Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang
progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan
jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan
absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan
meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang ruang
tempat mengalirnya liquor (Riyadi, 2009). Hidrosefalus komunikan terjadi karena
kelebihan produksi cairan serebrospinal (jarang), gangguan penyerapan dari cairan
serebrospinal (paling sering) 12. Hidrosefalus non kommunikan terjadi ketika aliran cairan
serebrospinal terhalang dalam sistem ventrikel atau dalam outlet untuk ruang arakhnoid,
mengakibatkan penurunan cairan serebrospinal dari ventrikel ke ruang subarachnoid. Bentuk
yang paling umum adalah hidrosefalus obstruktif dan disebabkan oleh lesi massa-menduduki
intraventricular atau extraventricular yang mengganggu anatomi ventrikel
Jumlah cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada sampai 5 liter, sehingga
tekanan intrakranial sangat tinggi. Hidrosefalus sering di jumpai sebagai kelainan
konginetal namun bisa pula oleh sebab postnatal. Angka kejadian hidrosefalus kira-
kira 30 % yang di temui sejak lahir, dan 50% pada 3 bulan pertama. Frekuensi
hidrosefalus ini utero 2:2000 bayi, dan kira-kira 12% dari semua kelainan konginetal.
Hidrosepalus menjadi kasus yang banyak terjadi di perkotaan. Angka kejadian kasus
hidrosepalus di RSUP Fatmawati selama 3 bulan dari bulan Januari-Maret 2013
adalah sebanyak 22 kasus (Fitriyah, 2013). Secara keseluruhan, insidensi
hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital
adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis
aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis
kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur
(Darsono, 2005)
Penyebab hidrosefalus salah satunya adalah bakteri. Pada daerah perkotaan
yang padat penduduk, memungkinkan terjadi penyebaran bakteri dengan cepat salah
satunya bakteri yang menyebabkan hidrosefalus. Selain itu, pada daerah perkotaan
yang padat penduduk masih banyak penduduk yang tingkat kesejahteraannya rendah.
Tingkat kesejahteraan yang rendah dapat mempengaruhi nutrisi pada ibu hamil.
Nutrisi pada ibu hamil juga mrmpengaruhi perkembangan janin. Pada ibu dengan
nutrisi yang kurang, maka perkembangan janin pun akan terganggu sehingga dapat
menimbulkan kelainan kongenital seperti hidrosefalus (Andriati, 2014)
Kebanyakan kasus hidrosefalus dialami oleh neonatus. Anak dengan
hidrosefalus memerlukan perawatan khusus dan benar karena pada anak yang
mengalami hidrosefalus ada kerusakan saraf yang menimbulkan kelainan neurologis
berupa gangguan kesadaran sampai pada gangguan pusat vital dan resiko terjadi
decubitus (Fitriyah, 2013)

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran pengelolaan Asuhan Keperawatan Anak pada An. J
dengan Hidrosefalus di ruang Anak Lantai 1 RSUP. Dr. Karyadi Semarang
2. Tujuan khusus
a. Memaparkan konsep dasar terkait fisiologi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, komplikasi, pathways dan penatalaksanaan dalam bentuk
Mindmap pada An. J dengan Hidrosefalus di ruang Anak Lantai 1 RSUP. Dr.
Karyadi Semarang
b. Mendeskripsikan hasil pengkajian serta data fokus untuk menentukan
masalah yang terjadi.
c. Memaparkan diagnosa keperawatan yang muncul pada An. J dengan
Hidrosefalus
d. Menyusun fokus intervensi untuk mengatasi permasalahan keperawatan yang
muncul pada kasus Hidrosefalus
e. Menyusun rencana tindakan keperawatan yang diberikan untuk mengatasi
masalah yang terjadi pada An. J dengan Hidrosefalus
f. Mengimplementasikan tindakan keperawatan yang telah disusun untuk
mengatasi masalah pada An. J dengan Hidrosefalus
g. Mengevaluasi hasil akhir dari implementasi yang telah dilakukan pada An. J
dengan Hidrosefalus

BAB III
PEMBAHASAN
Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus, yaitu; Mengurangi produksi cairan
serebrospinal, memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal,
Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranialKebanyakan pasien diterapi
dengan shunt. Hanya sekitar 25% dari pasien dengan hidrosefalus yang berhasil diterapi tanpa
pemasangan shunt. Prinsip dari shunting adalah untuk membentuk suatu hubungan antara
cairan serebrospnal (ventrikel atau lumbal) dan rongga tempat drainase (peritoneum, atrium
kanan, pleura). Pada dasarnya alat shunt terdiri dari tiga komponen yaitu; kateter proksimal,
katub (dengan/tanpa reservior), dan kateter distal. Komponen bahan dasarnya adalah elastomer
silicon. Pemilihan pemakaian didasarkan atas pertimbangan mengenai penyembuhan kulit
yang dalam hal ini sesuai dengan usia penderita, berat badan, ketebalan kulit dan ukuran
kepala. Sistem hidrodinamik shunt tetap berfungsi pada tekanan yang tinggi, sedang dan
rendah, dan pilihan ditetapkan sesuai dengan ukuran ventrikel, status pasien (vegetative,
normal) pathogenesis hidrosefalus, dan proses evolusi penyakit.
Diagnosa nyeri merupakan diagnosa yang aktual karena nyeri akut merupakan
keluhan utama yang dirasakan pada saat pengkajian. Dalam kasus yang ditemui pada
An. J nyeri merupakan masalah utama yang mengganggu kenyaman pasien. Untuk
pemilihan etiologi dari masalah keperawatan, nyeri akut berhubungan dengan trauma
pembedahan post vp shunt. Untuk hasil pengkajian nyeri yang dirasakan oleh pasien
didapatkan data bahwa pasien merasakan nyeri pada daerah kepala dan lehernya, nyeri
terasa seperti tertusuk, nyeri yang dirasakan di kepala sebelah kanan post bedah vp
shunt H+4 hari dan leher yang kaku, nyeri skala 2 dan hilang timbul. Selain itu pasien
Nampak tidak nyaman dengan kondisinya saat ini.
Tindakan yang dilakukan pada pasien untuk mengatasi nyerinya seperti
mengakaji nyeri yang dirasakan pasien secara komprehensif, mengajarkkan terapi non
farmakologi untuk mengurasi sensasi nyeri, menganjurkan istirahat, mengurangi factor
pencetus nyeri seperti meningkatkan lingkungan yang nyaman serta melakukan
kolaborasi. Nyeri klien dapat diatasi dengan tehnik tarik nafas dalam relaksasi dan
pasien mengatakan bahwa nyerinya berkurang setelah dilakukan latihan namun setelah
tidak dilakukan nyerinya timbul kembali sehingga nyeri yang dirasakan oleh pasien
perlu dilakukan kolaborasi dengan pemberian analgetik sesuai advis.
Diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan ekstremitas merupakan masalah keperawatan lain yang ditemukan pada
pasien. Hal ini didapatkan bahwa pasien mengalami kelemahan pada ekstremitas
sebelah kiri atas maupun bawah dengan kekuatan otot lebih lemah dibandingkan
dengan ekstremitas kanan. Hal ini disebabkan karena pada anak dengan hidrosefalus
didapatkan gangguana atau kelemahan umum karena adanya kerusakn pusat
pengaturan motoric. Tonus otot bisa ditemukan menurun sampai menghilang.
Kekuatan otot menurun atau hilang sehingga mengalami gangguan koordinasi karena
kelemahan fisik umum dan kesulitab berjalan (Muttaqin, 2008).
Tindakan keperawatan yang dilakukan bertujuan untuk melatih klien agar
dapat beraktifitas secara mandiri tanpa bantuan dari perawat maupun keluarga serta
dapat meningkat kekuatan otot. Memberikan latihan gerak sendi baik secara pasif
maupun aktif dapat meningkatkan kembali kekuatan otot sehingga otot menjadi tidak
kaku akibat kurangnya aktifitivitas. Mengganti posisi dapat dilakukan, selain untuk
memberikan kenyaman pada pasien juga dapat mengurangi terjadinya decubitus.
Memberikan motivasi pada pasien dapat meningkatkan semangat pasien untuk tetap
kuat karena dukungan keluarga merupakan hal yang paling penting untuk dapat
meningkatkan kesembuhan pasien.
Resiko tinggi infeksi sangat jelas terlihat. Dalam hal ini pasien yang telah
mengalami tindakan pembedahan post vp shunt H+ 4 masih perlu mendapat perawatan
terhadap luka bekas pembedahan. Resiko tinggi infeksi ini dapat terjadi karena pasien
yang terpasang vp shunt dapat meningkatkan adanya port de entry dan benda asing
yang masuk. Sehingga selalu menjaga kebersihan luka sangat perlu diperhatikan untuk
menghindari resiko infeksi yang sangat mungkin terjadi. Management infection dapat
dilakuakn untuk menggurangi resiko penyebaran infeksi seperti selalu menjaga
kebersihan luka dengan selalu mengganti balut, selalu mencuci tangan setiap akan
bersentuhan dengan pasien. Mengingatkan orang tua untuk selalu menjaga kebersihan
dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Riyadi. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu


Fitriyah Hafidzah. 2013. Analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat
perkotaan pada pasien hdrosefalus. Depok : FK UI
Darsono dan Himpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia dengan UGM. (2005). Buku
ajar neurologi klinis. Yogyakarta: UGM Press.
Andriati, riris. 2014. Studi literature mengenai hidrosefalus kongenital. Volume 1, No
1.
Muttaqin , Arif. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan system
persarafan. Jakarta: salemba medika

Anda mungkin juga menyukai