Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

ADAPTASI NEONATUS

Disusun Oleh:
Maulidya Savitri Ardillah 125070100111096
Ayu Rizky Widowati 125070107111044

Pembimbing:
dr. Setya Mithra Hartiastuti, Sp.A, MSi.Med

LABORATORIUM / SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG
2016
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................3
1.1 Latar Belakang........................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................................4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......5

2.1 Transisi Kehidupan Ekstrauterin.. ...5


2.2 Perubahan Fisiologi pada Neonatus........................................................6
2.2.1 Sistem Respirasi .............................................................................6
2.2.2 Sistem Kardiovaskular ....................................................................8
2.2.2.1 Sirkulasi Fetus......................................8
2.2.2.2 Sirkulasi Neonatus....9
2.2.2.3 Denyut Jantung dan Bunyi Jantung.....11
2.2.2.4 Tekanan Darah.......................................................................12
2.2.2.5 Volume Darah.........................................................................12
2.2.2.6 Kegagalan Adaptasi Sistem Kardiovaskuler...........................13

BAB 3 PENUTUP..............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Neonatus adalah bayi baru lahir sampai usia 28 hari. Masa neonatal ini dibagi
menjadi dua tahap yakni neonatus dini (usia 0-7 hari) dan neonatus lanjut (usia
8-28 hari) (Blackburn, 2003). Di Indonesia, angka kematian neonatal (AKN)
berdasarkan laporan SKDI 2012 diperkirakan mencapai 19 per 1000 kelahiran
hidup. Hasil estimasi ini merupakan AKN dalam 5 tahun terakhir yakni tahun
2007-2012. Provinsi dengan AKN terendah yaitu Kalimantan Timur sebesar 12
per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKN tertinggi terdapat di Provinsi Maluku
Utara sebesar 37 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti oleh Papua Barat sebesar 35
per 1.000 kelahiran hidup dan Nusa Tenggara Barat sebesar 33 per 1.000
kelahiran hidup. Penyebab kematian neonatal dengan komplikasi antara lain
asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir,
BBLR (Berat Lahir < 2.500 gram), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan
kongenital (Kemenkes RI, 2013). Penyebab terbanyak kematian neonatal
terbanyak menurut SKRT 2001 adalah prematuritas, BBLR dan asfiksia.
Segera setelah lahir, bayi baru lahir harus beradaptasi dari keadaan yang
sangat tergantung menjadi mandiri secara fisiologis. Banyak perubahan yang
akan dialami oleh bayi yang semula berada dalam lingkungan interna (dalam
kandungan ibu) yang hangat dan segala kebutuhannya terpenuhi (oksigen dan
nutrisi) ke lingkungan eksterna (diluar kandungan ibu). Saat berada di
lingkungan eksterna bayi tersebut harus mendapat oksigen melalui sistem
sirkulasi pernapasannya sendiri, mendapatkan nutrisi oral untuk
mempertahankan kadar gula yang cukup, mengatur suhu tubuh, dan melawan
setiap infeksi/penyakit. Periode adaptasi neonatus ini disebut sebagai periode
transisi, yaitu perubahan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin. Periode ini
berlangsung saat lahir sampai usia 6 jam. Transisi yang paling cepat terjadi
adalah perubahan pada sistem respirasi, kardiovaskuler, termoregulasi, dan
kemampuan dalam mengambil dan menggunakan glukosa (Bobak, 2005). Pada
referat ini penulis akan mengulas adaptasi kardiorespirasi secara fisiologis yang
terjadi pada saat periode transisi intrauterin ke ekstrauterin.

3
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana adaptasi fisiologis sistem respirasi dan kardiovaskuler pada


neonatus?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Memahami konsep tentang adaptasi fisiologis sistem respirasi dan
kardiovaskuler pada neonatus.
2. Memahami deskripsi normal adaptasi sistem respirasi dan kardiovaskuler
pada neonatus sehingga dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari
sebagai dokter umum.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Menambah pengetahuan tentang adaptasi fisiologis sistem respirasi dan
kardiovaskuler pada neonatus.
2. Menambah pengetahuan tentang deskripsi normal adaptasi sistem
respirasi dan kardiovaskuler pada neonatus sehingga dapat dipraktekkan
dalam kehidupan sehari-hari sebagai dokter umum.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Transisi Kehidupan Ekstrauterin

Periode neonatal adalah periode paling rentan bayi yang sedang


menyempurnakan penyesuaian fisiologis pada kehidupan ekstrauterin. Tingkat
morbiditas dan mortalitas neonatus yang tinggi membuktikan kerentanan hidup
selama periode ini. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi
pada neonatus yakni maturasi dan adaptasi. Maturasi berkaitan dengan masa
gestasi, sedangkan adaptasi merupakan usaha neonatus untuk dapat tetap
hidup dalam lingkungan ekstrauterin. Semakin matur neonatus, maka semakin
baik pula adaptasinya (Abdoerrachman et al, 1985).
Pengaruh paling nyata setelah lahirnya bayi adalah terputusnya hubungan
plasenta ibu dengan bayi yang menyebabkan metabolisme neonatus terganggu.
Terputusnya aliran plasenta ke bayi setelah lahir, mengharuskan neonatus untuk
memulai adaptasinya. Periode ini disebut periode transisi. Perubahan dari
sirkulasi janin ke sirkulasi neonatus terjadi dalam jam-jam pertama setelah lahir
dan kemudian menjadi sirkulasi dewasa setelah minggu-bulan pertama
kehidupan kelahiran (Kosim et al, 2012).
Bayi mengalami fase instabilitas selama 6-8 jam setelah kelahiran. Fase ini
secara kolektif disebut periode transisi antara intrauterin dan ekstrauterin.
Proses kelahiran dan peristiwa masa neonatus yang terjadi segera merangsang
respon simpatis yang direfleksikan oleh perubahan denyut jantung, warna,
respirasi, aktivitas motorik, fungsi gastrointestinal, dan temperatur pada
neonatus. Tabel berikut ini menunjukkan fase periode transisi menurut Alden, et
al 2012 :

5
Tabel 1.1 Fase Periode Transisi Neonatus

Reaktivitas periode Periode decrease of Reaktivitas periode


pertama responsiveness kedua
Waktu 0 30 menit 30 menit 2 jam 2 8 jam
Denyut Jantung 160-180 bpm, menurun 100-120 bpm Takikardi
setelah 30 menit
Pernafasan Irreguler, RR 60-80 Cepat dan pendek, RR Takipnea
kali/menit mencapai 60 kali/menit
Bisa ditemukan
crackles, grunting,
nafas cuping hidung,
retraksi dada, periode
apnea jangka pendek
(pernafasan periodik)
Perilaku Bayi Bayi sadar, reaksi Bayi tertidur, aktivitas Aktivitas motorik
terkejut, tremor, motorik menurun meningkat
menangis, pergerakan
kepala, aktivitas
motorik meningkat,
tonus otot meningkat
GIT Bising usus, mekonium, Mekonium
saliva

2.2 Perubahan Fisiologi pada Neonatus

2.2.1 Sistem Respirasi

Pada saat penjepitan tali pusat, bayi mengalami perubahan yang cepat dan
kompleks. Adaptasi yang paling penting pada bayi baru lahir adalah sistem
respirasi. Pada saat lahir paru-paru masih terisi cairan dan harus segera
digantikan oleh udara. Tarikan nafas pertama, bayi baru lahir memulai tahapan
perubahan kardiorespirasi. Perubahan respirasi ekstrauterin dapat dilihat pada
gambar 2.1.

6
Gambar 2.1. Pergantian cairan oleh udara pada saat lahir (American
Academy of Pediatrics, 2000). Pada saat fetus, paru-paru masih terisi oleh cairan. Sesaat
kelahiran, bayi yang menangis menyebabkan udara masuk ke dalam paru menggantikan cairan
yang semula menempati alveoli. Tarikan nafas selanjutnya menyebabkan udara seluruhnya
menempati alveoli dan mulai berfungsilah paru-paru sebagaimana mestinya.

Pernafasan pertama merupakan hasil dari refleks yang diinisiasi oleh


perubahan tekanan, suhu dingin, suara, cahaya, dan sensasi lain yang berkaitan
dengan proses kelahiran. Faktor utama yang terpenting adalah keadaan
hipoksia pada akhir masa persalinan dan stimulus fisik yang merangsang pusat
pernapasan di otak. Selain itu, kompresi paru-paru pada saat persalinan normal
menyebabkan tekanan paru berubah sehingga udara mampu memasuki paru
secara mekanis. Cairan akan dikeluarkan dari paru dan diserap limfe dan darah
(Dwienda R et al, 2014). Pada persalinan sectio secaria maupun bayi prematur,
bayi tidak mendapatkan keuntungan tersebut. Saluran nafas bayi masih
mengandung cairan yang dapat menyebabkan sesak nafas. Keadaan ini
dinamakan Wet Lung Syndrome/ Transient Tachypnea of the Newborn (TTN)
(Oztekin et al, 2012).
Pada saat inspirasi, dibutuhkan tekanan negatif sebesar 60 mmHg di
intrapleural untuk melawan dinding alveoli yang kolaps karena tekanan
permukaan cairan kental di alveoli. Sebaliknya pada saat ekspirasi, tekanan
positif yang dibutuhkan karena resistensi viskositas oleh cairan dalam bronkioli
(Guyton dan Hall, 2006). Kemoreseptor di aorta dan badan carotis teraktivasi
ketika tekanan oksigen arteri (PO2) menurun dari 80 menjadi 15 mmHg, tekanan
karbon dioksida arteri (PCO2) meningkat dari 40 menjadi 70 mmHg, dan PH
arteri menurun. Pola pernafasan tertentu adalah karakteristik bayi baru lahir
normal. Setelah respirasi terjadi, nafas pendek dan tidak teratur, bekisar antara
30-60 kali per-menit, dengan periode pendek apnea (kurang dari 15 detik).
Periode pendek apnea ini terjadi paling sering ketika siklus tidur aktif (rapid eye
movement) dan berkurang frekuensi dan durasinya seiring bertambah usia.
Periode apnea lebih dari 20 detik harus segera dievaluasi (Alden et al, 2012).

Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan jumlahnya


meningkat pada usia kehamilan 30-34 minggu (Dwienda R et al, 2014). Pada
kasus gawat nafas berat pada jam-jam pertama kelahiran (misal: kelahiran

7
prematur maupun pada ibu dengan diabetes). Surfaktan diperlukan untuk
menurunkan tegangan permukaan cairan alveoli, sehingga memungkinkan
alveoli terbuka selama inspirasi. Pada bayi prematur, epitel alveoli gagal untuk
menyekresikan surfaktan dalam jumlah cukup. Sehingga alveoli bayi tersebut
akan kolaps pada saat akhir ekspirasi. Selain itu, pada alveoli ditemukan cairan
mirip protein yang bocor dari kapiler masuk ke dalam alveoli disertai sel epitel
yang deskuamasi. Keadaan ini disebut penyakit membran hialin (Guyton dan
Hall, 2006).

Perubahan sirkulasi alveoli ekstrauterin dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Perubahan Sirkulasi Alveoli Ekstrauterin (American Academy of


Pediatrics, 2000). Pada saat persalinan, bayi memulai inspirasi dengan cara menangis yang
mendorong cairan dalam alveoli untuk keluar dan digantikan oleh udara. Saat itu juga, arteri
pulmonalis mulai dilatasi karena adanya oksigen yang mulai memasuki paru-paru. Aliran pulmonal
menjadi meningkat paska persalinan.

2.2.2 Sistem Kardiovaskuler


2.2.2.1 Sirkulasi Fetus
Di dalam uterus, darah kaya oksigen mengalir menuju fetus dari plasenta
melalui vena umbilicalis. Meskipun sebagian kecil darah menuju ke hepar,
sebagian besar darah tidak melalui sistem hepatis dan menuju ke ductus

8
venosus, yang menghubungkan antara vena umbilicalis dan vena cava inferior.
Darah kaya oksigen dari vena cafa inferior memasuki atrium kanan dan sebagian
besar melewati foramen ovale menuju ke atrium kiri, kemudian ke ventrikel kiri,
dan ke aorta ascendens, dimana yang terpenting adalah memberi perfusi jantung
fetus dan otak (Askin, 2009).
Darah rendah oksigen dari kepala dan ekstremitas atas kembali ke atrium
kanan melalui vena cava superior, yang mana akan bercampur dengan darah
kaya oksigen dari plasenta. Kemudian darah akan memasuki ventrikel kanan dan
arteri pulmonalis, dimana 90% dialirkan melalui ductus arteriosus menuju aorta
descendens, menyediakan perfusi untuk setengah tubuh fetus bagian bawah dan
akhirnya kembali ke plasenta melalui dua arteri umbilicalis. Sisa 10% darah yang
berasal dari ventrikel kanan memberi perfusi jaringan paru untuk mecukupi
kebutuhan metabolik (Askin, 2009).
2.2.2.2 Sirkulasi Neonatus
Dengan tarikan nafas pertama neonatus dan peningkatan kadar oksigen,
terjadi peningkatan aliran darah menuju paru yang menyebabkan penutupan
foramen ovale. Konstriksi ductus arteriosus merupakan proses yang bertahap
yang disebabkan oleh penurunan resistensi vaskuler paru, peningkatan resistensi
vaskuler sistemik dan sensitivitas terhadap peningkatan kadar PaO2 arteri.
Pemisahan plasenta mengurangi kadar prostaglandin (yang dibutuhkan untuk
mempertahankan patensi ductus) yang mempengaruhi penutupan (Alvaro dan
Rigatto, 2005; Kenner, 2003).
Saat lahir, penjepitan tali pusat menghentikan fungsi plasenta sebagai
reservoir darah, memicu peningkatan resistensi vaskuler sistemik, peningkatan
tekanan darah, dan peningkatan tekanan jantung kiri. Pelepasan plasenta juga
menghentikan aliran darah ke ductus venosus, yang menyebabkan penutupan
secara fungsional. Aliran darah vena sistemik kemudian dialirkan menuju sistem
porta untuk sirkulasi hepatis. Pembuluh darah umbilical mengalami konstriksi,
lalu penutupan secara fungsional terjadi segera. Infiltrasi jaringan fibrosa
menyebabkan penutupan secara anatomis pada minggu pertama kehidupan
(Alvaro dan Rigatto, 2005).
Transisi dan penutupan fetal shunt yang berhasil, membuat sirkulasi
neonatus dimana darah rendah oksigen kembali ke jantung melalui vena cava
inferior dan superior. Darah kemudian memasuki atrium kanan, menuju ventrikel

9
kanan, dan melalui arteri pulmonalis menuju paru. Darah kaya oksigen kembali
melalui vena pulmonalis menuju atrium kiri, ventrikel kiri, dan melalui aorta
menuju sirkulasi sistemik. Hipoksia, asidosis, dan defek jantung bawaan adalah
kondisi yang akan menyebabkan resistensi vaskuler paru dipertahankan tinggi
dan akan mengganggu rangkaian normal dari adaptasi (Askin, 2008).
Gambar berikut mengilustrasikan sirkulasi fetus dan neonatus.

Gambar 2.3. Sirkulasi Fetus dan Neonatus


Sumber : Moore, K.L. & Persuad, T.V.N. (2008). The Developing Human: clinically oriented
embryology (8th ed.). Philadelphia: Saunders

Perubahan sistem kardiovaskuler dari fetus ke neonatus terangkum dalam


tabel berikut ini.

10
Tabel 1.2. Perubahan Sistem Kardiovaskuler Saat Lahir (Alden et al, 2012).

2.2.2.3 Denyut Jantung dan Bunyi Jantung


Bayi baru lahir cukup bulan memiliki denyut jantung saat istirahat antara 100-
160 bpm, dengan fluktuasi singkat di atas dan di bawah nilai tersebut yang
dipengaruhi oleh fase tidur dan bangun. Sesaat setelah tangisan pertama
denyut jantung bayi dapat meningkat sampai 180 bpm. Laju denyut jantung
pada bayi cukup bulan adalah sekitar 85-100 bpm saat tidur dan 120-160 bpm
saat bangun. Denyut jantung mencapai 180 bpm tidak biasa ketika bayi
menangis. Denyut jantung yang tinggi (lebih dari 160 bpm) atau rendah (kurang
dari 100 bpm) harus dievaluasi lagi dalam 30 menit sampai 1 jam atau saat
aktivitas bayi berubah. Segera setelah lahir denyut jantung dapat dipalpasi
dengan memegang dasar tali pusat.
Pada bayi baru lahir, jantung terletak di tengah antara mahkota kepala dan
pantat, dan axisnya lebih transversal daripada orang dewasa. Denyut apeks
(point of maximal impulse) pada bayi baru lahir terletak di ICS 4 garis
midclavicula kiri. PMI sering terlihat dikarenakan dinding dada yang tipis. Laju
denyut apeks harus diperiksa pada bayi baru lahir. Auskultasi dilakukan selama
satu menit penuh, lebih baik dilakukan ketika bayi sedang tidur. Denyut jantung

11
yang tidak teratur tidak biasa pada beberapa jam pertama kehidupan. Detak
jantung yang tidak teratur yang tidak menyebabkan perubahan aktivitas atau pola
pernapasan harus dievaluasi lebih lanjut.
Bunyi jantung saat periode neonatus memiliki pitch yang tinggi, durasi lebih
pendek, dan intensitas yang lebih besar daripada saat dewasa. Suara jantung
satu secara tipikal lebih keras dan tumpul daripada suara jantung dua, yang lebih
tajam. Murmur sementara sering terjadi saat beberapa jam pertama setelah
lahir. Sebagian besar murmur yang terdengar pada beberapa hari pertama
kehidupan tidak memiliki makna patologis, biasanya terjadi akibat duktus
arteriosus paten, regurgitasi trikuspid, atau sudut akut pada bifukarsio arteri
pulmonalis (Lissauer, 2002). Apabila terdapat murmur, penting untuk
memperhatikan adanya tanda-tanda lain disfungsi kardiovaskuler antara lain
takipnea, takikardi, pucat, sianosis, nadi perifer yang tidak teraba, atau perfusi
yang buruk (Miller dan Newman, 2005).
2.2.2.4 Tekanan Darah
Rata-rata tekanan darah sistolik pada bayi baru lahir adalah 60-80 mmHg
dan rata-rata tekanan darah diastolik adalah 40-50 mmHg. Penurunan tekanan
darah sistolik sekitar 15 mmHg pada satu jam pertama kehidupan merupakan hal
normal. Neonatus dikatakan hipotensi jika rata-rata tekanan darah kurang dari
usia gestasi. Hipertensi terjadi jika rata-rata tekanan melebihi 50-70 mmHg
(Sniderman dan Taeusch, 2005). Tangisan dan gerakan menyebabkan
perubahan tekanan darah, khususnya tekanan darah sistolik. Tekanan darah
juga sensitif terhadap perubahan volume darah yang terjadi dengan adaptasi
sirkulasi. Pengukuran tekanan darah paling baik dengan menggunakan alat
Doppler dan diukur ketika bayi sedang istirahat (Alden et al, 2012).
2.2.2.5 Volume Darah
Volume darah bayi baru lahir bergantung pada jumlah darah yang ditransfer
melalui plasenta. Volume darah pada bayi cukup bulan sekitar 80-85 ml/kgBB.
Segera setelah lahir total volume darah rata-rata 300 ml, namun dapat meningkat
sebanyak 100 ml, bergantung pada lamanya bayi terikat pada plasenta. Bayi
prematur secara proporsional memiliki volume darah yang lebih besar daripada
bayi cukup bulan. Hal ini terjadi karena bayi prematur memiliki volume plasma
yang lebih besar, bukan massa sel darah merah (Hockenberry, 2003;Luchtman-
Jones, Schwartz, dan Wilson, 2002).

12
Penjepitan tali pusat terlalu awal atau terlambat merubah sirkulasi dinamis
bayi baru lahir. Penjepitan terlalu awal mengurangi rata-rata volume darah,
sedangkan penjepitan yang terlambat memperbanyak volume darah atau disebut
transfusi plasenta. Hal ini menyebabkan pembesaran ukuran jantung,
peningkatan tekanan darah sistolik, dan peningkatan laju pernapasan (Alden et
al, 2012).
2.2.2.6 Kegagalan Adaptasi Sistem Kardiovaskuler
Pada saat kelahiran, sejumlah perubahan sistem kardiorespirasi yang
kompleks terjadi. Sirkulasi fetus yang bergantung pada plasenta untuk
pertukaran gas serta shunt intracardiac dan extracardiac untuk mendistribusikan
darah kaya oksigen ke jantung dan otak, berubah menjadi sirkulasi neonatus
dimana pertukaran gas berpindah ke paru-paru dan shunt fetus mengalami
obliterasi. Penurunan PVR yang terjadi secara cepat dan menetap ketika tarikan
nafas pertama neonatus merupakan kunci keberhasilan adaptasi tersebut.
Transisi normal pembuluh darah paru terjadi secara spontan dan cepat pada
sebagian besar neonatus, jika gagal akan menyebabkan persistent pulmonary
hypertension of the newborn (PPHN). Kondisi yang menyebabkan morbiditas
dan mortalitas yang signifikan ini terjadi ketika PVR gagal mengalami penurunan
yang adekuat selama transisi ke kehidupan ekstrauterin. Lingkungan intrauterine
yang berubah menyebabkan perubahan sirkulasi paru secara struktural atau
hipoksemia, asidosis dan/atau hiperkarbia yang disebabkan oleh aspirasi
mekonium, defisiensi surfaktan, atau pneumonia neonatus menyebabkan
konstriksi sirkulasi paru. Pada kondisi ini, right to left shunt pada atrium dan
ductus arteriosus menetap akibat tingginya PVR, menyebabkan hipoksemia yang
signifikan yang mana pada akhirnya meningkatkan vasokonstriksi paru. Oleh
karena itu, dua peristiwa hemodinamik mayor yaitu vasodilatasi vaskuler paru
serta hilangnya sirkulasi plasenta dan penutupan shunt fetus merupakan tanda
keberhasilan transisi sirkulasi fetus ke sirkulasi neonatus (Alvaro, 2015).
PPHN terjadi paling sering pada bayi cukup bulan dan lebih bulan. Faktor
predisposisinya antara lain asfiksia, MAS, sepsis onset dini, RDS, hipoglikemia,
polisitemia, penggunaan NSAID maternal dengan konstriksi ductus arteriosus
intrauterin, penggunaan SSRI maternal pada trimester akhir, dan hipoplasia paru
yang disebabkan oleh hernia diafragmatica, leakage cairan amnion,

13
oligohidramnion, atau efusi pleura. PPHN sering idiopatik. Insidennya mencapai
1/500-1.500 kelahiran hidup dengan variasi yang luas diantara pusat klinis.
Neonatus dengan PPHN biasanya menunjukkan manifestasi klinis dalam 12
jam pertama setelah kelahiran. PPHN yang berhubungan dengan polisitemia,
penyebab idiopatik, hipoglikemia, hipotermia, atau asfiksia menyebabkan
sianosis berat dengan takipnea, meskipun tanda-tanda awal distress nafas masih
minimal. Neonatus dengan PPHN yang berhubungan dengan aspirasi
mekonium, pneumonia streptococcus grup B, hernia diafragmatica, atau
hipoplasia paru biasanya menunjukkan sianosis, merintih, retraksi, takikardia,
dan syok. Dapat juga terjadi keterlibatan multiorgan. Iskemia miokard, disfungsi
musculus papillaris dengan regurgitasi mitral dan tricuspid, dan disfungsi
biventrikel menyebabkan syok kardiogenik dengan penurunan aliran darah paru,
perfusi jaringan, dan pendistribusian oksigen (Ambalavanan N dan Carlo W.A,
2015).

14
BAB 3
PENUTUP

Pada saat lahir, bayi baru lahir akan mengalami masa yang paling dinamis
dari seluruh siklus kehidupan. Bayi mengalami suatu proses perubahan dikenal
sebagai periode transisi yaitu periode yang dimulai ketika bayi keluar dari tubuh
ibu harus beradaptasi dari keadaan yang sangat bergantung menjadi mandiri
secara fisiologis, selama beberapa minggu untuk sistem organ tertentu.
Jadi adaptasi merupakan suatu penyesuaian bayi baru lahir dari dalam uterus
keluar uterus, prosesnya disebut periode transisi atau masa transisi. Secara
keseluruhan, adaptasi diluar uterus harus merupakan proses berkesinambungan.
Beberapa jam pertama bayi baru lahir merupakan waktu yang esensial untuk
stabilisasi respirasi dan hemodinamik kardiovaskuler. Adaptasi sistem respirasi
dan kardiovaskuler terjadi secara simultan (hampir bersamaan). Adapun
komponen utama kunci keberhasilan adaptasi ekstrauterin adalah ekspansi paru-
paru, inisiasi pertukaran gas, dan penutupan shunt sirkulasi. Dengan airway
yang adekuat, oksigenasi dan sirkulasi yang baik, dan suhu lingkungan yang
optimal diharapkan bayi dapat melewati masa transisi secara optimal. Oleh
karena itu penting bagi seorang dokter umum untuk mengetahui adaptasi secara
fisiologis dan anatomis pada bayi baru lahir dan mengenali secara dini tanda-
tanda kegagalan adaptasi sehingga dapat dilakukan pendekatan resusitasi
secara tepat.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman et al. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Edisi Tiga.
Jakarta.

Alden, Kathryn Rhodes, Deitra Leonard Lowndermilk, Mary Catherine Cashion,


dan Shannon E. Perry. 2012. Maternity & Womens Health Care Edisi 11.
Elsevier Inc.

Ambalavanan N & Carlo W.A. 2015. Respiratory tract disorders. Dalam: Nelsons
Textbook of Pediatrics (20th ed.) (pp.1157-1159). Philadelphia : Elsevier.

Alvaro, R.E. & Rigatto, H. 2005. Cardiorespiratory adjustements at birth. Dalam:


Averys neonatology pathophysiology & management of the newborn (6th
ed.) (pp.285-303). Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins.

Alvaro, R.E. 2015. Cardiorespiratory adjustements at birth. Dalam: Averys


neonatology pathophysiology & management of the newborn (7th ed.)
(pp.505). Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins.

Askin, D. 2008. Newborn adaptation to extrauterine life. Dalam : K.R. Simpson &
P.A. Creehan (Eds). AWHONNs Perinatal Nursing (3rd ed.) (pp.527-545).
Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins.

Askin, D. 2009. Fetal-to-neonatal transition What is normal and what is not?


Part 1: The physiology of transition. Neonatal Network, 28(3), e33-e40.

Blackburn, S. 2003. Maternal, fetal, & neonatal physiology : A clinical perspective


(2nd ed.). St. Louis : Saunders.

Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC.

Dwienda R, O., Maita, L., Saputri, EM., Yulviana,R. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi/ Balita dan Anak Prasekolah untuk Para Bidan Edisi 1.
2014. Deepublish: Yogyakarta

Guyton, AC and Hall, JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Hockenberry, M. 2003. Wongs nursing care of infants and children (7th ed.). St.
Louis : Mosby.

Kenner, C. 2003. Resuscitation and stabilization of the newborn. Dalam C.


Keener & J. QW. Lott (Eds.), Comprehensive neonatal nursing: A
physiologic perspective (3rd ed.) (pp.210-227). Philadelphia, PA:
Saunders.

Kliegman, R. 2002. Fetal and neonatal medicine. Dalam R. Behrman & R.


Kliegman (Eds.), Nelson essentials of pediatrics (4th ed.). Philadelphia :
Saunders.

Lissauer, T. 2002. Physical examination and care of the newborn. Dalam A.


Fanaroff & R. Martin (Eds.), Neonatal-perinatal medicine: Diseases of the
fetus and infant (7th ed.). St. Louis : Mosby.

16
Luchtman-Jones, L., Schwartz, A., & Wilson, D. 2002. The blood and
hematopoietic system. Dalam A. Fanaroff & R. Martin (Eds.), Neonatal-
perinatal medicine: Diseases of the fetus and infant (7th ed.). St. Louis :
Mosby.

Miller, C., & Newman, T. 2005. Routine newborn care. Dalam H. Taeusch, R.
Ballard, & C. Gleason (Eds.). Averys diseases of the newborn (8th ed.).
Philadelphia : Saunders.

Oztekin, O., Kalay, S., Tezel, G., Akcakus, M., Oygur, N. 2012. Can we predict
the duration of respiratory support in transient tachypnea of the newborn?.
Tubitak. 42 (Sup.2): 1494-1498.

Sniderman, S., & Taeusch, H. 2005. Initial evaluation : History and physical
examination of the newborn. Dalam H. Taeusch, R. Ballard, & C. Gleason
(Eds.). Averys diseases of the newborn (8th ed.). Philadelphia : Saunders.

Supriyantoro, Primadi, O., MM, Zulfi., Sibuea, Farida., Susanti, MI., et al. Pusat
Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2012. 2013. Kementerian
Kesehatan RI: Jakarta.
.

17

Anda mungkin juga menyukai