Anda di halaman 1dari 12

MINI CLINICAL EXAMINATION

Penilaian Gangguan Elektrolit dan Penatalaksanaannya

Disusun oleh :
Arvi Tri Sulistiyani
G4A015103

Pembimbing :
dr. Shila Suryani, M.Sc., Sp.An

SMF ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2016
MINI CLINICAL EXAMINATION
Penilaian Gangguan Elektrolit dan Penatalaksanaannya

Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik


Di Bagian SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :

Arvi Tri Sulistiyani


G4A015103

Telah disetujui,
Pada tanggal : Oktober 2016

Pembimbing,

dr. Shila Suryani, M.Sc., Sp.An

1
2
I. LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Mutmainah
No. CM : 00-26-47-74
Usia : 23 tahun
Tanggal lahir : 23 September 1993
BB : 50 kg
Alamat : Langkap RT 02/02 Bumiayu, Kab.Brebes
Diagnosis : Steven Johnson Syndrome
Tindakan :-
DPJP Anestesi : dr. Hermin Prihatini, Sp.An
Tanggal masuk : 23 September 2016/18.25

B. Anamnesis
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS rujukan RS Harapan Anda dengan keluhan
nyeri di seluruh tubuh. Sejak kurang lebih 3 minggu yang lalu (sebelum
masuk RS), pasien mengeluhkan seluruh kulit tubuh melepuh. Keluhan
muncul setelah pasien meminum obat dari dokter pada saat kontrol
setelah operasi tumor mammae bulan Juni 2016. Pasien sempat di rawat
inap di RS Harapan Anda dan diperbolehkan pulang karena kulit sudah
mulai mengering. Namun keluhan kembali muncul dan kembali berobat
ke RS Harapan Anda, kemudian dirujuk ke RSMS.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mempunyai riwayat penyakit tumor mammae dan kemudian
melakukan oeprasi terhadap tumornya pada bulan Juni 2016. Setelah
operasi, pasien kontrol dan mendapatkan obat dari dokter. Dan kemudian
mengeluhkan seluruh kuliy tubuh melepuh. Keluhan penyakit lain seperti
hipertensi, asma, diabetes mellitus, penyakit jantung, maupun penyakit
ginjal disangkal.

3
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: Lemah / Compos Mentis
2. Tanda Vital
TD : 100/60 mmHg
HR : 80x/menit
RR : 22x/menit
S : 36o C
3. Airway : Clear (+) terpasang nasal kanul, gigi palsu (-), gigi tanggal (-
), gigi goyang (-), buka mulut (-), Mallampati (-), TMD 5-6 cm
4. Kepala/Leher: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), massa di
wajah (-), masa di leher (-), luka bakar (-), deviasi trakea (-), gerak
leher (mobile)
5. Thoraks:
Paru : Perkusi pulmo sinistra redup, SD vesikuler +/+, wheezing -/-,
RBK -/-, RBH -/-
Jantung : S1>S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
6. Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal
7. Ekstremitas: Akral (hangat), edema superior (+/+) edema inferior
(+/+), jejas superior (+/+), jejas inferior (+/+), parese (-/-), paralise (-/-
), terpasang infus RL pada ekstremitas superior
8. Status lokalis : UKK : skuama di atas makula eritematosus generalisata

D. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium per tanggal 23/09/2016:
Hb : 15.4
Leukosit : 26230 (H)
Ht : 42
Eritrosit : 5.7 juta (H)
Trombosit : 232.000
Ureum : 85.3 (H)
Kreatinin : 1.8 (H)
GDS : 110

4
Na : 124 (L)
K : 1.1 (L)
Cl : 87 (L)
Hasil laboratorium per tanggal 24/09/2016 :
Hb : 12.0
Leukosit : 20560 (H)
Ht : 33
Eritrosit : 4.6 juta
Trombosit : 184.000
Total Protein : 5.62 (L)
Albumin : 2.54 (L)
Globulin : 3.08
SGOT : 26
SGPT : 25
Hasil Laboratorium per tanggal 26/09/2016 :
Na : 129 (L)
K : 1.4 (L)
Cl : 95 (L)
Ca : 7.6 (L)
Hasil Laboratorium per tanggal 30/09/2016 :
Hb : 11.7
Leukosit : 12510 (H)
Ht : 35
Eritrosit : 4.4 juta
Trombosit : 190.000
Na : 140
K : 1.8 (L)
HbsAg :+
E. Diagnosis
Steven Johnson Syndrome

5
II. ANALISIS KASUS

A. Fisiologi Elektrolit
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap untuk berespon
terhadap stressor fisiologi dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling
berhubungan, ketidakseimbangan yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam
bentuk kelebihan dan kekurangan. Kebutuhan cairan merupakan bagian dari
kebutuhan dasar manusia secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar
dalam bagian tubuh, hampir 90% dari total berat badan. Sementara itu,
sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Elektrolit terdapat pada seluruh
cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen, nutrien, dan sisa
metabolisme, seperti karbondioksida, yang semuanya disebut dengan ion
(Hidayat, 2006; Tarwoto & Wartonah, 2006).
Elektrolit tubuh mengandung komponen-komponen kimiawi.
Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif atau disebut dengan kation dan
bermuatan negatif atau disebut dengan anion. Elektrolit sangat penting pada
banyak fungsi tubuh, termasuk fungsi neuromuskular dan keseimbangan
asam basa. Pada fungsi neuromuskular, elektrolit memegang peranan penting
terkait dengan transmisi impuls saraf (Asmadi, 2008).
Cairan tubuh merupakan larutan yang terdiri dari air dan zat terlarut.
Zat terlarut yang terdapat dalam cairan tubuh meliputi elektrolit dan
nonelektrolit. Nonelektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam
larutan dan tidak bermuatan listrik, terdiri dari protein, urea, glukosa,
oksigen, karbon dioksida, dan asam-asam organik. Garam yang terurai di
dalam air menjadi satu atau lebih partikel-partikel yang bermuatan, disebut
sebagain ion atau elektrolit. Larutan elektrolit menghantarkan aliran listrik.
Ion-ion yang bermuatan positif disebut kation, contohnya natrium (Na+),
kalium (K+), kalsium (Ca2+), dan magnesium (Mg2+), dan yang bermuatan
negative disebut anion, contohnya klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat,
dan sulfat (Price and Wilson, 2006).

6
Cairan tubuh dan zat-zat terlarut di dalamnya berada dalam mobilitas
yang konstan. Pembatas utama perpindahan zat terlarut dalam tubuh adalah
membran sel. Setiap sel dikelilingi oleh membran plasma yang sangat
selektif yang memungkinkan lewatnya bahan tertentu tetapi menolak bahan
yang lain. Perpindahan menembus sawar membran ini terjadi secara aktif
dan pasif serta mungkin sangat diskriminatif. Semua sel permeabel bebas
terhadap air, sehingga tidak seperti elektrolit dan zat terlarut lainnya, air
dapat menembus semua membran tubuh secara bebas, dipengaruhi oleh dua
kekuatan, yaitu tekanan osmotik dan tekanan hidrostatik (Price and Wilson,
2006; Sherwood, 2012).

B. Analisa Gangguan Elektrolit pada Pasien dan Penatalaksanaannya


Pada saat pertama kali pasien masuk ke IGD RSMS, pasien
dikonsulkan ke dokter Sp.KK dan diterima rawat sebagai pasien Sp.KK
dengan diagnosis Steven Johnson Syndrome. Kemudian pasien dikonsulkan
ke Sp.M karena telah terjadi perforasi konjungtiva.
Pasien dengan diagnosis Steven Johnson Syndrome ini memiliki
riwayat gangguan elektrolit yaitu di lihat berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium. Hasil laboratorium pada saat pertama datang ke IGD RS
Margono Soekarjo menunjukkan bahwa pasien mengalami peningkatan
beberapa komponen diantaranya leukosit sebesar 20560 U/L, Ureum darah
sebesar 85.3 mg/dL, dan juga Kreatinin darah sebesar 1.80 mg/dL. Selain itu,
pasien juga mengalami penurunan nilai elektrolit yaitu didapatkan kadar
natrium sebesar 124 mmol/L, kalium sebesar 1.1 mmol/L, dan juga klorida
sebesar 87 mmol/L.
Berdasarkan hasil laboratorium tersebut, kemudian pasien
dikonsulkan ke Sp.PD untuk penanganan lebih lanjut terkait hasil
pemeriksaan laboratorium tersebut. Pasien sempat mengalami kejang 2x
dengan keadaan umum yang jelek, penurunan kesadaran dengan GCS : 3,
TD : 80/60 mmHg, HR : 136x/menit, Nadi : 32x/menit. Kemudian
dilanjutkan konsultasi ke bagian anestesi untuk pro ICU dan diterima untuk
rawat di ICU.

7
Untuk mengganti kehilangan elektrolit dalam tubuh pasien, maka
dilakukan koreksi elektrolit yaitu dengan mengganti cairan tubuh. Pasien ini
mengalami dehidrasi berat meskipun tanda klinis tidak terlalu spesifik. Hal
ini dapat dilihat dari hasil pemeriksaan tanda vital. Cara pemberian yang
direkomendasikan yaitu dengan cara setengah dari volume tersebut diberikan
selama 8 jam, dan setengah sisanya diberikan selama 16 jam. Berikut
perhitungan cairan untuk pasien dehidrasi berat :

Defisit cairan = 10% x BB x 1000 cc

= 10% x 50 kg x 1000 cc

= 5000 cc

Kebutuhan Cairan = 2 cc x BB x 24

= 2 cc x 50 x 24

= 2400 cc

Cairan total = Kebutuhan cairan + Defisit cairan

= 2400 cc + 5000 cc
= 7400 cc

Sehingga total cairan yang harus diberikan pada pasien yaitu sebesar
7400 cc, dengan cara pemberian sebagai berikut :
a. 8 jam pertama : 3700 cc atau 462.5 cc/jam
b. 16 jam selanjutnya : 3700 cc atau 231.25 cc/jam
Cairan pada pasien dehidrasi merupakan hal yang penting. Jenis
cairan yang cocok untuk pasien dehidrasi adalah cairan kristaloid isotonik
yaitu NaCl, RL dan lainnya. Pada pasien ini diberikan NS (Normal Saline)
dengan komposisi Na: 154 mmol/L dan Cl :154 mmol/L.
Pada pasien juga diberikan Tutofusin karena terdapat gangguan
elektrolit. Tutofusin itu sendiri memiliki komposisi sebagai berikut : Na 100

8
meq, K 18 meq, Ca 4 meq, Mg 6 meq, CI 90 meq, acetate 38 meq, sorbitol
50 g. Dosis pemberian dari tutofusin adalah 30 ml/kgBB/hari.
BB pasien = 50 kg
Dosis pemberian = 30 ml/kgBB/hari
= 30 x 50
= 150 ml/hari

Koreksi natrium dapat menggunakan cairan NaCl 3% karena pada


pasien sudah sampai mengalami kejang. NaCl 3% memiliki nilai osmolaritas
yaitu sebesar 513 meq/L. Koreksi natrium adalah sebagai berikut :
Berat badan = 50 kg
Na serum = 124 mmol/L

Defisit Na = 0.5xBBx(140-Na serum)


= 0.5 x 50 x (140-124)
= 25 x 16
= 400 meq
Koreksi NaCl 3% 250 cc dalam 10 jam (25 cc/jam = 8 tetes/menit).
Kemudian cek elektrolit kembali 4 jam setelah dilakukan koreksi. Jika masih
terjadi hiponatremia, maka koreksi NaCl 3% dapat diulang lagi setelah ada
hasil yang terbaru. Apabila delta Na <10 meq koreksi dilakukan dengan
pemberian NaCl 0.9%, sedangkan apabila delta Na >10 meq maka koreksi
dilakuakn dengan pemberia NaCl 3 % sesuai kebutuhan yang telah dihitung.

Kemudian juga dilakukan koreksi pada penurunan kalium yaitu


dengan pemberian KCl yaitu sebagai berikut :
Berat badan = 50 kg
K = 1.1 mmol/L
Defisit kalium = K normal - K pasien x BB x 0.3
= (4.5 - 1.1) x 50 x 0.3
= 3.4 x 15
= 56.6 meq

9
Hal ini berarti pasien diberikan kalium sebanyak 56.6 meq drip
selama 2-4 jam dalam 100-250 cc NaCl 0.9% atau dalam D5%. Kemudian
dilakukan pemeriksaan elektrolit ulang setelah 1-2 jam setelah koreksi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi


Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, Aziz A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia 2. Jakarta:


Salemba Medika.

Leksana, E., J.L. Pujo, dan D. Susilowati. 2013. Terapi Cairan dalam
Anestesiologi edisi 2. Semarang: Perhimpunan Dokter Spesialis
Anestesi dan Terapi Intensif Cabang Jawa Tengah.

Price, S.A. and L.M Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit vol.2. Jakarta: EGC.

Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Tarwoto&Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

11

Anda mungkin juga menyukai