Oleh :
1
`
KATA PENGANTAR
Fisika Teknik adalah salah satu mata kuliah yang diajarkan di Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Janabadra. Materi Fisika Teknik adalah ilmu fisika
yang berhubungan dengan kelistrikan, magnet, gelombang elektromagnetik
termasuk cahaya.
Buku ini disusun untuk membantu mahasiswa khususnya Jurusan Teknik Sipil
dalam mempelajari Fisika Teknik. Bidang teknik sipil memerlukan pengetahuan
bidang kelistrikan, mengingat pekerjaan yang ditangani sering berhubungan
dengan hal tersebut. Pekerjaan mekanikal dan elektrikal adalah salah satu bidang
pekerjaan berhubungan dengan pekerjaan teknik sipil, akan lebih baik jika seorang
teknik sipil juga mengetahu dasar-dasar kelistrikan.
Akhir kata, semoga buku ini dapat memberikan manfaat, segala kritik dan saran
dinantikan untuk perbaikan buku ini.
2
`
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v
BAB I. MEDAN LISTRIK STATIS...................................................................1
I.1 Pengertian Listrik Statis Dan Dinamis......................................................1
I.2 Muatan Listrik...........................................................................................3
I.3 Hukum Coulomb.......................................................................................7
I.4 Medan listrik..............................................................................................8
I.5 Potensial listrik........................................................................................12
I.6 Kapasitor.................................................................................................14
BAB II. ARUS LISTRIK..................................................................................17
II.1 Arus listrik...............................................................................................17
II.2 Hukum ohm.............................................................................................18
II.3 Susunan hambatan...................................................................................19
II.4 Alat ukur kuat arus, tegangan dan tahanan..............................................21
II.5 Daya listrik dan energi listrik..................................................................22
II.6 Rangkaian arus searah.............................................................................22
II.7 Gaya gerak listrik dan rangkaian arus searah..........................................24
II.8 Hukum kirchoff.......................................................................................25
BAB III. MEDAN MAGNET.............................................................................28
III.1 Kemagnetan.............................................................................................28
III.2 Hukum Coulomb.....................................................................................28
III.3 Medan Magnet di Sekitar Arus Listrik....................................................29
III.4 Induksi Magnetik.....................................................................................30
III.5 Gaya Lorentz...........................................................................................34
III.6 Satuan Kuat Arus.....................................................................................35
III.7 Arus Empat Persegi Panjang dalam Medan Magnet...............................36
III.8 Gerak Partikel Bermuatan dalam Medan Magnet...................................37
BAB IV. IMBAS ELEKTROMAGNETIK........................................................40
3
`
4
`
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
6
`
7
`
BAB I. PENDAHULUAN
Beton merupakan salah satu pilihan sebagai bahan struktur dalam konstruksi
bangunan selain kayu dan logam, karena banyak memiliki kelebihan-kelebihan
dibandingkan dengan bahan lainnya. Beberapa diantaranya adalah mempunyai kekuatan
tekan yang besar, tahan lama, tahan terhadap api, bahan baku mudah didapat dan tidak
mengalami pembusukan, dapat diangkut atau dicetak sesuai keinginan, biaya perawatan
relatif murah, serta dapat direncanakan kualitas mutu betonnya sesuai dengan kebutuhan.
Salah satu penggunaan beton adalah sebagai bahan perkerasan jalan di daerah pemukiman.
Akan tetapi dengan adanya betonisasi jalan lingkungan mengakibatkan kurangnya resapan air
dikala musim hujan datang, karena air hujan tidak dapat terserap secara maksimal kedalam
tanah mengakibatkan mudah terjadi genangan air bahkan bila terjadi hujan deras bisa terjadi
banjir.
faktor air semen, jumlah semen, gradasi agregat dan bahan tambah yang mampu yang
dapat menghasilkan beton lolos air yang baik..
1. Bagaimana pengaruh perbandingan semen dan agregat terhadap kuat tekan beton dan
daya tembus air?
2. Bagaimana pengaruh faktor air semen terhadap kuat tekan beton dan daya tembus air?
3. Bagaimana pengaruh mutu agregat terhadap kuat tekan beton dan daya tembus air?
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh variasi jumlah semen dalam
komposisi campuran beton lolos air (pervious concrete) dengan cara melakukan
pengujian terhadap benda uji yang telah didesain dan direncanakan. Dari variasi
komposisi diharapkan didapat bentuk campuran yang bermacam-macam dan dapat
diketahui kekuatan masing-masing komposisi, sehingga dalam penelitian ini juga dapat
mengetahui:
Untuk mempermudah dalam pelaksanaan penelitian ini dan dapat terarah serta
tidak menyimpang dari maksud dan tujuan, maka perlu adanya pembatasan masalah
sebagai berikut:
4. Agregat kasar berupakerikil alami yang berasal dari kali Clereng, Wates, Yogyakarta.
5. Air yang digunakan untuk pengujian dan pengecoran berasal dari laboratorium
Bahan Bangunan dan Teknologi Bahan Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta.
7. Benda uji berjumlah 30 buah dan berbentuk silinder dengan diameter 150 mm
dan tinggi 300 mm.
8. Pengujian yang dilakukan adalah uji tekan dan uji resapan air.
10. Perawatan terhadap benda uji beton dilakukan dengan cara merendam dalam bak
selama 28 hari.
Beton porus atau beton lolos air yang juga dikenal sebagai pervious
concrete atau porous concrete merupakan jenis beton yang memiliki pori-pori atau
rongga pada strukturnya, sehingga memungkinkan cairan mengalir melalui
rongga-ronnga yang terdapat pada beton. Beton tanpa pasir (No Fines Concrete/
Pervious Concrete) adalah beton tidak menggunakan agregat halus (pasir) pada
campuran pastanya atau biasa disebut beton non pasir. Berat isi beton ini berkisar
antara 880- 1200 kg/m3 (55- 75 lb/ft3) dengan kekuatan berkisar antara 7-14 MPa
(1015- 2030 psi), karena dipengaruhi berat isi beton dan kadar semen. Sifat
berongga yang dimiliki oleh beton lolos air membuat beton jenis ini memiliki kuat
tekan lebih rendah dari pada jenis beton normal yang biasanya digunakan,
sehingga beton non pasir ini lebih cocok bila digunakan untuk aplikasi yang tidak
membutuhkan nilai kuat tekan yang tinggi. Jenis stuktur yang dapat menggunakan
beton berpori adalah lapangan parkir, trotoar, perkerasan lapisan atas untuk taman.
Menurut Harber (2005), beton porus atau beton non pasir adalah campuran
antara semen, air dan agregat kasar dengan diameter seragam untuk menghasilkan
material yang porus. Beton tersebut mempunyai volume rongga yang besar
dengan penurunan kekuatan yang masih dapat diterima dan berat sendiri yang
ringan. Beton ini memiliki beberapa nama yaitu beton non pasir, beton pervious
dan beton porus.
Beton non pasir pertama kali digunakan di Inggris pada tahun 1852 untuk
membangun rumah 2 lantai dan pemecah gelombang sepanjang 61 m dan lebar
2,15 m (Francis dalam Harber 2005). Beton non pasir awalnya digunakan untuk
struktur 2 lantai, selanjutnya dikembangkan untuk bangunan 5 lantai pada tahun
1950 dan terus dikembangkan. Pada tahun-tahun selanjutnya, beton non pasir
digunakan untuk menyangga beban gedung bertingkat tinggi sampai 10 lantai.
Hal yang luar biasa dari penggunaan beton ini terdapat di Stuttgart, Jerman yaitu
dengan beton konvensional untuk 6 lantai bawah dan beton non pasir untuk 30
lantai di atasnya (Malhotra 1976 dalam Harber 2005).
1. Pengolahan air hujan lebih baik, beton berpori sebagai material konstruksi
yang multifungsi selain berfungsi sebagai komponen struktural juga berfungsi
sebagai saluran drainase air masuk ke dalam tanah sehingga mampu
mengurangi limpasan permukaan.
5. Mengurangi kelicinan pada jalan terutama pada saat hujan, permukaan yang
lebih kasar dari perkerasan normal.
6. Membantu peresapan air lebih baik ke tanah sehingga dapat mencapai akar
pepohonan walau perkerasan menutupi pohon.
Dapat didaur ulang, tidak seperti pada beton konvensional, setelah mencapai
umur rencana beton berpori dapat didaur ulang menjadi material beton berpori
yang baru sehingga tidak menimbulkan limbah buangan.
Dari hasil pengujian didapatkan kuat tekan tertinggi tercapai pada sampel
dengan jumlah 375 kg yang menghasilkan kuat tekan sebesar 6,090 MPa, sedang
untuk kecepatan tembus air tertinggi tercapai pada sampel dengan jumlah semen
250 kg yang menghasilkan kecepatan sebesar 10,670 cm/detik, dari hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan semen akan meningkatkan
kuat tekan, tetapi porositas atau daya tembus air pervious concrete akan menurun.
Kuat tekan dan porositas pervious concrete berbanding terbalik dengan perilaku
penambahan jumlah semen.(Triyanto, 2009).
Menurut Joko Saputro (2013), kuat tekan beton yang menggunakan bahan
tambah Sikament-LN dengan fas 0,4 menghasilkan nilai maksimum pada
perbandingan semen : kerikil 1 : 5 dengan nilai kuat tekan sebesar 8,300 MPa.
Untuk nilai terendah kuat tekan beton terdapat pada perbandingan campuran
semen : kerikil 1 : 4 dengan nilai sebesar 3,018 MPa. Pada fas 0,4 dan
perbandingan 1 : 5,5 nilai kuat tekan yang dihasilkan lebih kecil dari pada
Tugas Program Aplikasi dan Sistem Informasi(PASI) 7
`
Campuran beton dengan fas 0,5 menghasilkan kuat tekan beton maksimum
sebesar 4,433 MPa dengan perbandingan campuran semen : kerikil 1 : 6 dan nilai
minimun pada perbandingan campuran semen : kerikil 1 : 4 sebesar 2,075 MPa.
Pada campuran dengan fas 0,5 kuat tekan yang dihasilkan menurun seiring dengan
penambahan jumlah semen. Dari kedua perbandingan, campuran yang
menggunakan fas 0,4 menghasilkan nilai kuat tekan lebih tinggi dari pada fas 0,5.
Penurunan kuat tekan beton non pasir yang di tambah bahan additive Sikament-
LN dipengaruhi oleh peningkatan jumlah air semen dalam campuran beton.
Dengan ditambah sikament-LN jumlah air dalam campuran beton akan
bertambah, maka akan terjadi kelebihan air dan pemisahan antara agregat kasar
dengan semen (segregasi), yang mengakibatkan antar agregat tidak ada ikatan
yang sempurna dan nilai kuat tekan beton menurun.
Karena beton terbuat dari agregat yang diikat bersama oleh pasta semen
maka kualitas semen mempengaruhi kualitas beton. Pasta semen adalah lem yang
bila semakin tebal tentu semakin kuat. Namun jika terlalu tebal juga tidak
menjamin lekatan yang baik.
Arti kata semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif, yaitu bahan
pengikat, menurut Standar Industri Indonesia, SII 0013-1981, definisi semen
portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan
klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis
bersama bahan-bahan yang bisa digunakan, yaitu gipsum.
Semen portland merupakan bahan ikat yang penting dan banyak dipakai
dalam pembangnan fisik. Di dunia sebenarnya terdapat berbagai macam semen
dan tiap macamnya digunakan untuk kondisi-kondisi tertentu sesuai degan sifat-
sifatnya yang khusus.
Suatu semen jika diaduk dengan air akan terbentuk adukan pasta semen,
sedang jika diaduk dengan air kemudian ditambah pasir menjadi mortar semen,
dan jika lagi ditambah lagi dengan kerikil/batu pecah disebut beton. Bahan-bahan
tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu: bahan aktif dan bahan
pasif. Kelompok aktif yaitu semen dan air, sedang yang pasif adalah pasir dan
kerikil (disebut agregat, agregat halus dan agregat kasar). Kelompok yang pasif
disebut bahan pengisi sedang yang aktif disebut perekat/pengikat.
Fungsi semen ialah untuk bereaksi dengan air menjadi pasta semen. Pasta
semen berfungsi untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa
Tugas Program Aplikasi dan Sistem Informasi(PASI) 9
`
yang yang kompak/padat. Selain itu juga untuk mengisi rongga diantara butiran
agregat. Walaupun volume semen hanya kira-kira sebanyak 10% saja dari volume
beton, namun karena merupakan bahan perekat yang aktif dan mempunyai harga
yang paling mahal dari pada bahan dasar beton yang lainnya, maka perlu
diperhatikan secara baik.
Kekuatan pasta semen yang telah mengeras tergantung pada jumlah air
yang dipakai waktu proses hidrasi berlansung. Pada dasarnya jumlah air yang
diperlukan untuk proses hidrasinya kira-kira 25% dari berat semennya,
penambahan jumlah air akan mengurangi kekuatan setelah mengeras. Air
kelebihan dari yang dibutuhkan untuk proses hidrasi pada umumnya memang
diperlukan pada proses pelaksanaan pembuatan mortar atau beton, sebagai
pelumas, agar adukan beton mudah diaduk, mudah diangkut, dan mudah dicetak
tanpa rongga-rongga yang besar (tidak keropos) (Kardiyono, 2007).
Ada empat macam senyawa kimia di dalam semen portland yang paling
penting, yaitu (Murdock dan Brooks, 1986):
Senyawa ini mengalami hidrasi yang sangat cepat disertai pelepasan sejumlah
besar panas , menyebabkan pengerasan awal , tetapi kurang kontribusinya pada
kekuatan batas.
Senyawa ini mengeras dalam beberapa jam, dengan melepas sejumlah panas.
Kwantitas yang terbentuk dalam ikatan menentukan pengaruhnya terhadap
kekuatan beton pada awal umurnya, terutama dalam 14 hari pertama.
III.2 Air
Semen tidak bisa menjadi pasta tanpa air, air harus ada didalam beton cair,
tidak saja untuk hidrasi semen, tetapi juga untuk mengubahnya menjadi suatu
pasta, sehingga betonnya lecak. Jumlah air yang terikat dalam beton dengan faktor
air semen 0,65 adalah sekitar 20% dari berat semen pada umur 4 minggu.
(Nugraha. P; Antoni, 2007)
Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting namun harganya
paling murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan air semen, serta untuk
menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan
dan dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air yang diperlukan hanya sekitar
30% berat semen saja, namun dalam kenyataannya, nilai faktor air semen yang
dipakai sulit kurang dari 0,35 kelebihan air yang dipakai sebagai pelumas. Tetapi
perlu dicatat bahwa tambahan air untuk pelumas ini tidak boleh terlalu banyak
karena kekuatan beton akan rendah serta betonya porous. Selain itu kelebihan air
akan bersama-sama dengan semen bergerak kepermukaan beton segar yang baru
saja dituang (bleeding) yang kemudian menjadi buih dan merupakan satu lapisan
tipis yang dikenal dengan laitance (selaput tipis) selaput tipis ini akan mengurangi
lekatan antara lapis-lapis beton dan merupakan bidang sambung yang lemah.
Apabila ada kebocoran cetakan, air bersama-sama semen juga dapat keluar,
sehingga terjadi sarang-sarang kerikil.
Air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum memenuhi syarat pula
untuk bahan campuran beton (tetapi tidak berarti bahwa air pencampur beton
harus memenuhi persyaratan air minum, pemakaian air untuk beton sebaiknya
memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Air harus bersih.
2. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram / liter
3. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik,
dan sebagainya lebih dari 15 gram/ liter.
4. Tidak mengandung chlorids (Cl) lebih dari 0,5 gram/ liter.
5. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/ liter
Air boleh dipakai sebagai bahan pencampur jika dapat menghasilkan beton,
dengan kekutan 90% dari beton yang menggunakan air suling. (Kardiyono, 2007).
III.3 Agregat
Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai sebagai bahan
pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini menempati kira-kira 70%
volume mortar atau beton. Walaupun namanya hanya sebagai bahan pengisi, akan
tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar atau betonnya,
sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan
mortar/beton. Disamping sebagi bahan pengisi, agregat pada umumnya digunakan
agar beton yang diperoleh memiliki stabilitas dimensional dan tahan aus.
Dalam praktek agregat umumnya digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
a) Batu untuk butiran lebih dari 40 mm
b) Kerikil untuk butiran antara 5mm dan 40 mm
c) Pasir untuk butiran 0,15 dan 5 mm
Apabila digunakan ukuran agregat butiran yang besar, maka adukan beton
dengan workability yang sama akan membutuhkan jumlah semen yang lebih
sedikit, sehingga mengurangi kemungkinan retak-retak beton akibat susut atau
perbedaan panas yang besar.
Ukuran maksimum agregat dibatasi oleh:
a) Ukuran maksimum agregat tidak boleh lebih besar dari kali jarak bersih
antar baja tulangan atau antara baja tulangan dengan cetakaan.
b) Ukuran maksimum agregat tidak boleh lebih besar dari 1/3 kali tebal pelat
c) Ukuran butir maksimum agregat tidak boleh lebih besar dari 1/5 kali jarak
terkecil antara bidang samping cetakan.
Agregat harus mempunyai bentuk yang baik (bulat atau mendekati kubus),
bersih, keras, kuat, dan gradasinya baik. Agregat harus pula mempunyai
kesetabilan kimiawi, dan dalam hal-hal tertentu harus tahan aus, dan tahan cuaca.
( Kardiyono, 2007).
100
90
80
Berat yang lewat ayakan (%)
70
60
50
40
30
20
10
0
0.15 0.3 0.6 1.2 2.4 4.8
Lubang ayakan (mm)
halus halus agak halus
Ukuran butir maksimum tidak boleh melebihi seperlima jarak terkecil antara
bidang-bidang samping cetakan, sepertiga tebal plat beton, atau tigaperempat
jarak bersih antar tulangan.
Gradasi agregat kasar sebaiknya masuk dalam batas yang tercantum dalam
Tabel 3.2 dan Gambar 3.2 di bawah:
Tabel 3.2 Gradasi Agregat kasar (SNI 03-2834-1993)
100
90
80
Berat yang lewat ayakan (%)
70
60
50
40
30
20
10
0
2.36 4.75 9.50 19.10 38.10 80.00
batas agr. Kasar mak. 40 mm
Lubang ayakan (mm)
batas agr. Kasar mak. 40 mm
Gradasi agregat adalah distribusi dari ukuran agregat distribusi ini bervariasi
dapat dibedakan menjadi tiga gradasi sela (gap grade), gradasi menerus
(continous grade), dan gradsi seragam (uniform grade), (Mulyono, 2004).
Dalam pembuatan beton selalu diusahakan agregat yang digunakan
mempunyai ukuran butiran yang bervariasi (well graded), agar dapat
menghasilkan beton padat karena rongga-rongga diantara butir-butir yang besar
akan diisi oleh butir-butir yang lebih kecil. Sebaliknya agregat yang memiliki
ukuran yang sama (seragam) akan membuat volume pori antar agregat menjadi
besar (Kardiyono, 2007).
III.3.3 Slump
Nilai Slump adalah suatu cara untuk mengukur tingkat kelecakan adukan
beton, yaitu keenceran/kepadatan adukan yang berguna dalam pengerjaan beton.
Makin besar nilai Slump berarti makin encer adukan. Nilai slump ukuran
kekentalan adukan yang diukur dari selisih tinggi adukan yang berbentuk kerucut
terpancung antara sebelum dan sesudah cetakan diangkat. Nilai slump
menunjukkan adukan semakin encer yang berarti semakin mudah dikerjakan.
Umumnya nilai slump berkisar antara 5- 12,5 cm (Kardiyono, 2007).
Jumlah semen yang digunakan dalam campuran beton sangat berpengaruh
terhadap mutu beton terutama kuat tekan betonya. Menurut Kardiyono (2007) ada
dua kondisi dimana jumlah semen mempengaruhi kuat tekan beton, yaitu :
Gambar 3.3 Pengaruh Jumlah Semen Terhadap Kuat Tekan Beton Pada
Faktor Air Semen Sama (Kardiyono, 1996)
b. Kondisi nilai slump tetap (faktor air semen berubah)
Pada kondisi ini beton dengan kandungan semen lebih banyak memiliki
kuat tekan lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena pada nilai slump yang sama
jumlah air hampir sama sehingga dengan penambahan semen berarti
mengurangi nilai faktor air semen sehingga mengakibatkan kuat tekan beton
bertambah.
Nilai slump adukan beton berkaitan erat dengan kemudahan pekerjaan
yang meliputi pengadukan, pengangkutan, pemadatan, serta perataan
permukaan beton. Sebagai ukuran kemudahan pekerjaan nilai slump
menunjukan bahwa adukan beton semakin encer yang artinya semakin mudah
dikerjakan. Berdasarkan PBI 1971, nilai slump untuk berbagai pekerjaan
beton adalah Tabel 3.3.
Maksimu Minimum
Pemakaian
m (cm) (cm)
Menurut Perturan Beton Indonesia tahun 1971 (PBI 71) kuat tekan beton
dinyatakan dalam satuan kg/cm, dengan notasi K, contoh K-225, berarti kuat
tekan beton 225 kg/cm. Menurut peraturan beton tahun 1991 (SK SNI 1991),
kuat tekan beton dinyatakan dalam Mpa, dengan notasi fc.
Untuk mendapatkan kuat tekan dari masing- masing benda uji digunakan
rumus :
P
fc =
A
P = Beban maksimum, N
a. Umur beton
Umur beton
3 7 14 21 28 90 365
(hari)
PBI 1971, NI-2 0,40 0,65 0,88 0.95 1,00 1,20 1,35
Faktor air semen (fas) adalah perbandingan antara berat air dan berat semen
dalam campuran adukan beton. Kekuatan beton turun jika kepadatan beton
berkurang, beton yang kurang padat berisi pori, sehingga kuat tekannya
menurun. Neville (1987), menyatakan bahwa gelembung udara dalam
pembuatan beton tidak mungkin dapat dikeluarkan seluruhnya meski pada
beton yang kepadatannya maksimum. Udara yang tertangkap ini akhirnya
menghasilkan rongga dalam beton.
d. Jenis semen
e. Sifat agregat
1) Kekasaran permukaan, karena permukaan agregat yang kasar dan tidak licin
membuat rekatan agregat antara permukaan dan pasta semen lebih kuat
dibandingkan permukaan yang halus dan licin.
2) Bentuk agregat, karena bentuk agregat yang bersudut misalnya batu pecah,
membuat butir-butir agregat saling mengunci dan sulit untuk digeserkan,
berbeda dengan batu kerikil yang bulat. Beton yang dibuat dari batu pecah
lebih kuat dari pada beton yang dibuat dengan batu kerikil. Sekitar 70%
volume beton terisi oleh agregat, sehingga kuat tekan beton didominasi oleh
kuat tekan agregat.
Faktor Air Semen (fas) adalah perbandingan berat air dan berat semen yang
digunakan dalam adukan beton. Faktor air semen yang tinggi dapat menyebabkan
beton yang dihasilkan kuat tekan yang rendah dan semakin renda faktor air semen
kuat tekan beton semakin tinggi. Namun demikian, nilai faktor air semen yang
semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Nilai
faktor air semen yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan
pemadatan akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun. Oleh sebab itu, ada
nilai suatu faktor air semen optimum yang menghasilkan kuat desak maksimum.
Umumnya nilai faktor air semen minimun untuk beton normal sekitar 0,4 dan
maksimum 0,65 (Mulyono, 2004).
Hubungan antara faktor air semen dengan kuat tekan beton secara umum
dapat dengan mudah untuk diketahui dengan cara perhitungan seperti rumus Duff
Abrams (1919), dimana faktor air semen merupakan hasil dari pembagian
konstanta sebagai berikut:
A
fc = 1,5. x
B
Tugas Program Aplikasi dan Sistem Informasi(PASI) 20
`
dengan :
Dengan demikian, semakin besar faktor air semen semakin rendah kuat
desak betonnya, walaupun apabila dilihat dari rumus tersebut tampak bahwa
semakin kecil factor air semen semakin tinggi kuat tekan beton, tetapi nilai factor
air semen yang rendah akan menyulitkan pemadatan, sehingga kekuatan beton
rendah karena beton kurang padat (Supartono, 1998).
Besar kecilnya penambahan nilai kuat tekan beton ini juga dipengaruhi oleh
nilai faktor air semen (fas), umur beton, jumlah semen, sifat agregat dan bahan
tambah dari adukan beton. Pertambahan nilai fas dapat mengurangi kuat tekan
betonnya. Hal ini dapat dilihat pada grafik yang terdapat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Hubungan Faktor Air-Semen dengan Kuat Tekan Rata-Rata Silinder
Beton dan Tipe Semen yang digunakan (Kardiyono, 2007)
Sebuah penghantar yang bergerak dalam medan magnet akan timbul arus listrik.
Arah arus listrik yang terjadi seperti dalam Gambar IV .1 sesuai dengan arah
gerakan kawat.
Tenaga listrik yang dihasilkan berasal dari tenaga mekanik untuk menggerakkan
kawat. Tenaga yang digunakan untuk menggerakkan kawat sama dengan usaha
untuk melawan gaya Lorentz.
W =F . S=i. b . l. v . t
Persamaan akan menghasilkan :
E .i . t=i. B . l . v . t
E=b .l . v
Tanda negatif (-) yang ada pada persamaan tersebut hanya menunjukkan arah.
Jika kecepatan v membentuk sudut terhadap medan magnet B maka besar GGL
adalah :
E=b .l . v .sin
Dengan
l = panjang kawat (m)
B = induksi medan megnet (W/m2)
v = kecepatan gerak kawat (m/det)
E = gaya gerak listrik imbas (volt)
Arah arus induksi magnetik dipengaruhi oleh arah gerakan dan arah medan
magnet. Untuk mempermudah menentukan arah-arah tersebut maka dibantu
dengan kaidah tangan kanan seperti dalam Gambar IV .2.
banyaknya garis-garis gaya magnet yang dipotong oleh kawat, atau banyaknya
perubahan garis-garis gaya yang dirangkumkan ().
W =i .
E .i . t=i.
E=
t
Besarnya GGL dalam suatu saat adalah :
E= lim
t 0 t
d
E=
dt
Jika digunakan N lilitan, maka besarnya E adalah :
d
E=N .
dt
Tanda negatif (-) menunjukkan arah arus imbas, sedangkan untuk menghitung
besarnya GGL imbas, tanda negatif tidak digunakan. Tanda negatif (-) dapat
dijelaskan dengan hukum lens.
IV.3.2 Transformator
Transformator adalah alat untuk mengubah tegangan arus bolak-balik.
Transformator terdiri atas inti besi serta 2 kumparan yang disebut kumparan
primer (pada bagian input) dan kumparan sekunder (pada bagian output).
Perubahan kuat arus pada kumpadan primer akan menimbulkan perubahan flux
pada inti besi yang selanjutnya akan membangkitkan GGL induksi pada kumparan
sekunder.
Kawat persegi empat PQRS memiliki luas A berada dalam medan magnet serba
sama, rapat garis gaya magnet B dan memiliki arah tegak lurus pada bidang
PQRS. Bidang kumparan diputar beraturan dengan kecepatan sudut dalam t detik
ditempuh sudut = . t . Setelah berputar t detik, flux magnetik yang
menembus kumparan sama dengan flux magnetik yang menembus tegak lurus A.
d
Besarnya GGL induksi pada saat itu E=
dt
d ( A . B .cos . t)
E= = . A . B . sin . t
dt
A.B adalah flux magnetik yang menembus kumparan saat permulaan (0)
E= . . sin . t
Persamaan ini menyatakan bahwa GGL induksi adalah fungsi sinus dengan nilai
maksimum :
E= . 0
Besarnya GGL induksi dirumuskan sebagai berikut :
E=E max . sin . t
Jika terdapat N kumparan maka besarnya GGL induksi dirumuskan sebagai
berikut :
E=N . Emax . sin . t
IV.5 Induktansi
Apabila dalam suatu penghantar terjadi perubahan kuat arus, maka flux magnet di
sekitar penghantar akan berubah-ubah, sehingga pada penghantar tersebut terjadi
arus induksi. Induksi yang terjadi dalam suatu penghantar sebagai akibat dari
perubahan arus dalam penghantar itu sendiri yang disebut induktansi diri.
Semakin besar perubahan arus dalam tiap satuan waktu maka semakin besar
perubahan garis gaya tiap satuan waktu. GGL induksi diri sebanding dengan
perubahan arus tiap satuan waktu.
dI
E=L .
dt
Koefisien L disebut koefisien induktansi diri. Satuan yang terlibat dalam
persamaan tersebut :
E : dalam satuan volt
dI A
: dalam satuan
dt det
volt . det
L : dalam satuan
A
Perubahan kuat arus dalam kumparan berarti perubahan flux magnet dalam
kumparan. Bila kumparan terdiri dari N lilitan makan GGL induksi diri dalam
penghantar adalah :
d dI
E=N . atau E=L .
dt dt
dI d
L . =N . atau L . dI =N .d
dt dt
I
L dI =N d
0 0
N .
L=
I
L : koefisien induktansi diri
: banyaknya garis-garis gaya (flux magnet)
I : arus listrik
Jika L dilewati arus searah, maka adanya induksi diri akan mengakibatkan
kumparan tidak langsung mencapai harga stasionernya, juga pada saat arus
dihentikan tidak langsung berhenti, sehingga peran induktansi akan menjaga
peralatan listrik dari kenaikan atau penurunan arus secara tiba-tiba.
Besarnya tegangan maupun kuat arus bolak-balik akan berubah secara periodik,
untuk itu perlu besaran listrik yang tetap yaitu harga efektif. Harga efektif arus
bolak-balik adalah suatu harga yang dapat menghasilkan panas sama dengan yang
dihasilkan arus searah. Besarnya kuat arus dan tegangan efektif adalah :
T 1
1
I eff = ( I m sin . t ) . dt 2
2
T 0
I max
I eff = =0,707 I max
2
V max
V eff = =0,707 V max
2
V.3 Resistor dalam Rangkaian Arus Bolak-balik
Jika resistor berada dalam rangkaian arus bolak-balik, besar tegangan dan kuat
arus berubah secara sinusoidal dan tidak ada perubahan fasa.
Gambar V.10. Fasa tegangan dan kuat arus akibat adanya resistor
Jika kumparan induktif berada dalam rangkaian arus bolak-balik, besar tegangan
dan kuat arus berubah secara sinusoidal, terdapat perbedaan fasa dengan
2
tegangan yang mendahului kuat arus.
Gambar V.12. Fasa tegangan dan kuat arus akibat adanya kumparan
induktif
Jika kapasitor berada dalam rangkaian arus bolak-balik, besar tegangan dan kuat
arus berubah secara sinusoidal, terdapat perbedaan fasa dengan kuat arus
2
yang mendahului tegangan.
Gambar V.14. Fasa tegangan dan kuat arus akibat adanya kapasitor
Hambatan yang terjadi akibat adanya kumparan induktif dalam rangkaian adalah :
X L= . L
Dengan
XL : reaktansi dalam ohm
L : induktansi dalam Henry
: kecepatan sudut dalam radian/detik
Impedansi yang terjadi akibat adanya rangkaian resistor, induktor, dan kapasitor
dalam rangkaian adalah :
Z = (X L X C )2+ R 2
Dengan
Z : impedansi dalam ohm
R : hambatan resistor dalam ohm
XL : reaktansi induktor dalam ohm
XC : reaktansi kapasitor dalam ohm
V.9 Resonansi
1 2 1 2 2 1
X L= X C atau L = atau = atau 4. . f = sehingga
C L.C L.C
1
f=
2 L . C
T =2 L. C
Dengan
f : frekuensi dalam cycles/detik atau Hz
L : induktansi dalam Henry
C : kapasitas kapasitor dalam Farad
Listrik 3 fasa adalah metoda yang umum digunakan dalam pembangkit listrik dan
distribusinya, juga umum digunakan untuk motor listrik bertenaga besar serta alat-
alat berat lain. Sistim 3 fasa umumnya lebih ekonomis dibandingkan sistim 1
fasa. Listrik 3 fasa ditemukan secara tersendiri oleh Galileo Ferraris, Mikhail
Dolivo-Dobrovolsky, Jonas Wenstrm dan Nikola Tesla pada sekitar tahun 1880.
PLN mengaplikasikan sistem 3-phase dalam keseluruhan sistem kelistrikannya,
mulai dari pembangkitan, transmisi daya hingga sistem distribusi. Sistem
kelistrikan PLN secara umum dibagi dalam 3 bagian besar :
1. Sistem Pembangkitan Tenaga Listrik
Terdiri dari pembangkit-pembangkit listrik yang tersebar di berbagai tempat,
dengan jenis-jenisnya antara lain yang cukup banyak adalah PLTA (menggunakan
sumber tenaga air), PLTU (menggunakan sumber batubara), PLTG (menggunakan
sumber dari gas alam) dan PLTGU (menggunakan kombinasi antara gas alam dan
uap). Pembangkit-pembangkit tersebut mengubah sumber-sumber alam tadi
menjadi energi listrik.
2. Sistem Transmisi Daya
Energi listrik yang dihasilkan dari berbagai pembangkit tadi harus langsung
disalurkan. Karena itu sistem transmisi daya listrik dibangun untuk
menghubungkan pembangkit-pembangkit listrik yang tersebar tadi dan
menyalurkan listriknya langsung saat itu juga ke pelanggan-pelanggan listrik.
Saluran penghantarannya dikenal dengan nama SUTT (Saluran Udara Tegangan
Tinggi), SUTET (Saluran Udara Tegangan Extra Tinggi). Sistem transmisi daya
listrik Jawa-Bali diatur oleh P3B (Penyaluran dan Pusat Pengaturan Beban) Jawa-
Bali yang berlokasi di daerah Gandul, Cinere, Bogor.
3. Sistem Distribusi Daya Listrik
Sistem transmisi daya listrik akan sampai ke pelanggan-pelanggannya (terutama
perumahan) dengan terlebih dahulu melalui Gardu Induk dan kemudian Gardu
Distribusi. Gardu Induk mengambil daya listrik dari sistem transmisi dan
menyalurkan ke gardu-gardu distribusi yang tersebar ke berbagai daerah
perumahan. Gardu distribusi, terdapat trafo distribusi yang menyalurkan listrik
langsung ke rumah-rumah dengan melewati JTR (Jaringan Tegangan Rendah),
yang biasanya ditopang oleh tiang listrik.
Berdasarkan sistem transmisi dan kapasitas tegangan yang disalurkan terdiri:
1. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 200kV-500kV
Pada umumnya saluran transmisi di Indonesia digunakan pada pembangkit
dengan kapastas 500 kV, tujuannya adalah agar drop tegangan dari
penampang kawat dapat direduksi secara maksimal, sehingga diperoleh
operasional yang efektif dan efisien. Permasalahan mendasar dalam
pembangunan SUTET ialah konstruksi tiang (tower) yang besar dan tinggi,
sehingga memerlukan tanah yang luas serta memerlukan isolator yang
banyak, sehingga memerlukan biaya besar. Masalah lain yang timbul dalam
pembangunan SUTET adalah masalah sosial, yang akhirnya berdampak pada
masalah pembiayaan.
Gambar V.17. Grafik sinusoidal tegangan dan kuat arus listrik 3 fasa
Gambar V .17 menunjukkan pada setiap saat terdapat tegangan, atau tidak pernah
ada nilai nol, hal ini berbeda dengan sistem 1 fasa (single phase). Pada sistem 3
fasa dengan tegangan 220 volt, setiap fasa akan memberikan tegangan 220 volt
jika dihubungkan dengan netral (ground), tetapi jika dihubungkan pada tiap fasa
akan menunjukkan tegangan 380 volt Gambar V .18.
Faktor akan muncul pada sistem listrik yang menggunakan sumber tegangan
berbentuk sinusoidal murni dan beban linier. Beban linier adalah beban yang
menghasilkan bentuk arus sama dengan bentuk tegangan. Beban linier
mengakibatkan arus yang mengalir pada jaringan juga berbentuk sinusoidal
murni. Beban linier dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam :
1. beban resistif
Beban resistif (R) yaitu beban yang terdiri dari komponen tahanan ohm saja
(resistance), seperti elemen pemanas (heating element) dan lampu pijar. Beban
Tugas Program Aplikasi dan Sistem Informasi(PASI) 38
`
jenis ini hanya mengkonsumsi beban aktif saja dan mempunyai faktor daya sama
dengan satu. Tegangan dan arus sefasa. Persamaan daya sebagai berikut :
P=V . i
Dengan
P = daya aktif yang diserap beban (watt)
V = tegangan yang mencatu beban (volt)
I = arus yang mengalir pada beban (A)
2. beban induktif
Beban induktif (L) yaitu beban yang terdiri dari kumparat kawat yang dililitkan
pada suatu inti, seperti coil, transformator, dan solenoida. Beban ini dapat
mengakibatkan pergeseran fasa (phase shift) pada arus sehingga bersifat lagging.
Hal ini disebabkan oleh energi yang tersimpan berupa medan magnetis akan
mengakibatkan fasa arus bergeser menjadi tertinggal terhadap tegangan. Beban
jenis ini menyerap daya aktif dan daya reaktif. Persamaan daya aktif untuk beban
induktif adalah sebagai berikut :
P=V . i. cos
Dengan :
P = daya aktif yang diserap beban (watt)
V = tegangan yang mencatu beban (volt)
I = arus yang mengalir pada beban (A)
= sudut antara arus dan tegangan
3. beban kapasitif
Beban kapasitif (C) yaitu beban yang memiliki kemampuan kapasitansi atau
kemampuan untuk menyimpan energi yang berasal dari pengisian elektrik
(electrical discharge) pada suatu sirkuit. Komponen ini dapat menyebabkan arus
leading terhadap tegangan. Beban jenis ini menyerap daya aktif dan
mengeluarkan daya reaktif. Persamaan daya aktif untuk beban induktif adalah
sebagai berikut :
P=V . i. cos
Dengan :
Gambar V.19. Tegangan, arus, daya, pada berbagai jenis beban linier.
Daya bisa diperoleh dari perkalian antara tegangan dan arus yang mengalir. Pada
kasus sistem AC dimana tegangan dan arus berbentuk sinusoidal, perkalian antara
keduanya akan menghasilkan daya tampak (apparent power), satuan volt-ampere
(VA)) yang memiliki dua buah bagian. Bagian pertama adalah daya yang
termanfaatkan oleh konsumen, bisa menjadi gerakan pada motor, bisa menjadi
panas pada elemen pemanas, dan lain-lain. Daya yang termanfaatkan ini sering
disebut sebagai daya aktif (real power) memiliki satuan watt (W) yang mengalir
dari sisi sumber ke sisi beban bernilai rata-rata tidak nol. Bagian kedua adalah
daya yang tidak termanfaatkan oleh konsumen, namun hanya ada di jaringan, daya
ini sering disebut dengan daya reaktif (reactive power) memiliki satuan volt-
ampere-reactive (VAR) bernilai rata-rata nol. Beban bersifat resistif hanya
mengonsumsi daya aktif, beban bersifat induktif dan kapasitif hanya
mengonsumsi daya reaktif.
Daya tampak (S) terdiri dari daya aktif (P) dan daya reaktif (Q). Antara S dan P
dipisahkan oleh sudut, yang merupakan sudut yang sama dengan sudut antara
tegangan dan arus. Rasio antara P dengan S adalah nilai cosinus dari sudut .
Apabila kita berusaha untuk membuat sudut semakin kecil maka S akan semakin
mendekat ke P artinya besarnya P akan mendekati besarnya S.
Faktor daya dapat dikatakan sebagai besaran yang menunjukkan seberapa efisien
jaringan dalam menyalurkan daya yang bisa kita manfaatkan. Faktor daya dibatasi
dari 0 hingga 1, semakin tinggi faktor daya (mendekati 1) artinya semakin banyak
daya tampak yang diberikan sumber bisa dimanfaatkan, sebaliknya semakin
rendah faktor daya (mendekati 0) maka semakin sedikit daya yang bisa
dimanfaatkan dari sejumlah daya tampak yang sama. Faktor daya juga
menunjukkan besar pemanfaatan dari peralatan listrik di jaringan terhadap
investasi yang dibayarkan. Semua peralatan listrik memiliki kapasitas maksimum
penyaluran arus, apabila faktor daya rendah artinya walaupun arus yang mengalir
di jaringan sudah maksimum namun kenyataan hanya porsi kecil saja yang
menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Penyedia layanan maupun konsumen berupaya untuk membuat jaringannya
memiliki faktor daya yang bagus (mendekati 1). Bagi penyedia layanan, jaringan
dengan faktor daya yang jelek mengakibatkan harus menghasilkan daya yang
lebih besar untuk memenuhi daya aktif yang diminta oleh para konsumen.
Apabila konsumen didominasi oleh konsumen jenis residensial maka mereka
hanya membayar sejumlah daya aktif yang terpakai saja, artinya penyedia layanan
Tugas Program Aplikasi dan Sistem Informasi(PASI) 42
`
harus menanggung sendiri biaya yang hanya menjadi daya reaktif tanpa
mendapatkan kompensasi uang dari konsumen. Sebaliknya bagi konsumen skala
besar atau industri, faktor daya yang baik menjadi keharusan karena beberapa
penyedia layanan kadang membebankan pemakaian daya aktif dan daya reaktif
(atau memberikan denda faktor daya) tentu saja konsumen tidak akan mau
membayar mahal untuk daya yang tidak termanfaatkan.
Salah satu cara untuk memperbaiki faktor daya adalah dengan memasang
kompensasi kapasitif menggunakan kapasitor pada jaringan tersebut. Kapasitor
adalah komponen listrik yang justru menghasilkan daya reaktif pada jaringan
dimana dia tersambung. Pada jaringan yang bersifat induktif dengan segitiga daya
seperti ditunjukkan pada Gambar V .22, apabila kapasitor dipasang maka daya
reaktif yang harus disediakan oleh sumber akan berkurang sebesar Q koreksi (yang
merupakan daya reaktif berasal dari kapasitor). Karena daya aktif tidak berubah
sedangkan daya reaktif berkurang, maka dari sudut pandang sumber, segitiga daya
yang baru diperoleh; ditunjukkan pada Gambar 4 garis oranye. Terlihat bahwa
sudut mengecil akibat pemasangan kapasitor tersebut sehingga faktor daya
jaringan akan naik.
DAFTAR PUSTAKA