Anda di halaman 1dari 14

Bagaimana cara penanganan risiko?

Proses berikutnya setelah risiko berhasil diidentifikasi dan diukur adalah mengelola risiko. Jika
perusahaan gagal mengelola risiko, maka dampak yang diterima akan cukup serius, misalnya kerugian
yang cukup besar, demo mogok dari karyawan, demotivasi karyawan. Output dari proses penanganan
risiko adalah rekomendasi pengelolaan risiko.

Pengelolaan risiko secara klasik bisa dilakukan dengan 4 cara yaitu penghindaran risiko (risk avoidance),
pengurangan risiko yang bisa dilakukan dengan metode pencegahan, diversifikasi atau lindung nilai
alamiah (natural hedging), pemindahan risiko (risk transfer) dan penahanan risiko (risk retention).
Kegiatan lain yang erat kaitannya dengan manajemen risiko adalah pengendalian risiko (risk control) dan
pendanaan risiko (risk financing).

Mungkinkah perusahaan perkebunan mengelola risiko?

United Grain Growers (UGG), perusahaan yang bergerak dibidang pertanian di Kanada, bisa
mengasuransikan eksposur yang sebelumnya belum pernah diasuransikan, yaitu risiko cuaca. Risiko
cuaca dintegrasikan dengan risiko lain dan kemudian diasuransikan. Praktek manajemen risiko UGG yang
cukup inovatif mendatangkan penghargaan praktek manajemen terbaik dari beberapa lembaga yang
berkompeten di bidang manajemen risiko.

Mengingat bisnis perkebunan juga dipengaruhi alam dan makin beragamnya risiko yang dihadapi
perusahaan perkebunan termasuk PTPN dalam menjalankan bisnisnya, maka pengelolaan risiko adalah
suatu keharusan (is a must).

Pengelolaan ini bisa dimulai dengan 3 langkah dasar sederhana sebagaimana dibahas diawal tulisan ini.
Semisal kita berandai-andai, PTPN hendak menerapkan manajemen ditahun 2008 ini, PTPN sudah
memiliki beberapa modal yang bisa dijadikan pijakan dalam bergerak.

Modal yang telah dimiliki dan juga yang harus ada di PTPN untuk melaksanakan manajemen risiko
adalah:

-Kinerja terkahir (2008), hal ini telah disajikan dalam laporan manajemen dan telah disahkan kinerjanya
oleh pemegang saham dalam RUPS yang baru saja lewat.

-Organisasi manajemen risiko, baik yang masih berada dibawah bidang/biro yang sudah ada maupun
membentuk bidang manajemen risiko.
-Adanya guru dalam manajemen risiko, beberapa PTPN yang departemen keuangannya dikomandani
oleh jendral dari perbankan, secara otomatis memiliki guru dalam menerapkan konsep dasar
manajemen risiko.

-Keyakinan terhadap manajemen risiko mulai muncul pada beberapa jajaran manajemen PTPN.

-Data dan informasi terinegrasi (dalam IT warehouse), beberapa PTPN telah investasi dengan nilai yang
sangat besar untuk membangun fasilitas ini. Pemanfaatan fasilitas ini bisa dimulai dengan menjadikan
data historis tentang curah hujan, produksi, produktivitas, harga, hutang, modal sebagai data base
pengelolaan risiko operasional.

-Pandangan: risiko milik semua, pelan tapi pasti pandangan ini mulai mengkristal dalam setiap
pengambilan keputusan bisnis PTPN.

-Model yang menghubungkan risiko dalam tataran tehnis dengan kinerja perusahaan, perlu dituangkan
dalam bentuk tulisan agar dipahami semua jajaran perusahaan

-Dibuatnya corporate risk tolerance secara top down oleh BOD dengan persetujuan BOC.

-Dibuatnya peta risiko (risk map) yang dijadikan tolok ukur kinerja berbasis risiko oleh pihak intern PTPN
maupun dengan bantuan konsultan.

Hal penting harus selalu diingat bahwa risiko bersifat dinamis (change management concept), sehingga
siklus manajemen risiko harus selalu diikuti dan dijalankan dengan konsisten. Dengan telah dimilikinya
modal dalam menerapkan manajemen risiko, dan tahu langkah/tahapan/proses yang perlu dilakukan
dalam menerapkan manajemen risiko, maka kejadian menyalahkan sang Khalik atas ketidakmampuan
dalam mengantisipasi dan menangani risiko operasional seperti ilustrasi cerita diawal tulisan ini tidak
terjadi lagi.

Banyak pakar produksi dan tehnologi di negeri ini yang siap berkiprah dalam mencari solusi inovatif, tak
mau kalah dengan para tenaga ahli Jepang yang mampu mengubah badai menjadi energi listrik, atau
tanah/padang pasir di jazirah Arab yang gersang dan tandus dengan risiko kegagalan yang sangat tinggi
akhirnya bisa menghijau dan menghasilkan produk pertanian berupa buah-buahan secara berlimpah,
walaupun tidak seberlimpah buah-buahan dinegeri kita tercinta ini. Walahu alam bis shawab.

Manajemen Resiko

Perseroan memahami sejalan dengan pertumbuhan Perseroan, Kinerja Operasional dan keuangan
rentan terhadap berbagai resiko. Oleh karena itu, praktek manajemen resiko yang didasarkan pada
prinsip kehatihatian telah menjadi suatu keharusan untuk memastikan pertumbuhan yang sehat dan
berkelanjutan.

Perseroan telah mengidentifikasi resikoresiko yang ada serta langkahlangkah yang perlu diambil untuk
meminimalkan dampak yang timbul oleh resiko tersebut, resikoresiko tersebut adalah :
Risiko Usaha

Perseroan menganalisa risiko usaha yang dihadapi Perseroan di dalam menjalankan bisnisnya:

Risiko Fluktuasi Harga Pasar terhadap Produk yang Dihasilkan Perseroan

Penetapan harga produk yang dihasilkan oleh Perseroan, terutama untuk produk-produk turunan kelapa
sawit dan kelapa hibrida, ditentukan berdasarkan harga pasar dunia. Harga pasar dunia ini didasarkan
pada perubahan tingkat produksi industri dunia, permintaan dunia dan keadaan perekonomian dunia
secara keseluruhan yang selalu berfluktuasi sesuai dengan siklusnya. Dengan berfluktuasinya harga pasar
dunia akan mempengaruhi juga harga produk Perseroan, dan pada akhirnya mempengaruhi pendapatan
Perseroan.

Risiko Pengadaan Bahan Baku

Perseroan memperoleh sebagian bahan baku untuk pabrik-pabriknya dari perkebunan Perseroan dan
Anak Perusahaan, termasuk perkebunan Plasma dan sebagian lagi melalui pembelian dari pihak ketiga.
Seperti halnya tanaman-tanaman lainnya, hasil tanaman perkebunan kelapa sawit Perseroan dan Anak
Perusahaan, yang merupakan bahan baku Industri Minyak Goreng serta produk turunan kelapa sawit dan
kelapa hibrida, mempunyai siklus panen dan dipengaruhi oleh iklim, sehingga tingkat produksi
perkebunan kelapa sawit Perseroan dan Anak Perusahaan selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada
saat-saat tertentu, produksi perkebunan kelapa sawit Perseroan dan Anak Perusahaan bisa menurun
atau meningkat secara signifikan. Jika produksi perkebunan kelapa sawit Perseroan dan Anak Perusahaan
mengalami penurunan, Perseroan dimungkinkan menghadapi kesulitan pengadaan bahan baku. Tidak
tertutup pula kemungkinan di masa mendatang Perseroan kesulitan melakukan pembelian bahan baku
atau bahan baku yang diperolehnya kurang memenuhi kebutuhan. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat
produksi Perseroan dan pada akhirnya mempengaruhi pendapatan Perseroan.

Risiko Persaingan Usaha


Dewasa ini di Indonesia terdapat ratusan perusahaan perkebunan dan pabrik pengolahan CPO dan
Minyak Goreng. Minyak Goreng, terutama yang dalam bentuk curah, tidak saja diproduksi oleh
perusahaan besar tetapi juga oleh banyak perusahaan kecil. Hal ini membuat persaingan usaha menjadi
ketat sehingga tidak tertutup kemungkinan pangsa pasar yang telah dikuasai oleh Perseroan akan
menurun dan pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan Perseroan.

Risiko Perubahan Selera Konsumen dan Produk Substitusi

Salah satu produk utama Perseroan adalah Minyak Goreng yang merupakan salah satu kebutuhan pokok
di Indonesia. Pasar Minyak Goreng Perseroan terutama adalah konsumen kelas menengah ke bawah.
Minyak Goreng yang terbuat dari kelapa sawit sampai saat ini masih dianggap sebagai minyak goreng
yang paling ekonomis dan sehat. Seiring dengan peningkatan pendapatan dan kesadaran masyarakat
akan kesehatan tidak tertutup kemungkinan terjadi perubahan selera konsumen dalam memilih produk.

Risiko Tidak Diperolehnya, Kesulitan dalam Pembaruan dan Pengurangan Luas HGU Lahan Perkebunan

Jangka waktu HGU untuk perkebunan Perseroan dan Anak Perusahaan adalah 20-35 tahun yang dapat
diperpanjang dan diperbaharui lagi. Perseroan dan Anak Perusahaan selalu mematuhi semua peraturan
yang berhubungan dengan kegiatan usahanya dan mengambil langkah-langkah antisipatif yang
diperlukan untuk mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan HGU lahan perkebunannya.
Kesulitan dan keterlambatan dalam memperpanjang HGU, serta pengurangan luas HGU lahan
perkebunan yang sudah ada, baik karena peraturan Pemerintah ataupun karena hal-hal lainnya. Semua
ini akan berpengaruh terhadap jalannya kegiatan usaha Perseroan dan Anak Perusahaan, dan pada
akhirnya akan mempengaruhi pendapatan Perseroan.

Risiko Iklim

Iklim merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan usaha perkebunan kelapa
sawit.Tanaman ini memerlukan sinar matahari dan curah hujan yang cukup. Sebagai contoh, pada tahun
1997 ,2006 dan 2015, terjadi gejala alam El Nino yang menyebabkan daerah-daerah di Indonesia
mengalami kekeringan yang melebihi normal dan pada tahun 1998 , 2006 dan 2015 terjadi kebakaran
besar di Pulau Sumatera sehingga asapnya menghalangi sinar matahari ke permukaan tanah dan
menyebabkan tanaman kelapa sawit kesulitan melakukan fotosintesa. Gejala ini menyebabkan tingkat
produktivitas tanaman kelapa sawit menjadi menurun. Faktor-faktor alam seperti ini dapat
mempengaruhi produksi perkebunan kelapa sawit Perseroan dan Anak Perusahaan dan pada akhirnya
mempengaruhi pendapatan Perseroan.

Risiko Hama dan Penyakit

Tanaman Perseroan dan Anak Perusahaan menghadapi ancaman dari berbagai macam hama dan
penyakit. Pihak manajemen perkebunan Perseroan dan Anak Perusahaan telah mengambil langkah-
langkah pencegahan dengan melakukan pemeliharaan dan perawatan yang intensif, meskipun demikian
tidak dapat dipastikan bahwa tanaman-tanaman tersebut akan selalu bebas hama atau penyakit. Jika
tanaman tersebut kena hama atau penyakit, hal ini dapat mengurangi produksi dan pada akhirnya
mempengaruhi pada pendapatan Perseroan.

Risiko Pengadaan Bibit Unggul

Bibit yang baik merupakan hal yang sangat penting karena mempengaruhi kualitas tanaman pada saat
mulai menghasilkan.Hingga saat ini Perseroan dan Anak Perusahaan mendapatkan bibit kelapa sawitnya
dari beberapa perusahaan pembibitan di Sumatera Utara.Di masa mendatang, tidak ada jaminan bahwa
perusahaan-perusahaan tersebut dapat terus menyediakan bibit. Bila hal ini terjadi, rencana
pengembangan perkebunan akan terhambat dan pada akhirnya mempengaruhi pendapatan Perseroan.

Risiko Pemogokan Tenaga Kerja

Dewasa ini Perseroan dan Anak Perusahaan mempekerjakan sekitar 2.946 orang karyawan tetap dan
sekitar 30.000 karyawan tidak tetap serta buruh harian yang menjadi tulang punggung operasional
sehari-hari. Apabila terjadi pemogokan tenaga kerja dapat mengakibatkan aktivitas operasional
Perseroan dan Anak Perusahaan terganggu sehingga tingkat produksi menurun dan pada akhirnya akan
mempengaruhi pendapatan Perseroan.

Risiko Peraturan Pemerintah


Bidang usaha Perseroan sangat dipengaruhi oleh peraturan-peraturan Pemerintah. Misalnya pada tahun
1994 dan 2010 Pemerintah mengenakan pajak ekspor terhadap setiap produk kelapa sawit untuk
mengendalikan harga dalam negeri dan pada tahun 1998 Pemerintah pernah melarang ekspor CPO yang
sekarang telah dirubah dengan pengenaan pajak ekspor. Di masa mendatang, tidak tertutup
kemungkinan Pemerintah akan mengeluarkan peraturan-peraturan baru yang dapat mempengaruhi
harga dalam negeri dan pengenaan pajak ekspor kembali. Bila hal ini terjadi, maka dapat mempengaruhi
pendapatan Perseroan.

Risiko Masalah Pencemaran Lingkungan

Perkebunan Perseroan dan Anak Perusahaan memerlukan lingkungan yang bersih dan tidak
tercemar.Pada masa-masa mendatang seiring dengan laju perkembangan industri di daerah sekitar
perkebunan Perseroan dan Anak Perusahaan, dapat mencemari lingkungan, seandainya saja tidak
melakukan pengolahan limbah sesuai dengan peraturan lingkungan hidup.Hal ini dapat mempengaruhi
tingkat produktivitas perkebunan Perseroan dan Anak Perusahaan.Perseroan dan Anak Perusahaan telah
mengolah limbah perkebunan dan fasilitas pengolahannya untuk memastikan tidak ada limbah yang
dihasilkannya dapat mencemari lingkungan sekitarnya sesuai dengan peraturan lingkungan hidup yang
berlaku di Indonesia. Namun tidak tertutup kemungkinan terjadi perubahan peraturan lingkungan hidup
yang dapat mempengaruhi proses pengolahan limbah yang ada.

Risiko Peraturan Negara Pengimpor

Perseroan merencanakan untuk meningkatkan pasar dan nilai penjualan ekspornya.Rencana ini bisa
tidak terwujud jika pemerintah Negara pengimpor menerapkan peraturan yang menghambat impor
dengan pengenaan pajak impor ataupun sistem kuota bagi produk-produk Perseroan. Hal ini pada
akhirnya akan dapat mempengaruhi tingkat pendapatan Perseroan.

Risiko Nilai Tukar Rupiah

Nilai Rupiah mengalami fluktuasi yang cukup signifikan sejak Juli 1997 dan pertengahan 2015.Nilai
Rupiah mengalami depresiasi yang cukup besar terhadap dolar Amerika Serikat.Perubahan nilai tukar ini
menyebabkan hutang Perseroan yang didenominasikan dalam mata uang dolar Amerika Serikat
meningkat secara signifikan nilainya jika dikonversikan ke dalam mata uang Rupiah.Hal ini dapat
mempengaruhi kinerja keuangan Perseroan.Namun, melihat kecenderungan sekarang dimana Rupiah
terus menguat terhadap dolar Amerika Serikat, kinerja keuangan Perseroan dapat membaik.

Di lain pihak, Perseroan juga diuntungkan dengan depresiasi Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
dengan melakukan penjualan ekspor yang didenominasikan dalam mata uang dolar Amerika Serikat.
Tingginya nilai dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah menyebabkan nilai penjualan ekspor Perseroan
meningkat jika dikonversikan ke dalam Rupiah. Dengan menguatnya Rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat, nilai penjualan ekspor Perseroan menjadi lebih kecil sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi
pendapatan Perseroan secara keseluruhan.

ANAJEMEN RISIKO

Sebagai perusahaan agro industri, Perseroan menghadapi begitu banyak risiko baik yang sifatnya
controllable maupun uncontrollable. Beberapa peristiwa yang mempengaruhi kinerja dan operasional
Perseroan, menambah keyakinan Direksi beserta jajarannya bahwa amanat Pasal 25 Peraturan Menteri
Negara BUMN Nomor : Per-01 MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good
Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara, harus segera diterapkan secara konsisten.
Tahun 2012 merupakan periode penting perwujudan komitmen Direksi dalam membangun dan
melaksanakan program manajemen risiko korporasi secara terpadu dan terstruktur serta merupakan
bagian dari pelaksanaan program GCG.

ROAD MAP PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO

Sebagai upaya yang berkesinambungan, Perseroan secara sistematis telah meletakkan pondasi
penerapan manajemen risiko sebagai dasar infrastruktur tata kelola manajemen risiko yang baik. Dimulai
dengan meningkatkan level unit kerja yang ditunjuk menjalankan fungsi manajemen risiko dari yang
semula setingkat Asisten Urusan menjadi sebuah unit sertingkat urusan di bawah Bagian Perencanaan,
Pengembangan dan Teknologi Informasi (P2TI) melalui SKEP Direksi Nomor 10-
SKEP/05.D1/05.10/VI/2012 tanggal 25 Juni 2012 tentang Penyesuaian Struktur Organisasi Strategic
Bussiness Unit (SBU) Bagian Sekretaris Perusahaan, Bagian Perencanaan Pengkajian dan Teknologi
Informasi di Lingkungan PT Perkebunan Nusantara V (Persero).

Dilanjutkan dengan menerbitkan pernyataan penerapan manajemen risiko melalui SKEP 16-
SKEP/05.D1/05.09/VIII/2012 tanggal 16 Agustus 2013 tentang Penerapan Manajemen Risiko dan
menetapkan road map penerapan manajemen risiko

Dengan menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Kantor Perwakilan Provinsi Riau,
melalui MOU nomor : 48-MoU/05.D1/05.00/IX/2012 MOU-3082/PW04/4/2012 yang ditandatangani di
Hotel Novotel Batam tanggal 27 September 2012, Perseroan secara bertahap dan sistematis membentuk
risk awareness di berbagai tingkat manajerial. Dimulai dengan melaksanakan sosialisasi dan workshop
kepada insan perseroan pada tingkat Direksi, Komisaris, dan Organ Pendukung Komisaris di Hotel
Novotel Batam, tanggal 27-28 September 2012, kemudian level satu tingkat di bawah Direksi yakni GM,
Kepala Bagian dan Manager di Hotel The Hills Batam tanggal 26-28 November 2012

Sampai dengan akhir tahun 2012, Penerapan Manajemen Risiko telah berhasil memasuki tahap Initial
Risk Assessment. Namun demikian, perlu waktu yang relativ lama untuk membangun pemahaman
bahwa manajemen risiko merupakan sebuah kebutuhan dan bukan hanya karena tekanan norma dan
peraturan yang ada.

Rencana Pengembangan Manajemen Risiko Tahun 2013

Perseroan secara konsisten akan melanjutkan Road Map Penerapan Manajemen Risiko yang telah
ditetapkan dan menargetkan pada akhir tahun 2013 telah dapat mengiimplementasikan sampai ke
tingkat unit-unit kerja. Adapun rencana program pengembangan selanjutnya di tahun 2013 adalah :

Update Risk Assessment

Penyusunan Pedoman Manajemen Risiko

Penyusunan Pedoman Evaluasi Penerapan Manajemen Risiko

Manajemen Risiko Perusahaan

Risiko adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi sasaran perusahaan. Salah satu atribut risiko adalah
ketidakpastian, baik dari sesuatu yang sudah diketahui maupun dari sesuatu yang belum diketahui.
Dalam penyusunan strategi yang baik, haruslah juga memperhatikan risiko-risiko yang mungkin terjadi
dalam konteks eksternal maupun konteks internal perusahaan, dan melakukan antisipasi perlakuan risiko
bila memang risiko tersebut menjadi kenyataan.

Manajemen risiko perusahaan adalah sebuah upaya yang dilaksanakan oleh Dewan Komisaris, Direksi,
jajaran manajemen, dan karyawan perusahaan untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengelola, serta
menangani risiko-risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran perusahaan. Proses pengelolaan
dan penanganan risiko ini dilaksanakan dalam batasan selera risiko (risk appetide) yang dapat ditanggung
perusahaan. Dengan melakukan ini maka dapat diperoleh jaminan atas keyakinan yang wajar atas
pencapaian keseluruhan sasaran perusahaan.

Penerapan manajemen risiko adalah bagian dari penerapan Good Corporate Governance (GCG).

Berdasarkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus
2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan
Usaha Milik Negara, Direksi wajib menyusun manajemen risiko manual dan membangun serta
melaksanakan program manajemen risiko perusahaan secara terpadu yang merupakan bagian dari
pelaksanaan program GCG, serta menyampaikan laporan profil manajemen risiko dan penanganannya
bersamaan dengan laporan berkala perusahaan. Oleh karena itu, penerapan manajemen risiko juga perlu
dikawal oleh prinsip-prinsip tertentu sehingga kongruen dengan penerapan GCG dan bisa berjalan secara
efektif.

Tujuan penerapan Manajemen Risiko Perusahaan diyakini mampu untuk :

1. Memastikan risiko-risiko yang ada di Perusahaan telah diidentifikasi dan dinilai, serta telah
dibuatkan rencana tindakan untuk meminimalisasi dampak dan kemungkinan terjadinya.

2. Memastikan bahwa rencana tindakan telah dilaksanakan secara efektif dan dapat
meminimalisasi dampak dan kemungkinan terjadinya risiko.

3. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen, karena semua risiko yang dapat menghambat
proses perusahaan telah diidentifikasikan dengan baik, termasuk cara untuk mengatasi gangguan
kelancaran proses perusahaan telah diantisipasi sebelumnya, sehingga bila gangguan tersebut memang
terjadi, maka perusahaan telah siap untuk menanganinya dengan baik.

4. Membantu Manajemen Perusahaan dalam pengambilan keputusan dengan menyediakan


informasi mengenai risiko-risiko yang ada di Perusahaan, baik risiko strategis maupun kegiatan fungsi-
fungsi/proses bisnis di Unit Kerja.

5. Lebih memberikan jaminan yang wajar atas pencapaian sasaran perusahaan karena
terselenggaranya manajemen yang lebih efektif dan efisien, hubungan dengan pemangku kepentingan
yang semakin membaik, kemampuan menangani risiko perusahaan yang juga meningkat, termasuk risiko
kepatuhan dan hukum.

Konteks Manajemen Risiko Perusahaan

1. Visi

Terimplementasinya budaya sadar risiko dan pelaksanaan pengelolaan risiko di perusahaan


secara menyeluruh, terstruktur dan terintegrasi dalam rangka mencapai tujuan utama perusahaan.

2. Misi

Merubah cara penanganan risiko yang semula secara parsial (silo) menjadi terintegrasi seluruh
organisasi dengan membangun suatu pemahaman yang sama tentang prinsip-prinsip penanganan risiko,
suatu landasan kerangka kerja yang akan menjadi dasar bagi penanganan setiap risiko, urutan proses
penanganan risiko, pemahaman tentang teknik dan metoda penanganan risiko, proses pelaporan serta
monitoring & review untuk keseluruhan proses penanganan risiko di seluruh organisasi.

3. Sasaran

Pencapaian tingkat penerapan manajemen risiko dengan mengacu pada target kinerja yang telah
ditetapkan dalam Kriteria Penilaian Kinerja Unggul (KPKU).
4. Strategi

Strategi yang ditempuh perusahaan agar implementasi manajemen risiko dapat berjalan dengan
baik:

a. Membangun komitmen dari Direksi dan Pimpinan Unit Kerja untuk memberikan
dukungan penuh terhadap penerapan Manajemen Risiko Perusahaan;

b. Menyusun dan menetapkan struktur tata kelola risiko (risk governance structure) yang
sesuai di perusahaan dipimpinnya, serta menetapkan struktur akuntabilitas hingga level yang terendah;

c. Penunjukan Champion yang bertanggung jawab untuk mendorong pelaksanaan


penerapan manajemen risiko secara meluas ke seluruh organisasi. Champion ini dapat berupa
penunjukan fungsi Manajemen Risiko tersendiri dan juga para individu pada setiap Unit Kerja dengan
penugasan khusus untuk menjadi fasilitator penerapan manajemen risiko pada unit kerjanya;

d. Penetapan secara jelas bahwa akuntabilitas pengelolaan risiko tetap berada pada para
pemangku risiko (risk owner) dan bukan ke para Champion. Untuk itu maka Pimpinan Unit Kerja adalah
pemangku risiko pada unit kerja tersebut dan juga menjadi Penanggung Jawab dalam melakukan
pengelolaan risiko pada unit kerjanya. Demikian secara berjenjang hingga sampai pada
penanggungjawab proses. Tugas para Champion lebih sebagai fasilitator untuk penerapan manajemen
risiko;

e. Penyusunan infrastruktur organisasi sebagai unit untuk mendorong penerapan


manajemen risiko ke seluruh organisasi, termasuk di dalamnya akuntabilitas penerapan tersebut pada
setiap tingkatan dalam organisasi;

f. Menyediakan sumber daya yang diperlukan dan memadai dalam arti tenaga ahli,
pelatihan, dana, sarana fisik, peralatan, dan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan manajemen
risiko dengan baik;

g. Memastikan keselarasan program manajemen risiko dengan strategi perusahaan,


sekaligus menentukan ukuran kinerja pencapaian sasaran manajemen risiko;

h. Menerapkan proses Manajemen Risiko Perusahaan yang telah berhasil digunakan oleh
perusahaan lain atau sejenis (best practice);

i. Menerapkan seluruh Kebijakan Manajemen Risiko perusahaan secara konsisten dan


berkelanjutan sehingga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses manajemen Perusahaan;

j. Melakukan pengembangan kompetensi dan proses pembelajaran Manajemen Risiko


Perusahaan secara berkesinambungan;

k. Melakukan pengembangan struktur organisasi Perusahaan yang dapat mendukung


penerapan Manajemen Risiko Perusahaan;
l. Membangun budaya peduli Risiko di seluruh proses manajemen Perusahaan melalui
antara lain komunikasi kebijakan dan implementasi Manajemen Risiko Perusahaan secara
berkesinambungan.

5. Kebijakan

a. Menerapkan manajemen risiko perusahaan sebagai perwujudan penerapan tata kelola


perusahaan yang baik (GCG) secara konsisten dan berkelanjutan. Manajemen risiko perusahaan
diterapkan untuk meminimalisasi segala kemungkinan kejadian yang dapat berakibat buruk terhadap
pencapaian sasaran Perusahaan.

b. Penerapan manajemen risiko perusahaan mengacu pada kerangka kerja ISO 31000 :
2009, dengan pertimbangan bahwa kerangka ini lebih praktis, bersifat generik dan sejalan dengan
struktur organisasi serta bentuk badan hukum perusahaan yaitu perusahaan perseroan yang
pengaturannya mengacu pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Kerangka Kerja Manajemen Risiko PTPN VIII adalah sebagaimana berikut:

Skema tersebut menunjukkan gambaran mengenai kerangka kerja manajemen risiko


sebagai induk dari proses manajemen risiko yang lebih bersifat teknis dan gambaran bagaimana tata
kelola risiko yang terdiri dari aspek struktural, aspek operasional dan aspek perawatan, harus
dilaksanakan.

c. Untuk mendukung agar pelaksanaan proses manajemen risiko perusahaan dapat


berjalan dengan baik, maka perusahaan akan melakukan pengembangan lingkungan internal yang
mendukung penerapan Manajemen Risiko Perusahaan, meliputi antara lain komitmen dan dukungan
Manajemen, penetapan prinsip, strategi umum, dan kebijakan penerapan manajemen risiko,
pembentukan fungsi atau unit yang bertugas untuk mengkoordinir dan melakukan supervisi atas
pengelolaan Manajemen Risiko Perusahaan, pengembangan Manajemen Risiko Perusahaan sebagai
bagian dari keseluruhan proses manajemen Perusahaan, pengembangan budaya risiko, pengembangan
kompetensi, serta pengembangan kebijakan-kebijakan lain yang mendukung.

d. Seluruh jajaran manajemen Perusahaan memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk
menerapkan Manajemen Risiko Perusahaan dalam mengelola seluruh aktivitas di unit kerja yang
dipimpinnya.

6. Akuntabilitas Penerapan Manajemen Risiko Perusahaan

Secara umum pihak-pihak yang terlibat dalam penerapan Kebijakan Manajemen Risiko
Perusahaan adalah sebagai berikut:

a. Direksi sebagai Komite Risiko dan Pimpinan Perusahaan adalah penanggungjawab utama
penerapan manajemen risiko pada Perseroan.
b. Dewan Komisaris adalah Pengawas Tertinggi dalam pelaksanaan pengawasan
(monitoring dan review), pelaksanaan penerapan manajemen risiko pada Perseroan.

c. Sekretaris Perusahaan selaku unit pengelola risiko dan bertugas mengkoordinir seluruh
unit kerja dalam setiap tahapan implementasi manajemen risiko.

d. Satuan Pengawasan Internal bertugas untuk melaksanakan pengawasan atas setiap


pelaksanaan rencana perlakuan risiko setiap unit kerja.

e. Pimpinan Unit Kerja bertanggung jawab atas pengelolaan risiko pada masing-masing unit
kerjanya.

f. Seluruh karyawan berkewajiban mengimplementasikan seluruh tahapan manajemen


risiko dengan mengacu kepada pedoman ini.

Profil Risiko

Dalam kaitannya dengan implementasi Enterprise Risk Management, PTPN VIII (Persero)
mengkategorikan risiko menjadi :

1. Risiko Strategis Perusahaan

Risiko Strategis adalah risiko yang besarnya melebihi kemampuan perusahaan (risk appetite)
untuk menanggung risiko tersebut sehingga sangat mengganggu proses bisnis dan tujuan strategis
perusahaan, pengelolaannya terhadap risiko ini harus dilaksanakan dengan segera dengan melibatkan
Direksi didalam pengelolaannya.

a. Risiko Produksi

Perusahaan akan tereksposur risiko produksi karena ketidaktercapaian realisasi produksi


baik dalam segi jumlah maupun kualitas produksi dibandingkan dengan target yang ditetapkan.

Perusahaan mengelola risiko produksi ini melalui pelaksanaan proses produksi mulai dari
pembukaan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan pemetikan sesuai Standar Operasional
Prosedur (SOP) yang ditetapkan serta mengoptimalkan penggalian produksi melalui inovasi tanaman dan
teknologi dan peningkatan kualitas SDM, penerapan reward dan punishment, pelaksanaan program
replanting sesuai kebutuhan dan kemampuan perusahaan, pembentukan mikroklimat dan makroklimat
melalui penanaman pohon, pembuatan hutan koloni, dan konservasi tanah dan air.

b. Risiko Fluktuasi Harga

Pasar komoditas sangat tergantung pada kondisi pasar dunia (supply and demand) dan
dengan sistem penjualan lelang (auction), preferensi pembeli atas produk sangat menentukan (buyers
market).
Untuk mempertahankan posisi tawar yang baik, sehingga mampu mendapatkan harga
yang kompetitif, perusahaan telah menetapkan kebijakan mutu sesuai dengan standar keberterimaan
dan juga memenuhi persyaratan produk seperti ISO, RA dan ETP serta sertifikasi lainnya yang
mendukung. Di samping itu perusahaan juga melakukan analisis pasar untuk mengetahui kebutuhan dan
keinginan pelanggan dan untuk memaksimalkan produk-produk dengan harga yang tertinggi, sehingga
secara agregat harga jual tetap bertahan.

Perusahaan juga melaksanakan mitigasi atas risiko ini melalui diversifikasi produk dengan
pembentukan unit bisnis industri hilir teh.

c. Risiko Nilai Tukar Valuta Asing

Sebagian penjualan dilakukan secara ekspor dan dalam mata uang asing (US Dollar), oleh
karena itu pergerakan nilai tukar Rupiah akan mempengaruhi penerimaan riil perusahaan.

Risiko perubahan nilai tukar dimitigasi oleh perusahaan dengan menetapkan asumsi
harga dalam RKAP sesuai arahan kementerian BUMN sebagai pemegang saham.

d. Risiko Likuiditas

Ketika posisi arus kas perusahaan tidak cukup untuk menutup liabilitas yang jatuh
tempo.

Kebutuhan likuiditas perusahaan terutama timbul dari kebutuhan untuk membiayai


investasi tanaman dan non tanaman. Untuk dapat mengelola risiko likuiditas, manajemen perlu untuk
terus memantau dan menjaga tingkat kas dan setara kas yang dianggap cukup untuk membiayai
operasional perusahaan dan untuk mengurangi dampak fluktuasi arus kas.

Manajemen juga secara berkala perlu untuk mengevaluasi proyeksi dan aktual arus kas,
termasuk profil pinjaman yang akan jatuh tempo dan terus melakukan penelaahan kondisi di pasar
keuangan untuk mendapatkan kesempatan memperoleh sumber pendanaan yang optimal. Perusahaan
memantau likuiditasnya dengan menganalisis profil aset dan liabilitas yang akan jatuh tempo.

e. Risiko Investasi

Perusahaan akan terekspose risiko investasi karena realisasi pelaksanaan investasi baik
waktu pelaksanaan, manfaat serta hasil yang diharapkan dari investasi yang dilakukan perusahaan
tersebut tidak sesuai dengan target yang diharapkan pada saat awal pelaksanaan kelayakan investasi.

Perusahaan melakukan mitigasi atas risiko investasi dengan melakukan kajian kelayakan
investasi, sumber dana yang digunakan, perencanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan selama dan
setelah masa investasi dilaksanakan.

f. Risiko Ketersediaan Bahan Pendukung Produksi (pupuk kimia)


Dalam usaha agro industri, pupuk merupakan faktor yang signifikan dalam mendukung
pencapaian produktivitas tanaman. Dengan keterbatasan supply pupuk kimia di pasaran, maka akan
berdampak pada kesehatan tanaman, dan pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas tanaman itu
sendiri. upaya manajemen adalah dengan menggunakan substitusi pupuk kimia dengan memanfaatkan
pupuk organik, baik yang berasal dari tandan kosong sawit atau dengan pupuk kandang.

g. Risiko Hak Guna Usaha (HGU)

Sebagai perusahaan perkebunan yang mengelola budidaya tanaman diatas lahan HGU,
pemastian akan status akan lahan sesuai aturan yang berlaku menjadi risiko sendiri yang harus dikelola,
proses pengurusan dan perpanjangan HGU yang memerlukan waktu dan biaya, persyaratan yang harus
dipenuhi dalam rangka pengurusan tersebut, penjarahan/okupasi lahan yang menyebabkan status lahan
yang tidak clean and clear, tuntutan dari para stakeholders akan kejelasan status lahan menjadikan risiko
ini menjadi risiko yang strategis bagi perusahaan.

Untuk mengantisipasi/memitigasi hal tersebut manajemen melakukan langkah dengan


melakukan inventarisasi terhadap status HGU lahan lahan di perusahaan, melakukan komunikasi dan
koordinasi dengan pihak pemerintah dalam hal ini BPN untuk percepatan proses perpanjangan HGU
sesuai prosedur yang berlaku, melakukan sosialisasi dan pemahaman kepada stakeholders disekitar
kebun dan areal perusahaan, melakukan langkah non litigasi dan litigasi atas lahan lahan yang
diokupasi, melakukan upaya pendekatan perusahaan melalui program CSR dan PKBL.

h. Risiko Ketenagakerjaan

Sebagai perusahaan perkebunan yang bersifat padat karya, risiko yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan tentu tidak dapat dihindarkan, misalkan dalam rangka penetapan UMR dan aturan
ketenagakerjaan lainnya. Di samping itu, dengan banyaknya tenaga kerja serta tersebarnya lokasi kerja
akan berpengaruh pada rentang kendali pengawasan karyawan serta keinginan masyarakat untuk
bekerja di perkebunan saat ini cenderung menurun. Kebijakan yang dilakukan adalah dengan
peningkatan produktivitas karyawan melalui penerimaan karyawan yang selektif dan program
pengembangan tenaga kerja melalui pendidikan serta pelatihan yang berkesinambungan, jenjang karir
yang jelas, promosi, penghargaan minimal sesuai ketentuan, seperti UMR, tunjangan, fasilitas dan
program perusahaan lainnya dalam rangka mengikat tenaga kerja dan membuat industri perkebunan
menjadi perusahaan yang diminati oleh banyak pihak.

2. Risiko Non Strategis

Risiko Non Strategis adalah risiko yang besarnya berada pada titik maksimal atau lebih rendah
dari kemampuan perusahaan (risk appetite) untuk menanggung terjadinya risiko tersebut, sehingga
dapat mengganggu proses bisnis dan tujuan strategis perusahaan, pengelolaannya terhadap risiko ini
harus dilaksanakan dan atau diterimanya risiko tersebut.

Anda mungkin juga menyukai