Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran,
kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi seluruh masyarakat dalam rangka
mewujudkan derajat masyarakat yang setingi-tinginya. Masyaraakat
diharapakan berpartisipasi aktif dalam memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatannya sendiri, sehingga masyarakat bukan hanya menjadi sasaran
tetapi juga menjadi pelaksana dalam pembangunan kesehatan jiwa. Sesuai
dengan Visi Departemen Kesehatan RI yaitu masyarakat yang mandiri untuk
hidup sehat. Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat adalah masyarakat
yang sadar , mampu mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang
dihadapi sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik yang
disebabkan penyakit termasuk gangguan kesehatan akibat bencana, maupun
lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat termasuk
masalah kesehatan jiwa ( Farid, 2008, dalam Ruti Wiyati Dkk 2013 ).
Gangguan jiwa adalah respon maladaptif dari lingkungan internal dan
eksternal, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang tidk sesuai
dengan norma local atau budaa setempat dan mengganggu fungsi social,
pekerjaan dan atau fisik ( Townsend, 2005 ). Pengertian ini menjelaskan klien
dengan gangguan jiwa akan menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan
norma masyarakat dimana perilaku tersebut mengganggu funsi sosialnya.
Masalah kesehatan terutam gangguan jiwa insidennya masih cukup tinggi.
Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1%
penduduk dunia akan mengidap skizofrenia. Jumlah tiap tahun makin
bertambah dan akan berdampak bagi keluarga dan masyarakat (Kaplan &
Saddock, 2005, dalam Ruti Wiyati dkk 2013).
Berdasarkan data WHO 1 dari 4 orang atau sekitar 450 orang
terganggu jiwanya.Menurut Dharmono (2007), penelitian yang dilakukan

1
WHO di berbagai Negara menunjukkan sebesar 20-30 %, pasien yang datang
ke pelayanan kesehatan dasar menunjukkan gejala gangguan jiwa.
Departement of Healath and Human service (1999), memperkirakan 51 juta
penduduk Ameika dapat didiagnosis mengalami disabilitas akibat gangguan
jiwa yang berat dan 4 juta diantaranya adalah anak-anak dan remaja (Videbck,
2008).
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang sangat berat. Penyakit
ini menyerang 4 sampai 7 dari 1000 orang (Saha et al, 2005). Skizofrenia
biasanya menyerang pasien dewasa yang berusia 15-35 tahun. Diperkirakan
terdapat 50 juta penderita di dunia, 50% dari penderita tidak menerima
pengobatan yang sesuai, dan 90% dari penderita yang tidak mendapat
pengobatan tepat tersebut terjadi di negara berkembang (WHO, 2011).
Di Indonesia, prevalensi gangguan jiwa berat (skizofrenia) sebesar
0,46%. Sulawesi Tengah menempati peringkat pertama dari provinsi lain yang
berada di Sulawesi dengan penderita skizofrenia sebesar 0,53%.
(RISKESDAS, 2008).
Menurut data Departemen Kesehatan tahun 2007, total jumlah
penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai lebih dari 28 juta orang, dan
25,2 juta orang diantaranya mengalami gangguan personal hygiene.
Berdasaran survey data awal yang di peroleh dari Kantor Dinas
Kesehatan Provinsi Gorontalo Pasien yang mengalami Gangguan jiwa Berat
yaitu sebanyak 430 orang , yaitu terdiri dari perempuan dan Laki-laki.
Berdasarkan survey data awal yang diperoleh dari Puskesmas Global
Telaga Pasien dengan Sizofrenia sebanyak 31 orang, yaitu terdiri atas
perempuan sebanyak 14 orang dan laki-laki sebanyak 17 orang.
Salah satu bentuk gangguan kejiwaan yang memiliki tingkat
keparahan yang tinggi adalah skizofrenia, dimana hingga saat ini
penanganannya belum memuaskan. Hal ini terutama terjadi di Negara-negara

2
yang sedang berkembang karena ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat
terhadap jenis gangguan jiwa ini (dalam Hawari, 2003).
Salah satu masalah utama pada pasien skizfrenia yaitu masalah
perawatan diri atau personal hygiene. Personal hygiene adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan
fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak
mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya. Melihat hal itu
personal hygiene diartikan sebagai hygiene perseorangan yang mencakup
semua aktivitas yang bertujuan untuk mencapai kebersihn tubuh, meliputi
membasuh, mandi, merawat rambut, kuku, gigi gusi dan membersihakan
daerah genital. Jika seseorang sakit, biasanya masalah kesehatan kurang
diperhatikan. Hal ini terjadi karena menggangap masalah sepele, jika hal
tersebut kurang di perhatikan dapat mempengaruhi kesehatan secara umum
terutama pasien gangguan jiwa. (Damayanti, 2009 dalam Hasriana dkk 2013).
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat
penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi
kesehatan dan psikis seseorang.
Kebersihan itu sendiri sangat di pengaruhi oleh nilai individu dan
kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di antaranya ,status social
ekonomi, kebiasaan dan kondisi fisik seseorang, pendidikan, keluarga,
persepsi seserang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan (Hidayat,
2009 dalam Hasriana dkk 2013).
Berdasarkan Uraian diatas dan masih kurangnya penelitian yang
mengungkapkan lebih jauh tentang factor yang mempengaruhi pelaksanaan
personal hygiene pada pasien skizofrenia maka peneliti melakukan penelitian
untuk mengetahui apa Faktor yang mempengaruhi pelaksanaa personal
hygiene pada pasien skizofrenia di Wilayah Kerja Puskesmas Global Telaga.
1.2 Identifikasi Masalah

3
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas , masalah yang muncul yang
melatarbelakangi penelitian ini adalah:
1. Banyaknya yang mengalami gangguan jiwa disebabkan karena sebagian besar
masyarakat belum memahami bagaimana merawat pasien yang mengalami
gangguan jiwa.

2. Banyaknya yang mengalami gangguan jiwa di Indonesia disebabkan karena


pemerintah kurang memperhatikan dan belum menyediakan tempat perawatan
yang memadai bagi mereka yang mengalami gangguan jiwa.

3. Di Gorontalo banyaknya pasien yang mengalami gangguan jiwa karena di


sebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan motivasi keluarga tentang gangguan
jiwa tersebut.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang Masalah tersebut di atas, dapat di rumuskan
masalah dalam penelitian ini yaitu Apakah ada Faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan personal hygiene pada keluarga pasien skizofrenia Di Ruangan Poli
Jiwa Puskesmas Global Telaga .
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk Mengidentifikasi Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
personal hygiene pada keluarga pasien skizofrenia Di Ruangan Poli Jiwa
Puskesmas Global Telaga.
1.4.2 Tujuan Khusus
1) Mendeskripsikan pengetahuan keluarga tentang pelaksanaan personal
hygiene oleh keluarga pasien skizofrenia rawat jalan di Puskesmas
Global Telaga.
2) Mendeskripsikan motivasi tentang pelaksanaan personal hygiene oleh
keluarga pasien skizofrenia rawat jalan di Puskesmas Global Telaga.

4
3) Mengidentifikasi Pelaksanaan Personal hygiene oleh keluarga pada
pasien skizofrenia rawat jalan di Puskesmas Global Telaga.
4) Menganalisis pengetahuan keluarga tentang pelaksanaan personal
hygiene oleh keluarga pasien skizofrenia rawat jalan di puskesmas
global telaga.
5) Menganalisis motivasi tentang pelaksanaan personal hygiene oleh
keluarga pasien skizofrenia rawat jalan di puskesmas global telaga
6) Mengidentifikasi pelaksanaan personal hygiene oleh keluarga pada
pasien skizofrenia rawat jalan di puskesmas global telaga.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan memotivasi calon perawat dalam
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan tentang pentingnya personal
hygiene pada pasien skizofrenia.
1.5.2 Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi perawat untuk
membuat rencana keperawatan dengan melibatkan keluarga pasien untuk
memberikan perhatian dan dukungan kepada pasien terutama personal
hygiene.
1.5.3 Bagi peneliti
Merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam rangka menambah
pengetahuan peneliti khususnya dalam penelitian mengenai factor yang
mempengaruhi pelaksnaan personal hygiene pada pasien skizofrenia pasien
rawat jalan di poli jiwa puskesmas global telaga.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Personal Hygiene
1. Pengertian Personal Hygiene
Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yang berarti personal
yang artinya peroranagan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan
adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahtaraan fisik dan psikis (Tarwoto dan
Wartonah, 2004).
Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan
untuk mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis (Aziz
Alimul H, 2006).
Definisi definisi diatas dapat disimpulkan bahwa personal hygiene
merupakan kegiatan atau tindakan membersihkan seluruh anggota tubuh yang
bertujuan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang.
Hygiene adalah ilmu pengetahuan tentang kesehatan dan pemeliharaan
kesehatan. Higiene personal adalah perawatan diri dengan cara melakukan
beberapa fungsi seperti mandi, toileting, higiene tubuh umum, dan berhias.
Higiene adalah persoalan yang sangat pribadi dan ditentukan oleh berbagai
faktor, termasuk nilai-nilai dan praktik individual. Higiene meliputi
perawatan kulit, rambut, kuku, gigi, rongga mulut dan hidung, mata, telinga,
dan area perineum-genital.
Pemeliharaan higiene perseorangan diperlukan untuk kenyamanan
individu, keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang sehat mampu
memenuhi kebutuhan kesehatannya sendiri, pada orang sakit atau tantangan
fisik memerlukan bantuan perawat untuk melakukan praktik kesehatan yang
rutin. Selain itu, beragam faktor pribadi dan sosial budaya mempengaruhi

6
praktik higiene klien. Perawat menentukan kemampuan klien untuk
melakukan perawatan diri dan memberikan perawatan hygiene menrut
kebutuhan dan pilihan klien.
2. Jenis-jenis Personal Hygiene

Jenis-jenis perawatan personal hygiene menurut Perry & Potter (2005)

dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Berdasarkan Waktu

a. Perawatan dini hari

Perawatan dini hari merupakan perawatan diri yang dilakukan

pada waktu bangun tidur untuk melakukan tindakan seperti perapian

dalam pemeriksaan, mempersiapkan pasien melakukan sarapan dan

lain-lain.

b. Perawatan pagi hari

Perawatan pagi hari merupakan perawatan yang dilakukan

setelah melakukan pertolongan dalam memnuhi kebutuhan eliminasi

mandi sampai merapikan tempat tidur pasien.

c. Perawatan siang hari

Perawatan siang hari merupakan perawatan yang dilakukan

setelah melakukan perawatan diri yang dapat dilakukan antara lain

mencuci mukan dan tangan, mebersihkan mulut, merapikan tempat

tidur, serta melakukan pembersihan lingkungan pasien.

d. Perawatan menjelang tidur

7
Perawatan menjelang tidur merupakan perawatan yang

dilakukan pada saat menjelang tidur agar pasien dapat tidur

beristirahat dengan tenang. Seperti mencuci tangan dan muka

membersihkan mulut, dan memijat dareah punggung

2) Berdasarkan Tempat

a. Perwatan diri pada kulit

b. Kulit merupakan salah satu bagian penting dari tubuh yang dapat

melindungi tubuh dari berbagai kuman atau tarauma sehingga

diperlukan perawatan yang adekuat dalam mempertahankan

fungsinya.

Fungsi kulit:

a) Proteksi tubuh

b) Pengaturan temperatur tubuh

c) Pengeluaran pembuangan air

d) Sensasi dari stimulus lingkungan

e) Membantu keseimbangan cairan dan elektrolit

f) Memproduksi dan mengabsorsi vitamin D

Faktor yang mempengaruhi perubahan dan kebutuhan pada kulit:

a) Umur

b) Jaringan kulit

c) Kondisi atau keadaan lingkungan.

c. Mandi

8
Mandi bermanfaat untuk menghilangkan atau

membersihkan bau badan, keringat, dan sel yang mati serta

merangasang sirkulasi darah dan membuat rasa nyaman

d. Perawatan Diri Pada Kaki Dan Kuku

Perawatan kaki dan kuku untuk mencegah infeksi, bau

kaki, dan cedera jaringan lunak. Integritas kaki dan kuku ibu jari

penting untuk mempertahankan fungsi normal kaki sehingga

orang dapat berdiri atau berjalan dengan nyaman.

e. Perawatan Rambut

Rambut merupakan bagian dari tubuh yang memiliki

fungsi sebagai proteksi dan pengatur suhu. Indikasi perubahan

status kesehatan diri juga dapat dilihat dari rambut. Perawatan ini

bermanfaat mencegah infeksi daerah kepala.

f. Perawatan Gigi Dan Mulut

Gigi dan mulut adalah bagian penting yang harus

dipertahankan kebersihannya. Sebab melalui organ ini berbagai

kuman dapat masuk.

g. Perawatan Perineal Wanita

Perawatan perineal wanita meliputi genitalia eksternal.

Prosedur biasanya dilakukan selama mandi. Perawatan perineal

mencegah dan mengontrol penyebaran infeksi, mencegah

9
kerusakan kulit, meningkatkan kenyamanan dan mempertahankan

kebersihan.

h. Perawatan Perineal Pria

Klien pria memerlukan perhatian khusus selama perawatn

perinel, khususnya bila ia tidak di sirkumsisi. Foreskin

menyebakan sekresi mengumul dengan mudah di sekitar mahkota

penis dekat meatus uretral. Kanker penis terjadi lebih sering pada

pria yang tidak disirkumsisi dan diyakini berkaitan kebersihan.

i. Kebutuhan kebersihan lingkungan pasien

Yang dimaksud disini adalah kebersihan pada tempat tidur.

Melalui kebersihan tempat tidur diharapakan pasien dapat tidur

dengan nyaman tanpa ganguan selama tidur sehingga dapat

membantu proses penyembuhan.

3. Tujuan Personal Hygiene


Tujuan dari personal hygiene adalah:
1) Meningkatkan derajat kesehatan.
2) Memelihara kebersihan diri.
3) Memperbaiki personal hygiene.
4) Pencegahan penyakit.
5) Meningkatkan percaya diri.
6) Menciptakan keindahan

4. Dampak yang Timbul pada Masalah Personal Hygiene

10
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene (Tarwoto
& Wartonah, 2004) meliputi:
1) Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena
tidak terpelihara kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik
yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan
membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan
fisik pada kuku.
2) Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene
adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan
interaksi sosial.

5. Epidemiologi/Insiden Gangguan Personal Hygiene


Defisit personal hygiene dapat terjadi pada setiap orang mulai dari
lahir sampai mati karena ketidakmampuan melakukan aktivitas sendiri,
kurangnya pengetahuan dan banyak faktor lain yang mempengaruhi.

6. Prinsip-prinsip perawatan personal hygiene


Beberapa prinsip perawatan personal hygiene yang harus diperhatikan
oleh perawat (Potter & Perry, 2005), meliputi:
1) Perawat menggunakan keterampilan komunikasi terapeutik.
2) Perawat mengintegrasikan strategi perawatan lain (seperti: latihan rentang
gerak).
3) Perawat mempertimbangkan keterbatasan fisik klien.
4) Perawat menghormati pilihan budaya, kepercayaan nilai dan kebiasaan
klien.
5) Perawat menjaga kemandirian klien.

11
6) Menjamin privasi klien.
7) Menyampaikan rasa hormat dan mendorong kesehatan fisik klien.
8) Menghormati klien lansia.

7. Etiologi/Penyebab Gangguan Personal Hygiene


Adapun penyebab terjadinya defisit gangguan personal hygiene
adalah:
1) Sakit, sehingga tidak dapat melakukan sendiri
2) Kurangnya pengetahuan dan informasi
3) Keterbatasan biaya
4) Lingkungan yang tidak mendukung
5) Tidak adanya fasilitas yang memadai

8. Faktor-faktor yang mempengaruhi Personal Hygiene


Menurut Tarwoto dan Wartinah dalam buku Kebutuhan Dasar
Manusia dan Proses Keperawata, sikap seseorang melakukan personal
hygiene dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain:
1) Citra tubuh (Body Image).
2) Body image
3) Praktik sosial.
4) Status sosial ekonomi.
5) Pengetahuan
6) Budaya
7) Motivasi
8) Kebiasaan atau Pilihan pribadi.
a) Variabel Budaya.
Kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi kemampuanperawatan
personal higiene. Seseorang dari latar belakang kebudayaan yang
berbeda,mengikuti praktek perawatan personal higiene yang berbeda.

12
Keyakinan yang didasari kultur sering menentukan defenisi tentang
kesehatan dan perawatan diri.Dalam merawat pasien dengan praktik
higiene yang berbeda, perawat menghindarimenjadi pembuat keputusan
atau mencoba untuk menentukan standar kebersihannya(Potter & Perry,
2005).
Beberapa budaya tidak menganggap sebagai hal penting ( Galanti,
2004 dalam Potter & Perry, 2009). Perawat tidak boleh menyatakan
ketidaksetujuan jika klien memiliki praktik higieneyang berbeda dari
dirinya. Di Amrika Utara, kebiasaan mandi adalah setiap hari sedangkan
pada budaya lain hal ini hanya dilakukan satu kali seminggu (Potter &
Perry, 2009).
b) Status sosial ekonomi.
1) Pengertian Status Sosial Ekonomi
adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial
dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur
masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula seperangkat hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status. Tingkat
sosial merupakan faktor non ekonomis seperti budaya, pendidikan,
umur dan jenis kelamin, sedangkan tingklat ekonomi sepertik
pendapatan, jenis pekerjaan, pendidikan dan investasi.
Status ekonomi akan mempengaruh jenis dan sejauh mana
praktik hygiene dilakukan. Perawat harus sensitif terhadap status
ekonomi klien dan pengaruhnya terhadap kemampuan pemeliharaan
hygieneklien tersebut. Jika klien mengalami masalah ekonomi, klien
akan sulit berpartisipasi dalam akifitas promosi kesehatan seperti
hygienedasar. Jika barang perawatan dasar tidak dapat dipenuhi
pasien, maka perawat harus berusaha mencari alternatifnya. Pelajari
juga apakah penggunaan produk tersebut merupakan bagian dari
kebiasaan yang dilakukan oleh kelompok sosial klien. Contonya,

13
tidak semua klien menggunakan deodorant atau kosmetik (Potter &
Perry, 2009).
Selain itu, menurut Friedman (1998) dalam Pratiwi (2008),
pendapatan dapat mempengaruhi kemampuan keluarga untuk
menyediakanfasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan
untuk menunjang hidup dankelangsungan hidup keluarga. Sumber
daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenisdan tingkatan praktik
personal hygiene. Untuk melakukan personal hygiene yang
baikdibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai, seperti kamar
mandi, peralatanmandi, serta perlengkapan mandi yang cukup
(misalnya: sabun, sikat gigi, sampo, dan lain-lain).
2) Faktor-Faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya social
ekonomi
a. Tingkat pendidikan
b. Jenis pekerjaan.
c. Tingkat pendapatan.
d. Keadaan rumah tangga.
e. Tempat tinggal.
f. Kepemilikan kekayaan.
g. Jabatan dalam Organisasi
h. Aktivitas ekonomi
c) Kepercayaan
Pengetahuan akan hygiene akan mempengaruhi praktik hygiene.
Motivasi adalah kunci penting dalam pelaksanaan hygiene. Kesulitan
internal yang mempengaruhi praktik hygiene adalah motivasi karena
kurangnya pengetahuan. Klien berperan penting dalam menentukan
kesehatan dirinya karena perawatan diri merupakan hal yang paling
dominan pada kesehatan masyarakat kita.Banyak keputusan pribadi yang
dibuat tiap hati yang membentuk gaya hidup dan lingkungan social/fisik.

14
d) Motivasi
1) Pengertian Motivasi
Motivasi adalah keinginan dan dorongan individual untuk
melakukan suatu upaya yang di pengaruhi oleh factor-faktor dari
dalam diri sendiri maupun dari luar untuk memenuhi suatu tujuan
tertentu.
2) Macam-macam Motivasi
Secara umum, motivasi terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi Intrinsik adalah motif- motif yang aktif dan berfungsi
tanpa adanya rangsangan dari luar, karena di dalam setiap individu
sudah ada dorongan melakukan sesuatu. Contoh motivasi intrinsik
dalam proses belajar: Anak didik termotivasi untuk belajar semata-
mata untuk menguasai nilai-nilai yang terkandung dalam bahan
pelajaran, bukan karena keinginan lain seperti ingin mendapat tujuan,
nilai yang tinggi, hadiah dan sebagainya.
Bila seseorang telah memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya,
maka ia secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak
memerlukan motivasi dari luar dirinya. Dalam aktivitas belajar,
seseorang yang tidak memiliki motivasi intrinsik sulit sekali
melakukan aktifitas belajar terus menerus. Seseorang yang memiliki
motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam belajar. Keinginan itu di
latarbelakangi oleh pemikiran yang positif, bahwa semua mata
pelajaran yang dipelajari sekarang akan di butuhkan dan sangat
berguna untuk sekarang dan di masa mendatang.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik.
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi
karena adanya perangsang dari luar.

15
Motivasi belajar dikatakan ekstrinsik bila anak didik
menempatkan tujuan belajarnya di luar faktor-faktor situasi belajar.
Anak didik belajar karena hendak mencapai tujuan yang terletak di
lua hal yang di pelajarinya. Misalnya, untuk mencapai angka tinggi,
diploma, gelar, kehormatan dan sebagainya.
Motivasi ekstrinsik bukan berarti motivasi yang tidak di
perlukan dan tidak baik dalam pendidikan. Motivasi ekstrinsik
diperlukan agar anak didik mau belajar. Berbagai macam bisa
dilakukan agar anak didik bisa termotivasi dalam belajar. Guru yang
berhasil mengajar adalah guru yang pandai membangkitkan minat
anak didik dalam belajar, dengan memanfaatkan motivasi ekstrinsik
dalam berbagai bentuknya.

e) Kebiasaan atau Pilihan pribadi.


Setiap pasien memiliki keinginan individu dan pilihan tentang kapan
untuk mandi, bercukur, dan melakukan perawatanrambut. Pemilihan
produk didasarkan pada selera pribadi, kebutuhan dan dana. Pengetahuan
tentang pilihan klien akan membantu perawatan yang terindividualisai.
Selain itu, bantu klien untuk membagun praktik higienebaru jika ada
penyakit. Contohnya, perawat harus mengajarkan perawatan higienekaki
pada penderita diabetes (Potter & Perry, 2009).
2.2 Konsep Skizofrenia
1. Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat. Tanda dan gejala maupun
derajat dan jenisnya beraneka ragam. Skizofrenia seringkali di tandai oleh
suatu perjalanan kronik dan berulang prevalensi pasien skizofrenia pada
populasi umum hamper sama diberbagai Negara yaitu berkisar 1%.
skizofrenia dapat ditemukan pada semua lapisan social, pendidikan, ekonomi

16
dan ras diseluruh dunia (Kanavan, 2000;Kaplan dan Sadock, 2007 dalam
Henny Rosita; 2011).
Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa yang ditandai dengan
adanya hendaya nyata pada taraf kemampuan fungsional sebelumnya, yang
dapat terlihat dalam bidang pekerjaan, hubungan social, dan kemampuan
merawat diri sendiri (Bentsen, 2001; Lefley, 2001; Kaplan dan Sadock, 2007
dalam Henny Rosita 2011).
2. Faktor-faktor Penyebab Skizofrenia
Adapun factor-faktor penyebab skizofrenia antara lain :
1) Faktor biologis yaitu factor gen yang melibatkan skizofrenia, obat-
obatan, anak keturunan dari skizofrenia, anak kembar yang identik
ataupun frental dan abnormalitas cara kerja otak.
2) Faktor psikologis yaitu factor-faktor yang berhubungan dengan
gangguan pikiran, keyakinan, opini yang salah, ketidakmampuan
membina, mempertahankan hubungan social, adanya delusi dan
halusinasi yang abnormal dan gangguan afektif.
3) Faktor lingkungan yaitu pola asuh yang cenderung skizofrenia, adopsi
keluarga skizofrenia dan tuntunan hidup yang tinggi.
4) Faktor organis yaitu ada perubahan atau kerusakan pada sistem syaraf
sentral juga terdapat gangguan-gangguan pada sistem kelenjar adrenalin
dan piluitari (kelenjar dibawah otak). Kadang kala kelenjar thyroid dan
adrenalmengalami atrofi berat. Dapat juga disebabkan oleh proses
klimakterik dan gangguan menstruasi. Semua gangguan tadi
menyebabkan degenerasi pada energy fisik energy mentalnya.
3. Gejala-Gejala Skizofrenia
Karena skizofrenia adalah penyakit yang kompleks, maka
digunakanlah teknik untuk memeriksa secara medis sehingga penderita dapat
dipelajari dengan cara yang objektif. salah satu pendekatan untuk
menyederhanakan gejala-gejala skizofrenia adalah para peneliti membaginya

17
menjadi gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif dapat didefinisikan
sebagai fungsi yang berlebih atau terdistorsi dari fungsi normal, sedangkan
gejala negatif dapat didefinisikan sebagai fungsi yang kurang atau hilang bila
dibandingkan dengan fungsi normal.
1) Gejala positif
meliputi waham, halusinasi, kekacauan wicara dan kekacauan perilaku
seperti mendengar sesuatu yang tidak didengar oleh orang lain dan
memakai pakaian yang tidak cocok dengan suasana.
2) Gejala negatif
Gejala negative terdiri dari:
a) Perasaan yang datar (ekspresi emosi yang terbatas).
b) Alogia (keterbatasan pembicaraan dan pikiran, dalam hal kelancaran
dan produktivitas).
c) Avolition (keterbatasan perilaku dalam menentukan tujuan).
d) Anhedonia (berkurangnya minat dan menarik diri dari seluruh
aktivitas yang menyenangkan yang semula biasa dilakukan oleh
penderita).
e) Gangguan perhatian (berkurangnya konsentrasi terhadap sesuatu hal).
f) Kesulitan dalam berpikir secara abstrak dan memiliki pikiran yang
khas (stereotipik).
g) Kurangnya spontanitas.
h) Perawatan diri dan fungsi sosial yang menurun.
(Benhard Rudyanto Sinaga. Skizofrenia dan Diagnosis Banding.
2007).
4. Ciri-ciri Skizofrenia

Ciri-ciri klinis skizofrenia antara lain:

1) Mengalami delusi dan halusinasi.

18
2) Disorganisasi dan pendataran afektif.
3) Pendataran alogia, avolusi dan anhedonia.
4) disfungsi social, okupasional, tidak peduli pada perawatan diri dan
persistensinya berlangsung selama enam bulan.
5) Mengalami kesulitan dalam berhubungan social atau masyarakat.
6) Cendrung tidak membangun, membina, dan mempertahankan hubungan
sosial.
7) Harapan hidup yang sangat rendah, cendrung untuk bunuh diri.
8) Reaksi emosional yang abnormal.
9) Adanya kerusakan bagian otak terutama pada neurotransmitter.

Ciri-ciri umum skizofrenia antara lain:

a. Gangguan Delusi
Gangguan delusi disebut juga sebagai disorder of thought content atau
the basic characteristic of madness adalah gejala gangguan psikotik penderita
skizofrenia yang ditandai gangguan pikiran, keyakinan kuat yang sebenarnya
misrespresentation dari keyakinan.
Ciri ciri Klinis dari gangguan delusi yaitu :
a) Keyakinan yang persisten dan berlawanan dengan kenyataan tetapi tidak
disertai dengan keberadaan sebenarnya.
b) Terisolasi secara social dan bersikap curiga pada orang lain.
Bentuk-bentuk delusi yang berkaitan dengan skizofrenia yaitu:
a. Delusi of persecution adalah penderita skizofrenia yang mengalami
gangguan psikotik ditanda wahan kebesaran, tersohor, sebagai tokoh-
tokoh penting atau merasa hebat.
b. Delusion of persecution adalah pasien skizofrenia yang mengalami
gangguan psikotik ditandai adanya waham prasangka buruk terhadap
dirinya ataupun orang lain yang tidak realitas. Merasa orang lain
sangat dengki dengan dirinya.

19
c. Cotards syndrome (somatic) adalah penderita skizofrenia yang
mengalami gangguan psikotik atau ketakutan yang tidak real.
Penderita memiliki waham bahwa kondisi fisiknya sakit atau di bagin-
bagian tubuh tertentu rusak. Perasaan bagian tubuh yang terganggu
atau sakit secara medis tidak ditemukan.
d. Cogras syndrome yaitu penderita skizofrenia yang mengalami
gangguan psikotik ditandai adanya waham penggati yang tidak real
terhadap dirinya. Merasa curiga bahwa selain dirinya ada yang sangat
sama dengan dirinya.
e. Erotomatik adalah keyakinan penderita skizofrenia mencari
membuntuti orang-orang tersohor ataupun pada orang-orang yang
dicintainya. Penderita merasa dirinya di cintai.
f. Jealous yaitu keyakinan penderita skizofrenia bahwa pasangan
seksualnya melakukan selingkuh atau tidak setia pada dirinya.
b. Halusinasi
Adalah gejala gangguan psikotik penderita skizofrenia yang ditandai
gangguan persepsi pada berbagai hal yang dianggap dapat dilihat, didengar
ataupun adanya perasaan dihina meskipun sebenarnya tidak realitas.
Adapun ciri-ciri klinis dari penderita halusinasi yaitu:
1) Tidak memiliki insight yang jelas dan kesalahan dalam persepsi.
2) Adanya associative spilitting dan cognitive splitting.

Bentuk-bentuk halusinasi yang berkaitan dengan penderita skizofrenia yaitu:

1) Halusinasi pendengaran (audiotory hallucination) adalah penderita


skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik melalui adanya
pendengaran terhadap objek suara-suara tertentu. Keadaan ini sering
terjadi ketika penderita skizofrenia tidak melakukan aktivitas. Terjadi
pada bagian wernickes area.

20
2) Halusinasi pada bagian otak (Brain imaging) yaitu gangguan daerah
otak terutama bagian brocas area adalah daerah pada bagian otak
yang selalu memberikan halusinasi pada penderita skizofrenia.
c. Disorganisasi
Adalah gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai
dengan ketidakmampuan dalam mengatur arah bicara, reaksi emosional dan
perilaku motoriknya.
Bentuk-bentuk dari gangguan pikiran disorganisasi yaitu:
1) Tangentialty adalah ketidakmampuan dari penderita skizofrenia untuk
mengikuti arah pembicaraan. Topik dan arah pembicaraan.
Pembicaraan penderita ini selalu menyimpang jauh dari setiap
pembicaraannya.
2) Loose association adalah penderita skizofrenia yang mengalami
gangguan dalam topic pembicaraan. Topik dan arah pembicaraan
penderita skizofrenia ini sama sekali tidak berkaitan dengan apa yang
dibicarakan.
3) Derailment adalah pola pembicaraan penderita skizofrenia sama sekali
keluar dari luar pembicaraan.
d. Pendataran Afek
Adalah gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang
ditandai dengan ketidakmampuannya dalam mengatur antara reaksi emosional
dan pola perilaku (inappropriate) atau afektif yang tidak sesuai dengan cara
menimbun barang yang tidak lazim.
Adapun cirri-ciri klinis pendataran afek yaitu:
1) Tidak adanya reaksi emosional dalam komunikasi.
2) Selalu menatap kosong dan pandangannya.
3) Berbicara datar tanpa ada nada pembicaraan.
e. Alogia

21
Adalah gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang di
tandai dengan adanya disefisiensi dalam jumlah ataumisi pembicaraan.
Adapun cirri-ciri klinis penderita alogia yaitu:
f. Avolisi
Yaitu gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang
ditandai ketidakmampuan memulai ataupun mempertahankan kegiatan-
kegiatan penting.
Ciri-ciri klinis gangguan avolisi yaitu:
1) Tidak menunjukkan minat pada aktivitas atau fungsi kehidupannya
sehari-hari dan tidak berminat merawat kesehatan tubuhnya.
2) cendreung menjadi pemalas dan kotor.
g. Anhedonia
Yaitu gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang
ditandai dengan ketidakadaan perasaan senang, sikap tidak peduli terhadap
kegiatan sehari-hari, cendreung tidak suk makan dan ketidakpedulian terhadap
hubungan interaksi social atau seks.

5. Tipe Skizofrenia
Diagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostik and Statistical Manual
of Mental Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American Psychiatric
Assosiation, 1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American Psychiatric
Assosiation,1994) dan DSM-IV-TR (American Psychiatric Assosiation,2000).
Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR 2000. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan yaitu (Davison, 2006) :
1) Tipe Paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok
atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif
dan afektif yang relatif masih terjaga. Waham biasanya adalah waham
kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan

22
tema lain (misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau somalisas)
mungkin juga muncul. Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan,
menjaga jarak dan suka berargumentasi, dan agresif.
2) Tipe Disorganized (tidak terorganisasi).
Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan
kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate.
Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang
tidak erat kaitannya dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah
laku dapat membawa pada gangguan yang serius pada berbagai
aktivitas hidup sehari-hari.
3) Tipe Katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada
psikomotor yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy
flexibility). Aktivitas motor yang berlebihan, negativism yang ekstrim,
sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutims), gerakan-
gerakan yang tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain
(ocholalia), atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia).
4) Tipe Undifferentiated
Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang
menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat
menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang
sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat
dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang berubah-
ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme
seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang
menunjukkan ketakutan.
5) Tipe Residual
Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari
skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau

23
sisa, seperti keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin masih
memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional.
Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri secara sosial,
pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar.

6. Cara Mengatasi Skizofrenia


Cara mengatasi skizofrenia yaitu.
1) Menciptakan kontak social yang baik
2) Terapi ECT (elektrocompulsive therapy) dan (insulin comma therapy).
3) Menghindarkan dari prustasi dan kesulitan psikis lainnya
4) Membiasakan pasien memiliki sikap hidup positif dan mau melihat
hari depan dengan rasa berani.
5) Memberi obat neuroleptik yaitu obat yang dapat mengendalikan saraf
delusi, halusinasi dan agitasi, clozapine serta olanzapine.
7. Penatalaksanaan
1) Pertimbangan umum
a. kontinuiitas perawatan merupakan hal yang penting. Klien dapat
menerima pengobatan diberbagai tempat, termasuk rumah sakit jiwa
akut, rumah sakit jiwa jangka panjang, dan program berbasis
komunitas.
b. Tingkat perawatan tergantung keparahan gejala dan ketersediaan
dukungan dari keluarga dan sosial. Pengobatan ini biasanya diberikan
dilingkungan dengan sifat restriktif yang paling minimal.
c. Pendekatan manajemen kasus merupakan hal yang penting karena
perawatan klien pada umumnya berjangka panjang. Membutuhkan
kerja sama dengan berbagai penyedia layanan untuk memastikan
pelayanan tersebut diberikan secara terkoordinasi.

24
d. Hospitalisasi psikiatrik jangka pendek digunakan untuk
menatalaksanaan gejala-gejala akut dan memberikan lingkungan yang
aman dan terstruktur serta berbagai pengobatan, termasuk:
a) Pengobatan farmakologik dengan medikasi antispikotik
(diagram obat 7-1
b) Manajemen lingkungan
c) Terapi pendukung, yang pada umumnya berorientasi pada
realitas dengan pendekatan perilaku kognitif.
d) Psikologi edukasi bagi klien dan keluarganya.
e) Rencana pemulangan dari rumah sakit untuk memastikan
kontinuitas asuhan.
e. Hospitalisasi psikiatri jangka panjang
a) Hospitalisasi jangka panjang diberikan pada klien dengan gejala
persisten yang dapat membahayakan dirinya sendiri atau orang
lain.
b) Tujuan adalah menstabilkan dan memindahkan klien secepat
mungkin kelingkungan yang kurang restriktif.
f. Pengobatan berbasis komunitas memberikan layanan berikut ini
kepada klien dan keluarganya:
a) Perumahan bantuan Meliputi rumah transisi.
b) Program draytreatment memberikan terapi kelompok, pelatihan
keterampilan sosial, penatalaksanaan pengobatan, dan sosialisasi
dan rekreasi.
c) Terapi pendukung melibatkan seseorang manajer kasus dan
sejumlah ahli terapi untuk klien dan keluarganya.
d) Program psikoedukasi bagi klien, keluarganya dan kelompok-
kelompok masyarakat.

25
e) Outreach services diadakan untuk menemukan kasus dan
memberikan program pengobatan preventif bagi individu dan
keluarga yang mengalami peningkatan resiko.
g. Rehabilitasi psikososial
a) Rehabilitasi psikososial menekankan perkembangan keterampilan
dan dukungan yang diperlukan untuk hidup, belajar dan bekerja
dengan baik dikomunitas.
b) Pendekatan ini dapat menjadi bagian dari program pengobatan
tempat pemberian layanan. Penggunaan gedung pertemuan tempat
klien dapat berkumpul untuk bekerja bersama dan bersosialisai
sambil mempelajari keterampilan yang diperlukan, dapat menjadi
bagian dari layanan masyarakat diberbagai tempat.
2.3 Konsep Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting, karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Pengetahuan tentang
pentingnya hygiene dan Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah
cukup, pasien juga harustermotivasi untuk memelihara personal higiene.
Individu dengan pengetahuan tentangpentingnya personal higene akan selalu
menjaga kebersihan dirinya untuk mencegahdari kondisi atau keadaan sakit
(Notoatmodjo, 1998 dalam pratiwi, 2008).
Pengetahuan tentang hygiene akan mempengaruhi praktik hygiene.
Namun, hal ini saja tidak cukup, karena motivasi merupakan kunci penting
pelaksanaan hygiene. Kesulitan internal yang mempengaruhi akses praktik
hygieneadalah ketiadaan motivasi karena kurangnya pengetahuan. Atasi hal
ini dengan memeriksa kebutuhan klien dan memberikan informasi yang tepat.
Berikan materi yang mendiskusikan kesehatan sesuaidengan prilaku yang
ingin dicapai, termasuk konsekuensi jangka panjang dan pendek bagi klien.
Klien berperan penting dalam menentukan kesehatan dirinya karena

26
perawatan diri merupakan hal yang paling dominan pada kesehatan masyarkat
kita. Banyak keputusan pribadi yang dibuat tiap hari membentuk gaya hidup
dan lingkungan sosial dan fisik (Pender, Murdaugh, dan Parsons, 2002 dalam
Potter & Perry, 2009).
Penting untuk mengetahui apakah klien merasa dirinya memiliki
risiko. Contohnya: apakah klien merasa berisiko menderita penyakit gigi,
penyakit gigi bersifat serius, dan apakah menyikat gigi dan menggunakan
benang gigi dapat mengurangi risiko ini? Jika klien mengetahui risiko dan
dapat bertindak tanpa konsekuesi negatif, mereka lebih cenderung untuk
menerima koneling oleh perawat (Potter & Perry, 2009).
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior)
(Notoatmodjo, 2010).
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan (Notoatmodjo S, 2010), yaitu :
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu
tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2) Memahami (Comprehension)

27
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
a. Aplikasi (Application).
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
Aplikasi dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi
yang lain.
b. Analisis (Analysis).
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di
dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama
lain, kemampuan analisis dapat dilihat penggunaan kata kerja dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan dan
sebagainya.
c. Sintesis (Synthesis).
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan
suatu bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
d. Evaluasi (Evaluation).
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.
3. Cara memperoleh pengetahuan
Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua
(Notoatmodjo S, 2010), yakni
1) Cara tradisional atau non ilmiah

28
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau
metode penemuan secara sistematik dan logis adalah dengan cara non
ilmiah, tanpa melalui penelitian. Cara-cara penemuan pengetahuan pada
periode ini antara lain meliputi:
a. Cara coba salah (trial and error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan,
bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba-coba ini
dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan
masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba
kemungkinan yang lain. Metode ini masih dipergunakan sampai
sekarang terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui
suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi
b. Cara kekuasaan atau otoritas
Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang
dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas tanpa terlebih
dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya. Baik berdasarkan
fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri.
c. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru terbaik, maksudnya bahwa
pengalaman itu sumber pengetahuan dan pengalaman itu merupakan
suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
d. Melalui jalan pikiran
Berfikir induksi adalah pembuatan kesimpulan-kesimpulan
berdasarkan pengalaman-pengalaman yang ditangkap oleh indera.
Kemudian disimpulkan kedalam suatu konsep yang memungkinkan
seseorang untuk memahami suatu gejala. Sedangkan berfikir deduksi
adalah proses berpikir berdasarkan pada pengetahuan yang umum
mencapai pengetahuan yang khusus.

29
e. Cara modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada
dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut
metode penelitian ilmiah, atau lebih populer disebut metodologi
penelitian (research methodology).
2) Cara ilmiah dalam memperoleh pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa
ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian
ilmiah, atau lebih popular disebut metodologi penelitian (research
methodology). Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon
(1561-1626). Ia adalah seorang tokoh yang mengembangkan metode
berfikir induktif. Mula-mula ia mengadakan pengamatan langsung
terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan. Kemudian Hasil
pengamatannya tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan, dan akhirnya
diambil kesimpulan umum. Kemudian metode berfikir induktif yang
dikembangkan oleh Bacon ini dilanjutkan oleh Deobold van Dallen. Ia
mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan
mengadakan observas langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan
terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang di amatinya.
Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok, yaitu:
a. Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul disaat
dilakukan mengamatan.
b. Segala sesuatu yang negative, yakni gejala tertentu yang tidak muncul
pada saat dilakukan pengamatan.
c. Gejala-gejala yang muncul bervariasi, yaitu gejala-gejala yang
berubah-ubah pada kondisi-kondisi tertentu (Notoadmodjo, 2010).
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang
baik langsung maupun tidak langsung diantaranya adalah :

30
1) Umur
Umur adalah umur individu yang terpenting mulai saat di
lahirkan sampai berulang tahun, semakin cukup umur tingkat
pematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam
berfikir, belajar, bekerja sehingga pengetahuanpun akan bertambah.
Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan
lebih dipercaya, (Nursalam 2011).
2) Pendidikan
Tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit memahami
pesan atau informasi yang disampaikan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga
banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Effendy N, 2008).
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku
akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan
serta dalam pembangunan kesehatan. (Nursalam & Siti Pariani,
2002). Menurut Kuncoroningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam
dan Siti Pariani (2002), makin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan seseorang terhadap nilai-nilai yang baru
diperkenalkan. Tingkat pendidikan formal terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar
merupakan tingkat pendidikan yang melandasi tingkat pendidikan
menengah, adapun bentuk pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar
(SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau bentuk lain yang
sederajat. Pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Atas
(SMA) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan
lanjutan pendidikan menengah adapun bentuk pendidikan tinggi
mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis

31
dan dokter yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi (Standar
Pendidikan Nasional, 2005).
3) Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman
itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan
oleh karena pengalaman yang diperoleh dapat memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. (Notoatmodjo S, 2010).

2.4 Konsep Motivasi


1. Motivasi Kerja
1) Definisi Motivasi Kerja
Perilaku kerja seseorang itu pada hakekatnya ditentukan oleh
keinginannya untuk mencapai beberapa tujuan. Keinginan itu istilah
lainnya ialah motivasi kerja keluarga. Dengan demikian motivasi kerja
keluarga merupakan pendorong agar seseorang itu melakukan suatu kegiatan
untuk mencapai tujuannya (Hariandja, 2002:321).
Sedangkan menurut (Siagian 2002:102), menyatakan bahwa
motivasi kerja keluarga merupakan daya dorong bagi seseorang untuk
memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi
mencapai tujuannya. Dengan pengertian , bahwa tercapainya tujuan
organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi
yang bersangkutan.
2) Teori Motivasi Kerja
Menurut Hariandja (2002:322), teori motivasi kerja perawat
dikelompokan menjadi dua kategori umum antara lain :
a. Motivasi kerja keluarga sebagai dorongan internal (Internal Theory
/Content Theory. Teori ini mendasarkan pada faktor-faktor kebutuhan
dan kepuasan individu sehingga mereka mau melakukan aktivitasnya,
seperti makan, berinteraksi, berprestasi dan lain-lain yang cenderung

32
bersifat internal. Kebutuhan yang tidak terpuaskan dari seseorang
mengakibatkan suatu situasi yang tidak menyenangkan. Situasi yang
tidak menyenangkan tersebut mendorong seseorang untuk
memenuhinya yang kemudian akan menimbulkan suatu tujuan di
mana untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tindakan. Semakin
tinggi tingkat usaha yang diberikan seseorang terhadap suatu kegiatan,
dapat dikatakan semakin termotivasi kerja perawat orang tersebut.
Teori motivasi kerja perawat yang termasuk kategori ini antara lain :
a) Teori Hirarki Kebutuhan (Need Hierarchi) dari A. Maslow
Menurut teori ini kebutuhan dan kepuasan seseorang identik
dengan kebutuhan biologis dan psikologis, yaitu berupa materiil
maupun non materiel. Dasar teori ini adalah bahwa manusia
merupakan makhluk yang keinginannya tak terbatas atau tanpa
henti, alat motivasi kerja perawatnya adalah kepuasan yang belum
terpenuhi serta kebutuhannya berjenjang. Jenjang tersebut dari
rendah sampai yang paling tinggi adalah kebutuhan fisiologis,
rasa aman, sosialisasi, penghargaan dan aktualisasi diri.
b) Teori Dua Faktor (Two Factors) dari Frederick Herzberg.
Menurut teori ini dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi
oleh dua faktor utama yang merupakan kebutuhan yaitu : pertama,
faktor-faktor pemeliharaan (maintenance factors). Faktor-faktor
ini merupakan factor-faktor yang berhubungan dengan hakekat
pekerja yang ingin memperoleh ketentraman badaniah.
Kebutuhan ini akan berlangsung terus menerus, seperti lapar-
makan-kenyang-lapar. Dalam bekerja, kebutuhan ini misalnya
gaji, kepastian pekerjaan dan supervise yang baik. Jadi factor ini
bukan sebagai motivator, tetapi merupakan keharusan bagi
organisasi. Kedua, faktor-faktor motivasi kerja perawat
(motivation factors). Faktor-faktor ini merupakan Faktor-faktor

33
motivasi kerja perawat yang menyangkut kebutuhan psikologis
yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang
secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya ruangan
yang nyaman, penempatan kerja yang sesuai dan lainnya.
b. Motivasi kerja perawat sebagai dorongan eksternal atau teori
proses(External Theory). Menurut teori ini, dalam kenyataannya
kebutuhan dapat berkembang sebagai akibat dari interaksi individu
dengan lingkungannya. Teori motivasi kerja perawat yang
termasuk kategori ini
antara lain :
a) Teori Harapan (Expectancy Theory). Teori ini menyatakan
bahwa motivasi kerja perawat seseorang dipengaruhi oleh tiga
faktor atau, yaitu : pertama, hubungan tingkat usaha dengan
tingkat tampilan kerja (performance), dalam arti keyakinan
seseorang untuk dapat memenuhi tingkat performance yang
diharuskan dalam suatu pekerjaan yang disebut expectancy.
Kedua, hubungan antara tampilan kerja dan suatu outcome/
reward, yang artinya keyakinan seseorang akan mendapatkan
ganjaran bilaman memenuhi tingkat performance tertentu,
yang dalam hal ini disebut instrumentally. Ketiga, nilai yang
diberikan seseorang terhadap reward yang akan didapat oleh
seseorang dari pekerjaannya disebut valence.
b) Teori Keadilan (Equity Theory). Teori ini menyatakan bahwa
keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi kerja
perawat semangat kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak
adil terhadap semua bawahannya serta obyektif. Jika prinsip ini
diterapkan dengan baik maka semangat kerja para karyawan
cenderung akan meningkat.

34
2.5 Kajian Teori/Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian Hasriana dengan judul Faktor yang Berhubungan dengan
Personal Hygiene pada Penderita Gangguan jiwa di Rumah Sakit Khusus Daerah
Provinsi Sulawesi Tahun 2013. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan
pengetahuan, sikap, dan motivasi dengan personal hygiene. Rancangan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian observasional pendekatan Cross
Sectional Study, Jumlah sampel sebanyak 60. Pengumpulan datamenggunakan
kuesioner. Hasil penelitian berdasarkan uji Chi-square dan fishers. Kesimpulan,
ada hubungan pengetahuan dengan personal hygiene pada pasien gangguan jiwa
di rumah sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. ada hubungan Motivasi
dengan personal hygiene pada pasien gangguan jiwa di rumah sakit Khusus
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, ada hubungan sikap dengan personal hygiene
pada pasien gangguan jiwa di rumah sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
2.6 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep
yang ingin di amati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep ini dikembangkan atau diacukan kepada
tujuan penelitian yang telah dirumuskan dan didasari oleh kerangka teori yang telah
di sajikan dalam tinjauan pustaka sebelumnya. Kerangka konsep terdiri dari variable-
variabel serta hubungan variable yang satu dengan yang lain.
Variabel-variabel yang di maksud adalah sebagai berikut:

35
Tabel : 2.6.1 Kerangka Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi


Personal Hygiene
Pengetahuan
Motivasi
Status sosial ekonomi. Pelaksanaan
Personal Hygiene
Citra tubuh (Body Image).
Praktik sosial.
Kepercayaan
Kebiasaan atau Pilihan pribadi.

Tabel : 2.6.2 Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan Keluarga
Pelaksanaan
(X1)
Personal Hygiene
Motivasi

Ket
:Variabel independen (X)

:Variabel dependen (Y)

36
2.7 Hipotesis Penelitian
hipotesis penelitian yang diajukan adalah :
1. Ada pengaruh pengetahuan keluargaa terhadap pelaksanaan personal hygiene
pada pasien skizofrenia rawat jalan Puskesmas Global Telaga.
2. Ada pengaruh Motivasi terhadap pelaksanaan personal hygiene pada pasien
skizofrenia rawat jalan Puskesmas Global Telaga.

37
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


3.1.1 Tempat Penelitian
Tempat Penelitian penelitian ini adalah penelitian dilaksanakan
di Poli Jiwa Puskesmas Global Telaga.
3.1.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus-September
2015.
3.2 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Deskriftif
Analitik karena menjelaskan factor-faktor hubungan korelatif antar
variable. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
dua variabel bebas (X): pengetahuan (X1) dan motivasi (X2) keluarga dan
variabel terikat (Y): pelaksanaan personal hygiene.
Penelitian ini menggunakan rancangan cros sectional karena
pengukuran variable bebas dan variable terikat dilakukan sekali dalam
waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010).
3.3 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini menggunakan variabel bebas
(independent variabe) adalah variabel yang nilainya menentukan variable
lain (Nursalam, 2003). yaitu pengetahuan (X1) dan motivasi (X2) dan
variable terikat (depepnden variabel) adalah variabel yang nilainya
ditentukan oleh variabel lain atau faktor yang diamati dan diukur untuk
menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas
(Nursalam, 2003). yaitu pelaksanaan personal hygiene.

38
3.3.1 Definisi Operasional dalam penelitian

Definisi Skala
Variabel Alat Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur

Pengetahu Segala Sesuatu yang Kuesioner Baik jika 50 Ordinal


an di ketahui oleh 0: TIDAK %
keluarga keluarga. 1: YA Kurang jika
50 %

Motivasi Segala tindakan dan Kuesioner Baik jika 50Ordinal


motivasi keluarga 0: TIDAK %
terhadap pasien 1 : YA Kurang jika
Skizofrenia 50 %

Pelaksanaan Hasil kerja atau Kuesioner Baik jika 50Ordinal


Personal ukuran sukses untuk 0 : TP %
Hygiene keluarga dalam 1 : KD Kurang jika
pelaksanaan 2 : SR 50 %
personal hygiene 3 : SL

39
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah keluarga yang
mempunyai pasien skizofrenia yang menjalani rawat jalandi poli
jiwa puskesmas global telaga sebanyak 31 orang.
3.4.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini diambil dengan Total Sampling,
dimana besarnya sampel yaitu seluruh responden. Dalam
penelitian ini menggunakan kriteria-kriteria sampel yang meliputi :
1. Kriteria Inklusi
1) Pasien Skizofrenia yang menjalani perawatan di ruang poli Jiwa
Puskesmas Global Telaga.
2) Pasien Skizofrenia/keluaraga yang bersedia menjadi responden
3) Pasien Skizofrenia berusia 22-65 tahun
2. Kriteria Eksklusi
1) Pasien yang bukan Skizofrenia
2) Pasien yang Skizofrenia/keluarga tapi tidak bersedia dijadikan responden
3) Pasien Skizofrenia yang berusia >65 tahun.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


3.5.1 Data Primer
Data primer untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan personal hygiene mengenai pengetahuan, motivasi dan social
ekonomi dengan menggunakan kuisioner untuk melakukan wawancara atau
melalui penyebaran daftar pertanyaan kepada responden
3.5.2 Data Sekunder
Data yang diperoleh dari sumber pustaka dan berbagai literature yang
terkait dengan masalah Skizofrenia, data Provinsi Gorontalo dan data yang

40
dari Puskesmas Global telaga, dimana data tersebut di anggap berkaitan atau
relevan dengan masalah tersebut.
3.5.3 Pengolahan Data
1. Editing
Pada proses editing dilakukan penyuntingan dan penyusunan data yang
telah terkumpul, baik secara pengisian, kesalahan pengisian, dan
kosistensi dari setiap jawaban yang tertera di kuesioner tersebut.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan pengisian
jawaban untuk masing-masing kuesioner.
2. Coding
Coding dilakukan dengan cara memberikan kode terhadap setiap jawaban
yang diberikan dengan tujuan untuk mempermudah proses pengolahan
data.
3. Entry
Data entry dilakukan ketika semua data telah di coding, dengan
menggunakan perangkat lunak pengolahan data berbasis statistik yang
membantu dalam perhitungan data dan persiapan penyajian statistic
4. Cleaning
Pada proses ini penulis melakukan pembersihan data dengan kembali
melihat data sekunder yang dimiliki asosiasi yang sudah diperoleh dengan
melakukan pengecekan ulang dan menilai kembali kelengkapan
kebenaranya.
3.6 Teknik Analisa Data
3.6.1 Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisis yang digunakan untuk
menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Dalam
penelitian ini analisis univariat yang digunakan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan angka atau nilai karakteristik responden dengan
menggunakan distribusi frekuensi.

41
3.6.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel bebas
dan variabel terikat. Analisis data dengan perjuangan hipotesis menggunakan
uji korelasi chi sguare, karena dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi pelaksanaan personal hygiene pada
paien skizofrenia rawat jalan.
3.7 Hipotesis statistic
Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan analisis data statistik
Chi Squaret dengan tingkat kepercayaan 95 % ( = 0,05). Berdasarkan
hasil uji tersebut di atas ditarik kesimpulan dengan kriteria sebagai berikut
:
3.7.1 Jika nilai p < maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara
variable independent dengan dependent.
3.7.2 Jika nilai p maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan
antara variable independent dengan dependent. Dengan
menggunakan rumus :


= ( )
=1

(Sugiyono, 2010: 126)


Keterangan :
X2 : Chi kuadrat
Fo : Frekuensi yang diobservasi
Fh : Frekuensi yang diharapkan
: Sigma

3.8 Etika Penelitian


Etika penelitian bertujuan untuk menjaga kerahasiaan identitas
responden akan kemungkinan akan terjadinya hal hal yang tidak
diinginkan terhadap responden.

42
1. Informent consent (lembar persetujuan)
Lembar persetujuan ini diberikan pada responden yang akan mengisi
kuesioner. Jika subjek menolak, maka peneliti tetap menghormati hak hak
pasien.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden maka tidak dicantumkan nama
responden pada kuesioner, tetapi diberi kode atau inisial.
3. Confidentialy (kerahasiaan)
Kerahasiaan informan responden dijamin oleh peneliti dan hanya data
data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil peneliti.

43

Anda mungkin juga menyukai