggu BBL rendah: berat badan <
Neonatus Lebih Bulan (Post-term 2500
infant) : Usia gestasi > 42 minggu BBL sangat rendah : berat
Neonatus Cukup Bulan (Term-infant) : badan bayi baru lahir kurang
Usia gestasi 37 s/d 42
dari 1500 gram.
BERAT LAHIR BERDASARKAN USIA GESTASI BBL sangat-sangat rendah :
Small for Gestational Age (SGA, Kecil berat badan bayi baru lahir
Masa Kehamilan) : Berat lahir dibawah kurang dari 1000 gram.
2SD / persentil 10th dari populasi usia
gestasi yang sama
Large for Gestational Age (LGA, Besar
Masa Kehamilan) : Berat lahir diatas
persentil 90 untuk populasi usia gestasi
yang sama
Appropriate for Gestational Age (Sesuai
Masa Kehamilan) : Diantaranya
The Fetus and the Neonatal Infant. Nelson
Textbook of Pediatrics 17th ed
Lubchenco Intrauterine Growth Curve
Fig. 1. DV-induced cytokine cascade. DV replicates in macrophage and is presented to recruit CD4cells which produce hCF. hCF induces a cytokine
cascade that may lead to Th1-type response causing a mild illness, the DF or to a Th2-type response resulting in various grades of severe illness, the
DHF. Thin line, positive induction; Interrupted line, inhibition; Thick line, damaging effect.
molecular mechanisms that contribute
to dengue-induced thrombocytopenia
Pemeriksaan Penunjang
Serologi Dengue
NS1:
antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak
hari pertama demam.
Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak
terdeteksi hari ke 5-6.
Shock
Bleeding
Primary infection: Secondary infection:
IgM: detectable by days 35 after the onset of IgG: detectable at high levels in the initial
illness, by about 2 weeks & undetectable phase, persist from several months to a
after 23 months. lifelong period.
IgG: detectable at low level by the end of the IgM: significantly lower in secondary infection
first week & remain for a longer period (for cases.
many years).
Rumple leede test
A tourniquet test used to determine the presence of
vitamin C deficiency or thrombocytopenia
A circle 2.5 cm in diameter, the upper edge of which is
4 cm below the crease of the elbow, is drawn on the
inner aspect of the forearm, pressure midway between
the systolic and diastolic blood pressure is applied
above the elbow for 15 minutes
Count petechiae within the circle is made:
10 normal
10-20 marginal
more than 20 abnormal.
Pemantauan Rawat
Alur
Perawatan
Pediatric Vital
Signs
Heart Rate
Age
(beats/min)
Premature 120-170 *
0-3 mo 100-150 *
3-6 mo 90-120 http://web.missouri.edu/~proste/lab/vitals-peds.pdf
6-12 mo 80-120
1-3 yr 70-110
3-6 yr 65-110
6-12 yr 60-95
12 > yr 55-85
Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011. 1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric
* From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital reference ranges (3rd ed.). Washington, DC: AACC Press.
Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett, American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45. http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/354/36284
From American Heart Association ECC Guidelines, 2000. 6/London%20App.%20B.pdf
62. EKSANTEMA AKUT
Morbili/Rubeola/Campak
Pre-eruptive Stage
Demam
Catarrhal Symptoms coryza, conjunctivitis
Respiratory Symptoms cough
Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
Exanthem sign
Maculopapular Rashes Muncul 2-7
hari setelah onset
Demam tinggi yang menetap
Anoreksia dan iritabilitas
Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
Stage of Convalescence
Rash menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
membekas kecoklatan
Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar
Tindakan Pencegahan :
Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
Mencegah terjadinya komplikasi berat
Morbili
Paramyxovirus Prodromal
Kel yg rentan: Hari 7-11 setelah
Anak usia prasekolah yg eksposure
blm divaksinasi Demam, batuk,
Anak usia sekolah yang konjungtivitis,sekret
gagal imunisasi hidung. (cough, coryza,
conjunctivitis 3C)
Musin: akhir musim Enanthem ruam
dingin/ musim semi kemerahan
Inkubasi: 8-12 hari Kopliks spots muncul 2
Masa infeksius: 1-2 hari hari sebelum ruam dan
sblm prodromal s.d. 4 bertahan selama 2 hari.
hari setelah muncul ruam
Morbili
KOMPLIKASI DIAGNOSIS & TERAPI
Otitis Media (1 dari 10 penderita Diagnosis:
campak pada anak)
manifestasi klinis, tanda
Diare (1 dari 10 penderita campak)
patognomonik bercak Koplik
Bronchopneumonia (komplikasi
berat; 1 dari 20 anak penderita isolasi virus dari darah, urin,
campak) atau sekret nasofaring
Encephalitis (komplikasi berat; 1 pemeriksaan serologis: titer
dari 1000 anak penderita campak) antibodi 2 minggu setelah
Pericarditis timbulnya penyakit
Subacute sclerosing Terapi:
panencephalitis late sequellae
due to persistent infection of the Suportif, pemberian vitamin A 2
CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1: x 200.000 IU dengan interval 24
100,000 orang) jam.
Penatalaksanaan
Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
Suplementasi vitamin A diberikan pada:
Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.
Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai
umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4
minggu kemudian.
Konseling & Edukasi
Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit
yang menular.
Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh
sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif.
Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari
diare/emesis.
Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin
campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan.
Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar dengan
penderita.
Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan
imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan
yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.
Rubella
Togavirus Asymptomatik hingga
Yg rentan: orang dewasa 50%
yang belum divaksinasi Prodromal
Musim: akhir musim Anak-anak: tidak bergejala
dingin/ awal musim semi. s.d. gejala ringan
Dewasa: demam, malaside,
Inkubasi 14-21 hari nyeri tenggorokan, mual,
Masa infeksius: 5-7 hari anoreksia, limfadenitis
sblm ruam s.d. 3-5 hari oksipital yg nyeri.
setelah ruam muncul Enanthem
Forschheimers spots
petekie pada hard
palate
Rubella - komplikasi
Arthralgias/arthritis pada
org dewasa
Peripheral neuritis
encephalitis
thrombocytopenic purpura
(jarang)
Congenital rubella
syndrome
Infeksi pada trimester
pertama
IUGR, kelainan mata, tuli,
kelainan jantung, anemia,
trombositopenia, nodul kulit.
Roseola Infantum Exanthem Subitum
Human Herpes Virus 6 Demam tinggi 3-4 hari
(and 7) Demam turun mendadak
Yg rentan: 6-36 bulan dan mulai timbul ruam
(puncak 6-7 bulan) kulit.
Musim: sporadik Kejang yang mungkin
Inkubasi: 9 hari timbul berkaitan dengan
Masa infeksius: berada infeksi pada meningens
dalam saliva secara oleh virus.
intermiten sepanjang
hidup; infeksi
asimtomatik persisten.
Scarlet Fever
Sindrom yang memiliki Rash : Timbul 12-48 jam
karakteristik: faringitis setelah onset demam. Dimulai
eksudatif, demam, dan rash. dari leher kemudian menyebar
Disebabkan oleh group Abeta- ke badan dan ekstremitas.
hemolyticstreptococci Pemeriksaan : Throat culture
(GABHS) positive for group A strep
Masa inkubasi 1-4 hari. Tatalaksana : Antibiotik
Manifestasi pada kulit diawali antistreptokokal minimal 10
oleh infeksi streptokokus hari (Eritromisin atau Penicillin
(umumnya pada G)
tonsillopharynx) : nyeri
tenggorokan dan demam
tinggi, disertai nyeri kepala,
mual, muntah, nyeri perut,
myalgia, dan malaise.
Scarlet Fever. http://emedicine.medscape.com/article/1053253-overview
63. GAGAL JANTUNG PADA ANAK
Gagal Jantung
Disebut gagal jantung, bila:
Jantung tidak mampu
memompa darah dalam
jumlah yang mencukupi
kebutuhan metabolik tubuh
(forward failure), atau
Atau keduanya
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
Tanda Gagal Jantung
Pemeriksaan & Tatalaksana
http://www.clivir.com/pictures/asthma/asthma_symptoms.jpg
The Inflammatory Reaction
Involved:
Dendritic cells and macrophages
present antigens to T-helper cells induce the switching of B
lymphocytes to produce IgE
T-helper lymphocytes
Mast cells
Eosinophils
Leads to
episodes of wheezing
Coughing
tightness in the chest
Breathlessness
shortage of breath specially at night and in the morning
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0002934388902380 | http://asthma.about.com/od/asthmabasics/a/art_noct_asthma.htm
Klasifikasi Asma pada Anak
PARAMETER KLINIS,
ASMA EPISODIK ASMA EPISODIK
KEBUTUHAN OBAT, ASMA PERSISTEN
JARANG SERING
FAAL PARU
Pemeriksaan fisis
Normal Mungkin terganggu Tidak pernah normal
di luar serangan
edema
rambut kemerahan, mudah
dicabut
kurang aktif, rewel/cengeng
pengurusan otot
Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
Marasmik-kwashiorkor
Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor secara bersamaan
Kriteria Gizi Kurang dan Gizi Buruk
Z-score menggunakan BB/IBW (Ideal Body Weight)
kurva WHO weight-for- menggunakan kurva CDC
height 80-90% mild
<-2 moderate wasted malnutrition
<-3 severe wasted gizi 70-80% moderate
buruk malnutrition
70% severe
Lingkar Lengan Atas < 11,5 malnutrition Gizi Buruk
cm
Kwashiorkor
Protein
Serum Albumin
Edema
Marasmus
Karbohidrat
Lemak subkutan
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. nutrien mikro tanpa Fe + Fe
8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3
bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2,
dan 15.
66. Abortus
Definisi: Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan pada kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram
Faktor Predisposisi
Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom)
Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme, diabetes mellitus),
malnutrisi, obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis & defek
anatomis seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks (penipisan dan pembukaan
serviks sebelum waktu in partu, umumnya pada trimester kedua) dan sinekhiae
uteri karena sindrom Asherman
Faktor dari ayah: Kelainan sperma
PERDARAHA BESAR
DIAGNOSIS SERVIKS GEJALA LAIN
N UTERUS
Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak Nyeri perut
kehamilan
Uterus lunak
Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi
ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat
Pemeriksaan PA jaringan
Etiologi
Plasenta previa, solusio plasenta, penyebab lain
Solusio Plasenta
Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
Diagnosis
Perdarahan kehitaman dan cair, syok tidak sesuai dengan jumlah
darah keluar (tersembunyi), anemia berat, gawat janin/
hilangnya DJJ, uterus tegang dan nyeri
Faktor Predisposisi
Hipertensi
Versi luar
Trauma abdomen
Hidramnion
Gemelli
Defisiensi besi
Solusio Plasenta:
Solusio Plasenta: Tata Laksana
Tatalaksana
Tatalaksana
Perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan tanda- tanda awal syok pada ibu,
lakukan persalinan segera bergantung pembukaan serviks:
Lengkap ekstraksi vakum
Belum ada/ lengkap SC
Kenyal, tebal, dan tertutup SC
Jika perdarahan ringan/ sedang dan belum terdapat tanda-tanda syok, tindakan
bergantung pada denyut jantung janin (DJJ):
DJJ normal, lakukan seksio sesarea
DJJ tidak terdengar namun nadi dan tekanan darah ibu normal: pertimbangkan
persalinan pervaginam
DJJ tidak terdengar dan nadi dan tekanan darah ibu bermasalah:
pecahkan ketuban dengan kokher:
Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin
DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit): lakukan persalinan
pervaginam segera, atau SC bila tidak memungkinkan
Plasenta Previa
Implantasi pada tempat abnormal sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir (OUI)
Etiologi
Endometrium di fundus belum siap menerima implantasi,
endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta
untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis
pada chorion leave yang persisten -Manuaba (1998)-
Belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada grademultipara,
primigravida tua, bekas SC, bekas
operasi, kelainan janin dan
leiomioma uteri -Mansjoer (2001)-
Plasenta Previa
Klasifikasi Berdasarkan terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir (Chalik, 2002):
Inspekulo + USG + Koreksi cairan dengan infus (NaCl 0,9% atau RL)
Definisi Fungsional
Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk
menyebabkan gangguan hemodinamik
Insidens
5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A G E J A L A & TA N D A YA N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG ADA
Uterus tidak berkontraksi dan lembek Syok Atonia uteri
Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan primer)
Plasenta belum lahir setelah 30 menit Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
Perdarahan segera (P3) berlebihan
Uterus kontraksi baik Inversio uteri akibat tarikan
Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian selaput (mengandung Uterus berkontaksi tetapi tinggi Tertinggalnya
pembuluh darah) tidak lengkap fundus tidak berkurang sebagian plasenta
Perdarahan segera (kontraksi hilang-timbul)
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A
G E J A L A D A N TA N D A
YA N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A
KADANG-KADANG ADA
2 komponen utama:
1. Tatalaksana
perdarahan
obstetrik dan
kemungkinan syok
hipovolemik
2. Identifikasi dan
tatalaksana
penyebab utama
Atonia Uteri: Terapi
Atonia Uteri - Bimanual Massage
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri
Etiologi
Tonus otot rahim lemah
Tekanan/tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan
dengan tangan, tarikan pada tali pusat)
Kanalis servikalis yang longgar
Jenis
Complete: fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput
lendirnya berada diluar
Incomplete: fundus hanya menekuk ke dalam dan tidak keluar
ostium uteri
Bila uterus yang berputar balik keluar dari vulva: inversio prolaps
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri
Gejala
Syok
Fundus uteri tidak teraba/ teraba lekukan
Kadang tampak massa merah di vulva atau teraba massa dalam
vagina dengan permukaan kasar
Perdarahan
Terapi
Atasi syok
Reposisi dalam anestesi
Bila plasenta belum lepas: reposisi uterus baru dilepaskan karena
dapat memicu perdarahan >>
Inversio Uteri: Terapi
Replacement of Inverted Uterus
Retensio plasenta
Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir
Faktor Risiko
Kehamilan pertama
Kehamilan dengan vili
korionik tinggi (kembar
atau mola)
Memiliki penyakit KV
sebelumnya
Terdapat riwayat genetik
hipertensi dalam
kehamilan
Hipertensi Kronik
Hipertensi Gestasional
Pre Eklampsia Ringan
Pre Eklampsia Berat
Superimposed Pre Eklampsia
HELLP Syndrome
Eklampsia
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Hipertensi Kronik
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan
Diagnosis
Tekanan darah 140/90 mmHg
Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
Tatalaksana
Sebelum hamil sudah mendapat terapi dan terkontrol dengan baik,
lanjutkan pengobatan yang sesuai
Sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg antihipertensi
Proteinuria/ tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed
preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia
Suplementasi kalsium1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu
Pantau pertumbuhan dan kondisi janin Jika tidak ada komplikasi, tunggu
sampai aterm
Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin.
Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Hipertensi Gestasional
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
Diagnosis
TD 140/90 mmHg
Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
Tatalaksana Umum
Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Pre Eklampsia & Eklampsia
Preeklampsia Ringan
Tekanan darah 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
Preeklampsia Berat
Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
Tes celup urin menunjukkan proteinuria 2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai
keterlibatan organ lain:
Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
Sakit kepala , skotoma penglihatan
Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Pre Eklampsia & Eklampsia
Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum
usia kehamilan 20 minggu)
Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20
minggu
Eklampsia
Kejang umum dan/atau koma
Ada tanda dan gejala preeklampsia
Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
Tatalaksana umum
Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat masuk
rumah sakit
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
Antihipertensi
Ibu dengan HT berat perlu mendapat terapi anti HT
Ibu dengan terapi anti HT saat antenatal lanjutkan hingga
persalinan
Anti HT dianjurkan untuk HT berat pasca persalinan
DOC: nifedipin, nikardipin, dan metildopa.
Kontra Indikasi: ARB inhibitor, ACE inhibitor dan klortiazid
Edema paru
Edema paru: sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah
halus pada basal paru pada ibu dengan PEB
Tatalaksana
Posisikan ibu dalam posisi tegak
Oksigen
Furosemide 40 mg IV
Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam) pemberian
furosemid dapat diulang.
Ukur Keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan. 2013
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
MgSO4
Eklampsia untuk tatalaksana kejang
PEB pencegahan kejang
Dosis
MgSO4 IV: 4 gram selama 20 menit untuk dosis awal
lanjutkan 6 gram selama 6 jam untuk dosis rumatan
MgSO4 IM: 5 gram pada bokong kiri dan 5 gram pada bokong
kanan
Syarat pemberian MgSO4
Terdapat refleks patella, tersedia kalsium glukonas, dan jumlah
urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan. 2013
70. SUPLEMENTASI DAN NUTRISI KEHAMILAN
Nutrisi
Penambahan kalori 300 Kal/Hari dan air 400 ml/hari
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan. WHO. 2013
Suplementasi Kehamilan: Asam Folat
K E B U T U H A N A S A M F O L AT
50-100 g/hari pada wanita normal
300-400 g/hari pada wanita hamil hamil kembar lebih besar lagi
DOSIS
Pencegahan defek pada tube neural: Min. 400 mcg/hari
Defisiensi asam folat: 250-1000 mcg/hari
Riwayat kehamilan sebelumnya memiliki komplikasi defek tube
neural atau riwayat anensefali: 4mg/hari pada sebulan pertama
sebelum kehamilan dan diteruskan hingga 3 bulan setelah konsepsi
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan. WHO. 2013
Suplementasi Kehamilan: Zat Besi
Tablet Tambah Daerah Generik dikemas dalam bungkus warna putih,
berisi 30 tab/bungkus
Memenuhi spesifikasi
Setiap tablet mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg besi elemental
dan 0,25 mg asam folat
Tujuan
Pencegahan preeklampsia bagi semua ibu hamil, terutama
yang memiliki risiko tinggi (riwayat preeklampsia di
kehamilan sebelumnya, diabetes, hipertensi kronik,
penyakit ginjal, penyakit autoimun, atau kehamilan ganda)
Dosis
1,5-2 g/ hari
Metode Kontrasepsi
Barrier
Hormonal
IUD
Operasi/ sterilisasi
Alami
Darurat
KB: Metode Barrier
Menghalangi bertemunya
sperma dan sel telur
Efektivitas: 98 %
Mencegah penularan PMS
Efek samping
Dapat memicu reaksi alergi
lateks, ISK dan keputihan
(diafragma)
Harus sedia sebelum
berhubungan
KB: Metode Hormonal
Kombinasi Progestin
Cara kerja Cara Kerja
Menghambat ovulasi, mengentalkan lendir Mengentalkan lendir serviks penetrasi
serviks penetrasi sperma <<, atrofi sperma terganggu, menjadikan selaput rahim
endometrium implantasi terganggu, dan tipis & atrofi, menghambat transportasi
menghambat transportasi gamet oleh tuba gamet oleh tuba
Suntikan Progestin
Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera)
150mg DMPA, IM di bokong/ 3 bulan
Depo Norestisteron Enantat (Depo Norissterat)
200mg Noretdron Enantat,IM di bokong/ 2 bulan
KB: Penanganan Efek Samping KB Suntik
Pusing dan sakit kepala
Anti prostaglandin untuk mengurangi keluhan, acetosal 500 mg
3 x 1 tablet/hari.
Hematoma
Kompres dingin pada daerah yang membiru selama 2 hari lalu
kompres hangat sehingga warna biru/kuning hilang.
Keputihan
Pengobatan medis biasanya tidak diperlukan. Bila cairan
berlebihan dapat diberikan preparat anti cholinergic seperti
extrabelladona 10 mg 2 x 1 tablet untuk mengurangi cairan
yang berlebihan. Perubahan warna dan bau biasanya
disebabkan oleh adanya infeksi.
Catatan untuk Pil Progestin
Sebaiknya pil diminum setiap hari, lebih baik pada saat yang
sama setiap hari.
Pil yang pertama dimulai pada hari pertama sarnpai hari ke-7
siklus haid.
Sangat dianjurkan penggunaannya pada hari pertama haid.
Pada paket 28 pil, dianjurkan mulai minum pil plasebo sesuai
dengan hari yang ada pada paket.
Beberapa paket pil mempunyai 28 pil, yang lain 21 pil. Bila
paket 28 pil habis, sebaiknya anda mulai minum pil dari paket
yang baru. Bila paket 21 habis, sebaiknya tunggu 1 minggu
baru kemudian mulai minum pil dari paket yang baru.
Bila muntah dalam waktu 2 jam Bila lupa minum 1 pil (hari 1 - 21),
setelah menggunakan pil, ambillah pil segera minum pil setelah ingat boleh
yang lain. minum 2 pil pada hari yang sama.
Bila terjadi muntah hebat, atau diare Tidak perlu menggunakan metode
lebih dari 24 jam, maka bila keadaan kontrasepsi yang lain.
memungkinkan dan tidak Bila lupa 2 pil atau lebih (hari 1 - 21),
memperburuk keadaan Anda, pil sebaiknya minum 2 pil setiap hari
dapat diteruskan. sampai sesuai jadual yang ditetapkan.
Bila muntah dan diare berlangsung Juga sebaiknya gunakan metode
sampai 2 hari atau lebih, Cara kontrasepsi yang lain atau tidak
melakukan hubungan seksual sampai
penggunaan pil mengikuti Cara telah menghabiskan paket pil tersebut.
menggunakan pil lupa.
Bila tidak haid, perlu segera ke klinik
untuk tes kehamilan.
Efek Samping
Nyeri perut, spotting, infeksi, gangguan
haid
Kontra Indikasi
Hamil, kelainan alat kandungan bagian dalam, perdarahan vagina yang tidak diketahui,
sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), tiga bulan terakhir sedang
mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik, penyakit trofoblas yang
ganas, diketahui menderita TBC pelvik, kanker alat genital, ukuran rongga rahim
kurang dari 5 cm
EPO. (2008). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau Intra Uterine Device (IUD). Diambil pada tanggal 20 Mei 2008 dari
http://pikas.bkkbn.go.id/jabar/program_detail.php?prgid=2
KB: Kontrasepsi Mantap
Definisi
Menutup tuba falopii (mengikat dan
memotong atau memasang cincin),
sehingga sperma tidak dapat bertemu
dengan ovum
oklusi vasa deferens sehingga alur
transportasi sperma terhambat dan
proses fertilisasi tidak terjadi
Efek Samping
Nyeri pasca operasi
Kerugian
Infertilitas bersifat permanen
KB: Metode Alami
Menghitung masa subur
Periode: (siklus menstruasi terpendek 18) dan (siklus menstruasi terpanjang -
11)
Menggunakan 3 6 bulan siklus menstruasi
Indikasi
Kesalahan penggunaan kontrasepsi
Wanita korban perkosaan kurang dari 72 jam
MAL Mulai segera Manfaat kesehatan bagi ibu Harus benar-benar ASI eksklusif
dan bayi Efektivitas berkurang jika sudah
mulai suplementasi
Kontrasepsi Jangan sebelum 6-8mg Akan mengurangi ASI Merupakan pilihan terakhir bagi
Kombinasi pascapersalinan Selama 6-8mg pascapersalinan klien yang menyusui
Jika tidak menyusui mengganggu tumbuh kembang Dapat diberikan pada klien dgn
dapat dimulai 3mg bayi riw.preeklamsia
pascapersalinan Sesudah 3mg pascapersalinan
akan meningkatkan resiko
pembekuan darah
Kontrasepsi Bila menyusui, jangan Selama 6mg pertama Perdarahan ireguler dapat terjadi
Progestin mulai sebelum 6mg pascapersalinan, progestin
pascapersalinan mempengaruhi tumbuh
Bila tidak menyusui kembang bayi
dapat segera dimulai Tidak ada pengaruh pada ASI
AKDR Dapat dipasang Tidak ada pengaruh terhadap Insersi postplasental memerlukan
langsung ASI petugas terlatih khusus
pascapersalinan Efek samping lebih sedikit pada
klien yang menyusui
Kondom/Sper Dapat digunakan setiap Tidak pengaruh terhadap laktasi Sebaiknya dengan kondom dengan
misida saat pascapersalinan pelicin
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan
Oligomenorea Menstruasi yang jarang atau dengan perdarahan yang sangat sedikit
Metrorrhagia Perdarahan pada interval yang tidak teratur, biasanya diantara siklus
Waktu Pemberian:
TT1 dapat diberikan sejak diketahui positif hamil dimana
biasanya diberikan pada kunjungan pertama ibu hamil ke sarana
kesehatan (Depkes RI, 2000)
Kandidosis Hanya terapi azol topikal untuk 7 hari (rekomendasi: Terkonazol cream)
Vulvovagina
75. Obat Kontraindikasi pada Kehamilan
Sumber: http://www.gynob.com/fh.htm
77. Kanker Serviks
Keganasan pada serviks Faktor Risiko :
Perubahan sel dari normal pre HPV (faktor utama) 50% oleh
kanker (displasia) kanker HPV 16 & 18
Insidens : usia 40-60 tahun Multipartner
Merokok
Riwayat penyakit menular
seksual
Berhubungan seks pertama pada
usia muda
Kontrasepsi oral
Multiparitas
Status ekonomi sosial rendah
Riwayat Keluarga
Imunosupresi
Defisiensi nutrien dan vitamin
Kanker Serviks: Patogenesis
The oncogenic
proteins
http://media.jaapa.com/Images/2009/
Kanker Serviks: Tanda dan Gejala
Perdarahan pervaginam
Perdarahan menstruasi lebih lama dan lebih banyak dari
biasanya
Perdarahan post menopause atau keputihan >>
Perdarahan post koitus
Nyeri saat berhubungan
Keputihan (terutama berbau busuk + darah)
Massa pada serviks, mudah berdarah
Nyeri pada panggul, lumbosakral, gluteus, gangguan
berkemih, nyeri pada kandung kemih dan rektum
Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Kanker Serviks: Diagnostik
Diagnostik
Pelayanan primer: anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pelayanan Sekunder: kuret endoserviks, sistoskopi,
IVP, foto toraks dan tulang, konisasi, amputasi serviks
Pelayanan Tersier: Proktoskopi
Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Kanker Serviks
Displasia Serviks
Perubahan abnormal pada sel di permukaan
serviks, dapat terlihat dari pengamatan
mikroskopik
Histologi
Cervical intraepithelial neoplasia (CIN) I
(mild) a benign viral infection
CIN II (moderate)
CIN III (severe)
Sitologi
low-grade SIL (squamous intraepithelial
lesion)low-grade lesions
high-grade SIL (HSIL) high-grade
dysplasia
Kanker Serviks: Klasifikasi
Kanker Serviks: Pembagian
http://www.sh.lsuhsc.edu/fammed/Images/PAP-fig1.jpg
Kanker Serviks: Stadium
Lesi Pra Kanker: Tatalaksana LSIL
Skrining 12
bulan
Observasi
LSIL ulang test 3
bulan
(+) Kolposkopi
LSIL/HSIL
Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Lesi Pra Kanker: Tatalaksana HSIL
(-) Observasi
- Observasi
NIS I DNA HPV
+ Ablasi
NIS II + Ablasi
Konisasi
Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
78. Fisiologi Menyusui
Reflek Prolaktin
Bayi mulai menyusu (rangsangan fisik) sinyal-
sinyal ke kelenjar hipotalamus di otak (hipofise
anterior) untuk menghasilkan hormon prolaktin
beredar dalam darah dan masuk ke
payudara,memerintahkan alveolus untuk
memproduksi ASI
Diagnosis
Payudara (biasanya unilateral) keras,
memerah, dan nyeri
Dapat disertai benjolan lunak
Dapat disertai demam > 38 C
Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan
ke-4 postpartum, namun dapat terjadi
kapan saja selama menyusui
Faktor Predisposisi
Bayi malas menyusu atau tidak menyusu
Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan
Puting yang lecet
Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak sempurna
Bra yang ketat dan menghambat aliran ASI
Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui
Mastitis & Abses Payudara: Tatalaksana
Tatalaksana Umum Abses Payudara
Tirah baring & >> asupan cairan Stop menyusui pada payudara yang
Sampel ASI: kultur dan diuji sensitivitas abses, ASI tetap harus dikeluarkan
Tatalaksana Khusus Bila abses >> parah & bernanah
Berikan antibiotika : antibiotika
Kloksasilin 500 mg/6 jam PO , 10-14 hari ATAU Rujuk apabila keadaan tidak
Eritromisin 250 mg, PO 3x/hari, 10-14 hari membaik.
Tetap menyusui, mulai dari payudara Terapi: insisi dan drainase
sehat. Bila payudara yang sakit belum Periksa sampel kultur resistensi
kosong setelah menyusui, pompa payudara dan pemeriksaan PA
untuk mengeluarkan isinya.
Jika abses diperkirakan masih
Kompres dingin untuk << bengkak dan banyak tertinggal dalam payudara,
nyeri. Berikan parasetamol 3x500mg PO selain drain, bebat juga payudara
Sangga payudara ibu dengan bebat atau dengan elastic bandage 24 jam
bra yang pas. tindakan kontrol kembali untuk
Lakukan evaluasi setelah 3 hari. ganti kassa.
Berikan obat antibiotika dan obat
penghilang rasa sakit
Gangguan Proses Menyusui:
Inverted Nipple
Etiologi: kongenital
(pendeknya duktus
laktiferus)
Terapi:
Massage dengan minyak
zaitun
Tarik perlahan dan jepit
dengan jari selama
beberapa detik
Menggunakan nipple
shield saaat menyusui
79. Hiperemesis Gravidarum
Definisi
Keluhan mual,muntah pada ibu hamil yang berat hingga
mengganggu aktivitas sehari-hari.
Mulai setelah minggu ke-6 dan biasanya akan membaik dengan
sendirinya sekitar minggu ke-12
Etiologi
Kemungkinan kadar BhCG yang tinggi atau faktor psikologik
Predisposisi
Primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda.
Verberg MFG, et al. Hyperemesis gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update, Vol.11, No.5 pp. 527539, 2005
Hiperemesis Gravidarum: Patofisiologi
Worsen
NVP
Hypochoremic Thiamine
Dehydration Starvation
alkalosis depletion
Hemoconcentration Wernicke
Ketosis
Somnolen/coma encephalopathy
Hypovolemic shock
Acute renal failure
Hepatic
dysfunction
NVP: Nausea and vomiting during pregnancy
1. Cunningham et al. Williams obstetrics. 22nd ed. McGraw Hill; 2005.
2. Verberg MFG, et al. Hyperemesis gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update, Vol.11, No.5 pp. 527539, 2005.
3. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 18216.
Hiperemesis Gravidarum
Emesis gravidarum:
NVP without complication, frequency is usually <5 x/day.
70% of patients: Began between the 4th and 7th menstrual week.
60% of patients: resolution by 12 weeks . 99% of patienst by 20 weeks.
Grade 1 Low appetite, epigastrial pain, weak, pulse 100 x/min, systolic BP low, signs of
dehydration (+)
Grade 2 Apathy, fast and weak pulses, icteric sclera (+), oliguria, hemoconcentration,
aceton breath
Grade 3 Somnolen coma, hypovolemic shock, Wernicke encephalopathy.
1. http://student.bmj.com/student/view-article.html?id=sbmj.c6617. 2. http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview#a0104. 3. Bader TJ.
Ob/gyn secrets. 3rd ed. Saunders; 2007. 4. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 18216.
Hiperemesis Gravidarum: Tatalaksana
Tatalaksana umum Hiperemesis Gravidarum:
Pertahankan kecukupan nutrisi ibu.
Istirahat cukup dan hindari kelelahan
Tatalaksana Medikamentosa
10 mg doksilamin + 10 mg piridoksin hingga 4 tablet per hari (2
tablet saat akan tidur, 1 tablet saat pagi dan 1 tablet saat siang)
Dimenhidrinat 50-100 mg per oral atau supositoria 4-6 kali
sehari ATAU prometazine 5-10 mg 3-4 kali sehari per oral atau
supositoria dapat diberikan bila doksilamin tidak berhasil
Bila masih tidak teratasi dapat diberikan Ondansetron 8 mg per
oral tiap 12 jam atau Klorpromazin 10-25 mg per oral atau 50-
100 mg IM tiap 4-6 jam bila masih belum teratasi dan tidak
terjadi dehidrasi.
Hiperemesis Gravidarum: Tatalaksana
Atasi dehidrasi dan ketosis
Berikan Infus Dx 10% + B kompleks IV
Lanjutkan dengan infus yang mempunyai komposisi kalori dan elektrolit
yang memadai seperti: KaEN Mg 3, Trifuchsin dll.
Balans cairan ketat hingga tidak dijumpai lagi ketosis dan
defisit elektrolit
Berikan suport psikologis
Jika dijumpai keadaan patologis: atasi
Nutrisi per oral diberikan bertahap dan jenis yang diberikan
sesuai apa yang dikehendaki pasien
Infus dilepas bila kondisi pasien benar-benar telah segar
dan dapat makan dengan porsi wajar
http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview
80. Anatomi Panggul
PANGGUL ANDROID
Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Umumnya pria
mempunyai jenis seperti ini. Panjang diameter transversa dekat
dengan sakrum. Pada wanita ditemukan 15%.
PANGGUL ANTHROPOID
Bentuk pintu atas panggul agak lonjong seperti
telur. Panjang diameter anteroposterior lebih besar daripada
diameter transversa. Jenis ini ditemukan 35% pada wanita
PANGGUL PLATYPELOID
Sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada
arah muka belakang. Ukuran melintang jauh lebih besar daripada
ukuran muka belakang. Jenis ini ditemukan pada 5% perempuan.
81. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.
Analitik Deskriptif
Case report
Case series
Observational Experimental
Cross-sectional
Cohort study
Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.
Case-control study
Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
PAST PRESENT FUTURE
Time
Assess exposure
Cross -sectional study and outcome
Assess Known
Case -control study exposure outcome
Known Assess
Prospective cohort exposure outcome
Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.
Kategorik
Numerik ANOVA Kruskal Wallis**
(>2 kategori)
Incidence rate/ Frekuensi kasus baru yang berjangkit dalam suatu populasi (rumus:
insidens jumlah kasus baru/ jumlah populasi berisiko).
Attack rate Jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah/ outbreak yang
berjangkit dalam suatu populasi.
Contoh incidence rate vs incidence density rate
Penelitian yang
memiliki level evidence
paling tinggi adalah
systematic review dan
meta analysis.
89. PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS
Persetujuan tindakan medis secara praktis
dibagi menjadi 2:
Implied consent Pasien tidak menyatakan persetujuan baik secara tertulis maupun
lisan, namun dari tingkah lakunya menyatakan persetujuannya.
Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien
mengulurkan lengan untuk diambil sampel darah.
PASIEN
Bila pasien tidak kompeten, disampaikan kepada:
1. Keluarga pasien, atau
2. Orang yang diberi kuasa oleh pasien atau
keluarga pasien, atau
3. Orang yang mendapat persetujuan tertulis dari
pasien atau keluarga pasien
Pengecualian Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran
UU RS Pasal 38
(1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia
kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dapat dibuka untuk kepentingan
kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan
aparat penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum, atas persetujuan pasien sendiri, atau
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pengecualian Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran
UU RS pasal 44
(1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan
segala informasi kepada publik yang
berkaitan dengan rahasia kedokteran.
(2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut
Rumah Sakit dan menginformasikannya
melalui media massa, dianggap telah
melepaskan hak rahasia kedokterannya
kepada umum.
Pengecualian Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran
PerMenKes RI No.269/MENKES/PER/III/2008 BAB IV Pasal 10:
Informasi tentang identitas, diagnose, riwayat penyakit,
riwayat pemeriksaan, dan riwayat pengobatan dapat dibuka
dalam hal :
untuk kepentingan kesehatan pasien
memenuhi permintaan aperatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum atas perintah pengadilan.
Permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri
Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-
undangan
Untuk kepentingan penelitian, pendidikan atau audit medis sepanjang
tidak menyebutkan identits pasien".
91. KAIDAH DASAR MORAL
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
Pengertian berbuat baik diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih dari diikuti.
sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), Tidak ada pertimbangan lain selain
Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
92. PENOLAKAN TINDAKAN MEDIS
Penolakan tindakan medis umumnya tidak
menimbulkan konflik, kecuali bila tindakan
medis yang dianjurkan perlu untuk
menyelamatkan nyawa.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
93. SEBAB-MEKANISME-CARA KEMATIAN
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
Sebab Kematian
Sebab kematian lebih ditekankan pada alat atau
sarana yang dipakai untuk mematikan korban.
Contoh: karena tenggelam, karena terbakar, karena
tusukan benda tajam, karena pencekikan, karena
kekerasan benda tumpul.
Sebab kematian banyak membantu penyidik dalam
melaksanakan tugas, misalnya untuk mencari dan
menyita benda yang diperkirakan dipakai sebagai alat
pembunuh, sehingga sebab kematian seperti mati
lemas tidak tepat.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
Mekanisme Kematian
Mekanisme kematian menunjukkan bagaimana
korban itu mati setelah umpamanya tertembak atau
tenggelam.
Contoh: karena perdarahan, karena refleks vagal, karena
hancurnya jaringan otak
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
Cara Kematian
Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal 3 cara
kematian, yaitu:
1. Wajar: kematian korban karena penyakit, bukan
karena kekerasan atau rudapaksa.
2. Tidak wajar, yang dibagi menjadi kecelakaan, bunuh
diri, dan pembunuhan.
3. Tidak dapat ditentukan, yang disebabkan karena
keadaan mayat telah sedemikian rusak atau busuk
sehingga luka atau penyakit tidak dapat ditemukan
lagi.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM
Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh
2 terputus (non-continuous) dan letaknya pada (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian
leher bagian atas leher tidak begitu tinggi
Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan
3
sisi leher kuat dan diletakkan pada bagian depan leher
Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian
3
letaknya pada bagian samping leher depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat
Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada
7
untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat kasus pembunuhan
Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban
10
kasus gantung diri sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
94. VISUM ET REPERTUM
Dasar: PASAL 133 KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada
ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya
Wewenang penyidik
Tertulis (resmi)
Terhadap korban, bukan tersangka
Ada dugaan akibat peristiwa pidana
Bila mayat:
Identitas pada label
Jenis pemeriksaan yang diminta
Ditujukan kepada: ahli kedokteran forensik / dokter di
rumah sakit
Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh
2 terputus (non-continuous) dan letaknya pada (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian
leher bagian atas leher tidak begitu tinggi
Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan
3
sisi leher kuat dan diletakkan pada bagian depan leher
Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian
3
letaknya pada bagian samping leher depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat
Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada
7
untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat kasus pembunuhan
Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban
10
kasus gantung diri sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
96. Rhinosinusitis
DIAGNOSIS CLINICAL FINDINGS
2/lebih gejala: obstruksi nasal/rhinorea ditambah nyeri wajah atau
hiposmia/anosmia.
Nyeri pipi: sinusitis maksilaris
RINOSINUSITI
Nyeri retroorbital: sinusitis etmoidalis
S AKUT
Nyeri dahi atau kepala: sinusitis frontalis
Akut bila gejala sampai 4 minggu, lebih dari 3 minggu sampai 3 bulan disebut
subakut.
Kronik: > 3 bulan. Gejala tidak spesifik, dapat hanya ada 1 atau 2 dari gejala berikut:
SINUSITIS sakit kepala kronik, postnasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan
KRONIK telinga akibat sumbatan tuba, sinobronkitis, pada anak gastroenteritis akibat
mukopus yang tertelan.
Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris, dan hanya terpisahkan oleh tulang
SINUSITIS tipis. Infeksi gigi rahang atas mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui
DENTOGEN pembuluh darah dan limfe.
Tuli konduktif:
gangguan hantaran
suara di telinga luar-
telinga tengah
Tuli sensorineural:
Lesi di labirin, nervus
auditorius, saraf
pusat
Tuli campuran
Terdapat gabungan
keduanya
97. Tuli
Tes pendengaran kualitatif:
Rinne
Weber
Schwabach
Bing
Tes bisik
Panjang ruangan minimal 6 meter
Nilai normal: 5/6-6/6
Petunjuk diagnostik:
Otorea rekuren/kronik
Penurunan pendengaran
Perforasi membran timpani
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
99. TONSILITIS
Acute tonsillitis:
Bakteri penyebab: GABHS, pneumococcus,
S. viridan, S. pyogenes.
Detritus tonsilitis folikularis
Detritus bergabung, membentuk alur
tonsillitis lakunaris
Gejala: nyeri tenggotok, odinofagia,
demam, malaise, otalgia.
Th: penicillin atau erythromicin
Tonsilitis kronik
Tonsil membesar dengan permukaan tidak
rata, kriptus melebar, & beberapa terisi
detritus.
Gejala: rasa mengganjal, kering, & halitosis
(1) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. (2) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
100. GANGGUAN PENDENGARAN
Otosklerosis
Spongiosis tulang stapes (tersering) rigid tidak bisa menghantarkan
suara ke labirin
Otosklerosis terkait faktor genetik, -2/3 pasien memiliki saudara dengan
kelainan serupa.
Rasio perempuan: laki-laki 2:1.
Ketulian mulai timbul pada usia 10-30 tahun dan bersifat progresif.