Anda di halaman 1dari 23

1.

Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai adalah Kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan ini
berdiri pada tahun 400-500 masehi. Letaknya di tepi sungai mahakam
Kalimantan Timur. Raja pertama Kerajaan Kutai bernama Kudungga.
Sedangkan raja Kutai yang terkenal bernama Mulawarman.Sebagai pemeluk
Agama Hindu yang taat, Raja Mulawarman menyembah Dewa Siwa.
Diceritakan pula bahwa dalam suatu upacara Raja Mulawarman
menghadiahkan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana. Untuk memperingati
upacara itu maka didirikan sebuah Yupa.Yupa adalah tiang batu yang
menceritakan Kerajaan Kutai. Dari beberapa prasasti yang ditemukan
dikatakan bahwa Raja mulawarman adalah seorang raja yang baik budi. Pada
masa pemerintahannya, rakyat hidup sejahtera dan makmur.Peniggalan
Kerajaan Kutai berupa prasasti atau batu bertulis. Prasasti itu ditulis dengan
huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Oleh karena itu, kerajaan kutai dikenal
dengan namaNegri Tujuh Buah Yupa.

Prasasti di Kutai juga menyebutkan adanya tempat suci bernama baprakeswara


atau tempat sucu memuja dewa Trimurti. Setelah Mulawarman wafat tidak
ada lagi keterangan mengenai kerajaan kutai.

A. Bidang Sosial
Masyarakat kutai mengenal kasta-kasta karena pengaruh agama Hindu.
Keluarga Kudungga pernah melakukan upacara vratyastima, yaitu upacara
penyucian diri untuk masuk pada kasta ksatria. Di samping itu, berdasarkan
berbagai peninggalan kutai pada masa itu kehidupan masyarakatnya suda
sangat teratur, walaupun tidak jelas diungkapkan dalam prasasti. Namun ada
keterangan dalam prasasti yang menjelaskan bahwa masyarakat Kutai masih
menjalankan adat istiadat dan kepercayaan asli mereka.

B. Bidang Ekonomi

Telah disebutkan bahwa raja Mulawarman menghadiahkan 20.000 ekor lembu.


Hal ini berarti peternakan di Kerajaan Kutai pada saat itu sudah maju. Demikian
pula dalam bidang pertaniaan karena kerajaan kutai terletak di tepi sungai.
C. Bidang Pemerintahan

Terdapat tiga nama penguasa Kutai. Kudungga adalah nama asli Indonesia yang
diyakini dipengaruhi agama Hindu. Aswawarman dan Mulawarman adalah
nama Hindu. Penambahan nama warman biasanya melalui upacara atau
penobatan raja secara agama Hindu. Perluasan kerajaan selain dengan
menaklukan kerajaa-kerajan di sekitarnya juga melalui upacara pelepasan
kuda, hal iniberartikan sejauh mana kuda dapat berlari itulah daerah
kekuasaannya.

Raja Mulawarman adalah raja termasyur dari kerajaan Kutai

D.Kepercayaan

Kerajan Kutai mempercayai agama Hindu yaitu Hindu Syiwa.

2. Tarumanegara
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah
berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M.
Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang
meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan
artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan
Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.

Etimologi dan Toponimi


Kata tarumanagara berasal dari kata taruma dan nagara. Nagara artinya
kerajaan atau negara sedangkan taruma berasal dari kata tarum yang
merupakPercandian Cibuaya yang diduga merupakan peradaban peninggalan
Kerajaan Taruma an nama sungai yang membelah Jawa Barat yaitu Citarum.
Pada muara Citarum ditemukan percandian yang luas yaitu Percandian
Batujaya dan.[1]

Sumber Sejarah
Bila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti yang ada, tidak ada
penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapakah yang pertama kalinya
mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan sangat
terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia
memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi)[2]
sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu
mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada
kaum brahmana.

Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti


batu yang ditemukan. Lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak
Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh
Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan dia memerintah
sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar
sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari
Kerajaan Salakanagara.

Prasasti yang ditemukan


1.Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di
perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor

2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu,


Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di
Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga
oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak
atau 12 km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa
pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk
menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa
pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim
kemarau.

3. Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai


Cidanghiyang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten
Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.

4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor

5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor

6. Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor


7. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
Lahan tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan
datar dan diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai
abad ke-19, tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu
termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah
Kecamatan Cibungbulang.

Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan,


dahulu merupakan sebuah "kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak
di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai
itu masih digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih
digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke
daerah hilir.

Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada
awalnya merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang
mengacu pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih
melekat. Pada zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf modifikasi
bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah (lontar) abad
ke-16

Prasasti Pasir Muara


Di Bogor, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari
prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak
berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan :

erjemahannya menurut Bosch ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i


kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda

TIni tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8)
panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.

: Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan


"angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut
dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.

Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Ci Aruteun, seratus meter dari
pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane; namun pada tahun 1981
diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan
Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sanskerta. Isinya adalah puisi
empat baris, yang berbunyi:

vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya


vishnoriva padadvayam

Terjemahannya menurut Vogel:

Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan
raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa
Tarumanagara.

Selain itu, ada pula gambar sepasang "padatala" (telapak kaki), yang
menunjukkan tanda kekuasaan &mdash& fungsinya seperti "tanda tangan"
pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu
menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut
Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di
antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman
terdapat nama "Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara.

Prasasti Telapak Gajah

Dua arca Wishnu dari Cibuaya, Karawang, Jawa Barat. Tarumanagara sekitar
abad ke-7 Masehi. Mahkotanya yang berbentuk tabung menyerupai gaya
seni Khmer Kamboja.

Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi
keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:

jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam


padadavayam

Terjemahannya:

Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti
Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.
Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara
Indra dewa perang dan penguawa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i
Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama
Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga,
bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas
kepala gajah. Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman
berukiran sepasang lebah.

Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti
Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para
ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran kepala
gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf ikal" yang
masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula
tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya
sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra
(matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera
Taruma dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota
Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah
harus diakui kecocokannya dengan lukisan yang terdapat pada prasasti
Ciaruteun Prasasti Telapak Gajah

Dua arca Wishnu dari Cibuaya, Karawang, Jawa Barat. Tarumanagara sekitar
abad ke-7 Masehi. Mahkotanya yang berbentuk tabung menyerupai gaya
seni Khmer Kamboja.
Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi
keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:

jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam


padadavayam

Terjemahannya:

Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti
Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.

Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara


Indra dewa perang dan penguawa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i
Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama
Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga,
bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas
kepala gajah. Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman
berukiran sepasang lebah.

Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti
Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para
ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran kepala
gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf ikal" yang
masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula
tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya
sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra
(matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera
Taruma dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota
Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah
harus diakui kecocokannya dengan lukisan yang terdapat pada prasasti
Ciaruteun.

Prasasti Jambu

Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu
peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa
Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai)
Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi
keterangan berbentuk puisi dua baris:
shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri
purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam -
padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam
yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.

Terjemahannya menurut Vogel:

Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya
bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya
tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua
jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh,
yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia
kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.

Sumber berita dari luar negeri

Sumber-sumber dari luar negeri semuanya berasal dari berita Tiongkok

1. Berita Fa Hien, tahun 414M dalam bukunya yang berjudul Fa Kao Chi
menceritakan bahwa di Ye-po-ti ("Jawadwipa") hanya sedikit dijumpai
orang-orang yang beragama Buddha, yang banyak adalah orang-orang
yang beragama Hindu dan "beragama kotor" (maksudnya animisme). Ye
Po Ti selama ini sering dianggap sebutan Fa Hien untuk Jawadwipa,
tetapi ada pendapat lain yang mengajukan bahwa Ye-Po-Ti adalah Way
Seputih di Lampung, di daerah aliran way seputih (sungai seputih) ini
ditemukan bukti-bukti peninggalan kerajaan kuno berupa punden
berundak dan lain-lain yang sekarang terletak di taman purbakala
Pugung Raharjo, meskipun saat ini Pugung Raharjo terletak puluhan
kilometer dari pantai tetapi tidak jauh dari situs tersebut ditemukan
batu-batu karang yg menunjukan daerah tersebut dulu adalah daerah
pantai persis penuturan Fa hien[butuh rujukan]
2. Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang
utusan dari To-lo-mo ("Taruma") yang terletak di sebelah selatan.
3. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah
datang utusan dari To-lo-mo.

Dari tiga berita di atas para ahli[siapa?] menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo
secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara.

Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka


dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang Taruma.
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M.
Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu
itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti
Tugu, meliputi hapir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta,
Bogor dan Cirebon.

Kepurbakalaan Masa Tarumanagara

Candi Jiwa di situs Percandian Batujaya

No. Nama Situs Artefak Keterangan

1 Kampung Muara Menhir (3)

Batu dakon (2)

Arca batu tidak berkepala

Struktur Batu kali

Kuburan (tua)

2 Ciampea Arca gajah (batu) Rusak berat

3 Gunung Cibodas Arca Terbuat dari batu kapur

3 arca berdiri

arca raksasa

arca (?) Fragmen

Arca dewa

Arca dwarapala

Arca brahma Duduk diatas angsa


(Wahana Hamsa)
dilengkapi padmasana

Arca (berdiri) Fragmen kaki dan lapik

(Kartikeya?)

Arca singa (perunggu) Mus.Nas.no.771

4 Tanjung Barat Arca siwa (duduk) perunggu Mus.Nas.no.514a

5 Tanjungpriok Arca Durga-Kali Batu granit Mus.Nas. no.296a

6 Tidak diketahui Arca Rajaresi Mus.Nas.no.6363

7 Cilincing sejumlah besar pecahan settlement pattern

8 Buni perhiasan emas dalam periuk settlement pattern

Tempayan

Beliung

Logam perunggu

Logam besi

Gelang kaca

Manik-manik batu dan kaca

Tulang belulang manusia

Sejumlah besar gerabah bentuk wadah

9 Batujaya (Karawang) Unur (hunyur) sruktur bata Percandian

Segaran I

Segaran II

Segaran III

Segaran IV

Segaran V
Segaran VI

Talagajaya I

Talagajaya II

Talagajaya III

Talagajaya IV

Talagajaya V

Talagajaya VI

Talagajaya VII

10 Cibuaya Arca Wisnu I

Arca Wisnu II

Arca Wisnu III

Lmah Duwur Wadon Candi I

Lmah Duwur Lanang Candi II

Pipisan batu

4. Sejarah Kerajaan Sriwijaya Singkat dan Lengkap


Sejarah Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Budha yang berdiri pada
abad ke-7 dibuktikan dengan adanya prasasti kedukan Bukit di Palembang
(682). Sriwijaya menjadi salah satu kerajaan yang kuat di Pulau Sumatera.
Nama Sriwijaya berasal dari bahasa Sanskerta berupa "Sri" yang artinya
bercahaya dan "Wijaya" berarti kemenangan sehingga dapat diartikan
dengan kemenangan yang bercahaya atau gemilang.

Pada catatan perjalanan I-Tsing, pendeta Tiongkok yang pernah mengunjungi


Sriwijaya pada tahun 671 selama 6 bulan menerangkan bahwa pusat
Kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus (Provinsi Riau
sekarang). Kerajaan Sriwijaya dipimpin oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa
sebagai raja pertama.

Kejayaan Kerajaan Sriwijaya

Home

About

Contact

Disclaimer

Privacy Policy

Home Kerajaan Sejarah Kerajaan Sriwijaya Singkat dan Lengkap

Sejarah Kerajaan Sriwijaya Singkat dan Lengkap

Diposkan oleh Permana Demak di 6/01/2015

Sejarah Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Budha yang berdiri pada


abad ke-7 dibuktikan dengan adanya prasasti kedukan Bukit di Palembang
(682). Sriwijaya menjadi salah satu kerajaan yang kuat di Pulau Sumatera.
Nama Sriwijaya berasal dari bahasa Sanskerta berupa "Sri" yang artinya
bercahaya dan "Wijaya" berarti kemenangan sehingga dapat diartikan
dengan kemenangan yang bercahaya atau gemilang.

Pada catatan perjalanan I-Tsing, pendeta Tiongkok yang pernah mengunjungi


Sriwijaya pada tahun 671 selama 6 bulan menerangkan bahwa pusat
Kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus (Provinsi Riau
sekarang). Kerajaan Sriwijaya dipimpin oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa
sebagai raja pertama.

Kejayaan Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya berjaya pada abad 9-10 Masehi dengan menguasai jalur
perdagangan maritim di Asia Tenggara. Sriwijaya telah menguasai hampir
seluruh kerajaan Asia Tenggara, diantaranya, Jawa, Sumatera, Semenanjung
Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Sriwijaya menjadi
pengendali rute perdaganagan lokal yang mengenakaan bea cukai kepadaa
setiap kapal yang lewat. Hal ini karena Sriwijaya menjadi penguasa atas Selat
Sunda dan Malaka. Selain itu, Kerajaan Sriwijaya juga mengumpulkan
kekayaannya dari jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani
pasar Tiongkok dan India.

Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya mengalami keruntuhan ketika Raja Rajendra Chola,


penguasa Kerajaan Cholamandala menyerang dua kali pada tahun 1007 dan
1023 M yang berhasil merebut bandar-bandar kota Sriwijaya. Peperangan ini
disebabkan karena Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Cholamandala bersaing
pada bidang perdagangan dan pelayaran. Dengan demikian, tujuan dari
serangan Kerajaan Cholamandala tidak untuk menjajah melainkan untuk
meruntuhkan armada Sriwijaya. Hal ini menyebabkan ekonomi Kerajaan
Sriwijaya semakin melemah karena para pedagang yang biasanya berdagang
di Kerajaan Sriwijaya terus berkurang. Tidak hanya itu, kekuatan militer
Sriwijaya juga semakin melemah sehingga banyak daerah bawahannya yang
melepaskan diri. Akhirnya, Kerajaan Sriwijaya runtuh pada abad ke-13.

Raja-raja Kerajaan Sriwijaya

1. Dapunta Hyang Sri Jayanasa

2. Sri Indravarman

3. Rudra Vikraman

4. Maharaja WisnuDharmmatunggadewa

5. Dharanindra Sanggramadhananjaya

6. Samaragrawira

7. Samaratungga

8. Balaputradewa

9. Sri UdayadityavarmanSe-li-hou-ta-hia-li-tan

10.Hie-tche (Haji)

11.Sri CudamanivarmadevaSe-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa

12.Sri MaravijayottunggaSe-li-ma-la-pi

13.Sumatrabhumi

14.Sangramavijayottungga

15.Rajendra Dewa KulottunggaTi-hua-ka-lo

16.Rajendra II

17.Rajendra III

18.Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa

19.Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa

20.Srimat Sri Udayadityawarma Pratapaparakrama Rajendra Maulimali


Warmadewa.
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya meninggalkan beberapa prasasti, diantaranya :

1. Prasasti Kedukan Bukit


Prasati ini ditemukan di Palembang pada tahun 605 SM/683 M. Isi dari
prasasti tersebut yakni ekspansi 8 hari yang dilakukan Dapunta Hyang
dengan 20.000 tentara yang berhasil menaklukkan beberapa daerah sehingga
Sriwijaya menjadi makmur.

2. Prasasti Talang Tuo


Prasasti yang ditemukan pada tahun 606 SM/684 M ini ditemukan di sebelah
barat Palembang. Isinya tentang Dapunta Hyang Sri Jayanaga yang membuat
Taman Sriksetra demi kemakmuran semua makhluk.

3. Prasasti Kota Kapur


Prasasti ini bertuliskan tahun 608 SM/686 M yang ditemukan di Bangka. Isiny
mengenai permohonan kepada Dewa untuk keselamatan Kerajaan Sriwijaya
beserta rakyatnya.

4. Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya


yang sering disebut Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh
pegunungan dan gununggunung, seperti Gunung Tangkuban
Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-
Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga
dialiri oleh banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo,
Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini
sangat subur.
Kerajaan Mataram Kuno atau juga yang sering disebut Kerajaan Medang
merupakan kerajaan yang bercorak agraris. Tercatat terdapat 3 Wangsa
(dinasti) yang pernah menguasai Kerjaan Mataram Kuno yaitu Wangsa
Sanjaya, Wangsa Syailendra dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya merupakan
pemuluk Agama Hindu beraliran Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra
merupakan pengikut agama Budah, Wangsa Isana sendiri merupakan
Wangsa baru yang didirikan oleh Mpu Sindok.

Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya yang juga merupakan
pendiri Wangsa Sanjya yang menganut agama Hindu. Setelah wafat, Sanjaya
digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian berpindah agama Budha
beraliran Mahayana. Saat itulah Wangsa Sayilendra berkuasa. Pada saat itu
baik agama Hindu dan Budha berkembang bersama di Kerajaan Mataram
Kuno. Mereka yang beragama Hindu tinggal di Jawa Tengah bagian utara,
dan mereka yang menganut agama Buddha berada di wilayah Jawa Tengah
bagian selatan

Raja-Raja Kerajaan Mataram Kuno

1. Sanjaya, (merupakan pendiri Kerajaan Medang)

2. Rakai Panangkaran, (awal berkuasanya Wangsa Syailendra)

3. Rakai Panunggalan alias Dharanindra

4. Rakai Warak alias Samaragrawira

5. Rakai Garung alias Samaratungga

6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, (awal kebangkitan Wangsa


Sanjaya)

7. Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala

8. Rakai Watuhumalang

9. Rakai Watukura Dyah Balitung

10.Mpu Daksa

11.Rakai Layang Dyah Tulodong

12.Rakai Sumba Dyah Wawa

13.Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur

14.Sri Lokapala (merupaka suami dari Sri Isanatunggawijaya)


15.Makuthawangsawardhana

16.Dharmawangsa Teguh, (berakhirnya Kerajaan Medang)

Pada daftar di atas hanya Sanjaya yang memakai gelar Sang Ratu, sedangkan
raja sesudahnya memakai gelar Sri Maharaja.

Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

Candi-Candi Dan Prasasti Peninggalan Mataram Kuno

Mataram kuno terdiri dari dua Dinasti besar yang masih berhubungan, yaitu
dinasti Sanjaya dan dinasti Sailendra. Banyak peninggalan-peninggalan yang
bersejarah dari dua kerajaan tersebut. Beberapa candi yang terkenal
bercorak Hindu dan Buddha. Bukan hanya candi saja bukti sejarah kerajaan
mataram dinasti sanjaya dan dinasti sailendra tetapi juga bukti-bukti
penemuan prasasti.

Candi-Candi Bercorak Hindu,Peninggalan bangunan suci dari keduanya


antara lain ialah Candi Gedong Songo, kompleks Candi Dieng, Candi
Siwa, Candi Brahma, Candi Wisnu, Candi Sukuh, Candi Boko dan
kompleks Candi Prambanan yang berlatar belakang Hindu.

Candi-Candi Bercorak Buddha, Adapun yang berlatar belakang agama


Buddha antara lain ialah Candi Kalasan, Candi Borobudur, Candi
Mendut, Candi Sewu, dan Candi Plaosan, Candi Sojiwan, Candi Pawon,
Candi Sari

Prasasti Peninggalan Mataram Kuno

Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya dengan berangka tahun


berbentuk Candrasengkala berbunyi Srutiindriyarasa atau tahun 654
Saka 732 M berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Isi pokok
Prasasti Canggal adalah pendirian sebuah lingga di Bukit Stirangga buat
keselamatan rakyatnya.

Prasasti Balitung yang berangka tahun 907 M disebutkan nama


keluarga raja-raja keturunan Sanjaya memuat nama Panangkaran.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada waktu itu Dinasti
Sanjaya dan Sailendra sama-sama berperan di Jawa Tengah. Dinasti
Sanjaya dibagian utara dengan mendirikan candi Hindu seperti Gedong
Sanga di Ungaran, Candi Dieng di DataranTinggi Dieng. Adapun Dinasti
Sailendra dibagian selatan dengan mendirikan candi Buddha, seperti
Borobudur, Mendut, dan Kalasan.

Prasasti Kelurak (di daerah Prambanan) tahun 782 disebutkan tentang


pembuatan Arca Manjusri sebagai perwujudan Buddha, Dharma, dan
Sanggha yang dapat disamakan dengan Brahma, Wisnu, dan Siwa.
Mungkin sekali bangunan sucinya ialah Candi Lumbung yang terletak di
sebelah utara Prambanan. Raja yang memerintah pada waktu itu ialah
Indra. Pengganti Indra yang terkenal ialah Smaratungga yang dalam
pemerintahannya mendirikan Candi Borobudur tahun 824.

Prasasti Mantyasih atau Prasasti Kedu yang dibuat oleh Raja Balitung.
Prasasti itu menyebutkan bahwa sanjaya adalah raja pertama
(Wangsakarta) dengan ibu kota kerajaannya di Medangri Poh Pitu.

5. Kerajaan Medang
Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno
atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang
berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa
Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan
bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah
dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak
Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal
abad ke-11. Pada umumnya, istilah Kerajaan Medang hanya lazim
dipakai untuk menyebut periode Jawa Timur saja, padahal berdasarkan
prasasti-prasasti yang telah ditemukan, nama "Medang" sudah dikenal
sejak periode sebelumnya, yaitu periode Jawa Tengah.

Sementara itu, nama yang lazim dipakai untuk menyebut Kerajaan


Medang periode Jawa Tengah adalah Kerajaan Mataram, yaitu
merujuk kepada salah satu daerah ibu kota kerajaan ini. Kadang untuk
membedakannya dengan Kerajaan Mataram Islam yang berdiri pada
abad ke-16, Kerajaan Medang periode Jawa Tengah biasa pula disebut
dengan nama Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu.

Daftar raja-raja Medang

Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang

Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Syailendra

Rakai Panunggalan alias Dharanindra

Rakai Warak alias Samaragrawira

Rakai Garung alias Samaratungga

Rakai Pikatan[6] suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa


Sanjaya

Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala

Rakai Watuhumala

6. Kerajaan singhasari
Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singhasari yang sesungguhnya ialah
Kerajaan Tumapel. Menurut Nagarakretagama, ketika pertama kali didirikan tahun 1222,
ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja.

Pada tahun 1253, Raja Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama Kertanagara
sebagai yuwaraja dan mengganti nama ibu kota menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang
merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Maka,
Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan Singhasari.

Nama Tumapel juga muncul dalam kronik Cina dari Dinasti Yuan dengan ejaan Tu-ma-pan

Menurut Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan


Kerajaan Kadiri. Yang menjabat sebagai akuwu (setara camat) Tumapel
saat itu adalah Tunggul Ametung. Ia mati dibunuh dengan cara tipu
muslihat oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang
kemudian menjadi akuwu baru. Ken Arok juga yang mengawini istri
Tunggul Ametung yang bernama Ken Dedes. Ken Arok kemudian
berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kerajaan Kadiri.

Pada tahun 1254 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kerajaan


Kadiri melawan kaum brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan
diri dengan Ken Arok yang mengangkat dirinya menjadi raja pertama
Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Perang melawan
Kerajaan Kadiri meletus di desa Ganter yang dimenangkan oleh pihak
Tumapel.

Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian


Kerajaan Tumapel, namun tidak menyebutkan adanya nama Ken
Arok. Dalam naskah itu, pendiri kerajaan Tumapel bernama Ranggah
Rajasa Sang Girinathaputra yang berhasil mengalahkan Kertajaya raja
Keraja candi peninggalan kerajaan majapahit
Salah satu bukti peninggalan prasasti kerajaan majapahit yang mungkin bisa menjadi
gambaran tentang tingginya peradaban di era akhir Majapahit ada di Candi Ceto. Konon
Candi Ceto di yakini sebagai lokasi pelarian dan muksanya Raja Majapahit terakhir
Brawijaya V. Nama Ceto sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti jelas, ada yang
mengartikan jelas karena dari posisi Candi yang tinggi karena bisa melihat
pemandangan tanpa terhalang. Jelas bisa juga di artikan sebagai pencapaian pencerahan
dalam hidup berspiritual. Candi Ceto berlokasi di dusun Ceto Desa Gumeng Kecamatan
Jendawi karang Anyar Jawa Tengah, Ceto memiliki kesamaan bentuk dengan Candi Suku
jaraknya pun berdekatan kurang lebih 11 kilometer saja bedanya Ceto posisinya lebih
tinggi kira-kira 1.496 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan simbol-simbol tahun
yang di ketemukan Candi Ceto di bangun pada 1475 Masehi beda 40 tahun dengan Candi
Suku yang didirikan pada 1437 Masehi. Hal ini memperkuat dugaan bahwa masyarakat
membangunnya adalah masyarakat yang sama dari Majapahit. candi peninggalan
kerajaan majapahit
Salah satu bukti peninggalan prasasti kerajaan majapahit yang mungkin bisa menjadi
gambaran tentang tingginya peradaban di era akhir Majapahit ada di Candi Ceto. Konon
Candi Ceto di yakini sebagai lokasi pelarian dan muksanya Raja Majapahit terakhir Brawijaya
V. Nama Ceto sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti jelas, ada yang mengartikan jelas
karena dari posisi Candi yang tinggi karena bisa melihat pemandangan tanpa terhalang. Jelas
bisa juga di artikan sebagai pencapaian pencerahan dalam hidup berspiritual. Candi Ceto
berlokasi di dusun Ceto Desa Gumeng Kecamatan Jendawi karang Anyar Jawa Tengah, Ceto
memiliki kesamaan bentuk dengan Candi Suku jaraknya pun berdekatan kurang lebih 11
kilometer saja bedanya Ceto posisinya lebih tinggi kira-kira 1.496 meter di atas permukaan
laut. Berdasarkan simbol-simbol tahun yang di ketemukan Candi Ceto di bangun pada 1475
Masehi beda 40 tahun dengan Candi Suku yang didirikan pada 1437 Masehi. Hal ini
memperkuat dugaan bahwa masyarakat membangunnya adalah masyarakat yang sama dari
Majapahit. an Kadiri.
Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara tahun 1255,
menyebutkan kalau pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa.
Mungkin nama ini adalah gelar anumerta dari Ranggah Rajasa, karena
dalam Nagarakretagama arwah pendiri kerajaan Tumapel tersebut
dipuja sebagai Siwa. Selain itu, Pararaton juga menyebutkan bahwa,
sebelum maju perang melawan Kerajaan Kadiri, Ken Arok lebih dulu
menggunakan julukan Bhatara Siwa.

7.kerajaan majapahit

Hanya terdapat sedikit bukti fisik dari sisa-sisa Kerajaan Majapahit,[4]


dan sejarahnya tidak jelas.[5] Sumber utama yang digunakan oleh para
sejarawan adalah Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa Kawi dan
Nagarakretagama[6] dalam bahasa Jawa Kuno.[7] Pararaton terutama
menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga
memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit.
Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang
ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam
Wuruk. Kakawin Nagarakretagama pada tahun 2008 diakui sebagai
bagian dalam Daftar Ingatan Dunia (Memory of the World Programme)
oleh UNESCO.[8] Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas.[9]
Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno
maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.[9]

Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan.


Tidak dapat disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-
historis dan mitos. Beberapa sarjana seperti C.C. Berg menganggap
semua naskah tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi memiliki arti
supernatural dalam hal dapat mengetahui masa depan.[10] Namun,
banyak pula sarjana yang beranggapan bahwa garis besar sumber-
sumber tersebut dapat diterima karena sejalan dengan catatan sejarah
dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan keadaan kerajaan yang
tampak cukup pasti.[5] Tahun 2010 sekelompok pengusaha Jepang
dipimpin Takajo Yoshiaki membiayai pembuatan kapal Majapahit atau
Spirit Majapahit yang akan berlayar ke Asia. Menurut Takajo, hal ini
dilakukan untuk mengenang kerjasama Majapahit dan Kerajaan Jepang
melawan Kerajaan China (Mongol) dalam perang di Samudera
Pasifik.[11] Menurut Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara National
University of Singapore John N. Miksic jangkauan kekuasaan Majapahit
meliputi Sumatera dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan
dengan pengaruh kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan
seni.[12] Bahkan ada perguruan silat bernama Kali Majapahit yang
berasal dari Filipina dengan anggotanya dari Asia dan Amerika. Silat
Kali

candi peninggalan kerajaan majapahit

Salah satu bukti peninggalan prasasti kerajaan majapahit yang


mungkin bisa menjadi gambaran tentang tingginya peradaban di era
akhir Majapahit ada di Candi Ceto. Konon Candi Ceto di yakini sebagai
lokasi pelarian dan muksanya Raja Majapahit terakhir Brawijaya V.
Nama Ceto sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti jelas, ada
yang mengartikan jelas karena dari posisi Candi yang tinggi karena bisa
melihat pemandangan tanpa terhalang. Jelas bisa juga di artikan
sebagai pencapaian pencerahan dalam hidup berspiritual. Candi Ceto
berlokasi di dusun Ceto Desa Gumeng Kecamatan Jendawi karang
Anyar Jawa Tengah, Ceto memiliki kesamaan bentuk dengan Candi
Suku jaraknya pun berdekatan kurang lebih 11 kilometer saja bedanya
Ceto posisinya lebih tinggi kira-kira 1.496 meter di atas permukaan
laut. Berdasarkan simbol-simbol tahun yang di ketemukan Candi Ceto
di bangun pada 1475 Masehi beda 40 tahun dengan Candi Suku yang
didirikan pada 1437 Masehi. Hal ini memperkuat dugaan bahwa
masyarakat membangunnya adalah masyarakat yang sama dari
Majapahit.

Anda mungkin juga menyukai