Anda di halaman 1dari 17

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan

anormali penis yang paling sering.perkembangan uretra in uretro di mulai usia 8

minggu dan selesai dalam 15 minggu.Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan

uretra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari

kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan

lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah

lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis.

Ada berbagai derajat kelainan letak ini seperti pada glandular (letak meatus yang

salah pada glands), korona (pada sulkus korona), penis (di sepanjang batang penis),

penoskrotal (pada pertemuan ventra penis dan skrotum), dan perineal (pada

perineum). Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang

menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa yang di kenal

sebagai chordee, pada sis ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral

dari penis.

Tidak ada masalah fisik yang berhubungan dengan hipospadia pada bayi baru

lahir atau pada anak-anak remaja. Namun pada orang dewasa, chordee akan

menghalangi hubungan seksual; infertilitas dapat terjadi pada hipospadia

penoskrotal atau perineal; dapat timbul stenosis meatus, menyebabkan kesulitan

dalam mengatur aliran urin; dan sering terjadi kriptokridisme.


Penanganan hipospadia dengan chordee adalah dengan pelepasanchordee dan

resrtukturisasi lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus di lakukan

sebelum usia saat belajar untuk menahan bdekemih, yaitu biasanya sekitar usia 2

tahun. Prepusium dipakai untuk proses rekonstruksi; oleh karena itu bayi dengan

hipospadia tidak boleh di sirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi tanpa hipospadia,

dan diatasi dengan melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki fungsi dan

penampilan penis.

Hipospadia terdapat pada kira-kira satu diantara 500 bayi baru lahir. Pada

kasus yang paling ringan, meatus uretra bermuara pada bagian ventral glans penis,

terdapat berbagai derajat malformasi glans dan kulup zakar tidak sempurna pada

sisi ventral dengan penampilan suatu kerudung dosal. Dengan bertambahnya

tingkat keparahan, penis berbelok kearah ventral (chordee) dan uretra pada penis

lebih pendek secara proggresif, tetapi jarak antara meatus dan glans tidak dapat

bertambah secara signifikan sampai chordee di koreksi. Karenanya, hal ini

menyesatkan, mengklasifikasi hipospadia semata-mata atas dasar meatus. Pada

beberapa kasus, meatus terletak pada sambungan penoskrotal: pada kasus ekstrem,

uretra bermuara pada perineum, skrotum bifida dan kadang-kadang meluas kebasis

dorsal penis (transposisi skrotum), dan chordee adalah ekstrem. Pada kasus

demikian, biasanya terdapat di vertikulum uretra yang bermuara pada setinggi

verumontanum, memperlihatkan suatu struktur sisa mollerian (a vestige of

mullerian structures). Pada kasus varian, kurva tura ventral penis terjadi tanpa

hipospadiak meatus uretra. Pada kasus ini, kulup zakar berkerudung dan korpus

spongiosum mungkin kurang berkembang.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen koordinator mata

kuliah Keperawatan Anak yaitu ibu Rita Puspasari, MPH tentang Asuhan

Keperawatan Pada Anak dengan Hipospadia

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi;

b. Untuk mengetahui definisi hipospadia;

c. Untuk mengetahui epidemiologi hipospadia;

d. Untuk mengetahui etiologi hipospadia;

e. Untuk mengetahui klasifikasi hipospadia;

f. Untuk mengetahui tanda dan gejala hipospadia;

g. Untuk mengetahui patofisiologi hipospadia;

h. Untuk mengetahui prognosis hipospadia;

i. Untuk mengetahui komplikasi hipospadia;

j. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang hipospadia;

k. Untuk mengetahui penatalaksanaan hipospadia;

l. mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan hipospadia.


BAB II

Pembahasan

A. Anatomi dan Fisiologi

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari buli-buli

melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan

cairan sperma. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak

pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter uretra eksterna yang terletak

pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Secara anatomis uretra dibagi

menjadi dua bagian yaitu:

1. Uretra pars anterior, yaitu uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum

penis, terdiri dari: pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare, dan meatus

uretra eksterna.
2. Uretra pars posterior, terdiri dari uretra pars prostatika, yaitu bagian uretra

yang dilengkapi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.

Uretra merupakan sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kencing

ke lubang luar, dilapisi membran mukosa yang bersambung dengan membran

yang melapisi kandung kencing. Meatus urinarius terdiri atas serabut otot lingkar

yang membentuk sfingter uretra (Pearce, 2006). Uretra mengalirkan urin dari

kandung kencing ke bagian eksterior tubuh. Uretra laki-laki panjangnya mencapai

20 cm dan melalui kalenjar prostat dan penis. Ada tiga bagian uretra (Sloane,

2003), yaitu:

1. Uretra prostatik Dikelilingi oleh kalenjar prostat. Uretra ini menerima dua

duktus ejakulator yang masing-masing terbentuk dari penyatuan duktus

deferen dan duktus kalenjar vesikel seminal, serta menjadi tempat

bermuaranya sejumlah duktus dari kalenjar prostat.

2. Uretra membranosa Bagian yang terpendek (1 cm sampai 2 cm). Bagian ini

berdinding tipis dan dikelilingi oleh otot rangka sfingter uretra eksternal.

3. Uretra kavernous (penile, bersepons) Merupakan bagian yang terpanjang.

Bagian ini menerima duktus kalenjar bulbouretra dan merentang sampai

orifisium uretra eksternal pada ujung penis. Tepat sebelum mulut penis,

uretra membesar untuk membentuk suatu dilatasi kecil, fosa navicularis.

Uretra kavernous dikelilingi korpus spongiosum, yaitu suatu kerangka ruang

vena yang besar.

Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral

penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh

melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia
terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga

meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Ada beberapa derajat kelainan pada

glandular (letak meatus yang salah pada glands), korona (pada sulkus korona),

penis (di sepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventral penis dan

skrotum), dan perineal (pada perineum).

B. Pengertian Hipospadia

Hipospadia merupakan suatu kelainan congenital yang dapat dideteksi ketika

atau segera setelah bayi lahir, istilah hipospadia menjelaskan adanya kelainan

pada muara uretra pria. Kelainan hipospadia lebih sering terjadi pada muara uretra,

biasanya tampak disisi ventral batang penis. Seringkali, kendati tidak selalu,

kelainan tersebut diasosiasikan sebagai suatu chordee, yaitu istilah untuk penis

yang melengkuk kebawah. (Speer,2007:168)

Hipospadia adalah congenital anomali yang mana uretra bermuara pada sisi

bawah penis atau perineum. (Suriadi,2010:141)


Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat pada penis

bagian bawah, bukan diujung penis. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan

lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu pada glans penis. Bentuk

hipospadia yang lebih berat terjadi jika luubang uretra terdapat ditengah batang

penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum atau dibawah skrotum.

Kelainan ini sering berhubungan kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang

yang menyebabkan penis melengkung kebawah saat ereksi. (Muslihatum,

2010:163)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Hypospadia adalah

suatu kelainan bawaan dimana letak lubang urethra tidak pada tempat yang

semestinya, melainkan ada dibagian bawah penis.

C. Epidimologi Hipospadia

Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa hipospadia hanya terjadi pada

laki-laki yang dibawa sejak lahir. Angka kejadian diperkirakan 1 diantara 500

bayi baru lahir dan merupakan anomali penis yang ditemukan. Insidensi kasus

hipospadia. Terbanyak adalah Eropa dilaporkan dari Amerika Serikat, Inggris,

Hungaria telah menunjukkan peningkatan. Di Amerika Serikat, hipospadia terjadi

pada setiap 300-350 kelahiran bayi laki-laki hidup.

Berdasarkan data yang dicatat oleh Metropolitan Atlanta Congenital Defect

Program (MACDP) dan Birth Defect Monitoring Program (BDMP) menyatakan

bahwa insidensi hipospadia mengalami dua kali lipat peningkatan antara

1970-1990. Prevalensi dilaporkan antara 0,3% menjadi 0,8% sejak tahun 1970an.

Insidensi hipospadia meningkat dari 20,2 per 10.000 kelahiran hidup pada 1.970

menjadi 39,7 per 10.000 kelahiran hidup pada tahun 1993. Kajian populasi yang

dilakukan di empat kota Denmark tahun 1989-2003 (North Jutland, Aarhus,


Viborg dan Ringkoebing) tercatat 65.383 angka kelahiran bayi laki-lakidengan

jumlah kelainan alat kelamin (hipospadia) sebanyak 319 bayi.

D. Etiologi Hipospadia

Penyebab yang jelas belum diketahui. Dapat dihubungkan dengan faktor

genetik, lingkungan atau pengaruh hormonal. Namun, ada beberapa factor yang

oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :

1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone Hormone yang dimaksud di sini

adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau

biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang

kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah

terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak

akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan

dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak

sama.

2. Genetika Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi

karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga

ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.\

3. Lingkungan Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah

polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

4. Faktor eksogen yang lain adalah pajanan prenatal terhadap kokain, alcohol,

fenitoin, progestin, rubella, atau diabetes gestasional.

E. Klasifikasi Hipospadia

1. Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternus

a. Tipe sederhana/ Tipe anterior


Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada

tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis,

kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan.

Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.

b. Tipe penil/ Tipe Middle

Terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.Pada

tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya

disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium

bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands

penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi

tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral

prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan

sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan

bedah selanjutnya.

c. Tipe Posterior

Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini,

umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan

skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak

turun.

2. Tipe hipospadia berdasarkan anatomi

a. Anterior: dimana meatus tampak pada bagian inferior dari glands penis.

(Wang,2008)

b. Coronal: dimana meatus tampak pada alur batang penis. (Wang, 2008)
c. Distal: dimana meatus tampak pada bagian bawah batang penis. (Wang,

2008)

F. Tanda dan Gejala Hipospadia

1. Gland penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian

bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.

2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian

punggung penis.

3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan

membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.

4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus

spongiosum tidak ada.

5. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari gland penis.

6. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.

7. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).

8. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.

9. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, bisa kearah bawah,

menyebar, mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok saat

BAK.

G. Patofisiologi Hipospadia

Perkembangan uretra in utero dimulai sekitar usia 8 mingu dan selesai dalam

15 minggu. Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan

ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang
tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu.

Hipospadia terjadi dikarenakan fusi (penyatuan) dari garis tengah dari lipatan

uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari

penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu

sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga

akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi

yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai

chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.

Tidak ada masalah fisik yang berhubungan dengan hipospadia pada bayi baru

lahir atau pada anak-anak remaja. Namun pada orang dewasa dapat menghalangi

hubungan seksual.

H. Prognosis Hipospedia

Dengan perbaikan pada prosedur anastesi, alat jahitan, balutan, dan antibiotik

yang ada sekarang, operasi hipospadia telah menjadi operasi yang cukup sukses

dilakukan. Hasil yang fungsional dari koreksi hipospadia secara keseluruhan

sukses diperoleh, insidens fistula atau stenosis berkurang, dan lama perawatan

rumah sakit serta prognosis juga lebih baik untuk perbaikan hipospadia.

I. Komplikasi Hipospadia

Komplikasi yang biasa terjadi antara lain striktur uretra (terutama pada

sambungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat) atau

fistula.

1. Infertility

2. Resiko hernia inguinalis

3. Gangguan psikososial
Komplikasi paska operasi yang terjadi :

1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat

bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah kulit, yang

biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi.

2. Sturktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh

angulasi dari anastomosis.

3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing

berulang atau pembentukan batu saat pubertas.

4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai

parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat

ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %.

5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak

sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau

pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.

6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau

adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

J. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan

pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat

dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospadi sering disertai

kelainan pada ginjal.

1. Rontgen

2. USG sistem kemih kelamin.

3. BNO-IVP

K. Penatalaksanaan Hipospadia
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah dengan cara operasi.

1. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah

merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang

normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan

dapat melakukan coitus dengan normal.

2. Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum operasi dilakukan bayi

atau anak tidak boleh disirkumsisi karena kulit depan penis digunakan untuk

pembedahan nanti.

3. Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri dari

beberapa tahap yaitu :

a. Operasi Hipospadia satu tahap ( ONE STAGE URETHROPLASTY )

Adalah tekhnik operasi sederhana yang sering digunakan, terutama

untuk hipospadia tipe distal. Tipe distal ini meatusnya letak anterior atau

yang middle. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk

kelainan yang berat. Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk

melakukan 2 tahap. Untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai

dengan kelainan yang jauh lebih berat, maka one stage urethroplasty

nyaris dapat dilakukan. Tipe hipospadia proksimal seringkali di ikuti

dengan kelainan-kelainan yang berat seperti korda yang berat, globuler

glans yan bengkok kearah ventral ( bawah ) dengan dorsal; skin hood

dan propenil bifid scrotum. Intinya tipe hipospadia yang letak lubang air

seninya lebih kearah proksimal ( jauh dari tempat semestinya ) biasanya

diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain di scrotum atau sisa

kulit yang sulit di tarik pada saat dilakukan operasi pembuatan uretra
( saluran kencing ). Kelainan yang seperti ini biasanya harus dilakukan 2

tahap.

b. Operasi Hipospadia 2 tahap

Tahap pertama operasi pelepasan chordee dan tunelling dilakukan

untuk meluruskan penis supaya posisi meatus ( lubang tempat keluar

kencing ) nantinya letaknya lebih proksimal ( lebih mendekati letak yang

normal ), memobilisasi kulit dan preputium untuk menutup bagian

ventral/bawah penis. Tahap selanjutnya ( tahap kedua ) dilakukan

uretroplasty ( pembuatan saluran kencing buatan/uretra ) sesudah 6 bulan.

Dokter akan menentukan tekhnik operasi yang terbaik. Satu tahap

maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan kelainan yang dialami

oleh pasien.

BAB III

Penutup
A. Kesimpulan

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari buli-buli

melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan

cairan sperma. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak

pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter uretra eksterna yang terletak

pada perbatasan uretra anterior dan posterior.

Dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa Hypospadia adalah suatu

kelainan bawaan dimana letak lubang urethra tidak pada tempat yang semestinya,

melainkan ada dibagian bawah penis.

Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa hipospadia hanya terjadi pada

laki-laki yang dibawa sejak lahir. Angka kejadian diperkirakan 1 diantara 500

bayi baru lahir dan merupakan anomali penis yang ditemukan.

Penyebab yang jelas belum diketahui. Dapat dihubungkan dengan faktor

genetik, lingkungan atau pengaruh hormonal.

Klasifikasi hipospadia terbagi menjadi tipe hipospadia berdasarkan letak

orifisum ueretra eksternus dan tipe hipospadia berdasarkan anatomi.

Tanda dan gejala hipospadia adalah gland penis bentuknya lebih datar dan

ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra

eksternus, preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di

bagian punggung penis, adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi

meatus dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan

sekitar, kulit penis bagian bawah sangat tipis. Tunika dartos, fasia Buch dan

korpus spongiosum tidak ada, dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada

dasar dari gland penis, chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis
menjadi bengkok, sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung

skrotum), kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal, dan pancaran air

kencing pada saat BAK tidak lurus, bisa kearah bawah, menyebar, mengalir

melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok saat BAK

Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit

pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di

perineu.

Dengan perbaikan pada prosedur anastesi, alat jahitan, balutan, dan antibiotik

yang ada sekarang, operasi hipospadia telah menjadi operasi yang cukup sukses

dilakukan. Hasil yang fungsional dari koreksi hipospadia secara keseluruhan

sukses diperoleh, insidens fistula atau stenosis berkurang, dan lama perawatan

rumah sakit serta prognosis juga lebih baik untuk perbaikan hipospadia.

Komplikasi yang biasa terjadi antara lain striktur uretra (terutama pada

sambungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat) atau

fistula.

B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari sebagai manusia biasa tak

lepas dari kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun.


Daftar Pustaka

Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media

Aesculapius.

Barbara J. Gruendemann & Billie Fernsebner. (2005). Buku Ajar Keperawatan

Perioperatif Vol. 2. Jakarta: EGC.

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku : Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai