Anda di halaman 1dari 7

Kejadian Demam Setelah Imunisasi DTwP-1 pada Anak yang Mendapat

ASI dan Tidak Mendapat ASI di Kota Palembang


Firdinand,* Rismarini,* Yudianita Kesuma,* Kms Yakub Rahadiyanto**
*Bagian Kesehatan Anak, **Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RS Moh. Hoesin, Palembang

Latar belakang. Di beberapa provinsi di Indonesia, cakupan imunisasi masih rendah. Salah satu alasan orang tua tidak memberikan
imunisasi karena demam yang terjadi setelah imunisasi, khususnya imunisasi DPT. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
kejadian demam setelah vaksinasi dengan DTaP dapat dicegah dengan ASI eksklusif. Data mengenai pengaruh ASI terhadap kejadian
demam setelah imunisasi dengan vaksin DTwP masih sedikit.
Tujuan. Mengetahui pengaruh pemberian ASI dalam mencegah demam pada anak setelah imunisasi DPT-1 di Kota Palembang.
Metode. Penelitian merupakan studi kohort prospektif yang dilakukan di tujuh Puskesmas di Kota Palembang yang dipilih secara cluster
sampling. Sampel penelitian adalah anak usia 2-4 bulan yang mendapat imunisasi DPT-1. Anak dikelompokkan menjadi kelompok
ASI eksklusif, parsial, dan susu formula. Orang tua diajarkan cara mengukur suhu di rumah dan mencatat hasil pengukuran di kartu
harian. Perbandingan kejadian demam antar kelompok dihitung dengan chi square test.
Hasil. Didapatkan 379 bayi masuk dalam penelitian. Demam terjadi pada 246 (64,9%) anak. Jumlah anak yang mengalami demam
pada kelompok ASI eksklusif 73 (19,2%), ASI parsial 75 (19,7%), dan susu formula 98 (25,8%) anak (p=0,001). Risiko relatif
terjadinya demam pada kelompok susu formula adalah 1,38 (IK95%: 1,16-1,65) dibandingkan kelompok ASI eksklusif dan 1,33(IK
95%: 1,12-1,58) dibandingkan kelompok ASI parsial.
Kesimpulan. Pemberian ASI dapat menurunkan kejadian demam setelah imunisasi DTwP-1. Sari Pediatri 2015;17(1):52-8.

Kata kunci: pola ASI, imunisasi DTwP-1, demam

Incidence of Fever After DTwP-1 Immunization in Breastfed and Non


Breastfed Children in Palembang
Firdinand,* Rismarini,* Yudianita Kesuma,* Kms Yakub Rahadiyanto,**

Background. Indonesia generally has good immunization coverage except in few provinces. Fever occuring after immunization,
especially DPT imunization, is one of the main reason for parental reluctancy to give immunization to their children. Previous study
found that incidence of fever after DTaP immunization can be reduced by giving breastmilk. However, there are still limited amount
of data on the effect of breastfeeding in reducing the incidence of fever after DTwP immunization.
Objective. To determine the effect of breastfeeding in preventing fever in infants after DPT1 imunization in Palembang.
Methods. This study was a prospective cohort study conducted at seven Primary Health Centers in Palembang, selected by cluster
sampling. Subjects were infants aged 2-4 months who received DPT1 immunization. Infants were grouped into exclusive breastfeeding,
partial breastfeeding and formula. Parents were taught how to measure temperature at home and to record the measurement. Fever
was dened as axillary temperature >37.50C. Incidence of fever between groups was compared using chi square test.
Results. A total of 379 infants were included in this study. Fever occured in 246 infants (64.9%). The number of infants with fever
in the exclusive breastfed group were 73 (19.2%), partial breastfeeding group 75 (19.7%), and formula group 98 (25.8%), with p
value of 0.001. The relative risk for fever in the formula group was 1.38 (95% CI: 1.16-1.65) compared to exclusive breastfeeding
group and 1.33 (95% CI: 1.12 to 1.58) compared to partial breastfeeding group.
Conclusion. Breastfeeding can reduce incidence of fever after DTwP-1 imunization. Sari Pediatri 2015;17(1):52-8.

Keywords: patterns of breastfeeding, DTwP-1 imunization, Fever.

Alamat korespondensi: Dr. Firdinand, Sp.A. Bagian Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Jl. Sudirman KM 3.5
Palembang, 30126, Indonesia. Telepon +62811726264. E-mail: ikhsankhairy@yahoo.co.id

52 Sari Pediatri, Vol. 17, No. 1, Juni 2015


Firdinand dkk: Kejadian demam setelah imunisasi DTwP-1 pada anak yang mendapat ASI dan tidak mendapat ASI

K
egiatan imunisasi merupakan salah satu sampai dengan Maret 2014. Puskesmas tersebut
kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan adalah Puskesmas Dempo, Sekip, Plaju, Pembina,
sebagai salah satu bentuk nyata komitmen Kenten, Kalidoni, dan Selincah. Pengambilan sampel
pemerintah untuk mencapai Millenium dilakukan dengan cara consecutive sampling. Sampel
Development Goals (MDGs). Tujuan utama kegiatan penelitian adalah anak berusia 2-4 bulan yang datang
imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan dan ke Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi DPT 1
kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan dan memenuhi kriteria inklusi.
imunisasi (PD3I), terutama pada balita seperti penyakit Kriteria inklusi adalah anak yang berusia 2-4
TBC, polio, campak, difteri, dan pertusis.1 bulan yang dijadwalkan mendapat imunisasi DPT
Di beberapa provinsi di Indonesia, cakupan 1 dan mendapat persetujuan dari orang tua dengan
imunisasi dasar sudah cukup bagus, tetapi cakupan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi
sebagiannya lagi masih rendah sehingga masih me- adalah anak dengan berat badan <2500 gr, mengalami
merlukan usaha khusus.1 Salah satu alasan orang tua demam saat akan dilakukan imunisasi DPT 1, memili-
memutuskan tidak memberi imunisasi pada anaknya ki riwayat kejang demam atau dengan kelainan bawa-
karena kejadian demam setelah imunisasi. Imunisasi an/kelainan kongenital.
yang paling banyak menyebabkan demam adalah DPT. Pemberian imunisasi DPT 1 di Puskesmas di-
Demam dipicu oleh respon imun dan respon inamasi lakukan pada saat jam kerja atau sebelum pukul 12.00
terhadap komponen vaksin DTwP. Pemberian vaksin WIB oleh petugas imunisasi. Sebelum imunisasi, suhu
DTwP bahkan dapat mengakibatkan demam tinggi, tubuh anak diukur untuk memastikan tidak demam.
kejang dan syok, jadi sangat penting untuk mengetahui Setelah pemberian imunisasi, ibu diberi termometer
langkah pencegahannya.2-4 digital mengukur suhu tubuh di rumah setiap enam
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Pisacane jam selama tiga hari berturut-turut, atau kapan pun bila
dkk5 dinyatakan terdapat hubungan antara menyusui ibu merasa badan anaknya hangat. Bila hal itu terjadi,
dengan rendahnya kejadian demam pada bayi yang ibu disarankan untuk memeriksa suhu anak setiap jam
mendapat vaksin DTaP. Bayi yang mendapat ASI akan dan banyak minum. Setelah suhu mencapai >37,50C
memiliki respon imun yang berbeda terhadap penyakit pada pengukuran aksila, barulah anak dinyatakan
dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI. Re- demam dan dapat diberi obat antipiretik (parasetamol)
spon imun yang berbeda ini disebabkan karena faktor dengan dosis 10-15 mg/kg.
anti-inamasi dan faktor imunomodulator yang terdapat Perbandingan kejadian demam antar kelompok
di dalam ASI. dianalisis dengan uji chi square. Rata-rata perbedaan
Di Indonesia saat ini, imunisasi DPT masih suhu dianalisis dengan uji Kruskal Wallis. Dilakukan
menggunakan vaksin DTwP yang memiliki reakto- penghitungan risiko relatif (RR) untuk terjadinya
genisitas lebih tinggi sehingga kejadian demam lebih demam antar kelompok. Analisis dilakukan mengguna-
tinggi dibandingkan bayi yang mendapat vaksin kan peranti lunak SPSS 16 for Windows.
DTaP.2,6 Tujuan penelitian ini adalah untuk menge-
tahui pengaruh pemberian ASI dalam mencegah ke-
jadian demam pada bayi setelah pemberian imunisasi Hasil
DPT 1 yang menggunakan vaksin DTwP di Kota
Palembang. Selama periode penelitian didapatkan 390 anak berusia
2-4 bulan yang mendapat imunisasi DTwP-1. Sebelas
orang anak dieksklusi dari penelitian, enam anak
Metode dengan berat badan kurang dari 2500 gram, dan empat
karena beralamat rumah di luar Kota Palembang,
Rancangan penelitian merupakan studi kohort dan satu anak karena orang tua keberatan. Dengan
prospektif untuk membandingkan kejadian demam demikian, sampel penelitian adalah 379 yang terdiri
setelah imunisasi DPT 1 pada anak yang mendapat ASI dari 183 laki-laki dan 196 perempuan (Gambar 1).
dan tidak mendapat ASI di Kota Palembang. Penelitian Berdasarkan pola pemberian ASI, subjek penelitian
ini dilakukan di tujuh Puskesmas di Kota Palembang dimasukkan ke dalam tiga kelompok. Anak yang
yang dipilih secara cluster sampling dari bulan Januari mendapat ASI eksklusif 128 orang (65 laki-laki, 63

Sari Pediatri, Vol. 17, No. 1, Juni 2015 53


Firdinand dkk: Kejadian demam setelah imunisasi DTwP-1 pada anak yang mendapat ASI dan tidak mendapat ASI

390 bayi (L:188; P:202) perempuan). Anak yang mendapat ASI parsial 127 orang
(62 laki-laki, 65 perempuan). Anak yang mendapat susu
formula 124 orang (56 laki-laki, 68 perempuan).
11 bayi di eksklusi Rerata usia anak adalah 2,640,66 bulan. Status
s BAYI GRAM
s BAYITINGGALDILUARKOTA
gizi diukur dengan menggunakan Z-score WHO untuk
s BAYIKARENAORANGTUATIDAKSETUJU berat badan menurut panjang badan. Berdasarkan sta-
tus gizi kelompok terbanyak adalah anak dengan gizi
baik dan kelompok yang paling sedikit adalah anak
379 bayi (L:183; P:196) dengan gizi lebih. Berdasarkan status pendidikan ibu,
kelompok terbanyak adalah ibu dengan pendidikan
SMA dan yang paling sedikit adalah ibu dengan pendi-
dikan Diploma (D1/D3). Berdasarkan jumlah pengha-
silan orang tua per bulan, kelompok terbanyak adalah
orang tua dengan penghasilan antara 1-2 juta rupiah
dan kelompok yang paling sedikit adalah penghasilan
ASI formula ASI Parsial Susu Formula
(L:65; P:63) (L:62; P:65) (L:56; P:68) orang tua >4 juta rupiah. Berdasarkan jumlah anak
dalam keluarga, kelompok terbanyak adalah jumlah
anak 1 orang dan yang paling sedikit adalah jumlah
Gambar 1. Alur pengambilan subjek penelitian. anak >4 orang (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik umum subjek penelitian


Eksklusif Parsial Formula Jumlah
Karakteristik subjek
n(%) n(%) n(%) n(%)
Jenis kelamin
Laki-laki 65 (17,1) 62 (16,3) 56 (14,7) 183(48,3)
Perempuan 63 (16,6) 65 (17,1) 68 (17,9) 196(51,7)
Rerata usia (Bulan, (rerata SD) 2,590,65 2,710,63 2,610,70 2,640,66
Status gizi
Kurang 20 (5,2) 13 (3,4) 12 (3,1) 45 (11,4)
Baik 108(28,5) 110(29,0) 103(27,1) 321(84,7)
Lebih - 4 (1,0) 9 (2,3) 13 (3,4)
Pendidikan
SD 31 (8,1) 19 (5,0) 13 (3,4) 63(16,6)
SMP 40 (10,5) 37 (9,7) 30 (7,9) 107(28,2)
SMA 48 (12,6) 59 (15,5) 72 (18,9) 179(47,2)
D1/D3 3 (0,8) 6 (1,6) 5 (1,3) 14 (3,7)
S1/S2 6 (1,6) 6 (1,6) 4 (1,0) 16 (4,2)
Penghasilan keluarga (juta)
<1 41 (10,8) 26 (6,8) 19 (5,0) 86 (22,7)
1-2 54 (14,2) 49 (12,9) 54 (14,2) 157(41,4)
2-3 32 (8,4) 47 (12,4) 45 (11,8) 124(32,7)
3-4 1 (10) 4 (40) 5 (50) 10 (2,6)
>4 - 1(0,2) 1(0,2) 2(0,5)
Jumlah anak
1 40 (10,5) 52 (13,7) 34 (8,9) 126(33,2)
2 34 (8,9) 29 (7,6) 30 (7,9) 93 (24,5)
3 35 (9,2) 21 (5,5) 32 (8,4) 88 (23,2)
4 11 (2,9) 14 (3,6) 23 (6,0) 48 (12,7)
>4 8 (2,1) 11 (2,9) 5 (1,3) 24 (6,3)

54 Sari Pediatri, Vol. 17, No. 1, Juni 2015


Firdinand dkk: Kejadian demam setelah imunisasi DTwP-1 pada anak yang mendapat ASI dan tidak mendapat ASI

Hasil pengukuran suhu tubuh selama tiga hari p=0,001, artinya terdapat perbedaan yang bermakna
didapatkan sebagian besar anak demam, yaitu 246 antara demam setelah imunisasi DPT 1 dengan pola
(64,9%) orang. Anak yang demam terbanyak pada ASI. Nilai risiko relatif (RR) untuk terjadi demam pada
kelompok susu formula, 98 (25,8%) orang, kemudian kelompok susu formula adalah 1,38 (IK 95%:1,16-
diikuti kelompok ASI parsial 75 (19,7%), dan ASI 1,65) dibandingkan kelompok ASI eksklusif dan 1,33
eksklusif 73 (19,2%). (IK95%:1,12-1,58) dibandingkan kelompok ASI
Nilai rerata suhu tubuh anak saat demam adalah parsial. Hal tersebut berarti susu formula merupakan
38,130,22 0C dengan nilai rerata tertinggi pada faktor risiko untuk terjadinya demam pada bayi setelah
kelompok yang mendapat susu formula. Dari semua imunisasi DPT 1 (Tabel 3).
anak yang demam, keseluruhan terjadi pada hari Hubungan antara rerata suhu saat demam dengan
pertama (98,3%). Waktu kejadian demam paling pola ASI dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis. Hasil uji
banyak terjadi pada enam jam pertama, yaitu antara Kruskal-Wallis ditemukan perbedaan yang bermakna
pukul 12.0018.00 WIB, diikuti enam jam kedua, antara nilai rerata suhu saat demam antara kelompok
antara pukul 18.0000.00 WIB, dan paling sedikit ASI eksklusif, ASI parsial, dan susu formula (p=0,001)
terjadi pada 6 jam ketiga, antara pukul 00.0006.00 (Tabel 4).
WIB (Tabel 2). Analisis post hoc dengan uji Mann-Whitney
Hubungan antara kejadian setelah pemberian dilakukan untuk mengetahui kelompok yang memiliki
imunisasi DPT 1 dengan pola ASI dilakukan dengan perbedaan antara kelompok ASI eksklusif dengan
uji chi square. Hasil uji chi square didapatkan nilai parsial, ASI eksklusif dengan susu formula, dan ASI

Tabel 2. Demam pada anak setelah imunisasi DTwP-1


Eksklusif Parsial Formula Total
Karakteristik demam
n(%) n(%) n(%) n(%)
Demam
Ya 73 (19,2) 75 (19,7) 98(25,8) 246 (64,9)
Tidak 55 (14,5) 52 (13,7) 26 (6,8) 133 (35,1)
Jenis kelamin
Laki-laki 38 (15,4) 36 (14,6) 45 (11,8) 119 (48,4)
Perempuan 35 (14,2) 39 (15,8) 53 (13,9) 127 (51,6)
Lama demam
(RerataSD) 38,00,22 38,10,24 38,20,16 38,10,22
Waktu demam*
12.00-18.00 33 (13,4) 32 (13,0) 47 (19,1) 112 (45,5)
18.00-00.00 28 (11,3) 29 (11,7) 26 (10,5) 83 (33,7)
00.00-06.00 12 (4,8) 14 (5,6) 21 (8,5) 47 (19,1)
Hari kedua - - 4(1,6) 4(1,6)
*Keterangan: Imunisasi diberikan saat jam kerja atau sebelum jam 12.00

Tabel 3. Hubungan antara demam dengan pola pemberian ASI


Demam
Pola pemberian ASI Total RR p*
Ya Tidak
Eksklusif 73 55 128 1,00 0,001
Parsial 75 52 127 1,33
Formula 98 26 124 1,38
Total 246 133 379
*uji chi square

Sari Pediatri, Vol. 17, No. 1, Juni 2015 55


Firdinand dkk: Kejadian demam setelah imunisasi DTwP-1 pada anak yang mendapat ASI dan tidak mendapat ASI

Tabel 4. Hubungan antara rerata suhu saat demam dengan pola ASI
Median
Pola ASI N p*
(min-maks)
Eksklusif 73 38,10 (37,6-38,4) 0,001
Parsial 75 38,20 (37,6-38,6)
Susu Formula 98 38,20 (37,8-38,6)
*uji Kruskal Wallis

Tabel 5. Hubungan antara demam dengan jenis kelamin, untuk terjadinya demam pada bayi dengan gizi kurang
usia, dan status gizi 1,28 (IK95%: 1,08-1,52) dibandingkan dengan gizi
Demam baik. Gizi kurang merupakan faktor risiko untuk terja-
Total P*
Ya Tidak dinya demam setelah imunisasi DPT 1.
Jenis kelamin
Laki-laki 119 64 183 0,962
Perempuan 127 69 196 Pembahasan
Usia (bulan)
2 117 60 177 Kami mendidapatkan frekuensi demam setelah
3 100 62 162 0,398 imunisasi DPT 1 64,7%. Hasil tersebut lebih besar
4 29 11 40 jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang
Status gizi dilakukan oleh Pisacane dkk5 (38,2%). Perbedaan
Kurang 36 9 45 ini disebabkan oleh vaksin yang digunakan. Kami
Baik 200 121 321 0,043 menggunakan vaksin DTwP, sedangkan Pisacane
Lebih 10 3 13 menggunakan vaksin DTaP. Vaksin DTwP yang lebih
Total 246 133 379 sering mengakibatkan demam karena mengandung
*uji chi square 3000 protein yang berbeda, sedangkan DTaP hanya
mengandung dua sampai lima protein saja.6 Kohl
dkk2 membandingkan kejadian demam pada anak
parsial dengan susu formula. Didapatkan hasil nilai yang mendapat vaksin DTwP dan vaksin DtaP. Kohl
p=0,141 kelompok ASI eksklusif dan ASI parsial, nilai menemukan bahwa anak yang mendapat vaksin DTwP
p=0,001 kelompok ASI eksklusif dan susu formula, dan lebih banyak mengalami demam dibandingkan dengan
nilai p=0,001 kelompok ASI parsial dan susu formula. yang mendapat DTaP (42,9% berbanding 2,2%).
Kelompok yang memiliki perbedaan nilai rerata Frekuensi anak yang mengalami demam dari
suhu saat demam adalah antara kelompok ASI eksklusif kelompok susu formula 79%, lebih banyak dibanding-
dan susu formula serta kelompok ASI parsial dan susu kan dengan kelompok yang mendapat ASI eksklusif dan
formula. Sebaliknya, antara kelompok ASI eksklusif ASI parsial. Hal tersebut juga serupa dengan penelitian
dan ASI parsial tidak terdapat perbedaan nilai rerata yang dilakukan oleh Pisacane dkk5 (53%).5 Setelah anak
suhu saat demam. mendapat imunisasi DPT, monosit, makrofag, dan sel
Beberapa faktor lain yang mungkin memengaruhi Kupfer akan mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal
demam setelah imunisasi DPT 1 adalah jenis kelamin, dengan pirogen endogen (IL-1, TNF, IL- 6, dan interfe-
usia, dan status gizi (Tabel 5). Hubungan variabel- ron) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipothalamus
variabel tersebut dengan kejadian demam dilakukan untuk meningkat kan patokan termostat. Organ ini
dengan uji chi square. Kejadian demam setelah memicu peningkatan suhu tubuh. Berbagai komponen
pemberian imunisasi DPT 1 tidak dipengaruhi oleh yang terkandung di dalam ASI, berupa komponen anti
usia dan jenis kelamin. Sementara untuk status gizi mikroba dan anti inamasi mencegah infeksi dan memo-
ditemukan berhubungan dengan kejadian demam dulasi sistem imun sehingga akan mengurangi produksi
setelah imunisasi DPT 1 (p=0,043) dengan nilai RR sitokin proinamasi dan mengurangi demam.4

56 Sari Pediatri, Vol. 17, No. 1, Juni 2015


Firdinand dkk: Kejadian demam setelah imunisasi DTwP-1 pada anak yang mendapat ASI dan tidak mendapat ASI

Nilai suhu rerata tubuh saat demam pada kelom- anaknya. Begitu tubuh anaknya dirasakan hangat,
pok susu formula didapatkan lebih tinggi dibanding- dianjurkan untuk mengukur suhu tubuh anak per
kan dengan kelompok ASI eksklusif dan ASI parsial. jam. Jika suhu mencapai t37,50C maka ibu dapat
Hal tersebut juga serupa dengan hasil penelitian memberikan parasetamol.5
Pisacane dkk.5 Produksi sitokin proinamasi diku- Hasil analisis hubungan antara usia dan jenis
rangi tidak hanya oleh komponen ASI saja, tetapi kelamin dengan kejadian demam setelah imunisasi
juga oleh proses menyusui itu sendiri yang dapat DPT 1 menunjukkan tidak terdapat hubungan antara
memberikan pemenuhan kebutuhan emosional kedua variabel. Sebaliknya, terdapat hubungan antara
bayi. Anak yang sakit akan sering menyusu untuk status gizi dengan demam setelah pemberian imunisasi
mengurangi rasa tidak nyaman dan mendapatkan du- DPT 1. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena
kungan emosional dari kontak langsung dengan ibu gizi kurang yang akan menghambat respon imunitas
mereka. Pada anak setelah imunisasi, asupan kalori dan meningkatkan risiko terjadi infeksi. Kekurangan
yang berkurang banyak dilaporkan pada kelompok gizi pada anak berkaitan dengan gangguan imunitas
yang mendapat susu formula. Hal tersebut dikaitkan berperantara sel (cell-mediated immunity), fungsi
dengan peningkatan serum leptin, interleukin pro- fagosit, sistem komplemen, dan produksi sitokin.4
inamasi, dan TNF serta memiliki risiko yang lebih Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, di
tinggi untuk terjadi demam.5,7 Nilai risiko relatif anak antaranya pemberian imunisasi dilakukan oleh tenaga
yang mendapat ASI parsial 1,33 dan susu formula medis yang berbeda, yaitu petugas imunisasi masing-
1,38. Artinya, pola pemberian ASI merupakan faktor masing Puskesmas. Pengukuran suhu tubuh dilakukan
risiko untuk kejadian demam setelah imunisasi DPT oleh ibu bukan oleh tenaga kesehatan profesional.
1. Dengan kata lain, bayi yang mendapat ASI parsial Walaupun para ibu telah dilatih untuk mengukur suhu
akan mengalami demam 1,33 kali dan anak yang tubuh secara aksila menggunakan termometer digital
mendapat susu formula 1,38 kali dibandingkan dan mencatat nilai tersebut di kartu harian, ini tetap
dengan anak yang mendapat ASI eksklusif. dapat menjadi bias penelitian. Demam yang terjadi
Terdapat perbedaan suhu rerata tubuh saat demam setelah imunisasi DPT dapat merupakan sebuah episo-
pada masing-masing kelompok. Kelompok yang de infektif. Walaupun demam yang biasanya berdurasi
memiliki perbedaan suhu tubuh saat demam adalah pendek dan terjadi selama 24 jam setelah imunisasi
antara kelompok ASI eksklusif dan susu formula serta biasanya bukan sebagai infeksi.
kelompok ASI parsial dan susu formula, sedangkan
antara kelompok ASI eksklusif dan ASI parsial tidak
terdapat perbedaan suhu tubuh saat demam. Kesimpulan
Berdasarkan waktu terjadinya demam, hampir
semua anak yang demam terjadi pada hari pertama Pemberian ASI dapat mencegah kejadian demam
setelah pemberian imunisasi DPT (98,3%). Hanya setelah imunisasi DTwP-1. Namun, masih diperlu-
empat anak yang mengalami demam pada hari kedua. kan penelitian lebih lanjut yang harus mengguna-
Demam terbanyak terjadi pada sore hari antara pukul kan metode penelitian yang lebih objektif, seperti
12.00 sampai dengan 18.00 WIB. Hal tersebut juga pemberian imunisasi oleh tenaga kesehatan yang sama
serupa degan penelitian Pisacane dkk,5 demam 90% dan pengukuran suhu tubuh bayi juga oleh tenaga
terjadi pada hari pertama. Sesuai dengan teori, bahwa kesehatan yang sama.
demam yang disebabkan imunisasi biasanya berdurasi
pendek dan terjadi selama 24 jam setelah imunisasi.4-6
Kami tidak mendapatkan anak yang mengalami Daftar pustaka
hiperpireksia (suhu tubuh t39,00C). Suhu tubuh
tertinggi didapatkan 38,50 C yang terjadi pada hari 1. Depkes RI. Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi.
pertama di 6 jam pertama (antara pukul 12.0018.00 Departemen Kesehatan RI Jakarta: Depkes;2004.
WIB). Berbeda dengan penelitian Pisacane dkk yang 2. Kohl KS, Marcy SM, Blum M. Fever after imunization:
menemukan 8 (1,7%) anak mengalami hiperpireksia. current concepts and improved future scientific
Hal tersebut bisa disebabkan oleh tingkat perhatian understanding. Clin Infect Dis 2004:39:389-94.
ibu yang tinggi terhadap kemungkinan demam pada 3. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SH, Kartasamita

Sari Pediatri, Vol. 17, No. 1, Juni 2015 57


Firdinand dkk: Kejadian demam setelah imunisasi DTwP-1 pada anak yang mendapat ASI dan tidak mendapat ASI

CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Pedoman Imunisasi di Michele F, Vairo U. Breastfeeding and risk for fever after
Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; Imunization. Pediatrics 2010;125:1448-52.
2008. 6. Moylett EH, Hanson C. Mechanistic actions of the risk
4. Dinarello CA. Infection, fever, and exogenous and and adverse events associated with vaccine administra-
endogenous pyrogens: some concepts have changed. J tion. J Allergy Clin Immunol 2004;114:1010-20.
Endotoxin Res 2004;10:201-22. 7. Eglash A. Montgomey A, Wood J. Breastfeeding. Dis
5. Pisacane A, Continisio P, Palma O, Cataldo S, De Mon 2008;54:343-411

58 Sari Pediatri, Vol. 17, No. 1, Juni 2015

Anda mungkin juga menyukai