Monolog
Monolog
Orang-orang di sekitar ribut dan berkeumun. Terlihat seorang pria tergeletak di tengah kerumunan.
Tubuhnya penuh luka dan bersimbah darah. Aku mendekat dan bertanya kepada orang-orang tetapi
semuanya bagaikan tak bertelinga bahkan memandangku pun tidak. Orang zaman sekarang
memang tak berjiwa sosial batinku. Terlalu sibuk dengan dunia sendiri dan tak memperhatikan
keadaan sekitar.
Sesaat aku melihat pria tersebut diangkat menuju mobil ambulan. Aku bagaikan menatap bayangan
cermin. Sosok di hadapanku yang penuh luka bersimbah darah memiliki raut muka, warna kulit,
bentuk tubuh pun semuanya sama. Aku bertanya pada diriku sendiri siapa orang itu? apa aku
mempunyai saudara dengan wajah mirip denganku? Pertanyaan it uterus mengganggu saat aku
melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.
Tiba-tiba saja semuanya menjadi gelap Ini dimana? Dimana aku? Dimana ibuku? Hei tuan ini
dimana? tak ada jawaban dari orang tersebut.
Hatiku sangat kacau aku tak percaya ini semua terjadi, semua yang kubayangkan tentang kematian
ternyata benar adanya. Takut, sedih, dan menyesal karena aku belum siap berada di sini.
Kuhabiskan hidupku hanya untuk foya-foya, berpesta, dan hal lain yang dilarang. Seandainya
waktu dapat kembali.
Aku menangis karena aku tak berpikir semuanya menjadi kenyataan. Ku lihat dua orang membawa
cambuk berjalan mendekatiku. Ini bukanlah takdir yang tak bisa diubah. Beribadahlah.