Anda di halaman 1dari 11

GELOMBANG

Ketika Anda berteriak di dekat dinding bangunan atau berteriak di pinggir jurang
menghadap gunung, gelombang bunyi akan dipantulkan oleh permukaan tegar pada
dinding atau gunung sehingga terjadi gema. Jika kalian menyentakkan salah satu ujung tali
yang ujung lainnya diikatkan pada penopang, maka pulsa yang menjalar sepanjang tali
akan dipantulkan kembali mendekati kalian. Peristiwa ini menunjukkan bahwa gelombang
datang dan gelombang pantul saling berinteraksi dalam medium yang sama. Peristiwa
semacam ini dinamakan interferensi.
Interferensi gelombang merupakan salah satu sifat-sifat umum gelombang. Semua
jenis gelombang, baik transversal maupun longitudinal, memiliki sifat-sifat yang sama.
Kita akan membahas beberapa sifat umum gelombang.

A. Superposisi Gelombang
Sekarang kita akan membahas apa yang terjadi apabila dua atau lebih gelombang
yang sejenis merambat dalam medium yang sama, misalnya dua gelombang bunyi
bersama-sama merambat di udara. Untuk memudahkan pembahasan, kita akan meninjau
dua pulsa gelombang yang merambat pada tali. Gambar 2.1 menunjukkan dua pulsa
gelombang pada tali yang merambat dalam arah berlawanan. Ketika kedua pulsa itu
berinteraksi, pergeseran tali sama dengan jumlah aljabar dari pergeseran masing-masing
pulsa. Setelah keduanya berinteraksi, kedua pulsa meneruskan perambatannya tanpa
mengalami perubahan bentuk.

Gambar 2.1 Dua pulsa gelombang merambat pada arah berlawanan sepanjang tali yang
teregang. Setelah berinteraksi, kedua pulsa meneruskan perambatannya tanpa mengalami
perubahan bentuk.

Jadi, jika ada dua gelombang atau lebih menjalar dalam medium yang sama, maka
pergeseran totalnya merupakan jumlah pergeseran dari masing-masing gelombang. Hal ini
dikenal sebagai prinsip superposisi. Secara matematis, jika y1 ( x, t ) dan y2 ( x, t ) berturut-
turut menunjukkan fungsi gelombang dari dua gelombang tali yang merambat dalam
medium yang sama, maka pergeseran tali ketika dua gelombang itu berinteraksi memenuhi
persamaan

y( x, t ) y1 ( x, t ) y2 ( x, t ). (2-1)

Prinsip superposisi merupakan konsekuensi logis dari persamaan gelombang yang


bersifat linear untuk pergeseran transversal kecil. Dengan alasan ini pula prinsip
superposisi juga sering disebut sebagai prinsip superposisi linear.

53
B. Interferensi Gelombang
Superposisi dua atau lebih gelombang sinusoidal disebut interferensi. Hasil
interferensi gelombang-gelombang sinusoidal ini bergantung pada beda fase di antara
gelombang-gelombang yang berinterferensi. Kita akan membahas dua gelombang yang
frekuensi, amplitudo, dan laju sama yang merambat ke arah sumbu- x positif, tetapi kedua
gelombang itu memiliki beda fase . Diandaikan dua gelombang itu berturut-turut
memiliki fungsi gelombang

y1 ( x, t ) A sin( kx t ), (2-2)
dan
y2 ( x, t ) Asin( kx t ). (2-3)

Persamaan (2-2) dapat dinyatakan dalam bentuk


y1 ( x, t ) A sin k x t (2-4a)
k
atau

y1 ( x, t ) A sin kx t . (2-4b)

Persamaan (2-4a) dan Persamaan (2-3) menunjukkan bahwa kedua gelombang itu
mengalami pergeseran satu sama lain sepanjang sumbu- x yang jaraknya / k . Persamaan
(2-4a) dan Persamaan (2-3) menunjukkan bahwa pada titik x tertentu kedua gelombang itu
menimbulkan gerak harmonik sederhana dengan beda waktu sebesar / .
Selanjutnya, kita akan menentukan gelombang resultan, yaitu jumlah dari
Persamaan (2-2) dan Persamaan (2-3). Dengan menggunakan prinsip superposisi,
diperoleh

y( x, t ) y1 ( x, t ) y2 ( x, t ) Asin( kx t ) sin( kx t ).

Dengan menggunakan rumus trigonometri, yaitu

sin A sin B 2 sin 12 ( A B) cos 12 ( A B),

diperoleh

y( x, t ) A2 sin 12 (kx t kx t ) cos 12 (kx t kx t )



y ( x, t ) A2 sin kx t cos
2 2
atau

y ( x, t ) 2 A cos sin kx t . (2-5)
2 2

Gelombang resultan ini menunjukkan sebuah gelombang baru yang memiliki


frekuensi dan bilangan gelombang yang sama dengan gelombang mula-mula, tetapi
memiliki amplitudo 2 A cos( / 2). Jika beda fase antara y1 ( x, t ) dan y2 ( x, t ) sangat kecil

54
dibandingkan dengan 180 o , maka amplitudo resultannya mendekati nilai 2 A, sebab untuk
sangat kecil cos( / 2) cos 0 o 1. Jika 0 o maka kedua gelombang itu memiliki
fase yang sama. Artinya, puncak gelombang y1 ( x, t ) akan bersesuaian dengan puncak
gelombang y2 ( x, t ) dan lembah gelombang y1 ( x, t ) akan bersesuaian dengan lembah
gelombang y 2 ( x, t ). Jika hal ini terjadi, antara y1 ( x, t ) dan y2 ( x, t ) terjadi interferensi
konstruktif dan amplitudo resultannya persis sama dengan dua kali amplitudo masing-
masing gelombang. Sebaliknya, jika beda fase antara y1 ( x, t ) dan y2 ( x, t ) mendekati
180 o , maka amplitudo resultannya hampir sama dengan nol. Hal ini terjadi karena untuk
180 o , cos( / 2) cos 90 o 0. Jika 180 o , maka puncak gelombang y1 ( x, t ) akan
bersesuaian dengan lembah gelombang y2 ( x, t ) dan lembah gelombang y1 ( x, t ) akan
bersesuaian dengan puncak gelombang y 2 ( x, t ). Jika hal ini terjadi, antara y1 ( x, t ) dan
y2 ( x, t ) terjadi interferensi destruktif dan amplitudo resultannya sama dengan nol. Gambar
2.2(a) menunjukkan superposisi dua gelombang dengan beda fase 0 o , sedangkan
Gambar 2.2(b) menunjukkan superposisi dua gelombang dengan beda fase 180 o.

Gambar 2.2 (a) Superposisi dua gelombang yang frekuensi dan amplitudonya sama serta
(hampir) sefase menghasilkan sebuah gelombang yang amplitudonya (hampir) dua kali
amplitudo masing-masing gelombang. (b) Superposisi dua gelombang yang frekuensi dan
amplitudonya sama serta berbeda fase mendekati 180 o menghasilkan sebuah gelombang
yang amplitudonya (hampir) sama dengan nol. Perhatikan bahwa panjang gelombang hasil
superposisi dalam setiap kasus tidak berubah.

Contoh Soal 1
Gambar 2.4 menunjukkan dua pengeras suara A dan B yang dijalankan oleh penguat suara
yang sama sehingga keduanya mampu memancarkan gelombang sinusoidal sefase. Laju
perambatan bunyi di udara 350 m/s. Pada frekuensi berapakah supaya di P terjadi
interferensi (a) konstruktif dan (b) destruktif?

Gambar 2.4 Contoh Soal 2.1.

55
Penyelesaian
Sifat interferensi di P bergantung pada beda lintasan dari titik A dan B ke titik P. Jarak dari
pengeras suara A dan B ke titik P berturut-turut adalah

x AP (2,00 m) 2 (4,00 m) 2 4,47 m


x BP (1,00 m) 2 (4,00 m) 2 4,12 m.

Dengan demikian, beda lintasan itu adalah

d x AP xBP 4,47 m 4,12 m 0,35 m.

(a) Interferensi konstruktif terjadi apabila beda lintasan d 0, , 2 , .... Akan tetapi,
v / f sehingga d 0, v / f , 2v / f , ... nv / f . Jadi, frekuensi yang mungkin
supaya di P terjadi interferensi konstruktif adalah

nv 350 m/s
fn n (n 1, 2, 3, ...)
d 0,35 m
f n 1.000 Hz, 2.000 Hz, 3.000 Hz, ...

(b) Interferensi destruktif terjadi jika beda lintasan d / 2, 3 / 2, 5/2, .... Akan tetapi,
v / f sehingga d v / 2 f , 3v / 2 f , 5v / 2 f , ... Jadi, frekuensi yang mungkin
supaya di P terjadi interferensi destruktif adalah

nv 350 m/s
fn n (n 1, 3, 5, ...)
2d 2(0,35 m)
f n 500 Hz, 1.500 Hz, 2.500 Hz, ...

C. Refleksi dan Transmisi Gelombang

Sekarang kita akan membahas refleksi pulsa gelombang di ujung bebas dari sebuah
dawai yang diregangkan, yaitu ujung yang dapat bergerak bebas dalam arah tegak lurus
terhadap panjang dawai. Hal ini dapat diperoleh dengan cara mengikatkan ujung dawai itu
pada sebuah cincin yang sangat ringan sehingga dapat meluncur tanpa gesekan pada
penopang, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6(b). Ketika pulsa gelombang sampai di
ujung bebas, cincin akan bergerak sepanjang penopang. Ketika cincin mencapai pergeseran
maksimum, cincin diam sesaat. Akan tetapi, dawai menjadi teregang sehingga ujung bebas
dawai ditarik kembali ke bawah dan diperoleh pulsa gelombang yang direfleksikan. Seperti
pada peristiwa refleksi gelombang pada ujung tetap, pulsa yang direfleksikan ini bergerak
berlawanan arah dengan pulsa mula-mula. Akan tetapi, pada ujung bebas arah
pergeserannya sama seperti arah pergeseran pulsa mula-mula. Berbeda dengan refleksi
pada ujung tetap, gelombang yang menuju titik ujung bebas dan gelombang yang
direfleksikan harus berinterferensi konstruktif di titik itu. Jadi, gelombang yang
direfleksikan harus selalu sefasa dengan gelombang datang. Dengan kata lain, pada ujung
bebas gelombang yang direfleksikan tanpa mengalami perubahan fase.
Jika dawai kedua mempunyai massa per satuan panjang yang lebih besar daripada
dawai pertama, seperti Gambar 2.7, maka gelombang yang direfleksikan kembali ke dawai

56
pertama masih akan mengalami pergeseran fase sebesar 180 o . Ketika pulsa gelombang ini
mencapai sambungan dawai, ada bagian pulsa gelombang yang direfleksikan dan
simpangannya terbalik serta ada bagian pulsa gelombang yang ditransmisikan ke dawai
kedua. Pulsa gelombang yang direfleksikan memiliki amplitudo yang lebih kecil daripada
pulsa gelombang datang, karena gelombang yang ditransmisikan akan terus berjalan
sepanjang dawai kedua yang membawa sebagian energi yang datang. Simpangan pulsa
gelombang refleksi yang terbalik ini sama seperti perilaku pulsa gelombang ketika sampai
di ujung tetap.

Gambar 2.7 (a) Sebuah pulsa gelombang merambat ke kanan dari dawai yang massa per
satuan panjangnya kecil ke dawai yang massa per satuan panjangnya lebih besar. (b)
Sebagian pulsa gelombang ini direfleksikan dengan simpangan terbalik, dan sebagian lagi
ditransmisikan ke dawai yang kedua.

Jika dawai kedua mempunyai massa per satuan panjang yang lebih kecil daripada
dawai pertama, maka ada bagian pulsa gelombang yang direfleksikan dan ada pula bagian
pulsa gelombang yang ditransmisikan. Akan tetapi, pulsa gelombang yang direfleksikan ini
terjadi tanpa perubahan fase. Dalam kasus ini, pulsa gelombang yang direfleksikan tidak
mengalami perubahan arah simpangan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 (a) Sebuah pulsa gelombang merambat ke kanan dari dawai yang massa per
satuan panjangnya besar ke dawai yang massa per satuan panjangnya lebih kecil. (b)
Sebagian pulsa gelombang ini direfleksikan dengan simpangan searah dengan pulsa
gelombang datang, dan sebagian lagi ditransmisikan ke dawai yang kedua.

Seperti telah diuraikan dalam Bab 1, laju gelombang transversal pada dawai
bergantung pada massa per satuan panjang dan tegangan dawai, yaitu berdasarkan
Persamaan (1-13). Untuk sambungan dua dawai, tegangan kedua dawai sama besar tetapi
massa per satuan panjang tidak sama. Oleh karena itu, gelombang akan merambat lebih
lambat pada dawai yang massa per satuan panjangnya besar. Seperti diketahui, frekuensi
gelombang tidak berubah. Artinya, gelombang datang, gelombang refleksi, dan gelombang
transmisi memiliki frekuensi yang sama. Dengan demikian, gelombang-gelombang yang
mempunyai frekuensi sama tetapi merambat dengan laju berbeda akan memiliki panjang
gelombang yang berbeda. Dengan mengingat rumus umum gelombang, v / f , dapat
disimpulkan bahwa pada dawai yang massa per satuan panjangnya besar, artinya laju
gelombangnya kecil, panjang gelombangnya lebih pendek. Fenomena perubahan panjang

57
gelombang ketika gelombang itu merambat dalam medium yang berbeda ini dijumpai pada
gelombang cahaya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketika pulsa gelombang merambat
dari medium A ke medium B dan v A vB (artinya, B A ) maka pulsa gelombang yang
direfleksikan akan terbalik. Ketika pulsa gelombang merambat dari medium A ke medium
B dan v A vB (artinya, B A ) maka pulsa gelombang yang direfleksikan tidak
terbalik.

D. Gelombang Berdiri pada Dawai


Gambar 2.9 menunjukkan seutas dawai yang ujung kirinya diikatkan pada
penopang (ujung tetap). Ujung kanan dawai itu digerakkan naik-turun dengan gerak
harmonik sederhana sehingga menghasilkan gelombang berjalan ke kiri. Selanjutnya,
gelombang yang direfleksikan di ujung tetap itu merambat ke kanan. Apa yang terjadi
apabila kedua gelombang itu bergabung? Pola gelombang yang dihasilkan apabila kedua
gelombang itu bergabung ternyata tidak lagi seperti dua gelombang yang berjalan dengan
arah berlawanan, tetapi dawai itu tampak seperti terbagi-bagi menjadi beberapa segmen,
seperti tampak pada foto yang ditunjukkan pada Gambar 2.9(a), 2.9(b), dan 2.9(c). Gambar
2.9(d) menunjukkan bentuk sesaat dawai pada Gambar 2.9(b). Pada gelombang yang
merambat sepanjang dawai, amplitudonya tetap dan pola gelombang merambat dengan laju
yang sama dengan laju gelombang. Untuk gelombang yang disajikan pada Gambar 2.9,
pola gelombang tetap dalam posisi yang sama sepanjang dawai dan amplitudonya berubah-
ubah. Ada titik-titik tertentu yang sama sekali tidak bergerak (amplitudo sama dengan nol).
Titik-titik ini dinamakan simpul dan ditandai dengan S, sedangkan di titik tengah di antara
dua titik simpul terdapat titik perut dan ditandai dengan P (Gambar 2.9(d)). Di titik perut
amplitudonya maksimum. Pada titik simpul terjadi interferensi destruktif, sedangkan pada
titik perut terjadi interferensi konstruktif. Jarak antara dua titik simpul yang berurutan sama
dengan jarak antara dua titik perut yang berurutan, yaitu 12 . Bentuk gelombang seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.9 tidak bergerak sepanjang dawai, sehingga gelombang
ini disebut gelombang berdiri (gelombang stasioner).

(a) (b) (c)

(d)
Gambar 2.9 (a)-(c) Gelombang-gelombang berdiri pada dawai yang diregangkan. Dari (a)
ke (c) frekuensi getaran di ujung kanan bertambah, sehingga panjang gelombang dari
gelombang berdiri itu berkurang. (d) Perbesaran gerak gelombang berdiri pada (b).

Kita dapat menurunkan fungsi gelombang berdiri dengan cara menjumlahkan


fungsi gelombang y1 ( x, t ) dan y2 ( x, t ) yang memiliki amplitudo, periode, dan panjang
gelombang yang sama yang merambat dalam arah berlawanan. Fungsi gelombang y1 ( x, t )
menyatakan gelombang datang yang merambat ke kiri sepanjang sumbu-x positif dan
ketika sampai di x 0 direfleksikan, sedangkan fungsi gelombang y2 ( x, t ) menyatakan

58
gelombang yang direfleksikan yang merambat ke kanan dari x 0. Sebagaimana telah
diuraikan sebelumnya, gelombang yang direfleksikan pada ujung tetap akan terbalik.
Dengan demikian,

y1 ( x, t ) Asin( t kx) (gelombang merambat ke kiri),


y2 ( x, t ) A sin( t kx) (gelombang merambat ke kanan).

Perhatikan bahwa perubahan tanda ini bersesuaian dengan perubahan fase sebesar 180 o
atau rad. Pada x 0 gerakan gelombang yang merambat ke kiri adalah
y1 (0, t ) A sin t dan gerak gelombang yang merambat ke kanan adalah
y2 (0, t ) A sin t A sin( t ). Fungsi gelombang berdiri merupakan jumlah dari
kedua fungsi gelombang di atas, yaitu:

y( x, t ) y1 ( x, t ) y2 ( x, t ) Asin( t kx) sin( t kx).

Dengan menggunakan rumus trigonometri sin A sin B 2 cos 12 ( A B) sin 12 ( A B),


diperoleh

y( x, t ) y1 ( x, t ) y2 ( x, t ) (2 A sin kx) cos t. (2-6)

Persamaan (2-6) memiliki dua variabel bebas, yaitu x dan t. Ungkapan 2 Asin kx
menunjukkan bahwa pada setiap saat bentuk dawai itu merupakan fungsi sinus. Meskipun
demikian, tidak seperti gelombang berjalan pada dawai, bentuk gelombang berdiri tetap
pada posisi yang sama dan berosilasi turun-naik. Setiap titik pada dawai mengalami gerak
harmonik sederhana, tetapi semua titik di antara dua titik simpul yang berurutan berosilasi
sefase.
Persamaan (2-6) dapat digunakan untuk menentukan posisi titik simpul, yaitu titik-
titik yang pergeserannya sama dengan nol. Hal ini terjadi ketika sin kx 0 atau
kx 0, , 2 , 3 , .... Dengan mengingat k 2 / , maka

2
x 0, , 2 , 3 , ....

atau

2 3
x 0, , , , .... (2-7)
2 2 2
(posisi titik-titik simpul gelombang berdiri, dengan ujung tetap di x 0)

Persamaan (2-6) dapat juga digunakan untuk menentukan posisi titik perut, yaitu
titik-titik yang memiliki amplitudo maksimum (baik positif maupun negatif). Letak titik
2
perut ditentukan oleh sin kx sin x yang harus bernilai maksimum. Harga sinus sudut

paling besar, baik positif maupun negatif, berharga 1. Dengan demikian, letak titik perut
dapat ditentukan berdasarkan persyaratan

2
sin x 1

59
2 3 5
x , , , ....
2 2 2
3 5
x , , , .... (2-8)
4 4 4
(posisi titik-titik perut gelombang berdiri, dengan ujung tetap di x 0)

Contoh 2
Dua gelombang merambat berlawanan arah sepanjang dawai sehingga menghasilkan
gelombang berdiri. Gelombang-gelombang itu berturut-turut dinyatakan dengan persamaan
y1 ( x, t ) 4 sin( 3x 2t ) cm dan y2 ( x, t ) 4 sin( 3x 2t ) cm, dengan x dan y dalam cm
dan t dalam sekon. (a) Hitunglah pergeseran maksimum gerakan gelombang berdiri itu
pada x 2,3 cm. (b) Tentukan posisi perut dan simpul.

Penyelesaian
(a) Jika dua gelombang itu dijumlahkan, diperoleh gelombang berdiri yang fungsinya
diberikan oleh Persamaan (2-6), dengan A 4 cm, k 3 rad/s, dan 2 rad/s:

y ( x, t ) (2 A sin kx) cos t (8 sin 3x) cos 2t cm.

Dengan demikian, pergeseran maksimum pada x 2,3 cm adalah

y maks 8 sin 3x x 2,3 cm 8 sin( 6,9 rad) 4,63 cm.


2 2 rad 2
(b) Dengan mengingat k 3 rad/s, diperoleh
cm. Untuk
k 3 rad/cm 3
menentukan posisi simpul digunakan Persamaan (2-7):

2 3 2 3
x 0, , , , .... 0, cm, cm, cm, ...
2 2 2 3 3 3

Untuk menentukan posisi perut digunakan Persamaan (2-8):

3 5 3 5
x 0, , , , .... cm, cm, cm, ...
4 4 4 6 6 6

E. Difraksi Gelombang
Untuk memahami peristiwa difraksi, kita akan meninjau gelombang air.
Gambar 2.10 menunjukkan pola gelombang lurus pada permukaan air yang datang pada
celah sempit. Lebar celah itu dibuat lebih kecil daripada panjang gelombang. Perhatikan
bahwa gelombang yang keluar dari celah tidak lagi gelombang lurus, tetapi gelombang
melingkar yang menyebar ke segala arah. Ingat, seperti dapat ditunjukkan dengan tangki
gelombang, ada dua pola gelombang air, yaitu gelombang lurus dan gelombang lingkaran.
Jadi, gelombang yang datang pada celah telah dibelokkan.

60
Gambar 2.10 Apabila pola gelombang lurus datang pada celah, gelombang yang ke luar
dari celah membentuk pola gelombang lingkaran.

Peristiwa difraksi gelombang dapat dijelaskan dengan menggunakan teori Huygens


tentang perambatan gelombang. Menurut Huygens, setiap titik pada permukaan gelombang
dapat dianggap sebagai sumber gelombang yang berbentuk lingkaran. Gelombang
lingkaran yang berasal dari titik-titik di permukaan gelombang ini dikenal sebagai
gelombang sekunder. Garis singgung pada permukaan gelombang sekunder ini akan
memberikan muka gelombang baru. Semakin lebar celah, muka gelombang yang keluar
dari celah semakin mirip dengan garis lurus sehingga sinar-sinar gelombang yang arahnya
tegak lurus terhadap muka gelombang ini tidak banyak mengalami pembelokan. Akan
tetapi, jika celahnya semakin sempit maka muka gelombang yang merupakan garis
singgung gelombang sekonder yang berasal dari celah mulai menyimpang dari garis lurus
sehingga sinar-sinar gelombang yang menunjukkan arah penjalaran gelombang akan
mengalami pembelokan yang lebih besar. Jadi, jika celahnya semakin sempit
pembelokannya akan semakin besar.
Gelombang bunyi memiliki panjang gelombang dalam orde meter, sehingga
biasanya selalu mengalami difraksi. Mengapa demikian? Beberapa penghalang seperti
pintu dan jendela memiliki ukuran dalam orde panjang gelombang bunyi. Sebaliknya,
peristiwa difraksi cahaya jarang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Panjang gelombang
cahaya berorde 10 4 mm dan penghalang yang dijumpai selalu lebih besar daripada orde
ini.

F. Polarisasi Gelombang
Gejala interferensi dan difraksi dapat terjadi pada semua jenis gelombang, baik
gelombang transversal maupun gelombang longitudinal. Akan tetapi, gejala polarisasi
hanya ditemukan pada gelombang transversal.

(a) (b)

Gambar 2.11 Gelombang transversal pada tali terpolarisasi linear (a) pada bidang vertikal
dan (b) pada bidang horisontal.

Untuk memahami konsep dasar polarisasi, kita akan membicarakan lagi gelombang
transversal pada tali. Seutas tali dapat digetarkan pada bidang vertikal seperti pada Gambar
2.11(a) atau pada bidang horisontal seperti pada Gambar 2.11(b). Gelombang-gelombang
yang bergetar dalam bidang vertikal atau horisontal ini dikatakan terpolarisasi linear.
Artinya, osilasi hanya terjadi pada bidang tertentu. Jika diletakkan penghalang yang berupa
celah vertikal pada arah penjalaran gelombang, seperti pada Gambar 2.12, gelombang yang
terpolarisai vertikal dapat melewatinya. Akan tetapi, gelombang yang terpolarisasi
horisontal tidak dapat melewati celah ini. Sebaliknya, jika diletakkan celah horisontal,

61
gelombang yang terpolarisasi vertikal tidak dapat melewatinya. Jika horisontal dan vertikal
digunakan bersama-sama, kedua gelombang terpolarisasi ini akan berhenti. Perlu
ditegaskan lagi bahwa polarisasi hanya dapat terjadi pada gelombang transversal dan
tidak dapat terjadi pada gelombang longitudinal. Sebagaimana telah diuraikan di depan,
dalam gelombang longitudinal gerakan partikel-partikel medium searah dengan penjalaran
gelombang sehingga keberadaan celah tidak dapat menghentikan gerak gelombang.

Gambar 2.12 Gelombang yang terpolarisasi vertikal dapat melewati celah vertikal, tetapi
gelombang longitudinal yang terpolarisasi horisontal tidak dapat melewatinya.

G. Dispersi
Jika gelombang merambat pada medium di mana laju gelombang dalam medium
itu tidak bergantung pada frekuensi atau panjang gelombang, maka medium itu dinamakan
medium tak dispersif dan gelombangnya dinamakan gelombang tak dispersif. Sebaliknya,
dalam medium dispersif laju gelombang bergantung pada frekuensi atau panjang
gelombang dan gelombangnya dinamakan gelombang dispersif. Pada gelombang dispersif,
hubungan antara dan k tidak linear. Contoh gelombang dispersif adalah gelombang
elektromagnetik yang merambat dalam plasma dan gelombang pada permukaan air.
Gelombang yang merambat dalam medium tak dispersif berntuknya selalu tetap.
Jika pulsa gelombang merambat dalam medium tak dispersif, pulsa itu merambat tanpa
terjadi perubahan bentuk (Gambar 2.13(a)). Jika pulsa gelombang merambat dalam
medium dispersif, bentuk pulsa akan mengalami perubahan (Gambar 2.13(b)). Selama
pulsa itu bergerak, lebar pulsa semakin bertambah sehingga pada akhirnya pulsa itu lenyap.

Gambar 2.13 Perambatan pulsa dalam medium tak dispersif dan medium dispersif. (a)
Dalam medium tak dispersif, perambatan pulsa tidak mengalami perubahan bentuk. (b)
Dalam medium dispersif, lebar pulsa semakin bertambah dan akhirnya pulsa itu lenyap.

Sekarang kita akan membicarakan persamaan gelombang sinusoidal, yaitu


y ( x, t ) A sin( kx t ). Titik-titik yang mempunyai fase sama, yaitu kx t konstan,
membentuk garis lurus pada bidang x t (Gambar 2.14). Gradien garis ini menunjukkan
laju perambatan gelombang, yaitu

62

v ph . (2-9)
k

Gambar 2.14 Perambatan gelombang sinusoida pada bidang x t .

Laju perambatan gelombang yang didefinisikan dengan menggunakan Persamaan


(2-9) disebut kecepatan fase v phase , sebab titik-titik yang memiliki fase sama merambat
dengan kecepatan ini. Dalam diagram k , kecepatan fase merupakan gradien garis yang
menghubungkan titik O dan titik tertentu pada kurva yang menjelaskan hubungan antara
dan k , atau (k ) (Gambar 2.15).

Gambar 2.15 Pada gelombang dispersif, kecepatan kelompok d / dk berbeda dengan


kecepatan fase / k.

Kecepatan perambatan yang didefinisikan oleh gradien garis singgung di titik


tertentu pada kurva, yaitu d / dk , disebut kecepatan kelompok atau kecepatan grup vg
yang besarnya dapat berbeda dengan kecepatan fase. Untuk gelombang tak dispersif,
berlaku v ph k konstan. Dengan demikian,

d
vg v ph . (2-10)
dk

Artinya, untuk gelombang tak dispersif kecepatan fase sama dengan kecepatan kelompok.
Dengan demikian, untuk gelombang tak dispersif, berlaku

d
konstan. (2-11)
dk k

Sebaliknya, untuk gelombang dispersif berlaku

d
. (2-12)
dk k

63

Anda mungkin juga menyukai