Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai adalah Kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan ini
berdiri pada tahun 400-500 masehi. Letaknya di tepi sungai mahakam
Kalimantan Timur. Raja pertama Kerajaan Kutai bernama Kudungga.
Sedangkan raja Kutai yang terkenal bernama Mulawarman.Sebagai pemeluk
Agama Hindu yang taat, Raja Mulawarman menyembah Dewa Siwa.
Diceritakan pula bahwa dalam suatu upacara Raja Mulawarman
menghadiahkan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana. Untuk memperingati
upacara itu maka didirikan sebuah Yupa.Yupa adalah tiang batu yang
menceritakan Kerajaan Kutai. Dari beberapa prasasti yang ditemukan
dikatakan bahwa Raja mulawarman adalah seorang raja yang baik budi. Pada
masa pemerintahannya, rakyat hidup sejahtera dan makmur.Peniggalan
Kerajaan Kutai berupa prasasti atau batu bertulis. Prasasti itu ditulis dengan
huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Oleh karena itu, kerajaan kutai dikenal
dengan namaNegri Tujuh Buah Yupa.
A. Bidang Sosial
Masyarakat kutai mengenal kasta-kasta karena pengaruh agama Hindu.
Keluarga Kudungga pernah melakukan upacara vratyastima, yaitu upacara
penyucian diri untuk masuk pada kasta ksatria. Di samping itu, berdasarkan
berbagai peninggalan kutai pada masa itu kehidupan masyarakatnya suda
sangat teratur, walaupun tidak jelas diungkapkan dalam prasasti. Namun ada
keterangan dalam prasasti yang menjelaskan bahwa masyarakat Kutai masih
menjalankan adat istiadat dan kepercayaan asli mereka.
B. Bidang Ekonomi
Terdapat tiga nama penguasa Kutai. Kudungga adalah nama asli Indonesia yang
diyakini dipengaruhi agama Hindu. Aswawarman dan Mulawarman adalah
nama Hindu. Penambahan nama warman biasanya melalui upacara atau
penobatan raja secara agama Hindu. Perluasan kerajaan selain dengan
menaklukan kerajaa-kerajan di sekitarnya juga melalui upacara pelepasan
kuda, hal iniberartikan sejauh mana kuda dapat berlari itulah daerah
kekuasaannya.
D.Kepercayaan
2. Tarumanegara
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah
berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M.
Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang
meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan
artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan
Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
Sumber Sejarah
Bila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti yang ada, tidak ada
penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapakah yang pertama kalinya
mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan sangat
terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia
memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi)[2]
sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu
mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada
kaum brahmana.
Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada
awalnya merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang
mengacu pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih
melekat. Pada zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf modifikasi
bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah (lontar) abad
ke-16
TIni tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8)
panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.
Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Ci Aruteun, seratus meter dari
pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane; namun pada tahun 1981
diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan
Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sanskerta. Isinya adalah puisi
empat baris, yang berbunyi:
Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan
raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa
Tarumanagara.
Selain itu, ada pula gambar sepasang "padatala" (telapak kaki), yang
menunjukkan tanda kekuasaan &mdash& fungsinya seperti "tanda tangan"
pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu
menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut
Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di
antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman
terdapat nama "Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara.
Dua arca Wishnu dari Cibuaya, Karawang, Jawa Barat. Tarumanagara sekitar
abad ke-7 Masehi. Mahkotanya yang berbentuk tabung menyerupai gaya
seni Khmer Kamboja.
Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi
keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:
Terjemahannya:
Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti
Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.
Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara
Indra dewa perang dan penguawa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i
Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama
Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga,
bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas
kepala gajah. Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman
berukiran sepasang lebah.
Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti
Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para
ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran kepala
gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf ikal" yang
masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula
tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya
sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra
(matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera
Taruma dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota
Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah
harus diakui kecocokannya dengan lukisan yang terdapat pada prasasti
Ciaruteun Prasasti Telapak Gajah
Dua arca Wishnu dari Cibuaya, Karawang, Jawa Barat. Tarumanagara sekitar
abad ke-7 Masehi. Mahkotanya yang berbentuk tabung menyerupai gaya
seni Khmer Kamboja.
Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi
keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:
Terjemahannya:
Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti
Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.
Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti
Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para
ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran kepala
gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf ikal" yang
masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula
tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya
sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra
(matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera
Taruma dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota
Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah
harus diakui kecocokannya dengan lukisan yang terdapat pada prasasti
Ciaruteun.
Prasasti Jambu
Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu
peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa
Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai)
Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi
keterangan berbentuk puisi dua baris:
shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri
purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam -
padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam
yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.
Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya
bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya
tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua
jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh,
yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia
kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.
1. Berita Fa Hien, tahun 414M dalam bukunya yang berjudul Fa Kao Chi
menceritakan bahwa di Ye-po-ti ("Jawadwipa") hanya sedikit dijumpai
orang-orang yang beragama Buddha, yang banyak adalah orang-orang
yang beragama Hindu dan "beragama kotor" (maksudnya animisme). Ye
Po Ti selama ini sering dianggap sebutan Fa Hien untuk Jawadwipa,
tetapi ada pendapat lain yang mengajukan bahwa Ye-Po-Ti adalah Way
Seputih di Lampung, di daerah aliran way seputih (sungai seputih) ini
ditemukan bukti-bukti peninggalan kerajaan kuno berupa punden
berundak dan lain-lain yang sekarang terletak di taman purbakala
Pugung Raharjo, meskipun saat ini Pugung Raharjo terletak puluhan
kilometer dari pantai tetapi tidak jauh dari situs tersebut ditemukan
batu-batu karang yg menunjukan daerah tersebut dulu adalah daerah
pantai persis penuturan Fa hien[butuh rujukan]
2. Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang
utusan dari To-lo-mo ("Taruma") yang terletak di sebelah selatan.
3. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah
datang utusan dari To-lo-mo.
Dari tiga berita di atas para ahli[siapa?] menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo
secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara.
Kuburan (tua)
3 arca berdiri
arca raksasa
Arca dewa
Arca dwarapala
(Kartikeya?)
Tempayan
Beliung
Logam perunggu
Logam besi
Gelang kaca
Segaran I
Segaran II
Segaran III
Segaran IV
Segaran V
Segaran VI
Talagajaya I
Talagajaya II
Talagajaya III
Talagajaya IV
Talagajaya V
Talagajaya VI
Talagajaya VII
Arca Wisnu II
Pipisan batu
Home
About
Contact
Disclaimer
Privacy Policy
Kerajaan Sriwijaya berjaya pada abad 9-10 Masehi dengan menguasai jalur
perdagangan maritim di Asia Tenggara. Sriwijaya telah menguasai hampir
seluruh kerajaan Asia Tenggara, diantaranya, Jawa, Sumatera, Semenanjung
Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Sriwijaya menjadi
pengendali rute perdaganagan lokal yang mengenakaan bea cukai kepadaa
setiap kapal yang lewat. Hal ini karena Sriwijaya menjadi penguasa atas Selat
Sunda dan Malaka. Selain itu, Kerajaan Sriwijaya juga mengumpulkan
kekayaannya dari jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani
pasar Tiongkok dan India.
2. Sri Indravarman
3. Rudra Vikraman
4. Maharaja WisnuDharmmatunggadewa
5. Dharanindra Sanggramadhananjaya
6. Samaragrawira
7. Samaratungga
8. Balaputradewa
9. Sri UdayadityavarmanSe-li-hou-ta-hia-li-tan
10.Hie-tche (Haji)
11.Sri CudamanivarmadevaSe-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa
12.Sri MaravijayottunggaSe-li-ma-la-pi
13.Sumatrabhumi
14.Sangramavijayottungga
16.Rajendra II
17.Rajendra III
Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya yang juga merupakan
pendiri Wangsa Sanjya yang menganut agama Hindu. Setelah wafat, Sanjaya
digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian berpindah agama Budha
beraliran Mahayana. Saat itulah Wangsa Sayilendra berkuasa. Pada saat itu
baik agama Hindu dan Budha berkembang bersama di Kerajaan Mataram
Kuno. Mereka yang beragama Hindu tinggal di Jawa Tengah bagian utara,
dan mereka yang menganut agama Buddha berada di wilayah Jawa Tengah
bagian selatan
8. Rakai Watuhumalang
10.Mpu Daksa
Pada daftar di atas hanya Sanjaya yang memakai gelar Sang Ratu, sedangkan
raja sesudahnya memakai gelar Sri Maharaja.
Mataram kuno terdiri dari dua Dinasti besar yang masih berhubungan, yaitu
dinasti Sanjaya dan dinasti Sailendra. Banyak peninggalan-peninggalan yang
bersejarah dari dua kerajaan tersebut. Beberapa candi yang terkenal
bercorak Hindu dan Buddha. Bukan hanya candi saja bukti sejarah kerajaan
mataram dinasti sanjaya dan dinasti sailendra tetapi juga bukti-bukti
penemuan prasasti.
Prasasti Mantyasih atau Prasasti Kedu yang dibuat oleh Raja Balitung.
Prasasti itu menyebutkan bahwa sanjaya adalah raja pertama
(Wangsakarta) dengan ibu kota kerajaannya di Medangri Poh Pitu.
5. Kerajaan Medang
Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno
atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang
berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa
Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan
bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah
dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak
Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal
abad ke-11. Pada umumnya, istilah Kerajaan Medang hanya lazim
dipakai untuk menyebut periode Jawa Timur saja, padahal berdasarkan
prasasti-prasasti yang telah ditemukan, nama "Medang" sudah dikenal
sejak periode sebelumnya, yaitu periode Jawa Tengah.
Rakai Watuhumala
6. Kerajaan singhasari
Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singhasari yang sesungguhnya ialah
Kerajaan Tumapel. Menurut Nagarakretagama, ketika pertama kali didirikan tahun 1222,
ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja.
Pada tahun 1253, Raja Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama Kertanagara
sebagai yuwaraja dan mengganti nama ibu kota menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang
merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Maka,
Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan Singhasari.
Nama Tumapel juga muncul dalam kronik Cina dari Dinasti Yuan dengan ejaan Tu-ma-pan
7.kerajaan majapahit