PUSAT PEMANFAATAN
PENGINDERAAN JAUH
LAPAN
i
i
KATA PENGANTAR
ii
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 1
1.3. Ruang Lingkup 1
1.4. Definisi Umum 1
BAB II PENYIAPAN ALAT DAN BAHAN 4
2.1. Pemetaan Unit Pedoman 4
2.2 . Perencanaan Kerja 4
2.3. Data 4
2.4. Peralatan 5
BAB III PENGOLAHAN DATA 6
3.1. Metode Deteksi Daerah Tergenang Banjir Secara Visual /
6
Manual
3.1.1. Pengolahan Awal 6
3.1.2. Pengolahan Lanjut 8
3.1.3. Pengolahan Akhir 8
3.2. Metode Deteksi Daerah Tergenang Banjir Secara Dijital / 9
Otomatis
3.2.1. Pengolahan Awal 9
3.2.2. Pengolahan Lanjut 9
3.3. Uji Akurasi 11
BAB IV PENUTUP 12
UCAPAN TERIMAKASIH 12
iv
v
PEDOMAN PEMANFAATAN DATA LANDSAT-8
UNTUK DETEKSI DAERAH TERGENANG BANJIR
(INUNDATED AREA)
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Buku ini disusun sebagai pedoman pemanfaatan data Landsat-8 untuk
deteksi daerah tergenang banjir.
1
keadaan curah hujan tinggi, dan 2) genangan pada daerah dataran rendah yang
datar yang biasanya tidak tergenang.
Sudaryoko (1987) mengartikan banjir sebagai suatu kondisi di suatu wilayah
dimana terjadi peningkatan jumlah air yang tidak tertampung pada saluran-saluran
air atau tempat-tempat penampungan air sehingga meluap dan menggenangi
daerah di luar saluran, lembah sungai, ataupun penampungan air tersebut. Menurut
Sutopo (1999), faktor penyebab banjir dibedakan menjadi persoalan banjir yang
ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam serta persoalan banjir yang disebabkan
oleh aktifitas penduduk. Kondisi dan peristiwa alam tersebut antara lain curah hujan
yang tinggi, jumlah aliran permukaan yang besar, melimpasnya air sungai; dan
pembendungan muara sungai akibat air pasang dari laut. Faktor aktifitas penduduk
berpengaruh terhadap kejadian banjir, seperti tumbuhnya daerah budidaya di daerah
dataran banjir, penimbunan daerah rawa/situ atau reklamasi pantai, menyempitnya
alur sungai akibat adanya pemukiman di sepanjang sempadan aliran sungai, dan
pengendalian pemukiman di sepanjang sempadan sungai tidak dilaksanakan
dengan baik.
Bahaya alam, termasuk banjir dapat diketahui dari karakteristik bahayanya,
yaitu dari besaran (magnitude, intensitas) dan frekuensinya (Ayala, 2002). Besaran
bahaya banjir dapat diketahui dari luas genangan, kedalaman atau ketinggian air,
kecepatan aliran air, material yang dihanyutkan, tingkat kepekatan air atau ketebalan
endapan lumpur, lama penggenangan, aliran puncak, dan volume total aliran.
Sedangkan frekuensi banjir dapat diukur dari jumlah kejadian banjir pada suatu
daerah dalam satuan waktu tertentu (Ayala, 2002). Gambar 1.1 memperlihatkan foto
lapangan daerah tergenang banjir luapan Bengawan Solo yang berada di Kabupaten
Tuban Provinsi Jawa Tengah. Foto diambil pada bulan Oktober tahun 2013.
Gambar 1.1. Foto lapangan daerah tergenang banjir luapan Bengawan Solo
(Lokasi: Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur, Sumber: www.merdeka.com;
18 Februari 2013)
2
Metode deteksi secara visual atau manual dalam buku pedoman ini
merupakan suatu cara kerja ilmiah untuk memperoleh suatu informasi (spasial)
daerah tergenang banjir dengan urutan langkah-langkah secara manual yang mana
proses pembacaan citra secara keseluruhan atau sebagian besar menggunakan
pemahaman berdasarkan penglihatan visual indera mata manusia.
Metode deteksi secara dijital atau otomatis dalam buku pedoman ini
merupakan suatu cara kerja ilmiah untuk memperoleh suatu informasi (spasial)
daerah tergenang banjir dengan urutan langkah-langkah secara otomatis yang mana
proses pendeteksiannya secara keseluruhan atau sebagian besar dilakukan secara
dijital.
3
BAB II
PENYIAPAN ALAT DAN BAHAN
2.3. Data
Data citra satelit penginderaan jauh yang dipergunakan pada pedoman ini
adalah Landsat-8 Level 1T. Data Landsat-8 adalah data yang direkam oleh sensor
yang terpasang pada Satelit Landsat-8 atau LDCM (Landsat Data Continuity
Mission). Satelit Landsat-8 membawa sensor OLI (Operational Land Imager) dan
TIRS (Thermal Infrared Sensor) (Tabel 2.1). Dalam dokumen ini, lingkup
pemanfaatan data Landsat-8 untuk deteksi daerah tergenang banjir adalah dengan
menggunakan data hasil perekaman oleh sensor OLI. Meskipun penulisan secara
lengkap adalah Landsat-8 OLI, namun disini, dengan alasan penyederhanaan, ditulis
dengan satu kata saja, yaitu Landsat-8.
Tabel 2.1. Karakteristik spektral sensor OLI dan TIRS pada Satelit Landsat-8
(Sumber : USGS)
2.4. Peralatan
Peralatan yang dipergunakan dalam mengimplementasikan metode pada
pedoman ini meliputi piranti lunak (software) dan piranti keras (hardware).
Kebutuhan minimal piranti keras yang diperlukan meliputi:
(a) Seperangkat komputer desktop, meliputi CPU, keyboard, mouse, monitor
(minimal ukuran 14 inch), atau
(b) Seperangkat komputer jinjing (Labtop atau Notebook), dengan dilengkapi
perangkat mouse dan mouse pad. Ukuran minimal layar adalah 14 inch.
Kedua peralatan tersebut, baik komputer desktop maupun jinjing harus
kompatibel dan mampu menjalankan dengan baik piranti lunak pengolah data citra
yang akan dipergunakan.
Kebutuhan minimal piranti lunak yang diperlukan sesuai dengan metode
deteksi yang akan dipilih. Untuk metode deteksi secara visual, kebutuhan piranti
lunak yang diperlukan adalah:
(a) Software pengolah citra (Image Processing Software). Dapat dipilih yang
berbayar (licence) maupun yang tidak berbayar (freeware / open source). Contoh
software berbayar di antaranya adalah ENVI, ER Mapper, ERDAS Imagine, PCI
Geomatic, dan Idrisi. Contoh software yang tidak berbayar di antaranya adalah
ILWIS dan Multispec.
(b) Software GIS. Dapat dipilih yang berbayar (licence) maupun yang tidak berbayar
(freeware / open source). Contoh software GIS yang berbayar di antaranya
adalah ArcView, ArcGIS dan MapInfo. Contoh software GIS yang tidak berbayar
di antaranya adalah Quantum GIS.
Untuk metode deteksi secara dijital atau otomatis cukup mempergunakan
software pengolah citra.
5
BAB III
PENGOLAHAN DATA
Dimana:
' : TOA planetary reflectance, tanpa koreksi solar angle. Catatan bahwa '
tidak memuat koreksi sun angle.
TOA reflectance dengan koreksi sun angle, dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:
' '
= = ......................................... (3-2)
cos(SZ) sin(SE)
Dimana:
: TOA planetary reflectance.
SE : Local sun elevation angle. Sun elevation angle di pusat scene citra
dalam derajat in degrees disediakan di file metadata
(SUN_ELEVATION).
SZ : Local solar zenith angle; SZ = 90 - SE
b) Fusi Kanal
6
Fusi kanal adalah menggabungkan beberapa file citra terpisah ke dalam satu
file himpunan data (dataset). File data yang digabungkan adalah data kanal 4, 5 dan
6.
d) Penajaman Citra
Penajaman citra (image enhancement) merupakan suatu operasi untuk
menghasilkan citra baru yang memiliki kenampakan visual dan karakteristik spektral
yang berbeda. Penajaman citra yang perlu dilakukan meliputi penajaman kontras
(contrast enhancement) dan penajaman spasial (spatial enhancement).
Penajaman kontras dilakukan dengan teknik perentangan kontras secara linier
(linearcontrast stretching) dengan nilai default 1%.
Penajaman spasial dilakukan melalui fusi citra multiresolusi, yaitu menggabungkan
citra kanal 8 (resolusi spasial 15 meter) dengan kanal multispektral lainnya yang
memiliki resolusi spasial 30 meter (kanal 6, 5 dan 4). Teknik penajaman spasial yang
dipergunakan adalah transformasi Brovey. Transformasi ini mengubah nilai
reflektansi pada setiap saluran multispektral (R, G, dan B), menjadi nilai-nilai baru
(RP, GP, dan BP). Persamaan Brovey Transformation yang dipergunakan adalah
sebagai berikut:
.................................................. (3-3)
.................................................. (3-4)
.................................................. (3-5)
Dalam hal ini, R, G, dan B adalah nilai saluran untuk reflektansi kanal 6, 5, dan 4.
Sedangkan P adalah nilai saluran untuk reflektansi kanal 8.
Data yang dihasilkan adalah citra baru dengan resolusi 15 meter (nilai saluran 6, 5,
dan 4 di-resampling ke ukuran piksel saluran 8). Metode resampling yang
dipergunakan adalah tetangga terdekat (nearest neighboard).
e) Pemfilteran Spasial
Pemfilteran spasial merupakan suatu teknik penyaringan informasi spektral
sehingga menghasilkan citra baru yang memiliki variasi nilai spektral yang berbeda
dari citra aslinya. Citra yang dihasilkan dari pemfilteran ini mempunyai kualitas citra
yang lebih baik untuk ekstraksi atau interpretasi pada obyek-obyek tertentu (yang
7
diinginkan). Dalam hal ini, pemfilteran spasial dilakukan untuk menghasilkan citra
baru yang mampu menonjolkan obyek-obyek pada daerah tergenang banjir. Untuk
menonjolkan obyek-obyek pada daerah tergenang banjir dipergunakan filter jenis
high-pass. Jenis filter high-pass yang dipergunakan adalah sharpen 5x5 sebagai
berikut:
-1 -1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
-1 -1 49 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
8
Pengolahan akhir meliputi penyusunan format data dan pembuatan
metadata. Informasi (spasial) yang dihasilkan oleh metode deteksi daerah tergenang
banjir secara visual ini adalah layer berupa polygon-polygon daerah tergenang banjir
dengan format vektor. Format data vektor ini dapat dikonversi menjadi format raster.
Untuk hasil proses delineasi dengan software ArcGIS, format data vektor yang
pergunakan adalah shapefile (*.shp) atau layer (*.lyr).
Metadata dibuat dalam format TEXT (*.txt), yang berisikan keterangan-keterangan:
3 5
NBR ......................................... (3-6)
3 5
Dimana: NDWI postij merupakan nilai NDWI suatu piksel tertentu dan NDWI ij
merupakan perubahan nilai NDWI piksel tersebut. dan merupakan nilai ambang
batas untuk penentuan piksel daerah tergenang banjir (berdasarkan hasil riset
empiris di wilayah Indonesia).
d) Pengolahan Akhir
Pengolahan akhir meliputi pemfilteran dan konversi format dari raster ke
vektor. Filter yang dipergunakan adalah majority 3x3 sebagai berikut:
0 0 0
0 1 0
0 0 0
Dimana V adalah data valid, O adalah data kesalahanomisi, dan K adalah data
kesalahankomisi.
11
BAB IV
PENUTUP
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kami ucapkan pada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam
menyelesaikan pedoman pemanfaatan data Landsat-8 untuk deteksi daerah
tergenang banjir ini.
12
PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH - 2015