Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

"TRAUMA ABDOMEN"

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

ABDOMEN adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan meluas
dari atas dari drafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua
bagian, abdomen yang sebenarnya yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar dari pelvis
yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil. Batas-batas rongga abdomen adalah di bagian
atas diafragma, di bagian bawah pintu masuk panggul dari panggul besar, di depan dan di
kedua sisi otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian
belakang tulang punggung dan otot psoas dan quadratus lumborum. (Pearce, 2009).

1. Lambung
Lambung terletak di sebelah atas kiri abdomen, sebagian terlindung di belakang iga-
iga sebelah bawah beserta tulang rawannya. Orifisium cardia terletak di belakang
tulang rawan iga ke tujuh kiri. Fundus lambung, mencapai ketinggian ruang interkostal
(antar iga) kelima kiri. Corpus, bagian terbesar letak di tengah. Pylorus, suatu kanalis
yang menghubungkan corpus dengan duodenum. Bagian corpus dekat dengan pylorus
disebutanthrumpyloricum.Fungsilambung :
a. Tempat penyimpanan makanan sementara.
b. Mencampur makanan.
c. Melunakkan makanan.
d. Mendorong makanan ke distal.
e. Protein diubah menjadi pepton.
h. Khime yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk duodenum.
2. UsusHalus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang dalam
keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ibo kolika tempat
bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak di daerah umbilicus dan dikelilingi
usus besar.
Usus halus dapat dibagi menjadi beberapa bagian :
a.Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm.
b. Yeyenum adalah menempati dua per lima sebelah atas dari usus halus.
c.Ileum adalah menempat itiga pertama akhir.
Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorpsi khime dari lambung isi
duodenum adalah alkali.
3. Usus Besar
Usus halus adalah sambungan dari usus halus dan dimulai dari katup ileokdik yaitu
tempat sisa makanan. Panjang usus besar kira-kira satu setengah meter.
Fungsi usus besar adalah :
a. Absorpsi air, garam dan glukosa.
b. Sekresi musin oleh kelenjer di dalam lapisan dalam.
c. Penyiapan selulosa.
d. Defekasi (pembuangan air besar)
4. Hati
Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas dalam
rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma. Hati Secara luar dilindungi
oleh iga-iga.
Fungsi hati adalah :
a. Bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai pengaruhnya atas
Makanan dan darah
b. Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam tubuh/sebagai pengantar matabolisme.
c. Hati mengubah zat buangan dan bahan racun.
d. Hati juga mengubah asam amino menjadi glukosa.
e. Hati membentuk sel darah merah pada masa hidup janin.
f. Hati sebagai penghancur sel darah merah.
g. Membuat sebagian besar dari protein plasma.
h. Membersihkan bilirubin dari darah
5 KandungEmpedu
Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan membran
berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan bawah hati, sampai
di pinggiran depannya. Panjangnya delapan sampai dua belas centimeter. Kandung
empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan dan leher.
Fungsi kangdung empedu adalah :

a. Kandung empedu bekerja sebagai tempat persediaan getah empedu.


b. Getah empedu yang tersimpan di dalamnya dibuat pekat.
6. Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip dengan
kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira lima belas centimeter, mulai dari duodenum
sampai limpa. Pankreas dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepala pankreas yang terletak
di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan abdomen, badan pankreas
yang terletak di belakang lambung dalam di depan vertebre lumbalis pertama, ekor
pankreas bagian yang runcing di sebelah kiri dan menyentuh limpa.
Fungsi pankreas adalah :

1. Fungsi exokrine dilaksanakan oleh sel sekretori lobulanya, yang membentuk getah
pankreas dan yang berisi enzim dan elektrolit.
2. Fungsi endokrine terbesar diantara alvedi pankreas terdapat kelompok-kelompok
kecil sel epitelium yang jelas terpisah dan nyata.
3. Menghasilkan hormon insulin mengubah gula darah menjadi gula otot

7. Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal di sebelah
kanan dari kiri tulang belakang, di belakang peritoneum. Dapat diperkirakan dari
belakang, mulai dari ketinggian vertebre thoracalis sampai vertebre lumbalis ketiga
ginjal kanan lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki ruang banyak di sebelah
kanan. Panjang ginjal 6 sampai 7 centimeter. Pada orang dewasa berat kira-kira 140
gram. Ginjal terbagi menjadi beberapa lobus yaitu : lobus hepatis dexter, lobus
quadratus, lobus caudatus, lobus sinistra.
Fungsi ginjal adalah :
a. Mengatur keseimbangan air.
b. Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam basa darah.
c. Ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam.
8. Limpa
Terletak di regio hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen diantara fundus ventrikuli
dan diafragma.
Fungsi limpa adalah :
a. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan limposit.
b. Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk homoglobin dan zat
besi bebas.
Limpa dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Dua facies yaitu facies diafraghmatika dan visceralis.
b. Dua kutub yaitu ekstremitas superior dan inferior.
c. Dua margo yaitu margo anterior dan posterior

B. DEFINISI
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,
20011).
Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang
mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat
(hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh
pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat
Bedah Indonesia, 13 Juli 2009).
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imonologi dan gangguan faal berbagai organ (Sjamsuhidayat, 2012).

C. ETIOLOGI / FAKTOR PENYEBAB


Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian.
Menurut sjamsuhidayat, penyebab trauma abdomen adalah, sebagai berikut :
1. Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

D. KLASIFIKASI
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra
abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak
dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di
eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:
a. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding
abdomen.
b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
c. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap
kanan dan hati harus dieksplorasi
E. PATHOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan
lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya
trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor faktor fisik dari kekuatan tersebut
dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek
statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya
perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini
juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga
tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah
kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh
menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi
tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan.
Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh
relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal
yang disebabkan beberapa mekanisme :
a. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari
luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau
struktur tulang dinding thoraks.
c. Terjadi gaya akselerasi deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek
pada organ dan pedikel vaskuler.

F. MANIFESTASI KLINIS
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut
Sjamsuhidayat (2012), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen,
demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
1. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
a. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen
b. Terjadi perdarahan intra abdominal.
c. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak
normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah,
dan BAB hitam (melena).
d. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
e. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
abdomen.
2. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
a. Terdapat luka robekan pada abdomen.
b. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
c. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah
keadaan.
d. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.
Menurut (Hudak & Gallo, 2008) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di
bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh
iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien
dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.

G. KOMPLIKASI
Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
Lambat : infeksi (Smeltzer, 2012).

H. PENATALAKSANAAN
a. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang
melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan
cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi
menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus.
Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal
dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang
jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada
ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut.
Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada
keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
2) Trauma pada bagian bawah dari dada
3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera
otak)
5) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
6) Patah tulang pelvis

Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :


1) Hamil
2) Pernah operasi abdominal
3) Operator tidak berpengalaman
4) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan
adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

b. PENATALAKSANAAN MEDIS :
1) Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk
laparotomi.
2) Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
3) Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
4) Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi.
5) Laparotomi

c. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN:
1) Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai
indikasi.
2) Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat menyebabkan
fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi
masif.
a) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
b) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
c) Gunting baju dari luka.
d) Hitung jumlah luka.
e) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
3) Kaji tanda dan gejala hemoragi.
4) Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
5) Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka
lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah
komplikasi paru karena aspirasi.
6) Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk
mencegah kekeringan visera.
7) Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan
pantau haluaran urine.
8) Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah,
adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.

I. PATHWAY
Terlampir
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma)
2. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), polanapas(hipoventilasi, hiperventilasi,
dll).
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya
lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Sistim Pernapasan
Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada serta jalan
napasnya.
Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal.
Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
2. Sistim cardivaskuler (B2 = blead)
Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal dan
adakah anemis.
Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana suara detak
jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradoks.
3. Sistim Neurologis (B3 = Brain)
Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.
Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak
Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS)
4. Sistim Gatrointestinal (B4 = bowel)
Pada inspeksi :
Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam cavum abdomen.
Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan adanya
abdomen iritasi.
- Pada palpasi :
Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
- Pada perkusi :
Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
Kemungkinan kemungkinan adanya cairan / udara bebas dalam cavum abdomen.
- Pada Auskultasi :
Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau menghilang.
- Pada rectal toucher :
Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.
Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.
5. Sistim Urologi ( B5 = bladder)
-Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi pada daerah
vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya.
- Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi.
- Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
6. Sistim Tulang dan Otot ( B6 = Bone )
Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.
Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.

B. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan
tubuh
d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
C. Perencanaan
a) Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.
K.H : Kebutuhan cairan terpenuhi
Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda vital
R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
2. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan
3. Kaji tetesan infus
R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
4. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.
5. Tranfusi darah
R/ menggantikan darah yang keluar.

b) Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
Tujuan : Nyeri teratasi
K.H : Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
1. Kaji karakteristik nyeri
R/ mengetahui tingkat nyeri klien.
2. Beri posisi semi fowler.
R/ mengurngi kontraksi abdomen
3. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian
4. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
5. Managemant lingkungan yang nyaman
R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien

c) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan


tubuh.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
K.H : tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda infeksi
R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini.
2. Kaji keadaan luka
R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi.
3. Kaji tanda-tanda vital
R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi.
4. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
5. Kolaborasi pemberian antibiotik
R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar

d) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan


Tujuan : Ansietas teratasi
K.H : Klien tampak rileks
Intervensi :
1. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada
waktu lalu
R/ koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.
2. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan
berikan penanganan
R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan untuk
memberikan penjelasan kepada klien.
3. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit.
R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien
mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
4. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres
R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi
situasi
5. Dorong dan dukungan orang terdekat
R/ memotifasi klien

e) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : Dapat bergerak bebas
K.H: Mempertahankan mobilitas optimal
Intervensi :
1. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
2. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
R/ meminimalisir pergerakan kien
3. Berikan latihan gerak aktif pasif
R/ melatih otot-otot klien
4. Bantu kebutuhan pasien
R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. Jakarta: EGC


Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis,Edisi 6.
Jakarta: EGC
Doenges. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.FKUI : Media Aesculapius
Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. :
Jakarta: EGC.
Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC
Training. 2009. Primarytraumacare. (http://www.primarytraumacare.org/
ptcman/training/ppd/ptc_indo.pdf/ 10, 17, 2009, 13.10 1m, diakses: 12 september 2011)

Anda mungkin juga menyukai