PENDAHULUAN
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia
yang dilakukan secara berkelanjutan. Tujuan pembangunan tersebut dapat dicapai dengan
menyelenggarakan program pembangunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan
terarah. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Visi
pembangunan nasional yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah
mewujudkan Indonesia sehat tahun 2010. Tujuan diselenggarakannya pembangunan
kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. (Depkes RI, 2004).
Aging atau penuaan berhubungan dengan adanya dua fenomena, yaitu penurunan
fisiologik tubuh dan peningkatan terjadinya penyakit (Fowler, 2003). Dengan kata
lain, aging adalah suatu proses fisiologis yang akan di alami oleh semua mahluk hidup
(Wibowo, 2003).
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu
cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa
secara khusus pada lansia.
Bagi setiap orang yang sedang mengalami proses perkembagan menuju usia lanjut
perlu memahami segala perubahan. Perubahan yang barangkali tidak dipahami dan tidak
disadari. Lansia akan membuat seseorang mengalami penurunan semua fungsi indera, lansia
juga akan menurunkan kemampuan motorik. Bagi orang-orang disekitarnya, yang memiliki
orangtua atau kakek dan nenek yang menapaki lansia juga perlu memahami perkembangan
mereka. Pemahaman tersebut akan sangat membantu mengurusi dan memberi perhatian lebih
pada anggota keluarga yang memasuki usia lanjut.
Oleh karena itu, menurut Havighurst (Hurlock, 1999) sebagian tugas perkembangan
usia lanjut (lansia) lebih banyak berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang daripada
kehidupan orang lain. Memahami hal ini akan sangat bermanfaat untuk yang sedang
memasuki tahap perkembangan lansia. Hal itu juga akan sangat berguna bagi yang memiliki
anggota keluarga yang dalam masa lansia. Adapun tugas perkembangan tersebut antara lain:
Hal ini sering diartikan sebagai perbaikan dan perubahan peran yang pernah
dilakukan di dalam maupun di luar rumah. Mereka diharapkan untuk mencari kegiatan
sebagai pengganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagaian besar waktu kala
mereka masih muda.
2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income (penghasilan) keluarga
Pada usia ini, lansia sudah memasuki masa pensiun dan tidak bekerja lagi, sehingga
pemasukan yang ada hanya berasal dari dana pensiun maupun dari pemberian anak-anak
mereka.
Sebagaian besar orang lansia perlu mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan
peristiwa kematian suami atau istri. Kejadian seperti ini lebih menjadi masalah dengan
peristiwa kematian suami atau istri. Dimana kematian suami berarti berkurangnya pendapatan
dan timbul bahaya karena hidup sendiri dan melakukan perubahan dalam aturan hidup.
4. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sesuai
Pada lansia, mereka membangun ikatan dengan anggota dari kelompok usia mereka,
untuk menghindari kesepian akibat ditinggalkan anak yang tumbuh besar dan masa pensiun.
Walaupun begitu, tidak disarankan untuk menitipkan mereka ke panti jompo. Ini adalah
saatnya bagi orang-orang disekitarnya untuk merawat dan mengurangi rasa kesepiannya.
Membangun hubungan emosional dan sosial dengan mereka akan mengurangi rasa kesepian
yang kadang mereka rasakan.
Menyadari bahwa menurunnya kesehatan dan fungsi-fungsi fisik, pada masa lansia
mereka berusaha untuk mempertahankan dan mengatur kegiatan sehari-hari yang
berhubungan dengan kesehatan, yaitu berolahraga maupun mengatur pola makan.
Pada lansia, individu mengalami perubahan peran. Dimana, para lansia mempunyai
pengalaman lebih daripada orang yang lebih muda, sehingga peran lansia biasanya diminta
untuk memberi pendapat, masukan ataupun kritikan, dan partisipasi lansia terhadap
kehidupan sosial. Pemberian peran tersebut akan membuat kesehatan fikir dan fisiknya akan
terjaga baik. Termasuk mengurangi percepatan kepikunan. Lansia (usia lanjut) akan dialami
oleh tiap orang. Masa itu adalah takdir yang tak bisa ditolak oleh siapapun. Oleh karena itu,
pemahaman terhadap perkembangan lansia (lanjut usia) sangat bermanfaat merawat dan
memberi perhatian pada mereka. Juga akan berguna bagi kita nanti saat memasuki masa
lansia.
1.3 Tujuan
1. Bagi penulis, mini project ini menjadi pengalaman yang berguna dalam menerapkan
ilmu pengetahuan yang diperoleh sebelum internship.
2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
tentang pentingnya memahami kesehatan pada lansia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi lanjut usia
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk
infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. ( Wahyu, 2009)
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya
penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi
menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan
jiwa secara khusus pada lansia.
Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang
mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut
aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial
yang menyertai kehidupan lansia. Diperkirakan Indonesia mulai tahun
1990 hingga 2023 lansia (umur 60 ke atas) akan meningkat hingga
41,4 % (geriatric and psychigeriatric workshop training for trainers,
2008) masalah yang paling banyak adalah demensia, delerium,
depresi, paranoid dan ansietas.
Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut
1. Menyesuaikan diri terhadap ketahanan dan kesehatan yang
berkurang.
2. Menyesuaikan diri terhadap masa pensiun dan berkurangnya
pendapatan.
3. Menyesuaikan diri terhadap kemungkinan ditinggalkan pasangan
hidup
4. Mempertahankan kehidupan yang memuaskan dan mencari
makna hidup.
5. Menjaga hubungan baik dengan anak
6. Membina hubungan dengan teman sebaya dan berperan serta
dalam organisasi sosial
1. Depresi
a. Tanda dan gejala
Frekuensi tampak bertambah sesuai usia, meski laju relaps, yaitu
waktu antara dua episod depresi tampak berkurang. Frekuensi bunuh diri
juga naik tajam dengan penuaan. Namun ada bukti baik bahwa ciri
tertentu depresi, yaitu gangguan obsesional dan fobik berkurang dengan
penuaan.
Studi epidemiologik depresi pada manula diganggu oleh kebingungan
antara depresi dan demensia. Anggota keluarga pasien demensia sering
membawa pasien dengan keluhan utama depresi tanpa adanya gangguan
mood sejati apapun. Psikiater harus mengenali kurangnya bicara,
melambatnya gait (cara berjalan), mendatarnya afek dan turunnya minat
dalam dan keterlibatan dengan aktivitas sosial dan personal, yang
semuanya menunjukkan depresi pada pasien muda, bila tanpa disforia
jelas, pertanda demensia dini pada pasien tua. Penentuan kognitif yang
akan menentukan defisit pada demensia, bila sesuai, dapat membuat
lebih jelas diagnosa demensia.
Depresi dapat terjadi bersamaan dengan demensia dan merupakan
konkomitan sering dari stadium awal penyakit Alzheimer (stadium 3-5
pada Global Deterioration Scale). Bila depresi terjadi dalam konteks
penyakit Alzheimer, gejala tersering adalah berlinang air mata, yang
sering disertai tanda awal gangguan tidur khas, kecurigaan, cemas, dan
agitasi, yang membentuk sindrom perilaku dari penyakit Alzheimer. Gejala
lain, yang mengingatkan pada depresi dalam konteks lain, dapat terjadi
pada sindrom depresif dari penyakit Alzheimer, termasuk keluhan
somatik dan perilaku obsesif. Disforia pervasif relative jarang sekali dan
pasien Alzheimer dengan depresi sangat jarang menunjukkan perilaku
bunuh diri. Pernyataan maneristik seperti saya berharap saya mati,
sering ditemukan pada penyakit Alzheimer, tapi pernyataan itu tidak
disertai rencana bunuh diri, sikap atau tindakan kea arah itu.
Berbeda dengan psikosis, depresi tampak tak pernah terjadi pada
stadium lebih lanjut dari penyakit Alzheimer, meski sering merupakan
manifestasi paling awal dari penyakit itu dan dapat mendahului gejala
kognitif sejauh banyak bulan atau tahun.
Depresi juga sering terjadi bersama infark atau cidera otak lain,
dengan atau tanpa demensia serentak. Patologi yang menimpa regio otak
frontal dipercayai khususnya terkait dengan simtomatologi afektif. Depresi
berkaitan dengan infark otak secara khas berkaitan dengan inkontinensia
emosional, yaitu episod mendadak menangis tanpa disforia pervasive,
konsisten, atau afektif.
Selain demensia dan trauma otak jelas, depresi pada manula sering
disebabkan oleh patologi fisik dengan etiologi beraneka. Misal, gangguan
elektrolit akibat diuretik saja atau bersamaan dengan obat lain dapat
menyebabkan presentasi gangguan mood, juga defisiensi vitamin B12
akibat malabsorpsi yang mungkin berkaitan dengan operasi saluran
cerna.
b. Terapi
Penyakit depresi primer (idiopatik) pada manula bersifat serius dan dalam
banyak hal merupakan keadaaan yang mengancam nyawa. Cara terapi
yang harus diberikan prioritas meliputi antidepresan, ECT, dan MAO-
inhibitor. (Harold, 1994)
1) Anti-depresan
Semakin luas jenisnya, semuanya berpotensi berguna bagi manula.
Diantaranya paling disukai untuk manula adalah amina sekunder,
termasuk desipramin dan nortriptilin, sebagian karena mareka kurang
menimbulkan hipotensi dari pada amina tersier. Desipramin sangat
rendah efek samping antikolinergiknya dibandingkan antidepresan lain
umumnya, ini menguntungkan karena manula diketahui kurang aktif
fungsi neurotransmitter kolinergik dan dipercaya khususnya peka
terhadap efek samping antikolinergik. Nortriptilin jgua sering di anggap
obat terpilih untuk manula karena mampu dipantau jendela terapeutik
berupa kadar darah berhubungan dengan reaksi klinis. Fluoxetin dan
bupropion dapat berguna khususnya pada manula karena berefek
samping antikolenergik minimal. (Harold, 1994)
2) ECT
Dapat menjadi terapi terpilih untuk depresi pada manula, khususnya
jika faktor jantung membatasi atau memustahilkan obat antidepresen
atau jika penolakan makan merupakan ancaman akut bahkan masalah
mengancam jiwa.Risiko ECT sangat rendah dan sering kurang dari
farmakoterapi. Setiap risiko terapi harus dipertimbangkan terhadap risiko
depresi, terhadap status mental pasien dan setiap resiko bunuh diri.
(Harold, 1994)
3) MAOI
Aman untuk manula bila diberikan dengan kewaspadaan lazim. Pada
manula, terapi depresi akibat penyakit lain tidak berbeda jauh dari terapi
depresi idiopatik kecuali bahwa terapi gangguan yang mendasari, jika
mungkin, dapat mendahului atau mengesampingkan perlunya menterapi
gejala afektifnya secara lebih langsung. Bila depresi dan demensia terjadi
bersamaan, terapi depresi mungkin dapat atau tidak mengakibatkan
resolusi gangguan kognitif. Meski jika gangguan kognitif remisi
seluruhnya, pada sekitar separuh kasus itu, gejala dini kehilangan kognitif
akan jelas lagi dalam sekitar 2-3 tahun. (Harold, 1994)
Kaplan, Harold I & Benjamin J. Sadock. 1994. Buku Saku Psikiatri Klinik. Jakarta:
Binapura Aksara.
Kusumawati, Farida & Yudi Hartono. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatn Jiwa. Bandung:
Refika Aditama.
Maramis, W.F. 1994. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Purwaningsih, Wahyu & Ina Karlina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakartaa
: Nuha Medika