Anda di halaman 1dari 39

PRESENTASI KASUS

DIARE AKUT DENGAN DEHIDRASI BERAT


Disusun oleh

Wynne Oktaviane Lionika

0906640015

MODUL KESEHATAN ANAK DAN REMAJA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA RUMAH SAKIT


PERSAHABATAN JAKARTA 2014
BAB I

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Caretaker
Nama : Islam
Tanggal
Jenis kelamin masuk : Jakarta Selatan

Usia Tanggal : Tn. A (30 tahun) dan Ny. R


periksa (27 tahun)
Berat badan
: By. RNP : Orangtua
Panjang badan
: Laki-laki : 27 Maret 2014, pukul
Agama 18.00 WIB ke IGD RSF
: 10 hari
Alamat : 27 Maret 2014, pukul
: 1,5 kg 18.05 WIB
Nama orang tua
: 48 cm
tidak 12,5 mg namun ampas berwarna kuning, tidak
pucat selalu terdapat darah, tidak ada
ANAMNESIS (Alloanamnesisnamun dimuntahkan lendir. BAB tidak berbau
Ayah pasien) terliha oleh pasien. asam, tidak berbau busuk dan
t Sejak lahir pasien seperti air cucian beras tidak
Keluhan Utama kunin diberikan susu ada. Pasien juga mengalami
g. formula. Sejak 2 muntah sebanyak 5x/hari berisi
BAB cair sejak 2 hari sebelum Sejak hari SMRS, cairan berjumlah sendok
masuk rumah sakit lahir, pasien makan.
pasien mengalami BAB
telah cair sebanyak 10 Saat ini, pasien masih
Riwayat Penyakit Sekarang diberi kali dalam sehari. mengalami BAB cair,
kan Setiap diare kira- berwarna kuning, tidak ada
Sepuluh hari SMRS, pasien profila kira berjumlah 2 ampas, tidak ada lendir, tidak
dilahirkan secara spontan ksis sendok makan ada darah, tidak berbau asam
dengan bantuan dokter INH per mencret. maupun berbau busuk. Pasien
kebidanan dan saat itu pasien seban BAB cair mulai susah minum susu dan
menangis spontan, tidak biru, yak tersebut tidak ada terlihat lemas. BAK masih
ada namun jumlah dan BAK terakhir tidak diketahui oleh ayah pasien. Pasien juga tidak
mengalami demam, batuk pilek, sesak, maupun kejang. Ayah pasien juga mengatakan bahwa
pasien mengalami penurunan berat badan sebanyak 1 kg dalam waktu 10 hari.

Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan seperti ini sebelumnya disangkal. Riwayat alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan diare, muntah dan demam. Ibu pasien memiliki
penyakit TB paru dan belum berobat.

Riwayat Sosial

Pasien merupakan anak pertama. Ayah bekerja sebagai seorang buruh dan ibu bekerja sebagai
ibu rumah tangga. Saat ini, pasien tinggal bersama ayah dan ibunya. Di sekitar tempat tinggal
pasien merupakan tempat kumuh. Pembiayaan menggunakan BPJS.

Riwayat Kehamilan Ibu dan Kelahiran

Ibu pasien hamil selama 9 bulan, ANC teratur di puskesmas. Saat akan melahirkan, ibu
pasien baru terdiagnosis mengalami penyakit TB paru dan belum diobati hingga pasien
dilahirkan. Pasien lahir spontan, dibantu oleh dokter kebidanan. Pasien menangis spontan,
tidak biru, tidak pucat, terlihat kuning. Berat badan lahir 2500 gram dan panjang badan 48
cm.

Riwayat Pascakelahiran

Pasien sudah diberikan vitamin K 0,5 mg IM dan salep mata kloramfenikol.

Riwayat Imunisasi

Tidak diketahui.

Riwayat Nutrisi

Sejak lahir, pasien diberikan susu formula.


Pemeriksaan Fisis (27 Maret 2014) Antropometri

BB = 1,5 kg

PB = 48 cm

LLA = 7 cm

LK = 31 cm

Status Nutrisi

BB/U
= z score <-2
PB/U
= -2 < z score < 0
BB/PB
= z score < -2
LK
= -2 < z score < -1
Height age
= 0 bulan
BB ideal
= 3 kg

Kesimpulan
= gizi buruk marasmik
Tanda Vital

Keadaan umum
: tampak sakit berat
Kesadaran

: letargi
Kesan klinis

: gizi buruk
Nadi

: 140x/menit, reguler, teraba lemah, isi cukup, sama di

keempat ekstremitas
Pernapasan

: 56x/menit, cepat, dan dalam (Kussmaul),

abdominotorakal, tidak terdapat napas cuping hidung,


tidak terdapat retraksi epigastrium, suprasternal dan

interkostal
Suhu

: 36,4oC (aksila)
Status Generalis

Kepala

: normocephal, tidak ada deformitas, UUB cekung,

lingkar kepala 31 cm
Mata

: mata cekung (+), saat menangis tidak ada air mata ,

konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil

isokor
Mulut Neurologis

Telinga

Hidung

Leher

Dada

Jantung

Paru

Abdomen

Ekstremitas
: tidak sianosis, bibir murmur
kering
dan gallop
: daun telinga normal,
liang telinga lapang, tidak : vesikuler, tidak terdapat ronki maupun wheezing,
ada
tidak ada retraksi
sekret
: datar, lemas, turgor kembali lambat, bising usus (+)
: tidak ada sekret
normal, hepar dan lumpa tidak teraba, tidak
: Kelenjar getah bening ada
tidak teraba
shifting dullness
: pengembangan dada
simetris statis-dinamis, : akral dingin, tidak tampak sianosis, CRT > 2 detik,
tampak
tidak ada edema, terdapat baggy pants appearance
iga gambang
: refleks Moro (+), genggam (+), Babinski (+),
: bunyi jantung 1 dan II
normal, tidak terdapat hisap (-), rooting (-)
score: neonatus cukup
bulan, sesuai masa IV. Pemeriksaan Penunjang
Kesimpula kehamilan
n Ballard Laboratorium (27/3/2014)
Hb : 13,4 g/dL
Ht : 44%
Leukosit : 34.500 / uL
Trombosit
GDS : 278
D HCO3 :
(27/ 3,8
3/2
014
)

pH
:
6,9
22

pC
O2
:
19,1

pO2
:
143,
7
BE : -27,6

Diagnosis Kerja

Diare akut dengan dehidrasi berat

Asidosis metabolik ec diare akut

Gizi buruk marasmik

Tersangka TB paru

VI. Rencana Tatalaksana

O2 1 liter/menit NK

Rehidrasi : N4 20,8 cc/jam

Koreksi bicnat : 12 mEq dalam D5 36 mL dalam 2 jam

Cefotaxim 2x 100 mg IV

Minosin 2x 15 mg

VII. Rencana Diagnosis

Rencana rontgen thorax AP

VIII. Prognosis

-
Ad vitam
: dubia ad bonam
-
Ad functionam
: dubia ad bonam
-
Ad sanactionam
: dubia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DIARE AKUT

Saat ini diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di
negara berkembang. Pada sebagian besar kasus diare akut disebabkan oleh infeksi akut
saluran cerna oleh virus, bakteri, parasit atau penyakit lainnya.1

2.1.1 Definisi

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi caire dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI, frekuensi buang air besar
sebanyak 3-4 kali per hari masih dapat dikatakan normal selama berat badan bayi
meningkat.1

2.1.2 Epidemiologi

Diare masih termasuk salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak di
bawah 5 tahun. Sebagai gambaran, 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare dan
berdasarkan Riskesdas 2007 di Indonesia diperoleh diare masih merupakan penyebab
kematian bayi terbanyak (sebesar 42%) diikuti dengan pneumonia 24%.1

2.1.3 Cara Penularan dan Faktor Risiko

Cara penularan diare pada umumnya memalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen atau kontak langsung dengan tangan penderita
atau barang-barang yang tercemar tinja penderita atau melalui lalat. Jalur penularan ini dapat
dirangkum menjadi 4F (finger, flies, fluid, field).1

Beberapa faktor risiko terkena diare antara lain tidak diberikan ASI secara penuh untuk 4-6
bulan pertama, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya sarana kebersihan, gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung,
menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.1
1
Beberapa faktor yang bepengaruh terhadap terjadinya diare antara lain :

Usia

Diare paling sering terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dengan insidens tertinggi pada
usia 6-11 bulan yaitu saat mulai diberikan MP-ASI. Hal ini terjadi karena adanya penurunan
kadar antibodi dari ASI, imunitas bayi belum terbentuk dengan baik, makanan yang
terkontaminasi, dan kontak dengan tinja atau binatang saat bayi merangkak.

Infeksi asimtomatik

Sebagian besar anak berusia lebih dari 2 tahun memiliki infeksi usus asimtomatik yang
menyebabkan tinja anak mengandung enterpatogen infeksius namun tidak bergejala. Keadaan
ini berperan dalam penyebaran diare.

Musim

Diare oleh rotavirus terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan insidensi pada musim
kemarau, sedangkan diare karena bakteri meningkat pada musim hujan.

2.1.4 Etiologi

Diare akut dapat disebabkan oleh berbagai etiologi, antara lain dapat dilihat pada tabel 1.
infeksi saluran kemih
Tabel 1.
Penyebab (ISK), dan pneumonia)
Infeksi diare akut3
Antibiotik
Infeksi usus
(termasuk Obat lainnya
keracunan
Cows milk protein
makanan) allergy

Infeksi (CMPA)
Obat-obatan ekstra usus
(otitis media Alergi protein kedelai

Alergi makanan akut (OMA),


Alergi makanan

Tertelan logam Hipolaktase


berat awitan lambat
Kelainan proses cerna
Defisiensi niasin

Defisiensi enzim Co, Zn, cat

Defisiensi vitamin sukrase/isomaltase


Diare dapat lama yang berlangsung lebih dari 14
dibagi waktunya : hari dengan etiologi infeksi
Terdapat penelitian yang menjadi 3,
dilakukan pada beberapa yaitu:1,2 Diare akut 2.1.6 Patogenesis
negara dan didapatkan data yang
bahwa pada anak yang terkena Diare berlangsun Diare Osmotik
diare, etiologi paling banyak berdasarkan g kurang
adalah rotavirus. Rotavirus etiologi dari 14 Diare dengan dasar mekanisme
merupakan patogen terbanyak hari osmotik atau malabsorpsi
pada anak usia 6-24 bulan Diare terjadi akibat kegagalan proses
sedangkan pada bayi muda dan berdasarkan Diare pencernaan dan/atau
anak usia sekolah lebih sering mekanisme kronik penyerapan nutrisi dan
disebabkan oleh infeksi : gangguan yang elektrolit di dalam usus
bakteri.3 absorbsi berlangsun sehingga langsung memasuki
dan g lebih dari kolon. Absorpsi usus
2.1.5 Mekanisme Diare gangguan 14 hari dipengaruhi oleh keutuhan
sekresi dengan epitel dan kecukupan waktu
Secara umum diare disebabkan etiologi kontak antara nutrisi dengan
2 hal yaitu gangguan pada Diare noninfeksi epitel. Kegagalan pencernaan
proses absorbsi atau sekresi. berdasarkan Diare dan penyerapan nutrisi
presisten mengakibatkan peningkatan
tekanan osmotik (hiperosmolaritas) di lumen usus. Akibat perbedaan tekanan osmotik antara
lumen usus dan darah, maka pada segmen usus halus jejunum yang permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen. Natrium akan ikut masuk ke dalam lumen, sehingga terkumpul
cairan intraluminal yang banyak dengan kadar natrium normal. Usus akan berusaha menyerap
kelebihan cairan tersebut, namun tetap masih banyak yang tersisa di lumen karena masih ada
zat yang tidak terabsorpsi, misalnya magnesium, glukosa, sukrosa, laktosa, dan maltosa.
Ketika volume cairan yang masuk ke kolon lebih besar dari kapasitas absorpsi kolon, maka
akan timbul diare.1 Diare tipe ini dapat disebabkan oleh gangguan motilitas saluran cerna,
insufisiensi pankreas, atau kerusakan enterosit dan transporter permukaannya akibat
inflamasi.4 Diare tipe ini ditandai dengan ion gap tinja yang tinggi (>100 mOsm/kg) akibat
elektrolit yang banyak tidak terserap.1

Diare Sekretoris

Diare sekretoris dapat terjadi karena peningkatan sekresi Cl- secara aktif dari sel kripta akibat
mediator intraseluler antara lain cAMP, cGMP, dan Ca2+. Peningkatan mediator-mediator
tersebut akan mengaktifkan protein kinase yang menginduksi fosforilasi membran protein.
Fosforilasi membran protein mengakibatkan perubahan pada kanal ion dan membuat Cl-
dapat keluar ke lumen usus. Mediator tersebut juga meningkatkan aktivitas pompa natrium
sehingga Na+ juga ikut masuk ke lumen usus bersama Cl-, selain itu juga mencegah
perangkaian antara Na+ dan Cl- di vili usus. Kondisi di atas menyebabkan pengeluaran cairan
secara masif ke lumen usus. Ciri khas diare tipe ini adalah volume tinja yang banyak
(>200ml/24 jam), konsistensi sangat cair, konsentrasi Na+ dan Cl- >70 mEq, dan gejala tidak
membaik dengan penghentian makanan. Contoh penyebab tipe diare ini adalah toksin Vibrio
Cholerae dan bahan laksatif.1

2.1.7 Manifestasi Klinis

Diare merupakan salah satu gejala gastrointestinal sehingga sering kali diikuti pula oleh
gejala gastrointestinal lainnya antara lain muntah, sakit perut, dan muntah. Pasien dengan
diare akan mnegeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida dan
bikarbonat sehingga hal ini
mungkin saja menyebabkan dehidrasi. Diare dapat berbahaya jika berlanjut

menjadi kondisi malnutrisi, dehidrasi, asidosis metabolik, hipokalemia, dan berlanjut ke


kematian.1

Tabel 2. Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab1,2

Gejala
Rotavirus
Shigella
Salmonella
ETEC
EIEC
Kolera
Klinis

Masa Tunas
17-72 jam
24-48 jam
6-72 jam
6-72 jam
6-72 jam
48-72

jam

Panas
+
++
++
-
++
-

Mual
Sering
Jarang
Sering
+
-
Sering
muntah

Nyeri perut
Tenesmus
Tenesmus
Tenesmus
-
Tenesmus
Kramp

kramp
kolik

kramp
Nyeri
-
+
+
-
-
-
kepala

Lama Sakit
5-7 hari
>7 hari
3-7 hari
2-3 hari
Variasi
3 hari

Sifat Tinja

Volume
Sedang
Sedikit
Sedikit
Banyak
Sedikit
Banyak

Frekuensi
5-10x/hari
>10x/hari
Sering
Sering
Sering
Terus

menerus

Konsistensi
Cair
Lembek
Lembek
Cair
Lembek
Cair

Darah
-
Sering
Terkadang
-
+
-

Bau
Langu

Busuk
+
Tidak
Amis

khas

Warna
Kuning-
Merah-
Kehijauan
Tidak
Merah-
Air

hijau
hijau

berwarna
hijau
cucian

beras
Leukosit
-
+
+
-
-
-

Lain-lain
Anoreksia
Kejang
Sepsis
Meteorismus
Infeksi
-

sistemik

2.1.8 Diagnosis
Diagnosis diare dan etiologinya dapat ditegakkan melalui beberapa cara, antara lain:

A. Anamnesis

Anamnesis yang perlu ditanyakan untuk membantu penegakkan diagnosis diare dan
etiologinya antara lain lama diare, frekuensi, volume, konsistensi, warna, bau, ada tidaknya
lendir dan darah. Gejala penyerta diare juga perlu ditanyakan antara lain muntah (volume, isi,
frekuensi), nyeri perut, dan demam. Faktor-faktor risiko terjadinya diare, misalnya makanan
dan minuman yang dikonsumsi, higienitas dan sanitasi, pergi ke daerah endemik, serta
keberadaan anak lain yang juga menderita diare perlu ditanyakan. Buang air kecil, penyakit
lain yang menyertai (batuk, pilek, campak), tindakan dan obat yang telah diberikan, juga
perlu ditanyakan.1

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan antara lain tanda vital, berat badan, serta mencari
tanda dan derajat dehidrasi.1
C. Pemeriksaan Laboratorium1

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada pasien diare antara lain:
Pemeriksaan darah

Darah perifer lengkap (DPL), elektrolit, analisis gas darah (AGD), glukosa darah sewaktu
(GDS), kultur mikroorganisme, dan tes resistensi antibiotik.

Pemeriksaan urine

Urinalisis lengkap, kultur mikroorganisme, dan tes resistensi antibiotik.

Pemeriksaan tinja

Pemeriksaan tinja dapat dibagi menjadi pemeriksaan makroskopis (konsistensi, darah, lendir,
bau) dan mikroskopis (leukosit, parasit, pH, tes reduksi substansi, kultur).

Diagnosis Derajat Dehidrasi

Diagnosis derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif dan subjektif. Cara objektif
adalah dengan membandingkan berat badan sebelum
dan selama diare. Cara subjektif adalah dengan menggunakan kriteria yang telah dibuat,
antara lain kriteria WHO, Skor Maurice King, dan kriteria MMWR. Cara yang jamak
digunakan adalah menggunakan kriteria WHO seperti yang terlampir di bawah ini1:

Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan kriteria WHO1

Penilaian
A
B
C

Lihat:

Keadaan umum
Baik, sadar
Gelisah, rewel
Lesu, lunglai, atau

tidak sadar

Mata
Normal
Cekung
Sangat cekung dan

kering

Air mata
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Mulut dan Lidah
Basah
Kering
Sangat kering

Rasa Haus
Minum biasa,
Haus, ingin
Malas minum atau

tidak haus
minum banyak
tidak bisa minum

Periksa:

Turgor Kulit
Kembali cepat
Kembali lambat
Kembali sangat

lambat

Hasil Pemeriksaan
Tanpa Dehidrasi
Dehidrasi ringan-
Dehidrasi berat

sedang
Berdasarkan penurunan BB, tanpa dehidrasi adalah penurunan BB < 5% BB sebelum diare,
dehidrasi ringan-sedang 5-10% BB sebelum diare, dan dehidrasi berat >10% BB sebelum
diare.2 Terpenuhinya kriteria B dan C apabila ditemukan positifnya 1 di antara penilaian
keadaan umum, rasa haus, atau turgor kulit dan ditemukan positifnya 1 di antara penilaian
mata, air mata, atau mulut dan lidah.1

Berdasarkan panduan DepKes antara lain apabila ditemukan 2 tanda atau lebih di antara
kriteria berikut:

Tabel 4. Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan kriteria Depkes RI4

Diare tanpa dehidrasi


Diare dengan dehidrasi
Diare dengan dehidrasi

ringan sedang
berat

Keadaan umum baik,


Gelisah, rewel
Lesu, lunglai, tidak sadar
sadar

Mata tidak cekung


Mata cekung
Mata cekung

Minum biasa, tidak haus


Ingin minum terus, ada
Malas minum

rasa haus
Cubitan kulit perut/turgor
Cubitan kulit perut/turgor
Cubitan kulit perut/turgor
kembali segera
kembali lambat
kembali sangat lambat

2.1.9 Tatalaksana

Prinsip penatalaksanaan diare telah dirumuskan oleh WHO yaitu lima pilar penatalaksanaan
diare, antara lain1,4:
Rehidrasi menggunakan oralit baru

Oralit formula baru merupakan oralit dengan tingkat osmolaritas lebih rendah dibandingkan
formula lama, dimana formula yang baru lebih mendekati osmolaritas plasma. Perubahan
formula dilakukan karena diare yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan oleh virus yang tidak
menyebabkan perubahan elektrolit berat. Komposisi oralit baru antara lain natrium 75
Mmol/L, klorida 65 Mmol/L, glukosa 75 Mmol/L, kalium 20 Mmol/L, dan sitrat 10 Mmol/L.

Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

Zinc diberikan karena secara evidence-based dapat mengurangi lama dan beratnya diare serta
mengembalikan nafsu makan. Dasar pemikiran pemberian zinc adalah efeknya pada fungsi
imun dan perbaikan epitel saluran pencernaan selama diare. Zinc diberikan setiap hari selama
10-14 hari. Dosis pemberian zinc sebagai berikut:

o Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari

o Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

ASI dan makanan tetap diteruskan

ASI dan makanan yang sesuai dengan usia anak dan menu yang sehari-hari diberikan tetap
diteruskan untuk mencegah kehilangan berat badan lebih lanjut dan mengganti nutrisi yang
hilang akibat diare. Makanan yang perlu dihindari adalah makanan dengan gula sederhana,
kandungan lemak tinggi, serta makanan pedas dan asam.

Antibiotik selektif

Antibiotik diberikan hanya apabila terdapat indikasi, misalnya diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotik tidak rasional dapat menyebabkan memanjangnya masa diare karena
gangguan flora normal usus, mempercepat resistensi kuman, dan menambah biaya
pengobatan yang tidak perlu. Antibiotik yang dapat diberikan kepada pasien diare dengan
etiologinya sebagai berikut:

Tabel 5. Antibiotik pada diare1

Etiologi
Antibiotik Pilihan
Alternatif

Kolera
Tetrasiklin
Eritromisin

12,5 mg/kg BB
12,5 mg/kg BB

4x/hari selama 3 hari


4x/hari selama 3 hari

Disentri Shigella
Ciprofloxacin
Ceftriaxone

15 mg/kg BB
50-100 mg/kg BB

2x/hari selama 3 hari


1x/hari IM selama 2-5

hari

Amoebiasis
Metronidazole

10 mg/kg BB 3x/hari selama 5 hari (10 hari bila


kasus berat)

Giardiasis
Metronidazole

5 mg/kg BB 3x/hari selama 5 hari

Nasihat kepada orang tua

Orang tua diberikan nasihat agar segera membawa anaknya ke rumah sakit apabila ditemukan
demam, tinja berdarah, berulang, makan/minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau
belum membaik dalam 3 hari.

Tatalaksana rehidrasi diare akut dapat dibedakan berdasarkan derajat dehidrasinya. Terapi
rehidrasi oral diberikan pada anak tanpa dehidrasi atau dengan dehidrasi ringan-sedang,
sedangkan untuk anak dengan dehidrasi
berat diberikan secara parenteral. Tatalaksana rehidrasi berdasarkan derajat dehidrasi anak
sebagai berikut:

Tabel 6. Pedoman tatalaksana berdasarkan derajat dehidrasi4

Derajat

Rehidrasi
Penggantian Cairan
dehidrasi

Tanpa dehidrasi

Tidak perlu
10 mg/kg BB tiap diare

2-5 mg/kg BB tiap muntah

Ringan-sedang

CRO 75 ml/kg BB/3 jam


Idem

Enteral 20 ml/kg BB/jam (3

jam)
Parenteral

175 ml/kgBB/hari (<10 kg)

200 ml/kgBB/hari (>10 kg)

Berat

<1 tahun: 30 ml/kg/1 jam +


Idem

70 ml/kg/5 jam

>
1 tahun: 30 ml/kg/ 1/2 jam +

70 ml/kg/2 1/2 jam

2.1.10 Komplikasi

Komplikasi yang cukup sering terjadi akibat diare adalah gangguan elektrolit antara lain:1

Hipernatremia
Hipernatremia adalah kadar Na+ plasma >150 mmol/L. Pada kondisi ini kadar natrium harus
diturunkan dengan perlahan. Cara paling aman adalah dengan rehidrasi oral atau enteral
menggunakan oralit. Koreksi intravena dilakukan dengan cairan 0,45% saline + 5% dextrose
dalam 8 jam dan rumatan 0,18% saline + 5% dextrose dalam 24 jam.

Hiponatremia

Hiponatremia adalah kadar Na+ plasma <130 mmol/L. Cara termudah adalah dengan oralit
oral. Apabila tidak berhasil dilakukan koreksi intravena dengan ringer laktat atau normal
saline dengan rumus Na koreksi = (125-Na) x 0,6 x BB.
Hiperkalemia

Hiperkalemia adalah kadar K+ plasma >5 mEq/L/ Koreksi dilakukan perlahan dengan
kalsium glukonat 10%, 0,5-1 ml/kg intravena perlahan (5-10 menit) dengan monitor EKG.

Hipokalemia

Hipokalemia adalah kadar K+ plasma <3,5 mEq/L. Bila kadar K+ 2,5-3,5 mEq/L diberikan
per oral 75 mcg/kg/hari dibagi 3 dosis, sedangkan bila kadar K+ <2,5 mEq/L maka diberikan
IV drip dalam 4 jam.

2.2 GIZI BURUK

Malnutrisi merupakan keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup. Kita
dapat juga menyebut bahwa malnutrisi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi. Malnutrisi energi
protein (MEP) merupakan salah satu dari empat masalah gizi uatam di Indonesia.5

Diagnosis gizi buruk dapat ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran
antropometri. Pada anak gizi buruk didapatkan6:

BB/TB <-3SD atau <70% dari median (pada marasmus)

Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh

(Kwashiorkor BB/TB >-3 SD atay marasmik-kwashiorkor BB/TB <-3 SD)

Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, penilaian dilakukan secara klinis dengan melihat
apakah anak tampak sangat kurus, tidak memiliki jaringan lemak bawah kulit, tulang iga
terlihat jelas dengan atau tanpa edema.5,6

Tatalaksana

Gizi buruk ditalalaksana melalui 2 fase yaitu fase stabilisasi dan rehabilitasi dengan 10
tindakan seperti tabel di bawah ini5,6:
6
Tabel 7. Tatalaksana anak gizi buruk

Pada fase inisial kita perlu mengatasi hipoglikemia, hipotermia dan dehidrasi. Pada fase
transisi merupakan peralihan ke energi yang lebih tinggi sampai 150 kkal/kgBB/hari berupa
F-100 yang dilakukan secara bertahap. Pada fase rehabilitasi dilakukan pemberian makanan
tinggi kalori, suplemen zat besi, mengatasi penyebab dan mempersiapkan pasien pulang.

6
Hipoglikemia

Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah <3 mmol/L atau < 54
mg/dL) sehingga harus diberikan makan atau larutan glukosa 10%.

Tatalaksana: segera berikan F-75 pertama atau modifikasinya bila memungkinkan. Jika tidak,
berikan 50 mL larutan glukosa secara oral atau NGT. Pemberian ini diberikan setiap 2-3 jam
selama minimal 2 hari. Jika anak tidak sadar (letargis) makan berikan larutan glukosa 10%
secara intravena sebanyak 5 mL/kgBB.

6
Hipotermia

o
Anak dikatakan hipotermia ketika suhu aksila <35,5 C. Untuk tatalaksananya, segera beri
makan F-75 atau lakukan rehidrasi terlebih dahulu. Pastikan anak berpakaian lalu letakkan
bayi di pemanas atau jika menggunakan lampu pijar 40W letakkan dengan jarak 50 cm dari
tubuh anak.
5,6
Pemberian makan awal

Fase awal harus diberikan secara hati-hati karena keadaan fisiologis masih rapuh.
Karakteristik utamanya adalah diberikan dalam jumlah sedikit namun sering, diberikan secara
oral atau NGT, hindari parenteral, energi 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari,
cairan 130 mL/kgBB/hari.

6
Tabel 8. Kebutuhan makanan

Formula awal F-75 sesuai resep dan jadwal makan, dibuat untuk mencukupi kebutuhan zat
gizi pada fase stabilisasi. Apabila secara oral pada fase awal tidak mencapai kebutuhan
minimal (80 kkal/kgBB/hari) maka berikan melalui NGT. Jangan melebihi 100
kkal/kgBB/hari pada fase awal.

Tabel 9. Cara pembuatan

6
F-75 dan F-100
2.3 ASIDOSIS METABOLIK

Salah satu komplikasi dari terjadinya diare akut adalah dapat terjadinya asidosis metabolik.
Apabila terjadi asidosis metabolik maka perlu dilakukan koreksi menggunakan Bicnat.
Koreksi dilakukan ketika BE>10 dalam keadaan dehidrasi. Bicnat diberikan dengan dosis 0,3
x BB x BE lalu diencerkan dalm D5 dengan perbandingan 1:3 diberikan dalam waktu 2 jam.

7
2.4 TUBERKULOSIS PARU

Transmisi vertikal penyakit tuberkulosis dari ibu ke anak dapat terjadi melalui beberapa cara
yaitu:

In utero

Secara hematogen melalui vena umbilikalis

Terjadinya aspirasi dari cairan amnion yang sudah terinfeksi

Intrapartum

Terjadinya aspirasi dari cairan amnion yang sudah terinfeksi

Postpartum

Terdapat inhalasi atau termakannya droplet dari ibu

Pada anak yang minum ASI dari ibunya yang sedang sakit TB Terdapat penelitian di Durban,
dimana dari 107 wanita hamil dengan

positif TB, sekitar 15% bayi mempunyai kuman tuberkulosis dalam tubuhnya.
BAB III

PEMBAHASAN

Diare akut dengan dehidrasi berat

Berdasarkan anamnesis yang dilakukan, didapatkan bahwa pasien mengalami BAB cair
sebanyak 10 kali sejak 2 hari SMRS. Hal ini sudah memenuhi definisi diare dimana BAB
terjadi lebih dari 3 kali per hari dan terjadi perubahan konsistensi dari padat menjadi cair.
Diare ini juga terjadi secara akut (kurang dari 7 hari), dimana dalam kasus ini baru terjadi 2
hari. Organ yang diduga mengalami gangguan pada pasien adalah saluran gastrointestinal
karena disamping diare, terdapat juga keluhan muntah dan nafsu makan berkurang.
Berdasarkan etiologi, diare dapat disebabkan karena infeksi (virus, bakteri, parasit) maupun
non infeksi (malabsorbsi, neoplasma, alergi susu sapi, defisiensi imun atau gangguan
motilitas usus). Pada anamnesis didapatkan tidak ada BAB berdarah ataupun lendir dan dari
hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit yang meningkat (34.500) sehingga
penyebab terjadinya diare mungkin dikarenakan oleh infeksi bakteri. Pada kasus ini,
disarankan untuk melakukan analisis feses untuk melihat apakah masih mungkin diare ini
disebabkan oleh etiologi yang lain. Pada pasien juga terdapat gizi buruk yang masih dapat
menjadi salah satu faktor risiko terjadinya diare.

Pada pasien dengan diare akut mungkin mengalami dehidrasi dan kehilangan cairan maupun
asidosis metabolik. Diagnosis dehidrasi berat ditegakkan atas dasar ditemukan bahwa dari
anamnesis pasien menjadi lebih lemas, malas untuk minum, dan terjadi penurunan berat
badan (1kg dalam waktu 10 hari). Pada pemeriksaan fisis didapatkan anak tampak letargi,
denyut nadi melemah, ubun-ubun besar cekung, mata cekung, saat menangis tidak ada air
mata, bibir kering, turgor kembali lambat, akral dingin, dan CRT

2 detik. Namun, kita harus hati-hati karena pada pasien gizi buruk mungkin saja ubun-ubun
besar tampak cekung dan turgor juga kembali lambat. Maka untuk menentukan dehidrasi
berat kita harus melihat gejala klinis yang lain, misalnya terjadi penurunan berat badan.
Tatalaksana diare pada kasus ini belum memenuhi 5 pilar WHO yang terdiri atas rehidrasi,
zinc, ASI dan makanan, antibiotik selektif dan edukasi. Pada pasien ini yang baru terlaksana
adalah pemberian rehidrasi, ASI dan makanan, antibiotik selektif dan edukasi. Pemberian
zinc selama 10 hari pada pasien ini sebaiknya juga diberikan karena secara evidence based
dapat mengurangi lamanya diare dan mengembalikan nafsu makan. Diajurkan pasien
mengonsumsi zinc sebanyak 10 mg/hari. Cairan yang diberikan pada pasien ini adalah karena
terdapat dehidrasi berat maka perlu diberikan cairan sebanyak 30 cc/kgBB/jam x 1,5 kg yaitu
45 cc dalam 1 jam pertama dilanjutkan dengan 21 cc/jam untuk 5 jam berikutnya. Pada
pasien ini juga diberikan antibiotik yaitu cefotaxim (cephalosporin generasi 3) 2x100 mg dan
minosin (tetrasiklin) 2x15 mg. Tetrasiklin biasa digunakan pada kasus kolera, namun perlu
kita ketahui juga bahwa salah satu efek sampingnya adalah diare. Menurut penulis,
pemberian antibiotik ini kurang rasional, sebaiknya diberikan satu macam obat saja kecuali
terdapat indikasi lain.

Asidosis metabolik

Asidosis metabolik merupakan salah satu komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien diare
akut. Diagnosis ini ditegakkan dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya pernapasan
Kussmaul (dalam dan cepat) dan dari pemeriksaan analisis gas darah didapatkan adanya
penurunan pH dan PCO2 yang menurun. Pada kasus ini, perlu segera dilakukan koreksi
bicnat karena pH pasien termasuk pH letal. Pemberian koreksi dihitung dengan rumus 0,3 x

BB x BE dan didapatkan 12 mEq diencerkan dalam D5 36 mL. Setelah koreksi, dilakukan


pengecekan analisis gas darah lagi.

Gizi buruk marasmik

Diagnosis gizi buruk marasmik pada pasien ditegakkan melalui penilaian status gizi yang
dilakukan secara klinis maupun antropometri. Kebutuhan pasien adalah 1,5 kg x 100
kkal/kgBB/hari sehingga didapatkan jumlah kebutuhan kalori pasien adalah 150 kkal/hari dan
jumlah cairan 1,5 x 130 mL/kgBB/hari sehingga didapatkan 195 mL/hari. Pada fase inisial,
pasien diberikan F-75. Pasien saat ini masih letargis sehingga pemberian secara oral mungkin
tidak akan membantu sehingga sebaiknya pasien diberikan makanan
melalui NGT. Cairan ini kita berikan sambil kita pantau apakah pasien terdapat hipoglikemia,
hipotermia maupun dehidrasi.

Tersangka TB paru

Ibu pasien selama hamil terdiagnosis TB paru dan belum diobati, berdasarkan literature
terdapat kemungkinan TB paru ini ditransmisikan secara vertikal. Pasien perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut yaitu berupa tes mantoux (sering kali false negative) dan
pemeriksaan rontgen thorax untuk menegakkan diagnosis ini. Pemberian profilaksis pada
pasien ini juga sudah tepat yaitu diberikan INH sebanyak 12,5 mg dengan dosis 5 mg x
kgBB.
DAFTAR PUSTAKA

Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jilid 1.
Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Multani NS (editor). Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2012. hal. 87-118.

World Gastroenterology Organisation Global Guildelines. Acute diarrhea in adults and


children: a global perspective. February 2012. Diunduh dari
www.worldgastroenterology.org/assets/export/userfiles/Acute%20Diarrhea_long _FINAL-
12-6-4.pdf. Diakses pada tanggal 28 Maret 2014, pukul 22.30.
Sastroasmoro S, et al. Panduan pelayanan medis departemen ilmu penyakit anak. 1st ed.
Jakarta: RSCM; 2007. hal 75-84.

Departemen Kesehatan RI. Buku saku petugas kesehatan: Lima langkah

tuntaskan diare. Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI; 2011. hal 1-31.

IDAI. Buku saku pelayanan medis IDAI. Jilid I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011. hal
183-8.
WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO Indonesia; 2009.
hal 193-219.

Gupta A. Mother to child transmmision of TB: what do we know?. South Africa. July
19,2009.

Anda mungkin juga menyukai