0906640015
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Caretaker
Nama : Islam
Tanggal
Jenis kelamin masuk : Jakarta Selatan
Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan diare, muntah dan demam. Ibu pasien memiliki
penyakit TB paru dan belum berobat.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak pertama. Ayah bekerja sebagai seorang buruh dan ibu bekerja sebagai
ibu rumah tangga. Saat ini, pasien tinggal bersama ayah dan ibunya. Di sekitar tempat tinggal
pasien merupakan tempat kumuh. Pembiayaan menggunakan BPJS.
Ibu pasien hamil selama 9 bulan, ANC teratur di puskesmas. Saat akan melahirkan, ibu
pasien baru terdiagnosis mengalami penyakit TB paru dan belum diobati hingga pasien
dilahirkan. Pasien lahir spontan, dibantu oleh dokter kebidanan. Pasien menangis spontan,
tidak biru, tidak pucat, terlihat kuning. Berat badan lahir 2500 gram dan panjang badan 48
cm.
Riwayat Pascakelahiran
Riwayat Imunisasi
Tidak diketahui.
Riwayat Nutrisi
BB = 1,5 kg
PB = 48 cm
LLA = 7 cm
LK = 31 cm
Status Nutrisi
BB/U
= z score <-2
PB/U
= -2 < z score < 0
BB/PB
= z score < -2
LK
= -2 < z score < -1
Height age
= 0 bulan
BB ideal
= 3 kg
Kesimpulan
= gizi buruk marasmik
Tanda Vital
Keadaan umum
: tampak sakit berat
Kesadaran
: letargi
Kesan klinis
: gizi buruk
Nadi
keempat ekstremitas
Pernapasan
interkostal
Suhu
: 36,4oC (aksila)
Status Generalis
Kepala
lingkar kepala 31 cm
Mata
isokor
Mulut Neurologis
Telinga
Hidung
Leher
Dada
Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas
: tidak sianosis, bibir murmur
kering
dan gallop
: daun telinga normal,
liang telinga lapang, tidak : vesikuler, tidak terdapat ronki maupun wheezing,
ada
tidak ada retraksi
sekret
: datar, lemas, turgor kembali lambat, bising usus (+)
: tidak ada sekret
normal, hepar dan lumpa tidak teraba, tidak
: Kelenjar getah bening ada
tidak teraba
shifting dullness
: pengembangan dada
simetris statis-dinamis, : akral dingin, tidak tampak sianosis, CRT > 2 detik,
tampak
tidak ada edema, terdapat baggy pants appearance
iga gambang
: refleks Moro (+), genggam (+), Babinski (+),
: bunyi jantung 1 dan II
normal, tidak terdapat hisap (-), rooting (-)
score: neonatus cukup
bulan, sesuai masa IV. Pemeriksaan Penunjang
Kesimpula kehamilan
n Ballard Laboratorium (27/3/2014)
Hb : 13,4 g/dL
Ht : 44%
Leukosit : 34.500 / uL
Trombosit
GDS : 278
D HCO3 :
(27/ 3,8
3/2
014
)
pH
:
6,9
22
pC
O2
:
19,1
pO2
:
143,
7
BE : -27,6
Diagnosis Kerja
Tersangka TB paru
O2 1 liter/menit NK
Cefotaxim 2x 100 mg IV
Minosin 2x 15 mg
VIII. Prognosis
-
Ad vitam
: dubia ad bonam
-
Ad functionam
: dubia ad bonam
-
Ad sanactionam
: dubia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Saat ini diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di
negara berkembang. Pada sebagian besar kasus diare akut disebabkan oleh infeksi akut
saluran cerna oleh virus, bakteri, parasit atau penyakit lainnya.1
2.1.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi caire dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI, frekuensi buang air besar
sebanyak 3-4 kali per hari masih dapat dikatakan normal selama berat badan bayi
meningkat.1
2.1.2 Epidemiologi
Diare masih termasuk salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak di
bawah 5 tahun. Sebagai gambaran, 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare dan
berdasarkan Riskesdas 2007 di Indonesia diperoleh diare masih merupakan penyebab
kematian bayi terbanyak (sebesar 42%) diikuti dengan pneumonia 24%.1
Cara penularan diare pada umumnya memalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen atau kontak langsung dengan tangan penderita
atau barang-barang yang tercemar tinja penderita atau melalui lalat. Jalur penularan ini dapat
dirangkum menjadi 4F (finger, flies, fluid, field).1
Beberapa faktor risiko terkena diare antara lain tidak diberikan ASI secara penuh untuk 4-6
bulan pertama, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya sarana kebersihan, gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung,
menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.1
1
Beberapa faktor yang bepengaruh terhadap terjadinya diare antara lain :
Usia
Diare paling sering terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dengan insidens tertinggi pada
usia 6-11 bulan yaitu saat mulai diberikan MP-ASI. Hal ini terjadi karena adanya penurunan
kadar antibodi dari ASI, imunitas bayi belum terbentuk dengan baik, makanan yang
terkontaminasi, dan kontak dengan tinja atau binatang saat bayi merangkak.
Infeksi asimtomatik
Sebagian besar anak berusia lebih dari 2 tahun memiliki infeksi usus asimtomatik yang
menyebabkan tinja anak mengandung enterpatogen infeksius namun tidak bergejala. Keadaan
ini berperan dalam penyebaran diare.
Musim
Diare oleh rotavirus terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan insidensi pada musim
kemarau, sedangkan diare karena bakteri meningkat pada musim hujan.
2.1.4 Etiologi
Diare akut dapat disebabkan oleh berbagai etiologi, antara lain dapat dilihat pada tabel 1.
infeksi saluran kemih
Tabel 1.
Penyebab (ISK), dan pneumonia)
Infeksi diare akut3
Antibiotik
Infeksi usus
(termasuk Obat lainnya
keracunan
Cows milk protein
makanan) allergy
Infeksi (CMPA)
Obat-obatan ekstra usus
(otitis media Alergi protein kedelai
Diare Sekretoris
Diare sekretoris dapat terjadi karena peningkatan sekresi Cl- secara aktif dari sel kripta akibat
mediator intraseluler antara lain cAMP, cGMP, dan Ca2+. Peningkatan mediator-mediator
tersebut akan mengaktifkan protein kinase yang menginduksi fosforilasi membran protein.
Fosforilasi membran protein mengakibatkan perubahan pada kanal ion dan membuat Cl-
dapat keluar ke lumen usus. Mediator tersebut juga meningkatkan aktivitas pompa natrium
sehingga Na+ juga ikut masuk ke lumen usus bersama Cl-, selain itu juga mencegah
perangkaian antara Na+ dan Cl- di vili usus. Kondisi di atas menyebabkan pengeluaran cairan
secara masif ke lumen usus. Ciri khas diare tipe ini adalah volume tinja yang banyak
(>200ml/24 jam), konsistensi sangat cair, konsentrasi Na+ dan Cl- >70 mEq, dan gejala tidak
membaik dengan penghentian makanan. Contoh penyebab tipe diare ini adalah toksin Vibrio
Cholerae dan bahan laksatif.1
Diare merupakan salah satu gejala gastrointestinal sehingga sering kali diikuti pula oleh
gejala gastrointestinal lainnya antara lain muntah, sakit perut, dan muntah. Pasien dengan
diare akan mnegeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida dan
bikarbonat sehingga hal ini
mungkin saja menyebabkan dehidrasi. Diare dapat berbahaya jika berlanjut
Gejala
Rotavirus
Shigella
Salmonella
ETEC
EIEC
Kolera
Klinis
Masa Tunas
17-72 jam
24-48 jam
6-72 jam
6-72 jam
6-72 jam
48-72
jam
Panas
+
++
++
-
++
-
Mual
Sering
Jarang
Sering
+
-
Sering
muntah
Nyeri perut
Tenesmus
Tenesmus
Tenesmus
-
Tenesmus
Kramp
kramp
kolik
kramp
Nyeri
-
+
+
-
-
-
kepala
Lama Sakit
5-7 hari
>7 hari
3-7 hari
2-3 hari
Variasi
3 hari
Sifat Tinja
Volume
Sedang
Sedikit
Sedikit
Banyak
Sedikit
Banyak
Frekuensi
5-10x/hari
>10x/hari
Sering
Sering
Sering
Terus
menerus
Konsistensi
Cair
Lembek
Lembek
Cair
Lembek
Cair
Darah
-
Sering
Terkadang
-
+
-
Bau
Langu
Busuk
+
Tidak
Amis
khas
Warna
Kuning-
Merah-
Kehijauan
Tidak
Merah-
Air
hijau
hijau
berwarna
hijau
cucian
beras
Leukosit
-
+
+
-
-
-
Lain-lain
Anoreksia
Kejang
Sepsis
Meteorismus
Infeksi
-
sistemik
2.1.8 Diagnosis
Diagnosis diare dan etiologinya dapat ditegakkan melalui beberapa cara, antara lain:
A. Anamnesis
Anamnesis yang perlu ditanyakan untuk membantu penegakkan diagnosis diare dan
etiologinya antara lain lama diare, frekuensi, volume, konsistensi, warna, bau, ada tidaknya
lendir dan darah. Gejala penyerta diare juga perlu ditanyakan antara lain muntah (volume, isi,
frekuensi), nyeri perut, dan demam. Faktor-faktor risiko terjadinya diare, misalnya makanan
dan minuman yang dikonsumsi, higienitas dan sanitasi, pergi ke daerah endemik, serta
keberadaan anak lain yang juga menderita diare perlu ditanyakan. Buang air kecil, penyakit
lain yang menyertai (batuk, pilek, campak), tindakan dan obat yang telah diberikan, juga
perlu ditanyakan.1
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan antara lain tanda vital, berat badan, serta mencari
tanda dan derajat dehidrasi.1
C. Pemeriksaan Laboratorium1
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada pasien diare antara lain:
Pemeriksaan darah
Darah perifer lengkap (DPL), elektrolit, analisis gas darah (AGD), glukosa darah sewaktu
(GDS), kultur mikroorganisme, dan tes resistensi antibiotik.
Pemeriksaan urine
Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja dapat dibagi menjadi pemeriksaan makroskopis (konsistensi, darah, lendir,
bau) dan mikroskopis (leukosit, parasit, pH, tes reduksi substansi, kultur).
Diagnosis derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif dan subjektif. Cara objektif
adalah dengan membandingkan berat badan sebelum
dan selama diare. Cara subjektif adalah dengan menggunakan kriteria yang telah dibuat,
antara lain kriteria WHO, Skor Maurice King, dan kriteria MMWR. Cara yang jamak
digunakan adalah menggunakan kriteria WHO seperti yang terlampir di bawah ini1:
Penilaian
A
B
C
Lihat:
Keadaan umum
Baik, sadar
Gelisah, rewel
Lesu, lunglai, atau
tidak sadar
Mata
Normal
Cekung
Sangat cekung dan
kering
Air mata
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Mulut dan Lidah
Basah
Kering
Sangat kering
Rasa Haus
Minum biasa,
Haus, ingin
Malas minum atau
tidak haus
minum banyak
tidak bisa minum
Periksa:
Turgor Kulit
Kembali cepat
Kembali lambat
Kembali sangat
lambat
Hasil Pemeriksaan
Tanpa Dehidrasi
Dehidrasi ringan-
Dehidrasi berat
sedang
Berdasarkan penurunan BB, tanpa dehidrasi adalah penurunan BB < 5% BB sebelum diare,
dehidrasi ringan-sedang 5-10% BB sebelum diare, dan dehidrasi berat >10% BB sebelum
diare.2 Terpenuhinya kriteria B dan C apabila ditemukan positifnya 1 di antara penilaian
keadaan umum, rasa haus, atau turgor kulit dan ditemukan positifnya 1 di antara penilaian
mata, air mata, atau mulut dan lidah.1
Berdasarkan panduan DepKes antara lain apabila ditemukan 2 tanda atau lebih di antara
kriteria berikut:
ringan sedang
berat
rasa haus
Cubitan kulit perut/turgor
Cubitan kulit perut/turgor
Cubitan kulit perut/turgor
kembali segera
kembali lambat
kembali sangat lambat
2.1.9 Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan diare telah dirumuskan oleh WHO yaitu lima pilar penatalaksanaan
diare, antara lain1,4:
Rehidrasi menggunakan oralit baru
Oralit formula baru merupakan oralit dengan tingkat osmolaritas lebih rendah dibandingkan
formula lama, dimana formula yang baru lebih mendekati osmolaritas plasma. Perubahan
formula dilakukan karena diare yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan oleh virus yang tidak
menyebabkan perubahan elektrolit berat. Komposisi oralit baru antara lain natrium 75
Mmol/L, klorida 65 Mmol/L, glukosa 75 Mmol/L, kalium 20 Mmol/L, dan sitrat 10 Mmol/L.
Zinc diberikan karena secara evidence-based dapat mengurangi lama dan beratnya diare serta
mengembalikan nafsu makan. Dasar pemikiran pemberian zinc adalah efeknya pada fungsi
imun dan perbaikan epitel saluran pencernaan selama diare. Zinc diberikan setiap hari selama
10-14 hari. Dosis pemberian zinc sebagai berikut:
ASI dan makanan yang sesuai dengan usia anak dan menu yang sehari-hari diberikan tetap
diteruskan untuk mencegah kehilangan berat badan lebih lanjut dan mengganti nutrisi yang
hilang akibat diare. Makanan yang perlu dihindari adalah makanan dengan gula sederhana,
kandungan lemak tinggi, serta makanan pedas dan asam.
Antibiotik selektif
Antibiotik diberikan hanya apabila terdapat indikasi, misalnya diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotik tidak rasional dapat menyebabkan memanjangnya masa diare karena
gangguan flora normal usus, mempercepat resistensi kuman, dan menambah biaya
pengobatan yang tidak perlu. Antibiotik yang dapat diberikan kepada pasien diare dengan
etiologinya sebagai berikut:
Etiologi
Antibiotik Pilihan
Alternatif
Kolera
Tetrasiklin
Eritromisin
12,5 mg/kg BB
12,5 mg/kg BB
Disentri Shigella
Ciprofloxacin
Ceftriaxone
15 mg/kg BB
50-100 mg/kg BB
hari
Amoebiasis
Metronidazole
Giardiasis
Metronidazole
Orang tua diberikan nasihat agar segera membawa anaknya ke rumah sakit apabila ditemukan
demam, tinja berdarah, berulang, makan/minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau
belum membaik dalam 3 hari.
Tatalaksana rehidrasi diare akut dapat dibedakan berdasarkan derajat dehidrasinya. Terapi
rehidrasi oral diberikan pada anak tanpa dehidrasi atau dengan dehidrasi ringan-sedang,
sedangkan untuk anak dengan dehidrasi
berat diberikan secara parenteral. Tatalaksana rehidrasi berdasarkan derajat dehidrasi anak
sebagai berikut:
Derajat
Rehidrasi
Penggantian Cairan
dehidrasi
Tanpa dehidrasi
Tidak perlu
10 mg/kg BB tiap diare
Ringan-sedang
jam)
Parenteral
Berat
70 ml/kg/5 jam
>
1 tahun: 30 ml/kg/ 1/2 jam +
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi yang cukup sering terjadi akibat diare adalah gangguan elektrolit antara lain:1
Hipernatremia
Hipernatremia adalah kadar Na+ plasma >150 mmol/L. Pada kondisi ini kadar natrium harus
diturunkan dengan perlahan. Cara paling aman adalah dengan rehidrasi oral atau enteral
menggunakan oralit. Koreksi intravena dilakukan dengan cairan 0,45% saline + 5% dextrose
dalam 8 jam dan rumatan 0,18% saline + 5% dextrose dalam 24 jam.
Hiponatremia
Hiponatremia adalah kadar Na+ plasma <130 mmol/L. Cara termudah adalah dengan oralit
oral. Apabila tidak berhasil dilakukan koreksi intravena dengan ringer laktat atau normal
saline dengan rumus Na koreksi = (125-Na) x 0,6 x BB.
Hiperkalemia
Hiperkalemia adalah kadar K+ plasma >5 mEq/L/ Koreksi dilakukan perlahan dengan
kalsium glukonat 10%, 0,5-1 ml/kg intravena perlahan (5-10 menit) dengan monitor EKG.
Hipokalemia
Hipokalemia adalah kadar K+ plasma <3,5 mEq/L. Bila kadar K+ 2,5-3,5 mEq/L diberikan
per oral 75 mcg/kg/hari dibagi 3 dosis, sedangkan bila kadar K+ <2,5 mEq/L maka diberikan
IV drip dalam 4 jam.
Malnutrisi merupakan keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup. Kita
dapat juga menyebut bahwa malnutrisi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi. Malnutrisi energi
protein (MEP) merupakan salah satu dari empat masalah gizi uatam di Indonesia.5
Diagnosis gizi buruk dapat ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran
antropometri. Pada anak gizi buruk didapatkan6:
Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, penilaian dilakukan secara klinis dengan melihat
apakah anak tampak sangat kurus, tidak memiliki jaringan lemak bawah kulit, tulang iga
terlihat jelas dengan atau tanpa edema.5,6
Tatalaksana
Gizi buruk ditalalaksana melalui 2 fase yaitu fase stabilisasi dan rehabilitasi dengan 10
tindakan seperti tabel di bawah ini5,6:
6
Tabel 7. Tatalaksana anak gizi buruk
Pada fase inisial kita perlu mengatasi hipoglikemia, hipotermia dan dehidrasi. Pada fase
transisi merupakan peralihan ke energi yang lebih tinggi sampai 150 kkal/kgBB/hari berupa
F-100 yang dilakukan secara bertahap. Pada fase rehabilitasi dilakukan pemberian makanan
tinggi kalori, suplemen zat besi, mengatasi penyebab dan mempersiapkan pasien pulang.
6
Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah <3 mmol/L atau < 54
mg/dL) sehingga harus diberikan makan atau larutan glukosa 10%.
Tatalaksana: segera berikan F-75 pertama atau modifikasinya bila memungkinkan. Jika tidak,
berikan 50 mL larutan glukosa secara oral atau NGT. Pemberian ini diberikan setiap 2-3 jam
selama minimal 2 hari. Jika anak tidak sadar (letargis) makan berikan larutan glukosa 10%
secara intravena sebanyak 5 mL/kgBB.
6
Hipotermia
o
Anak dikatakan hipotermia ketika suhu aksila <35,5 C. Untuk tatalaksananya, segera beri
makan F-75 atau lakukan rehidrasi terlebih dahulu. Pastikan anak berpakaian lalu letakkan
bayi di pemanas atau jika menggunakan lampu pijar 40W letakkan dengan jarak 50 cm dari
tubuh anak.
5,6
Pemberian makan awal
Fase awal harus diberikan secara hati-hati karena keadaan fisiologis masih rapuh.
Karakteristik utamanya adalah diberikan dalam jumlah sedikit namun sering, diberikan secara
oral atau NGT, hindari parenteral, energi 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari,
cairan 130 mL/kgBB/hari.
6
Tabel 8. Kebutuhan makanan
Formula awal F-75 sesuai resep dan jadwal makan, dibuat untuk mencukupi kebutuhan zat
gizi pada fase stabilisasi. Apabila secara oral pada fase awal tidak mencapai kebutuhan
minimal (80 kkal/kgBB/hari) maka berikan melalui NGT. Jangan melebihi 100
kkal/kgBB/hari pada fase awal.
6
F-75 dan F-100
2.3 ASIDOSIS METABOLIK
Salah satu komplikasi dari terjadinya diare akut adalah dapat terjadinya asidosis metabolik.
Apabila terjadi asidosis metabolik maka perlu dilakukan koreksi menggunakan Bicnat.
Koreksi dilakukan ketika BE>10 dalam keadaan dehidrasi. Bicnat diberikan dengan dosis 0,3
x BB x BE lalu diencerkan dalm D5 dengan perbandingan 1:3 diberikan dalam waktu 2 jam.
7
2.4 TUBERKULOSIS PARU
Transmisi vertikal penyakit tuberkulosis dari ibu ke anak dapat terjadi melalui beberapa cara
yaitu:
In utero
Intrapartum
Postpartum
Pada anak yang minum ASI dari ibunya yang sedang sakit TB Terdapat penelitian di Durban,
dimana dari 107 wanita hamil dengan
positif TB, sekitar 15% bayi mempunyai kuman tuberkulosis dalam tubuhnya.
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis yang dilakukan, didapatkan bahwa pasien mengalami BAB cair
sebanyak 10 kali sejak 2 hari SMRS. Hal ini sudah memenuhi definisi diare dimana BAB
terjadi lebih dari 3 kali per hari dan terjadi perubahan konsistensi dari padat menjadi cair.
Diare ini juga terjadi secara akut (kurang dari 7 hari), dimana dalam kasus ini baru terjadi 2
hari. Organ yang diduga mengalami gangguan pada pasien adalah saluran gastrointestinal
karena disamping diare, terdapat juga keluhan muntah dan nafsu makan berkurang.
Berdasarkan etiologi, diare dapat disebabkan karena infeksi (virus, bakteri, parasit) maupun
non infeksi (malabsorbsi, neoplasma, alergi susu sapi, defisiensi imun atau gangguan
motilitas usus). Pada anamnesis didapatkan tidak ada BAB berdarah ataupun lendir dan dari
hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit yang meningkat (34.500) sehingga
penyebab terjadinya diare mungkin dikarenakan oleh infeksi bakteri. Pada kasus ini,
disarankan untuk melakukan analisis feses untuk melihat apakah masih mungkin diare ini
disebabkan oleh etiologi yang lain. Pada pasien juga terdapat gizi buruk yang masih dapat
menjadi salah satu faktor risiko terjadinya diare.
Pada pasien dengan diare akut mungkin mengalami dehidrasi dan kehilangan cairan maupun
asidosis metabolik. Diagnosis dehidrasi berat ditegakkan atas dasar ditemukan bahwa dari
anamnesis pasien menjadi lebih lemas, malas untuk minum, dan terjadi penurunan berat
badan (1kg dalam waktu 10 hari). Pada pemeriksaan fisis didapatkan anak tampak letargi,
denyut nadi melemah, ubun-ubun besar cekung, mata cekung, saat menangis tidak ada air
mata, bibir kering, turgor kembali lambat, akral dingin, dan CRT
2 detik. Namun, kita harus hati-hati karena pada pasien gizi buruk mungkin saja ubun-ubun
besar tampak cekung dan turgor juga kembali lambat. Maka untuk menentukan dehidrasi
berat kita harus melihat gejala klinis yang lain, misalnya terjadi penurunan berat badan.
Tatalaksana diare pada kasus ini belum memenuhi 5 pilar WHO yang terdiri atas rehidrasi,
zinc, ASI dan makanan, antibiotik selektif dan edukasi. Pada pasien ini yang baru terlaksana
adalah pemberian rehidrasi, ASI dan makanan, antibiotik selektif dan edukasi. Pemberian
zinc selama 10 hari pada pasien ini sebaiknya juga diberikan karena secara evidence based
dapat mengurangi lamanya diare dan mengembalikan nafsu makan. Diajurkan pasien
mengonsumsi zinc sebanyak 10 mg/hari. Cairan yang diberikan pada pasien ini adalah karena
terdapat dehidrasi berat maka perlu diberikan cairan sebanyak 30 cc/kgBB/jam x 1,5 kg yaitu
45 cc dalam 1 jam pertama dilanjutkan dengan 21 cc/jam untuk 5 jam berikutnya. Pada
pasien ini juga diberikan antibiotik yaitu cefotaxim (cephalosporin generasi 3) 2x100 mg dan
minosin (tetrasiklin) 2x15 mg. Tetrasiklin biasa digunakan pada kasus kolera, namun perlu
kita ketahui juga bahwa salah satu efek sampingnya adalah diare. Menurut penulis,
pemberian antibiotik ini kurang rasional, sebaiknya diberikan satu macam obat saja kecuali
terdapat indikasi lain.
Asidosis metabolik
Asidosis metabolik merupakan salah satu komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien diare
akut. Diagnosis ini ditegakkan dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya pernapasan
Kussmaul (dalam dan cepat) dan dari pemeriksaan analisis gas darah didapatkan adanya
penurunan pH dan PCO2 yang menurun. Pada kasus ini, perlu segera dilakukan koreksi
bicnat karena pH pasien termasuk pH letal. Pemberian koreksi dihitung dengan rumus 0,3 x
Diagnosis gizi buruk marasmik pada pasien ditegakkan melalui penilaian status gizi yang
dilakukan secara klinis maupun antropometri. Kebutuhan pasien adalah 1,5 kg x 100
kkal/kgBB/hari sehingga didapatkan jumlah kebutuhan kalori pasien adalah 150 kkal/hari dan
jumlah cairan 1,5 x 130 mL/kgBB/hari sehingga didapatkan 195 mL/hari. Pada fase inisial,
pasien diberikan F-75. Pasien saat ini masih letargis sehingga pemberian secara oral mungkin
tidak akan membantu sehingga sebaiknya pasien diberikan makanan
melalui NGT. Cairan ini kita berikan sambil kita pantau apakah pasien terdapat hipoglikemia,
hipotermia maupun dehidrasi.
Tersangka TB paru
Ibu pasien selama hamil terdiagnosis TB paru dan belum diobati, berdasarkan literature
terdapat kemungkinan TB paru ini ditransmisikan secara vertikal. Pasien perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut yaitu berupa tes mantoux (sering kali false negative) dan
pemeriksaan rontgen thorax untuk menegakkan diagnosis ini. Pemberian profilaksis pada
pasien ini juga sudah tepat yaitu diberikan INH sebanyak 12,5 mg dengan dosis 5 mg x
kgBB.
DAFTAR PUSTAKA
Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jilid 1.
Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Multani NS (editor). Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2012. hal. 87-118.
tuntaskan diare. Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI; 2011. hal 1-31.
IDAI. Buku saku pelayanan medis IDAI. Jilid I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011. hal
183-8.
WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO Indonesia; 2009.
hal 193-219.
Gupta A. Mother to child transmmision of TB: what do we know?. South Africa. July
19,2009.