Anda di halaman 1dari 2

URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN

1. Pengertian Benih
Biji (grain) dan Benih (seed) memiliki arti dan pengertian yang bermacam-macam,
tergantung dari segi mana meninjaunya. Meskipun biji dan benih memiliki jumlah, bentuk,
ukuran, warna, bahan yang dikandungnya dan hal-hal lainnya berbeda antara satu
dengan lainnya, namun sesungguhnya secara alamiah merupakan alat utama untuk
mempertahankan/menjamin kelangsungan hidup suatu spesies dialam.
Secara botanis/struktural, biji dan benih tidak berbeda antara satu dengan
lainnya, keduanya berasal dari zygote, berasal dari ovule, dan mempunyai struktur yang
sama.
Secara fungsional biji dengan benih memiliki pengertian yang berbeda. Biji adalah
hasil tanaman yang digunakan untuk tujuan komsumsi atau diolah sebagai bahan baku
industri. Sedangkan benih adalah biji dari tanaman yang diproduksi untuk tujuan
ditanam/dibudidayakan kembali.
Berdasarkan pengertian tersebut maka benih memiliki fungsi agronomi atau
merupakan komponen agronomi, oleh karena itu benih termasuk kedalam bidang/ruang
lingkup agronomi. Dalam pengembangan usahatani, benih merupakan salah satu sarana
untuk dapat menghasilkan produksi yang setinggi-tingginya. Karena benih merupakan
sarana produksi, maka benih harus bermutu tinggi (mutu fisiologis, genetik dan fisik) dari
jenis yang unggul. Sebagai komponen agronomi, benih lebih berorientasi kepada
penerapan kaidah-kaidah ilmiah, oleh karena itu lebih bersifat ilmu dan teknologi.
Ilmu benih adalah cabang dari biologi yang mempelajari tentang biji sebagai bahan
tanam dengan segala aspek morfologi dan fisiologisnya.
2. Ruang Lingkup dan Sejarah Perkembangan Perbenihan
Benih memiliki fungsi agronomi dan merupakan komponen agronomi sehingga
termasuk kedalam bidang/ruang lingkup agronomi. Benih merupakan salah satu sarana
untuk dapat menghasilkan produksi yang setinggi-tingginya. Untuk mengetahui dan
memahami masalah benih sebagai suatu ilmu dalam ruang lingkup agronomi diperlukan
20
pengetahuan tentang aspek-aspek morfologis (variasi fisik pada benih, penyebaran benih)
dan fisiologis benih (reproduksi, pembentukan dan perkembangan biji, perkecambahan,
viabilitas, dormansi, vigor dan kemunduran benih). Pengetahuan dan pemahaman
terhadap aspek-aspek tersebut memerlukan bantuan dari berbagai cabang ilmu yang
terkait dengannya, seperti; botani, fisiologi tumbuhan, fisika, genetika, hama dan penyakit,
kimia taksonomi, dan cabang ilmu lainnya.
Sejarah perkembangan perbenihan di Indonesia dimulai pada tahun 1905 ketika
pemerintah Hindia Belanda mendirikan Departemen Pertanian. Pendirian ini bertujuan
untuk meningkatkan produksi tanaman rakyat dengan cara menyebarkan benih unggul
khususnya padi. Guna menunjang penyebaran benih maka didirikanlah kebun-kebun
benih diberbagai tempat seperti; kebun benih Crotolaria di Jogya (1924), kebun bibit
kentang di Tosari , kebun benih padi di Karawang, kebun benih sayuran di Pacet dan
kebun benih buah-buahan di Pasuruan (1927). Setelah kemerdekaan RI (1957),
penyebaran benih unggul dilakukan oleh jawatan pertanian rakyat. Pada tahun 1960,
penyebaran benih dilakukan oleh gabungan pemancar bibit (penangkar), pada saat ini
belum ada teknologi pengolahan, penyimpanan, pengujian dan kualifikasi mutu benih.
Selanjutnya pada tahun 1969, dirintis proyek benih secara kontinyu oleh direktorat
pengembangan produksi padi, Direktorat Jenderal Pertanian, Departemen Pertanian.
Selanjutnya pada tahun 1971, dibentuk Badan Benih Nasional yang tugas pokoknya
adalah merencanakan dan merumuskan kebijaksanaan di bidang perbenihan.
3. Pemasalahan dalam Perbenihan
Benih sebagai komponen agronomi selalu dituntut tersedia dengan syarat mutu
yang tinggi. Mutu yang harus dipenuhi oleh suatu benih adalah mutu fisiologis (daya
kecambah, vigor dan daya simpan yang tinggi), mutu genetik (kemurnian benih) dan mutu
fisik (bersih dari kotoran fisik ) serta kesehatan benih (bebas hama dan penyakit).
Tuntutan mutu ini hanya dapat diperoleh jika suatu benih diproduksi dan diuji kualitasnya
dengan cara-cara yang sesuai dengan standar dan ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh
karena itu permasalahan dalam perbenihan yang berhubungan dengan mutu benih dapat
muncul pada saat proses produksi benih, prosessing, penyimpanan dan pada proses
pengujian mutu benih. Jika salah satu dari proses tersebut tidak berjalan sebagaimana
mestinya, maka mutu benih yang diperoleh tidak sesuai dengan mutu yang diharapkan.
Permasalahan yang dapat muncul adalah rendahnya daya kecambah, vigor dan daya
simpan benih, rendahnya mutu genetik karena tercampur dengan varietas lain, serta
rendahnya mutu fisik dan kesehatan benih
21
Benih sebagai sarana produksi yang selalu diharapkan tersedia tepat waktu, tepat
jumlah, tepat jenis dan tepat harga, sangat ditentukan oleh ketepatan dalam perencanaan
jumlah dan jenis benih yang akan diproduksi, distribusi dan pemasarannya. Ketersediaan
benih yang kurang dari kebutuhan petani, waktu ketersediaan yang tidak sesuai dengan
saat diperlukan, jenis benih yang tidak sesuai dengan yang direncanakan ditanam dan
harga yang tidak terjangkau oleh petani, merupakan masalah yang sering terjadi dalam
kegiatan perbenihan.
4. Rangkuman
Secara botanis/struktural, biji dan benih tidak berbeda antara satu dengan lainnya,
keduanya berasal dari zygote, berasal dari ovule, dan mempunyai struktur yang sama
Secara fungsional biji dengan benih memiliki pengertian yang berbeda. Biji adalah
hasil tanaman yang digunakan untuk tujuan komsumsi atau diolah sebagai bahan baku
industri. Sedangkan benih adalah biji dari tanaman yang digunakan untuk tujuan
ditanam/dibudidayakan kembali.
Pengetahuan dan pemahaman terhadap benih memerlukan bantuan dari cabang
ilmu lainnya, seperti; botani, fisiologi tumbuhan, fisika, genetika, hama dan penyakit, kimia
taksonomi, dan cabang ilmu lainnya.
Sejarah perkembangan perbenihan di Indonesia dimulai pada tahun 1905 ketika
pemerintah Hindia Belanda mendirikan Departemen Pertanian, yang bertujuan untuk
meningkatkan produksi tanaman rakyat. Setelah kemerdekaan RI (1957), penyebaran
benih unggul dilakukan oleh Jawatan Pertanian Rakyat. Pada tahun 1960, penyebaran
benih dilakukan oleh gabungan pemancar bibit (penangkar). Selanjutnya pada tahun
1971, dibentuk Badan Benih Nasional yang tugas pokoknya adalah merencanakan dan
merumuskan kebijaksanaan di bidang perbenihan.
Permasalahan dalam perbenihan yang berhubungan dengan mutu benih dapat
muncul pada saat proses produksi benih, prosessing, penyimpanan dan pada proses
pengujian mutu benih.
Benih sebagai sarana produksi yang selalu diharapkan tersedia tepat waktu, tepat
jumlah, tepat jenis dan tepat harga, sangat ditentukan oleh ketepatan dalam perencanaan
jumlah dan jenis benih yang akan diproduksi, distribusi dan pemasarannya.

Anda mungkin juga menyukai