Anda di halaman 1dari 6

Judul Buku : Born on a Blue Day: A Memoir of Aspergers and Extraordinary Mind

Jenis Buku : Autobiografi


Penulis : Daniel Tammet
Tahun : 2006
Penerbit : Hodder and Stoughton
Reviewer : Uni Kartika Sari
Tanggal : 11 Maret 2017

Born on a Blue Day adalah memoar Daniel Tammet, seorang penderita autis
berasal dari Inggris. Tammet adalah seorang jenius yang terkenal dan menjadi perhatian
dunia karena memori otak dan kemampuan matematika-nya yang luar biasa.
Pada bab pertama, Tammet menjelaskan keadaan dirinya secara umum, dimana ia
lahir dengan gangguan aspergers syndrome, sebuah kondisi yang mempengaruhi
kemampuan sosial dan komunikasi pada seseorang. Hidup dengan dengan gangguan
tersebut, banyak mempengaruhi dalam menggunakan otaknya untuk memahami sesuatu.
Namun, secara fisik ia masih dianggap normal. Hal yang paling diakui tentang
Tammet adalah kemampuannya dalam logika matematika. Semisal, ia mampu
memahami logika matematika dengan perhitungan kuadrat jauh melebihi kemampuan
orang normal. Tammet juga menjabarkan bahwa selain gangguan Asperger yang
dialaminya, ia lahir dengan gangguan sinestesia, yaitu kondisi neurologis yang langka
dimana merupakan kemampuan untuk melihat huruf dan angka berupa atau dalam
warna, bentuk tertentu, gerakan atau bahkan tekstur. Akan tetapi, karena gangguan yang
dialaminya ini, penulis justru mengungkapkan jika kemampuannya untuk
berkomunikasi melalui kata-kata tertulis jauh melebihi kemampuannya untuk
mengekspresikan dirinya secara verbal.
Pada bab kedua, Tammet lebih rinci dalam menjelaskan perilaku yang muncul
akibat beberapa gangguan yang dialaminya. Semisal, perilaku yang ditandai dengan
keinginan yang sempit dan rasa asyik yang tidak biasa, dengan kata lain emosi yang
tidak terkendali, dan pola ini terus berulang. Namun, Tammet memiliki pola pemikiran
logis dan teknis. Perilaku lainnya adalah susah untuk merespon perasaan emosional saat
bersosialisasi atau berinteraksi dengan orang lain, kikuk serta kemampuan pengendalian

1
2

motorik yang tidak terkoordinasi. Kondisi ini menjelaskan bahwa Tammet memiliki
Savant Syndrome. Savants pada umumnya adalah cacat perkembangan atau mental di
beberapa bagian tubuh. Namun pada sisi lain, penderitanya memiliki kemampuan luar
biasa pada bagian lainnya. Semisal, meskipun autis, akan tetapi penderita gangguan
Savant sangat berbakat dalam memori, logika matematika, seni atau musik.
Keadaan memang terus memburuk, namun satu hal yang terus dibanggakan oleh
Tammet adalah bagaimana orang tuanya selalu mendukung dan membiasakannya untuk
lebih mampu mandiri. Bahkan kepada tetangga atau orang sekitarnya, orang tuanya
selalu mengatakan bahwa Tammet hanya orang yang pemalu dan sangat sensitif. Ini
menggambarkan bahwa adanya sikap supportive orang tua penulis dalam menghadapi
pandangan sosial di lingkungannya.
Bahkan Ayahnya mencoba membantunya untuk lebih membuka diri, dengan
mengikutsertakan penulis pada klub catur lokal. Tammet dapat mengalahkan guru
caturnya pada hari pertama, dimana Tammet menyatakan jika saat ia memperhatikan
permainan catur sebelum ia melawan gurunya, ia berhasil menggambarkan setiap
gerakan dan memperhitungkan setiap langkah menggunakan logika matematika. Oleh
karena itu, ia mengaku logika angka yang terus berada dalam pikirannya saat ia
mencoba untuk merespon suatu hal, sedikit banyak membantu ia dalam memahami
berbagai hal. Misalnya, saat kecil Tammet mengatakan bahwa saat ia sulit tidur, ia
selalu membayangkan berada ditengah-tengah hamparan angka, yang membuatnya
bahagia dan lebih santai.
Pada bab ketiga, Tammet menjelaskan keadaan kesehatannya yang didagnosis
penderita epilepsi. Secara riwayat keluarga, kakek penulis meninggal akibat menderita
epilepsi yang tidak ditangani dengan tepat pada waktu itu. Hal ini membuat orang tua
Tammet sigap dalam mencari pengobatan agar epilepsi dapat dikurangi. Namun, saat
masih dalam proses pengobatan, Tammet justru merasakan beberapa efek samping yang
muncul seperti hilangnya konsetrasi dalam kelas, hingga sulitnya memahami studi yang
disampaikan oleh guru, bahkan mencakup angka yang biasanya ia mudah pahami.
Pada bab keempat, Tammet menjelaskan keadaannya di sekolah menengah.
Memang benar jika Tammet dikenal sebagai seorang yang jenius. Akan tetapi, saat kecil
3

ia juga termasuk orang yang diabaikan oleh lingkungan sebayanya. Bagi Tammet masa
kecil adalah hal yang paling banyak memberikan pengalaman tidak menyenangkan yang
disebabkan perilaku bullying dari teman-temannya. Ia lebih memilih menutup diri dan
selalu menghabiskan banyak waktu sendiri. Bagi Tammet, temannya tidak termasuk
dalam dunianya. Hal ini memperparah pengendalian emosionalnya dalam berinteraksi
dengan orang lain, sehingga menimbulkan kecenderungan perilaku anti-sosial.
Pada bab kelima, Tammet menceritakan kesulitannya dalam memahami perasaan
orang lain. Ia menjelaskan bagaimana usahanya untuk memahami emosional yang
dirasakan orang lain. Pada umumnya, bagi penderita Asperger, ini akan sangat sulit.
Akan tetapi, Tammet ternyata berusaha untuk mengerti perasan-perasaan empati atau
emosional dengan mengasosiasikan perasaanya pada angka dan warna. Tammet
mengungkapkan jika perasaan emosional sangat sulit untuk dipahami atau untuk
direspon. Oleh karenanya, sering kali ia menggunakan angka untuk membantunya
memahami esensi dari emosi. Semisal saat temannya mengatakan jika ia merasa sedih
atau depresi, maka Tammet menggambarkan dirinya duduk di atas angka 6 yang gelap
atau hitam, agar dapat memahami perasaan temannya tersebut. Semisal, ada artikel yang
menyatakan berita mengenai seseorang yang merasa terintimidasi oleh sesuatu, ia sering
menggambarkan keadaan tersebut, seolah-olah ia berada disamping angka sembilan (9).
Jika ada orang yang menceritakan indahnya pemandangan di sekitarnya, Tammet akan
menggambarkan ia berada di taman angka yang berwarna dengan suasana yang
menyenangkan pula.
Pada bab keenam, Tammet secara gamblang, menceritakan jika pada bangku
sekolah saat usinya 11 tahun, ia sudah memiliki rasa tertarik dengan anak laki-laki,
bahwa dia homoseksual. Pada umumnya, tidak mengejutkan jika orang dengan
penderita Asperger memiliki kecenderungan perbedaan orientasi seksual. Karena
kecacatan sosial yang mereka alami, membuat mereka terlihat dan merasa berbeda.
Tidak mengherankan jika mereka sering menolak hubungan tradisional.
Pada bab ini juga, Tammet menjelaskan bahwa kemampuannya dalam berbahasa
selain bahasa inggris meningkat. Seperti bahasa Prancis dan Jerman. Ternyata, Tammet
dan gurunya kemudian menyadari bahwa memori otak Tammet dapat sangat cepat
4

mempelajari berbagai bahasa. Di usia 16 tahun, ia mampu menggunakan bahasa pracis,


jerman dan inggris secara acak dan fasih.
Pada bab ketujuh, Tammet menceritakan bahwa ia memutuskan untuk mengikuti
saran orang tuanya memasuki universitas. Selain itu, ia juga menjadi sukarelawan guru
bahasa inggris di wilayah kecil di Rusia. Perjalanan ini sangat penting, karena hal itu
membantunya menyadari jika dia mampu melakukan beberapa tingkat kemandirian dan
ini adalah sesuatu yang dia inginkan. Pada usia 18 tahun tersebut, ia benar-benar belajar
untuk bekerja dengan sosial. Tammet menyadari saat berada di lingkungan baru, hal
yang paling dapat menjadikannya bersosialisasi adalah dengan bahasa. Maka, Ia terus
meningkatkan penguasaan bahasanya, bahkan bahasa wilayah kecil di Rusia, yaitu
bahasa Lithuania, tempat ia belajar dan menjadi volunteer untuk NATO dan European
Union.
Pada bab kedelapan, Tammet lebih menceritakan tentang kehidupan pribadinya,
yaitu tentang sikap non tradisionalnya dengan cenderung menyukai laki-laki.
Perjalanannya di Luthiania sangat berarti baginya, karena hal itu membantunya
menemukan bahwa dia mampu melakukan beberapa tingkat kemandirian (seperti yang
sudah disebutkan sebelumnya). Hal ini juga memungkinkan dia untuk menyesuaikan
diri dengan homoseksualitasnya dan di sinilah dia membuat orientasi seksualnya
menjadi publik. Pada bab ini, Tammet menceritakan bagaimana Ia bertemu dengan
mitra hidupnya.
Pada bab kesembilan, masih tentang penguasaan bahasa Tammet. Ia semakin
tertarik dengan kemampuannya dalam mempelajari bahasanya. Ia bahkan mencari
inisiatif bagaimana belajar bahasa yang berbeda dengan kata yang sama, namun dengan
pengucapan yang berbeda. Ini dilakukan dengan terus menerus mengucapkannya. Hal
ini membuktikan bahwa beberapa orang dengan gangguan Asperger memiliki
kemampuan untuk dapat menciptakan bentuk bahasa mereka sendiri. Dengan
melakukan manipulasi pada kata dan pengucapan, sehingga mudah diingat pada memori
mereka dengan cepat.
Pada bab kesepuluh, menceritakan tentang bagaimana Tammet melakukan
beberapa prestasi luar biasa, seperti menghafal nilai pi, yang hanya membutuhkan
5

waktu tiga bulan untuk menghafal 22.117 digit pertamanya. Dia mengatakan bahwa di
dalam pikirannya setiap nomor, lebih dari 10.000, memiliki bentuk unik dan rasa, dan
dia bisa mendeteksi apakah nomor itu prima atau komposit dan juga melihat hasil dari
perhitungan sebagai pemandangan dalam pikirannya. Dia telah menggambarkan
gambaran visualnya dari angka 289 sebagai angka yang buruk rupa, 333 sebagai angka
yang menarik, dan pi sangat cantik.
Pada bab kesebelas, Tammet membahas bagaimana ia mendapatkan kesempatan
untuk bertemu dengan gangguan Asperger Syndrome yang sangat dikenal dengan
kejeniusannya menghafal sesuatu dengan cepat, yaitu Kim Peek. Tammet bahkan
berkesempatan untuk bertemu dengan ilmuan ternama untuk membantu penelitian
tentang manusia super, yang mana ditemukan bahwa seharusnya orang dnegan
gangguan Savant tidak dapat menjelaskan apa yang mereka lakukan. Namun, Tammet
dapat menjelaskan dan menggambarkan itu meskipun dengan manipulasi angka atau
warna, ini yang kemudian menjadi istimewa.

Kesimpulan
Daniel Tammet adalah seorang yang lahir dengan gangguan Asperger Syndrom,
yang juga menderita savant dan sinestesia. Dengan gangguan ini, secara fisik Tammet
tidak banyak berubah, namun mempengaruhi wilayah komunikasi dan sosialnya.
Tammet memiliki kelebihan dalam logika matematika serta penguasaan bahasa dengan
cepat. Akibat dari sinestesia, Ia melogikan sesuatu dengan warna, bentuk, gerak dan
tekstur tertentu.
Savant syndrome yang dialami Tammet juga mempengaruhi wilayah
emosionalnya, dimana ia cenderung memiliki dunia sendiri, anti sosial dan sulit
merespon atau memahami empati untuk orang lain. Untuk memahami emosi orang lain,
ia akan menggambarkan keadaan tertentu dengan mengasosiasikan keadaan tersebut
pada angka dan warna. Akan tetapi, savant syndrome- Tammet yang disempurnakan
dengan sinestesia itu, justru membantu Tammet dapat menjelaskan apa yang ia rasakan,
apa yang dilakukan serta apa yang ada dalam pikirannya, yang pada umumnya- orang
dengan gangguan savant syndrome tidak dapat melakukan hal tersebut.
6

Kemudian, akibat dari sikap anti sosial yang disebutkan sebelumnya, Tammet
memiliki kecenderungan berbeda dalam orientasi seksual, yaitu mengarah pada pribadi
penyuka sesama jenis. Meskpun demikian, Tammet berhasil hidup dengan relatif
mandiri semenjak kecil karena dukungan dan peran orang tua yang sangat kuat.
Buku ini, secara umum dijabarkan secara baik, meski ada beberapa bagian yang
tidak detail. Pemilihan penggunaan bahasa relatif jelas, hanya saja mengundang
perasaan bosan pada bab-bab tertentu, semisal pada bab 8, yang mana menceritakan
pertemuannya dengan mitra hidupnya, Niel. Fakta menarik adalah, buku ini ditulis saat
Tammet berusia 22 tahun, mengingat kondisinya maka secara garis besar buku ini sudah
mencakup ekspektasi pembaca.
Tidak kalah penting, buku ini sendiri dimulai dengan banyak informasi menarik
tentang bagaimana kemampuan Tammet membuatnya berbeda. Buku ini segera
berfokus lebih pada ketidakmampuannya. Hingga sampai beberapa bab terakhir dia
berfokus lagi pada kemampuannya yang menakjubkan dan unik.

Anda mungkin juga menyukai