PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : An. U
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 14 tahun
Alamat : Kaligangsa, Tegal
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Tanggal berobat : Senin, 19 Juni 2017
B. Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada hari Senin tanggal 19 Juni 2017, di Poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah Tegal.
Keluhan Utama
Pasien mengeluh terdapat bercak kemerahan dan gatal pada paha kanan depan dan
badan sejak 6 bulan yang lalu.
2
mengganggu kehidupan sehari-hari, namun pasien baru berobat pada saat ini karena
pasien sehari-hari di pesantren.
C. Pemeriksaan Fisik
I. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Suhu : afebris
Pernapasan : 20x/menit
3
Kepala : normosefali
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Tenggorokan : tidak ada kelainan
Mulut : tidak ada kelainan
Thorax : lesi kulit (lihat status dermatologikus)
Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : suara napas vesikuler, rh -/-, wh -/-
Abdomen : datar, bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba,
nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
Ekstremitas
Atas : akral hangat, oedema -/-
Bawah : akral hangat, oedema -/-, lesi kulit (lihat status
dermatologikus)
4
Gambar 1. Paha kanan depan Gambar 2. Dada kiri
5
Gambar 4. Punggung Kanan
J. Resume
Pasien laki-laki berusia 14 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD
Kardinah Tegal dengan keluhan terdapat bercak kemerahan dan gatal pada paha kanan
depan dan badan sejak 6 bulan yang lalu. Enam bulan yang lalu pasien mengaku timbul
bentol merah kecil seukuran kelereng pada paha kanan bagian depan yang terasa gatal,
kemudian makin melebar dan menjadi bercak kemerahan. Gatal dirasakan setiap saat
6
terutama disaat pasien sedang berkeringat, sehingga sering digaruk. Pasien tidak berobat
dan memakai obat-obatan tertentu. Kemudian 2 bulan yang lalu muncul keluhan yang
sama pada bagian dada kiri dan kanan, punggung kanan, serta pinggang kiri. Menurut
pasien bercak makin melebar dan terasa bertambah gatal. Pasien mengatakan tidak
pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya dan tidak memiliki riwayat asma serta
alergi. Saat ini dikeluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
Pasien sudah 1 tahun tinggal di pesantren Banyu Salam, Ungaran-Semarang. Pasien
mandi 2 kali sehari dan mengganti pakaiannya 2 kali sehari. Termasuk pakaian dalam dan
menggunakan handuk sendiri. Pakaian selalu dicuci setelah dipakai dan dikeringkan.
Tidak pernah bertukar pakaian atau handuk dengan teman-teman lain. Tempat tidur pasien
tidak menggunakan seprei, hanya kasur saja. Pasien tidak tahu apakah ada teman yang
mengalami keluhan yang sama di pesantren.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal. Status dermatologis
didapatkan distribusi regional torakalis, punggung kanan, pinggang kiri, serta femoralis
anterior dextra. Distribusi lesi konfluens, susunan lesi polisiklik tidak teratur, batas tegas
dan terdapat central healing, ukuran lesi numular sampai plakat, dengan efloresensi
makula eritematosa, papul eritematosa multipel, disertai skuama halus.
K. Pemeriksaan Anjuran
1. Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan
elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora.
2. Pemeriksaan dengan biakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung
sediaan basah untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap baik pada pemeriksaan
ini adalah medium agar dekstrosa Sabouruad
L. Diagnosis Banding
Tidaklah sulit untuk menentukan diagnosis tinea korporis pada umumnya, namun ada
beberapa penyakit kulit yang dapat mengaburkan diagnosis misalnya;
7
1. Dermatitis seboroik.
Kelainan pada kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea
korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit
kepala (scalp), lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial dan
seabagainya.
2. Pitiriasis Rosea.
Pitiriasis rosea yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas pada
tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis
tanpa herald patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis.
Pemeriksaan laboraturium dapat memastikan diagnosisnya.
3. Psoriasis
Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit pada tempat predileksi yaitu di
daerah ekstensor, misalnya lutut, siku dan punggung. Psoriasis pada sela paha dapat
menyerupai tinea kruris. Lesi-lesi pada psoriasis biasanya lebih merah, skuama lebih
banyak dan lamelar. Adanya lesi psoriasis pada tempat lain dapat menentukan
diagnosis.
M. Diagnosis Kerja
Tinea Korporis
N. Penatalaksanaan
1. Umum
a. Memberikan edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang dialami serta
pengobatannya
b. Memotivasi pasien untuk rutin kontrol dan berobat secara teratur
c. Mengedukasi pasien untuk mempertahankan lesi kulit bersih dan kering
d. Menyarankan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar dan menyerap
keringat
e. Menyarankan pasien agar istirahat yang cukup dan makan yang cukup dan
bergizi
f. Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan
8
g. Menyarankan bila terasa gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras
karena dapat menyebabkan luka dan infeksi sekunder
2. Khusus
a. Sistemik
Fungistatik: tablet ketoconazole 200 mg/ hari selama 10 hari 2 minggu pada
pagi hari setelah makan
Antihistamin: tablet cetirizine 1 x 10 mg pada pagi hari setelah makan
b. Topikal
Anti jamur golongan azol, misalnya ketokonazol 2% krim dioleskan 2 kali
sehari sehabis mandi tiap pagi dan sore hari pada bagian yang gatal selama 1
bulan.
O. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad cosmetican : dubia ad bonam
9
BAB III
PEMBAHASAN
10
didapatkan distribusi regional torakalis, punggung kanan, pinggang kiri, serta femoralis
anterior dextra. Distribusi lesi konfluens, susunan lesi polisiklik tidak teratur, batas tegas dan
terdapat central healing, ukuran lesi numular sampai plakat, dengan efloresensi makula
eritematosa, papul eritematosa multipel, disertai skuama halus.
Dari gejala dan tanda yang didapatkan, diagnosis dapat diarahkan kepada tinea korporis,
dimana gejala dan tanda tinea korporis adalah penderita merasa gatal dan kelainan berbatas
tegas terdiri atas bermacam-macam effloresensi kulit (polimorf). Bagain tepi lesi lebih aktif
(tanda peradangan) tampak lebih jelas dari pada bagian tengah. Bentuk lesi yang beraneka
ragam ini dapat berupa sedikit hiperpigmentasi dan skuamasi menahun. Kelainan yang dilihat
dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama,
kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi lesi. Daerah di tengahnya biasanya lebih
tenang, sementara yang di tepi lebih aktif yang sering disebut dengan central healing.
Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit juga dapat dilihat
secara polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Lesi dapat meluas dan
memberikan gambaran yang tidak khas terutama pada pasien imunodefisiensi. Pada tinea
korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini
dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersamaan timbul dengan kelainan pada sela paha.
Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya.
Tinea korporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah dengan iklim yang
panas dan lembab. Seperti infeksi jamur yang lain, kondisi hangat dan lembab membantu
menyebarkan infeksi ini. Oleh karena itu daerah tropis dan subtropis memiliki insiden yang
tinggi terhadap tinea korporis. Maserasi dan oklusi kulit lipatan menyebabkan peningkatan
suhu dan kelembaban kulit yang memudahkan infeksi. Penularan juga dapat terjadi melalui
kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang
mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamr mandi, tempat tidur dan lain-lain.
Kemungkinan pada penyebab pasien terinfeksi karena lingkungan pesantren yang kurang
bersih.
Pemeriksaan penunjang diagnosis antara lain pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH
10-20% bila positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora.
Pemeriksaan dengan biakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan
basah untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan
11
bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap baik pada pemeriksaan ini adalah medium
agar dekstrosa Sabouruad. Diagnosis banding pada kasus ini yaitu dermatitis seboroik,
pitiriasis rosea, dan psoriasis.
Terapi yang diberikan pada kasus ini yaitu ketoconazole oral dan topical. Pada
kebanyakan kasus, tinea korporis dan kruris dapat dikelola dengan pengobatan topikal. Agen
topikal memiliki efek yang menenangkan, yaitu meringankan gejala lokal. Formulasi topikal
dapat membasmi area infeksi yang kecil, tetapi terapi oral dibutuhkan untuk infeksi yang lebih
luas atau untuk kasus infeksi kronis dan berulang. Infeksi dermatofita dengan topikal
antifungal membutuhkan waktu 3 sampai 4 minggu pengobatan dengan golongan azole. Krim
topikal sebaiknya dioleskan hingga 2 cm diluar batas lesi. Kemudian obat sistemik yang
diberikan adalah cetirizine yang merupakan antihistamin golongan 2 (AH 2) dengan sediaan
dosis 10 mg, dan penggunaannya 1 x 1 tablet. Efek yang diberikan adalah penekanan terhadap
senyawa tubuh histamin yang merupakan mediator kimia yang sering muncul pada reaksi
peradangan dan alergi sehingga menimbulkan efek pada tubuh berupa kemerahan pada kulit,
gatal, dan pembengkakan.
Faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk mencegah terjadi tinea korporis
antara lain, mengurangi kelembaban tubuh dengan menghindari pakainan yang panas,
menghindari sumber penularan yaitu binatang, kuda, sapi kucing, anjing atau kontak dengan
penderita lain, menghilangkan fokal infeksi di tempat lain misalnya di kuku atau di kaki,
meningkatkan higienitas dan mengatasi faktor predisposisi lain. Juga beberapa faktor yang
memudahkan timbulnya residif pada tinea korporis harus dihindari atau dihilangkan antara
lain, temperatur lingkungan yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian dari bahan karet atau
nilon, kegiatan yang banyak berhubungan dengan air, misalnya berenang, kegemukan, selain
faktor kelembaban, gesekan kronis dan keringat yang berlebihan disertai higienitas yang
kurang, memudahkan timbulnya infeksi jamur.
Perkembangan penyakit tinea korporis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan penyebab
penyakitnya, disamping faktor-faktor yang memperberat atau memperingan penyakitnya.
Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini
dapat hilang sempurna. Tinea korporis mempunyai prognosa baik dengan pengobatan yang
adekuat dan kelembaban dan kebersihan kulit yang selalu dijaga.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja U, Widiaty S. Dermatofitosis. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7 th ed.
Badan Penerbit FKUI; 2016. P 109-16.
2. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, 2 nd ed. Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2005.
3. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine Eight Edition. Vol. 1 & 2. Penerbit:
Mc Graw Hill; 2012.
4. Weinstein A, Berman B. Topical Treatment of Common Superficial Tinea Infection.
AmFam Physician. P 2095-102.
5. Lesher JL. Tine Corporis. Medscape [online]. 2017 [Cited 2017 Jun]. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1091473-overview#a1.
13