Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

BAB I
Latar Belakang.. 1
BAB II
Pembahasan. 2
BAB I
Penutup.. .. 20

DAFTAR PUSTAKA 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sejak dulu di Indonesia sudah terjadi kasus-kasus hukum, seperti halnya kasus korupsi,
kasus perceraian, dan kasus-kasus yang lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman,
penyelesai hukum yang sekarang agak berbeda dengan penyelesaian hukum pada zaman
sebelumnya. Sekarang ini, dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum itu, sebagian besar para
pelaku menggunakan berbagai upaya hukum, agar dapat meringankan putusan hukum yang
seringan-ringannya. Ada dari mereka yang mengajukan upaya banding, ada juga dari mereka
yang menggunakan upaya kasasi ataupun upaya peninjauan kembali (PK).
Oleh karena itu perlu adanya pemaparan tentang apa yang dimaksud dengan upaya
hukum beserta pembahasannya yakni mengenai upaya hukum yang akan di tempuh apabila
pelaku masih tidak puas karena putusan hakim yang mungkin dinilai tidak adil dalam
kasusnya. Upaya hukum tersebut meliputi banding, kasasi dan upaya hukum luar biasa seperti
peninjauan kembali.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Upaya Hukum
Yang dimaksud dengan upaya hukum ialah suatu usaha setiap pribadi atau badan
hukum yang merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk memperoleh keadilan
dan perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara-cara yang ditetapkan dalam undang-
undang.
Upaya hukum (pasal 1:12), hak dari terdakwa atau penuntut umum untuk tidak
menerima putusan pengadilan yang berupa untuk mengajukan permohonan peninjauan
kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam UU. Dua upaya yang dapat
ditempuh:
(1) Upaya hukum biasa, yaitu meliputi:
(a) Banding
(b) Kasasi
(2) Upaya hukum luar biasa,
(a) Kasasi demi kepentingan hukum (Pasal 259), semua putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap dari pengadilan selain dari putusan MA, Jaksa Agung, dapat mengajukan satu
kali permohonan, putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang
berkepentingan.
(b) Herziening, peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap (pasal 263:1). Peninjauan ini diajukan oleh terpidana atau ahli
warisnya. Alasan pengajuan (pasal 263 ayat 2), apabila terdapat keadaan baru yang
menimbulkan dugaan kuat, bahwa apabila keadaan itu sudah diketahui sebelum sidang
berlangsung hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan bebas dari segala tuntutan, atau
ketentuan lebih ringan (novum), apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu
kekhilafan hakim atau kekeliruan nyata. Pengadilan ditetapkan.
(3) Upaya hukum grasi, wewenang dari Kepala Negara untuk memberikan pengampunan
terhadap hukuman yang telah dijatuhkan oleh Hakim, untuk menghapus seluruhnya, sebagian
atau merubah sifat atau bentuk hukuman (pasal 14 UUD 1945)
Praperadilan (pasal 1:10) wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus
menurut cara yang diatur dalam UU tentang, sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau
penahanan atas permintaan tersangka atau keluarga atau pihak lain atas kuasa tersangka, sah
atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan
tersangka/penyidik/penuntut umum, demi tegaknya hukum dan keadilan, dan permintaan
ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka, keluarga atau pihak lain yang dikuasakan.
B. Upaya Hukum biasa
KUHAP membedakan upaya hukum biasa dan luar biasa. Upaya hukum biasa
merupakan Bab XVII sedangkan upaya hukum luar biasa Bab XVIII
Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian, Bagian Kesatu tentang Pemeriksaan
Banding dan Bagian Kedua tentang Pemeriksaan Kasasi.
1. Pemeriksaan Tingkat Banding
a. Pengertian banding
Banding artinya ialah mohon supaya perkara yang telah diputus oleh pengadilan tingkat
pertama diperiksa ulang oleh Pengadilan yang lebih tinggi (tingkat banding), karena merasa
belum puas dengan keputusan Pengadilan tingkat pertama. Yang merupakan Pengadilan
tingkat pertama adalah Pengadilan Agama (PA), sedangkan yang merupakan Pengadilan
Tingkat Banding adalah Pengadilan Tinggi Agama, (PTA) atau Pengadilan Tinggi Umum
(PTU). (pasal 6 UU No.7/1989).
Putusan Pengadilan yang bisa diajukan banding adalah :
a. Putusan yang bersifat pemidanaan.
b. Putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum.
c. Putusan dalam perkara cepat yang menyangkut perampasan kemerdekaan terdakwa.
d. Putusan pengadilan tentang sah atau tidaknya penghentian penyidik atau penuntutan.

b. Syarat-syarat banding
Adapun yang merupakan syarat-syarat dari upaya banding adalah sebagai berikut :
a. Diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara.
b. Diajukan dalam masa tenggang waktu banding.
c. Putusan tersebut menurut hukum boleh dimintakan banding
d. Membayar panjar biaya banding, kecuali dalam hal prodeo.
e. Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang putusannya dimohonkan banding.
Untuk pemeriksaan tingkat banding dapat dimintakan oleh pihak-pihak yang
berperkara. Pihak lain di luar yang berperkara tidak berhak mengajukan banding (pasal 6 UU
No. 20/1947), kecuali kuasa hukumnya. Untuk masa tenggang waktu pengajuan banding di
tetapkan sebagai berikut : bagi pihak yang bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan
Agama yang putusannya dimohonkan banding tersebut maka masa bandingnya 14 (empat
belas) hari terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada yang
bersangkutan. Sedangkan bagi pihak yang bertempat tinggal di luar hukum Pengadilan
Agama yang putusannya dimohonkan banding tersebut maka masa bandinya ialah 30 (tiga
puluh) hari terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada yang
bersangkutan. (pasal 7 UU No. 20/1947).

c. Mencabut permohonan banding


Sebelum permohonan banding diputus oleh Pengadilan Tinggi Agama atau Pengadilan
Tinggi Umum, maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon. Apabila
berkas perkara belum dikirimkan kepada Pengadilan Tinggi Agama maka:
a) Pencabutan disampaikan kepada Pengadilan Agama yang bersangkutan.
b) Kemudian oleh Panitera dibuatkan akta pencabutan kembali permohonan banding.
c) Putusan baru memperoleh kekuatan hukum tetap setelah tenggang waktu banding berakhir.
d) Berkas perkara banding tidak perlu diteruskan kepada PTA/PTU/PTN.
Sedangkan apabila berkas perkara banding telah dikirimkan kepada PTA/PTU/PTN, maka:
Pencabutan banding disampaikan melalui PA yang bersangkutan atau langsung ke
PTA/PTU/PTN.
Apabila pencabutan itu disampaikan melalui PA maka pencabutan itu segera dikirimkan ke
PTA/PTU/PTN.
Apabila permohonan banding belum diputus maka PTA/PTU/PTN akan mengeluarkan
penetapan yang isinya, bahwa mengabulkan pencabutan kembali permohonan banding dan
memerintahkan untuk mencoret dari daftar perkara banding.
Apabila perkara telah diputus maka pencabutan tidak mungkin dikabulkan.
Apabila pemohonan banding dicabut, maka putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap
sejak pencabutan dikabulkan dengan penetapan tersebut.
Dan pencabutan banding itu tidak diperlukan persetujuan dengan pihak lawan.
Pasal 233 ayat (1) KUHAP ditelaah dihubungkan dengan pasal 67 KUHAP maka
dapat disimpulkan bahwa semua putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan
banding Kepengadilan Tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau
penuntut umum dengan beberapa kekecualian.
Kekecualian untuk mengajukan banding menuntut pasal 67 KUHAP tersebut adalah
sebagai berikut:
a) Putusan bebas (istilah asing : vrijspraak)
b) Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum (sic)
c) Putusan pengadilan dalam acara cepat (dahulu dipakai istilah perkara rol)
Yang tersebut pada butir 1 dan 3 tidak menimbulkan masalah karena menurut peraturan
lama pun (UU No 1 (drt) Tahun 1951) dan UUKK perkara yang diputus bebas (vrijpraak)
tindak boleh disbanding begitu pula putusa perkara rol.
Yang menimbulkan masalah ialah yang tersebut dalam butir 2, karena ada keterangan
tambahan bahwa putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang tidak boleh dibanding ialah
masalah yang tepatnya penerapan hukum. Jadi, kekeliruan hakim dalam menerapkan hukum
dalam putusan lepas dari segala tuntutan hukum justru tidak boleh disbanding.
d. Tujuan banding ,
Tujuan banding ada dua yaitu
a) Menguji putusan pengadilan tingkat pertama tentang ketepatannya
b) Untuk memeriksa baru untuk keseluruhan perkara itu.
Oleh karena itu banding sering disebut juga revisi. Penerikasan banding sebenarkan
merupakan suatu penilaian baru. Jadi dapat diajukan saksi-saksi baru, ahli-ahli, dan surat-
surat baru.
Yang berhak mengajukan banding adalah terdakwa atau yang dikuasakan khusus untuk
itu atau penuntut umum. Waktu untuk mengajuakan banding adalah tujuh hari sesudah
putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terndakwa yang tidak hadir.
(pasal 233 ayat (1) dan (2) KUHAP). Dalam hal ini panitera mencatat dan membuat akta
mengena hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara (Pasal 2344 ayat (2)
KUHAP).
Dalam permintaan banding oleh panitera dibuat sebuah surat keterangan yang
ditandatangani olehnya dan juga oleh pemohon serta tembusannya diberikan kepada
pemohon yang bersangkutan (Pasal 233 ayat (3) KUHAP).
Jika waktu tujuh hari telah lewat tanpa dijatuhkan banding oleh yang bersangkutan
maka yang bersangkutan dianggap telah menerima. Putusan (pasal 234 ayat (1) KUHAP) .
Dalam hal ini panitera mencatat dan membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akte
tersebut pada berkas perkara (pasal 234 ayat (2) KUHAP).
Perlu di perhatikan bebas murni (bebas dari dakwaan tidak boleh dibanding) dan bebas
tidak murni adalah suatu putusan yang bunyinya bebas hukum yang di namai juga lepas dari
segala tuntutan hukum terselubung (bedekt onsilag van rechtsvervolging)
Kasus yang dikemukan ini adalah kasus Perlaungan Sitopul yang didakwa melakukan
pemerkosaan dan pembunuhan terhadap orang gadis SMP Taruna Palembang. Setelah
persidangan berjalan berlarut-larut (enam puluh kali persidangan), akhirnya Parlaungan
Sitompul (terkenal dengan Parla) diputus bebas dengan Pengadilan Negeri Palembang.
Dengan putusan itu, Jaksa menuntut umum mengajukan banding Kepengadilan Tinggi
Palembang dengan alasan pembebasan itu adalah pembebasan tidak murni.
Pengadilan Tinggi menerima jaksa penuntut umum dan memutus memidana Parlaungan
Sitompul 15 tahun penjara. Atas putusan pengadilan Tinggi Palembang tersebut, terpidana
melalui nasehat hukumnya T. Tambunan S.H.
2. Pemeriksaan Tingkat Kasasi
a). Pengertian Kasasi
Kasasi artinya pembatalan putusan oleh Mahkamah Agung (MA). Sedangkan
pengertian Pengadilan Kasasi ialah Pengadilan yang memeriksa apakah judex fatie tidak
salah dalam melaksanakan peradilan. Upaya hukum kasasi itu sendiri adalah upaya agar
putusan PA dan PTA/PTU/PTN dibatalkan oleh MA karena telah salah dalam melaksanakan
peradilan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kasasi adalah sebagai berikut : Pembatalan
atau pernyataan tidak sah oleh MA terhadap putusan hakim, karena putusan itu, menyalahi
atau tidak sesuai dengan undang-undang. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa hak
kasasi hanyalah hak MA, sedangkan menurut kamus istilah hukum, kasasi memiliki arti
sebagai berikut : pernyataan tidak berlakunya keputusan hakim yang lebih rendah oleh MA,
demi kepentingan kesatuan peradilan.
Kasasi berasal dari perancis. Kata asalnya adalah casser artinya memecah. Suatu
putusan hakim dibatalkan demi untuk mencapai kesatuan peradilan. Semula berada ditangan
Raja beserta dewannya yang disebut conseil du Roi. Setelah revolusi yang meruntuhkan
kerajaan prancis, dibentuk suatu badan khusus yang tugasnya menjaga kesatuan penafsiran
hukum, jadi merupakan badan antara yang menjembatani pembuat undang-undang dan
kekuasaan kehakiman. Pada tanggal 21 Agustus 1790 di bentuk letribunal de casstion dan
pada tahun 1810 de Cour de cassation telah terorganisasi dengan baik. Kemuadian lembaga
kasasi ditiru pula negeri Belanda yang pada gilirannya dibawa ke indonesia.
b). Syarat-syarat kasasi
Ada beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan kasasi, yaitu
sebagai berikut :
Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi.
Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi.
Putusan atau penetapan PA dan PTA/PTU/PTN, menurut hukum dapat dimintakan kasasi.
Membuat memori kasasi (pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985).
Membayar panjar biaya kasasi (pasal 47).
Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang bersangkutan.
Untuk permohonan kasasi hanya dapat diajukan dalam masa tenggang waktu kasasi
yaitu, 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan diberitahukan kepada
yang bersangkutan (pasal 46 ayat (1) UU No. 14/1985). Apabila 14 (empat belas) hari telah
lewat tidak ada permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak yang bersangkutan maka
dianggap telah menerima putusan (pasal 46 ayat (2) UU No. 14/1985). Pemohon kasasi hanya
dapat diajukan satu kali (pasal 43 UU No. 14/1985).
c. Alasan-alasan kasasi
MA merupakan putusan akhir terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding, atau
Tingkat Terakhir dari semua lingkungan Peradilan.
Ada beberapa alasan bagi MA dalam tingkat kasasi untuk membatalkan putusan atau
penetapan dari semua lingkungan peradilan, diantarannya ialah sebagai berikut :
a) Karena tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
b) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
c) Lalai memenuhi syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan (pasal 30 UU No. 14 /1985).
Suatu penetapan PA maupun PTA/PTU/PTN yang menurut hukum tidak dapat
dimintakan banding, maka dapat dimintakan kasasi ke MA dengan alasan-alasan tersebut di
atas. Untuk suatu putusan PA yang telah dimintakan banding kepada PTA/PTU/PTN, maka
yang dimintakan kasasi adalah keputusan PTA tersebut, karena adanya banding tersebut
berarti putusan PA telah masuk atau diambil alih oleh PTA/PTU/PTN.
Mencabut permohonan kasasi (pasal 49 UU No. 14/1985). Sebelum permohonan kasasi
diputuskan oleh Mahkamah Agung maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh
pemohon, tanpa memerlukan persetujuan dari pihak lawan, apabila berkas perkara belum
dikirimkan kepada MA, maka :
a. Pencabutan disampaikan kepada PA yang bersangkutan, baik secara tertulis maupun
lisan.
b. Kemudian oleh panitera dibuatkan Akta Pencabutan Kembali Permohonan Kasasi.
c. Pemohon tidak dapat lagi mengajukan permohonan kasasi walaupun tenggang waktu
kasasi belum habis.
d. Berkas perkara tidak perlu di teruskan ke MA.

Dan apabila berkas perkara sudah dikirimkan kepada MA, maka :

a. Pencabutan disampaikan melalui PA yang bersangkutan atau langsung ke MA.


b. Apabila pencabutan disampaikan melalui PA, maka pencabutan segera dikirimkan
kepada MA.
c. Apabila permohonan kasasi belum diputuskan, maka Mahkamah Agung akan
mengeluarkan penetapan yang isinya bahwa mengabulkan permohonan pencabutan
kembali perkara kasasi dan memerintahkan untuk mencoret perkara kasasi.
d. Apabila permohonan kasasi telah diputuskan, maka pencabutan kembali tidak
mungkin dikabulkan.
e. Kasasi demi kepentingan hukum (pasal 45 UU No. 14/1985).
Permohonan kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan oleh Jaksa Agung karena
jabatannya dalam perkara perdata maupun Tata Usaha Negara yang diperiksa dan
diputus oleh Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding di semua
lingkungan Peradilan. Permohonan kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan
hanya satu kali. Dan putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan
piha-pihak yang berperkara, artinya ialah tidak menunda pelaksanaan putusan dan
tidak mengubah putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Tujuan kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan
membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam
menerapkan hukum.
Suatu permohonan kasasi dapat diterima atau ditolak untuk diperiksa oleh Makamah
Agung. Menurut KUHAP, suatu permohonan ditolak jika :
a) Putusan yang dimintakan kasasi ialah putusan bebas.
b) Melewati tenggang waktu penyampaian permohonan kasasi kepada panitera pengadilan yang
memeriksa perkaranya, yaitu 14 hari sesudah purusan disampaikan kepada terdakwa.
c) Sudah ada putusan kasasi sebelumnya mengenai perkara tersebut, kasasi hanya dilakukan
hanya satu kali.
d) Pemohon tidak mengajukan memori kasasi.
e) Tidak ada alasan kasasi
Syarat-syarat yang ditentukan oleh KUHAP tersebut, juga perlu ditinjau Yurisprudensi
Mahkamah Agung yang berkaitan dengan kasasi.
a) Permohonan ditinjau oleh seorang kuasa tanpa kuasa khusus. (putusan Mahkamah Agung
tanggal 11 September 1958 No. 117 K/ Kr/1958)
b) Permohonan kasasi ditinjau sebelum ada putusan akhir Pengadilan Tinggi. (Putusan
Mahkamah Agung tanggal 17 Mei 1958 No. 66 K/Kr/1958)
c) Permohonan kasasi terhadap putusan sela. ( putusan Mahkamah Agung Tanggal 25 Febuari
1958 No. 320 K/Kr/1958)
d) Permohonan kasasi dicap jempol tanpa pengesahan oleh pejabat berwenang.
Putusan Mahkamah Agung Tanggal 5 Desember 1961 No. 137 K/Kr/ 1961
Suatu hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan kasasi ini adalah tidak diatur oleh
KUHAP peranan Jaksa Agung didalamnya. Padahal menurut tujuan, kasasi itu mencapai
kesataun peradialn dan untuk menerapkan undang-undang setepat-tepatnya, oleh kareana itu
penuntut umum sangat penting pula dalam kasasi.
C. Upaya Hukum Luar Biasa
Tercantum didalam Bab XVIII KUHAP, yang terdiri atas dua bagian :
1) Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum
2) Peninjauan kembali putusan pengadialan yang Telah Melaporkan Kekuatan Hukum Tetap.
Bagian satu terdiri atas 4 pasal saja, yaitu pasal 259 n sampai dengan pasal 262.
Pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan hukum
Permohonan kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan oleh Jaksa Agung karena
jabatannya dalam perkara perdata maupun tata usaha negara yang diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding di semua lingkungan Peradilan.
Permohonan kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan hanya satu kali. Dan putusan
kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak-pihak yang berperkara, artinya
ialah tidak menunda pelaksanaan putusan dan tidak mengubah putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam peraturan lama kasasi demi kepentingan hukum ini telah diatur bersama kasasi
biasa dalam satu pasal yaitu pasal 17 undang-unbdang makamah Agung (undang-undang
Nomer 1 Tahun 1950). Yang mengatakan bahfwa kasasi dapat dilakukan atas permohonan
pinhak yang berkepentingan atau atas permohonan Jaksa Agung karena jabatannya. Dengan
pengertian bahwa kasasi atas peremohonan Jaksa Agung hanya semata-mata untuk
kepentingan hokum dengan tidak dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan. Jadi
hanya dibedakan kasasi pihak dan kasasi jabatan Jaksa Agung. Kasasi karena Jabatan ini
yang sama dengan kasasi demi kepentingan hukum sebagai upaya hokum luar biasa menurut
KUHAP.
Menurut pasal 259 ayat (1) KUHAP Jaksa Agung dapat mengajukan satu kali
permohonan kasasi terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap
dari pengadilan selain daripada Mahkamah Agung, demi kepentingan hukum.
Kasasi demi kepentingan hukum diajukan jika sudah tidak ada upaya hukumk biasa yang
dapat dipakai. Permohonan kasasi diajukan oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung
melalui panitera yang telah memutus perkara tersebut dalam tingkat pertama, disertai risalah
yang menjadi alasa, kemuddian panitera meneruskan kepada yang berkepentingan (pasal 260
KUHAP). Salinan keputusan Mahkamah Agung disampaikan kepada Jaksa Agung dan
kepada pengadilan yang bersangkutan, disertai berkas perkara. (pasal 261 KUHAP).
Ketentuan kasasi demi kepentingan hokum bagi pengadilan dalam lingkungan pengadilan
umum berlaku juga bagi pengadilan militer (Pasal 262 KUHAP).
Jadi, pada umumnya sama saja dengan kasasi biasa, kecuali dalam kasasi demi
kepentingan hukum ini penasehat hokum tidak lagi dilibatkan.
Peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pengertian peninjauan kembali
Kata peninjauan kembali diterjemahkan dari kata Herziening, Mr. M. H.
Tirtaamijaya menjelaskan herziening sebagai berikut : itu adalah sebagai jalan untuk
memperbaiki suatu putusan yang telah menjadi tetap-jadinya tidak dapat diubah lagi dengan
maksud memperbaiki suatu kealpaan hakim yang merugikan si terhukum kalau perbaikan itu
hendak dilakukan maka ia harus memenuhi syarat, yakni ada sesuatu keadaan yang pada
pemeriksaan hakim, yang tidak diketahui oleh hakim itu, jika ia mengetahui keadaan itu, akan
memberikan putusan lain.
Dalam buku yang lain menyatakan bahwa peninjauan kembali atau biasa disebut
Request Civiel adalah meninjau kembali putusan perdata yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, karena diketahuinya hal-hal baru yang dulu tidak dapat diketahui oleh hakim,
sehingga apabila hal-hal itu diketahuinya maka putusan hakim akan menjadi lain. Peninjauan
kembali hanya dapat dilakukan oleh MA. Peninjauan kembali diatur dalam Undang-Undang
Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan apabila terdapat hal-hal atau keadaan
yang ditentukan oleh undang-undang terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada MA, dalam perkara
perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan (pasal 21 UU No. 14/1970).
Syarat-syarat peninjauan kembali
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk peninjauan kembali diantaranya sebagai
berikut :

1. Diajukan oleh pihak yang berperkara.


2. Putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
3. Membuat surat permohonan peninjauan kembali yang memuat alasan-
alasannya.
4. Membayar panjar biaya peninjauan kembali.
5. Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang memutus perkara pada
tingkat pertama.

Adapun yang berhak mengajukan peninjauan kembali adalah para pihak yang
berperkara atau ahli warisnya (yang dapat dibuktikan dengan akta dibawah tanda tangan
mengenai keahliwarisannya yang didelegasi oleh Ketua Pengadilan Agama) apabila pemohon
meninggal dunia (pasal 68 UU No. 14/1985), juga bisa dengan wakil yang secara khusus
dikuasakan untuk mengajukan permohonan PK dengan bukti adanya surat kuasa. Adapun
Permohonan PK diajukan dalam masa tenggang waktu yang tepat yaitu 180 (seratus delapan
puluh) hari.
Sebelum berlakunya KUHAP, belum ada undang-undang yang mengatur pelaksanaan
peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum
tetap.undang-undang tentang pokok kekuasaan kehakiman pada pasal 21 hanya menyebut
kemungkinan peninjauan kemabli itu, tetapi pelaksanaanya sesuai dengan ketentuan undang-
undang.
Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar :
1. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu
sudah diketahui pada waktu siding masih berlangsung hasilnya akan berupa putusan bebas
atau putusan lep[as ndari segala tuntutan hokum atau tuntuntan penuntut umum tidak dapat
diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
2. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi
hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu ternyata
telah bertentangan satu dengan yang lain
3. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.
Dalam rancangan KUHP telah diatur tentang pemaafan oleh hakim (rechtelijkpat) yang
mengatakan terdakwa terbukti melakukan delik tetapi tidak ada pidana karena delik yng
dilakukan ringan dan telah memperbaiki diri.
Dalam pasal 266 aayat (2) KUHAP ditemukan bahwa dalam hal Mahkamah Agung
berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembaliu dapat diterimauntuk diperiksa, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung menolak
permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan
peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya.
b. Apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan
putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dengan menjatuhkan putusan yang dapat
beruapa:
a) Putusan bebas
b) Putusan lepas dari tuntutan hukum
c) Putusan tidak dapat menerima putusan penuntut umum
d) Putusan dengan menetapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
Suatu ketentuan yang tercantumdalam ayat (3) pasal 266 KUHAP tersebut yang
menyatakan bahwa pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh
melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula
Kasus perkara yang paling banyak dihebohkan dan akhirnya diselesaikan
melaluipeningjauan kembali ialah perkara engn bin yakin dan karta bin alias Encep bin Salam
semulanya keduanya dipidana oleh pengadilan Bekasi masing-masing 12 da n 7 tahun karena
dakwaan pembunuhan. Kemudian putusan pengadilan negeri bandung tetap menidana kedua
terpinada seperti telah dijatuhkan oleh pengadilan negeri tersebut (putusan No. Reg.
38/1978/Pid/PTB)
Di RRC yang vdapat mengajukan permohonan peninjauan kembali yang mereka sebut
supervisi (trial supervisin) adalah pihak atau nasehat hukumnya atau keluarga dekat kepada
pengadilan rakyat atau kepada Jaksa Rakyat mengenai putusan atau perintah yang telah
mempunyai kekuatan hokum tetap, tetapi tidak menunda pelaksanaan atau perintah (Pasal
203 KUHAP RRC).
Perkara dapat disidang kembali dengan empat alasan yakni sebagai berikut :
1. Ada bukti baru yang menunjukkan bahwa penentuan fakta-fakta pada tuntutan atau perintah
asli pasti tidak benar.
2. Bukti bahwa penentuan fakta sehingga putusan dijatuhkan tidak berkaitan atau tidak cukup
atau bagian-bagian pembuktian yang penting untuk menunjang fakta perkara itu bertentangan
satu sama lain.
3. penetapan hukum untuk membuat putusan atau perintah pasti tidak benar.
4. Hakim dalam memutus perkara melakukan perbuatan penggelapan atau penyelundupan,
malpratek untuk kepentingan pribadi atau membengkokkan hokum dalam membuat putusan
(pasal 204 KUHAP RRC).
Majlis kolegial akan dibentuk untuk mengadili kembali suatu perkara oleh Pengadialn
Rakyat sesuai dengan prosedur pengadilan supervise (PK). Jika perkara yang asli itu adalah
putusan tinggkatbpertama, akan diadili sesuai dengan prosedur tingkat pertama dan putusan
atau perintah baru dapat disbanding atau diprotes. Jika putusan itu asli, itu adalah putusan
tingkat dua akan disidangkan sesuai dengan prosedur tingkat kedua dan putusanya adalah
final (Pasal 206 KUHAP RRC)
Mengenai perkara yang diadili oelh Pengadilan Rakyat sesuai dengan prosedur
pengadilan supervise, harus menyelesaikan persidangnnya dalam waktu tiga bulan sejak hari
dia pengabil keputusan untuk melimpahkan perkara untuk diadili sendiri atau putusan diambil
untuk menyidangkan perkara. Jika perlu menambah jangka waktu, lamanya tidak boleh lebih
dari enam bulan.
Pencabutan permohonan peninjauan kembali
Permohonan PK dapat dicabut selam belum diputuskan, dalam dicabut permohonan
peninjauan kembali (PK) tidak dapat diajukan lagi (pasal 66 ayat (3) UU No. 14/1985).
Pencabutan permohonan PK ini dilakukan seperti halnya pencabutan permohonan kasasi.
D. Upaya Hukum Oleh Kepala Pemerintahan
a). Grasi
Grasi di muat pada pasal 14 Undang- Undang Dasar 1945 yang rumusanya sebagai
berikut :
presiden memberi grasi,amnesti,abolisi ,dan rehabilitasi Menurut penjelasan resmi dari
makna grasi tersebut merupakan hak presiden sebagai kepala Negara bukan Presiden sebagai
Kepala Pemerintahan .dengan demikian grasi tersebut tidak termasuk upaya hukum .grasi
mencakup arti pembebasan ,pengurangan ,atau penukaran sebagaian atau seluruhnya dari
hukuman yang di kenakan pengadilan grasi dapat di mohon atas hukuman mati ,penjara
kurungan .meskipun grasi tidak termasuk upaya hukum tetapi pada hakikatnya putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi tidak pasti (tetap) karena
ada kemungkinan di bebaskan atau di kurangi. Dalam hal hukuman denda maka
permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan (eksekusi) tetapi jika terpidana tidak mampu
membayarnya maka dapat di tangguhkan ,demikian halnya dengan hukuman jenis lainya.
Mengenai tenggang waktu untuk mengajukan permohonan grasi kecuali atas
hukuman mati di tentukan dalam tengang waktu 14 hari tersebut adalah permohonan
penundaan atau penangguhan pelaksanaan hukuman tersebut harus di jatuhkan dalam
tenggang waktu 14 hari . setelah melampaui batas waktu tersebut maka penundaan atau
penangguhan tidak dapat di kabukkan .

b). Amnesti
Merupakan suatu pernyataan terhadap orang banyak yang terlibat dalam suatu tindak
pidana untuk meniadakan suatu akibat hukum pidana yang timbul dari tindak pidana tersebut.
Amnesti ini diberikan kepada orang-orang yang sudah ataupun yang belum dijatuhi hukuman,
yang sudah ataupun yang belum diadakan pengusutan atau pemeriksaan terhadap tindak
pidana tersebut. Amnesti agak berbeda dengan grasi, abolisi atau rehabilitasi karena amnesti
ditujukan kepada orang banyak. Pemberian amnesti yang pernah diberikan oleh suatu negara
diberikan terhadap delik yang bersifat politik seperti pemberontakan atau suatu pemogokan
kaum buruh yang membawa akibat luas terhadap kepentingan negara.

c).Abolisi
Merupakan suatu keputusan untuk menghentikan pengusutan dan pemeriksaan suatu
perkara, dimana pengadilan belum menjatuhkan keputusan terhadap perkara tersebut.
Seorang presiden memberikan abolisi dengan pertimbangan demi alasan umum mengingat
perkara yang menyangkut para tersangka tersebut terkait dengan kepentingan negara yang
tidak bisa dikorbankan oleh keputusan pengadilan.
d). Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu tindakan Presiden dalam rangka mengembalikan hak
seseorang yang telah hilang karena suatu keputusan hakim yang ternyata dalam waktu
berikutnya terbukti bahwa kesalahan yang telah dilakukan seorang tersangka tidak seberapa
dibandingkan dengan perkiraan semula atau bahkan ia ternyata tidak bersalah sama sekali.
Fokus rehabilitasi ini terletak pada nilai kehormatan yang diperoleh kembali dan hal ini tidak
tergantung kepada Undang-undang tetapi pada pandangan masyarakat sekitarnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam peradilan hukum ada beberapa
macam upaya hukum, salah duanya adalah upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa,
yang didalamnya menyangkut upaya banding, upaya kasasi, dan upaya peninjauan kembali
(PK).
Adapun yang dimaksud dengan upaya banding adalah memohon supaya perkara yang
telah diputus oleh pengadilan tingkat pertama diperiksa ulang oleh Pengadilan yang lebih
tinggi (tingkat banding), karena merasa belum puas dengan keputusan Pengadilan tingkat
pertama.
Sedangkan upaya kasasi adalah upaya agar putusan PA dan PTA/PTU/PTN
dibatalkan oleh MA karena telah salah dalam melaksanakan peradilan. Dan yang dimaksud
upaya peninjauan kembali (PK) adalah meninjau kembali putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, karena diketahuinya hal-hal baru yang dulu tidak dapat diketahui oleh
hakim, sehingga apabila hal-hal itu diketahuinya maka putusan hakim akan menjadi lain.
Upaya hukum yang di berikan kepada kepala pemerintahan bukan merupakan suatu
upaya hukum, yakni menyangkut tentang amnesty,grasi,abolisi dan rehabilitasi.
DAFTAR PUSTAKA
Prints, Darmawan, SH, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Djambatan, Jakarta 1989
Nikolas simanjuntak,Acara pidana Indonesia dalam siklus hukum,Bogor:Ghalia
Indonesia,2009
Dr.Jur.Andi Hamzah,Hukum Acara Pidana Indonesia,Jakarta:Sinar grafika:2008
http://id.shvoong.com/law-and-politics/criminal-law/2079816-bagaimana-upaya-hukum-
banding-kasas

Anda mungkin juga menyukai