Chart Kusta Anak Sekolah 1
Chart Kusta Anak Sekolah 1
Data Hasil
2. Lapor kepada Kepala Sekolah 45 Menit
Laporan
- Formulir,
masker,
Petugas/Tim mendatangi sekolah,
3 sarung
memberikan penyuluhan dan Positif/
tangan, baju 120 Menit
pemeriksaan dalam rangka penemuan Negatif
. lapangan,
dini penderita kusta anak sekolah
alcohol,
kapas
2. Lapor kepada Ketua RT, Lurah, Camat Data Hasil Laporan 60 Menit
- Mesin foging
3 Petugas mendatangi rumah penderita - APD
didampingi oleh Ketua RT, Lurah, Camat, - Jiregen 180 Menit Jumlah rumah
. Toma untuk pelaksanaan foging solar/bensin
- Kunci pas
Data Hasil
2. Lapor kepada Ketua RT, Lurah, Camat 60 Menit
Laporan
Nomor SOP
SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI Tanggal Pembuatan
KALIMANTAN SELATAN Tanggal Revisi
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Tanggal Efektif
PELAYANAN BANTUAN SOSIAL Disahkan oleh
Nama SOP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
TENTANG
STANDARD OPERATING PROCEDURE
PELAYANAN BANTUAN DANA KESEJAHTERAAN
PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
STANDARD OPERATING PROCEDURE
PELAYANAN BANTUAN KESEJAHTERAAN
Pasal 2
(1) Pelayanan bantuan dana kesejahteraan diberikan kepada anggota masyarakat baik
perorangan maupun kelompok yang ditinjau dari kepentingan dan kondisinya benar-
benar memerlukan bantuan dana.
(2) Bantuan dana kesejahteraan terdiri dari :
a. bantuan sarana dan prasarana keagamaan ;
b. bantuan kegiatan keagamaan ;
c. bantuan pendidikan.
Pasal 3
a. Kelompok masyarakat :
1. Proposal rincian bantuan dana yang diperlukan.
2. Photocopy Kartu Tanda Penduduk Pengurus (Ketua, Sekretaris dan Bendahara).
3. Rekomendasi Pejabat Pemerintah setempat.
b. Perorangan :
1. Proposal rincian bantuan dana yang diperlukan.
2. Photocopy Kartu Keluarga.
3. Photocopy Kartu Tanda Penduduk.
4. Rekomendasi/Surat Keterangan dari Pejabat Pemerintah setempat atau Dekan
Perguruan Tinggi (jika untuk penyelesaian pendidikan).
(2) Photocopy persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilegalisir/disahkan oleh
pejabat yang berwenang.
Pasal 4
Setiap permohonan akte kelahiran disampaikan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil melalui loket yang telah disediakan.
Pasal 5
(1) Berkas permohonan diterima oleh petugas loket dan dilakukan verifikasi dan validasi
terhadap kelengkapan berkas permohonan.
(2) Jika berkas permohonan telah dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, berkas diterima dan diteruskan untuk diproses lebih lanjut.
(3) Jika berkas permohonan tidak dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, berkas dikembalikan kepada pemohon.
Pasal 6
(1) Bagi pemohon dengan kriteria gratis yang berkas permohonannya diterima, diberikan
tanda terima berkas.
(2) Bagi pemohon dengan kriteria istimewa dan dispensasi yang berkas permohonannya
diterima, diwajibkan membayar retribusi sesuai ketentuan yang berlaku kepada
Bendaharawan Penerima dan diberikan kuitansi pembayaran.
Pasal 7
(1) Setelah berkas diterima, ditindaklanjuti dengan proses pendaftaran penduduk dengan
melakukan entry biodata setiap kelahiran oleh Operator Pendaftaran Penduduk.
(2) Melalui proses entry bio data, diperoleh Nomor Induk Kependudukan bagi setiap
kelahiran.
(3) Berdasarkan pendaftaran penduduk tersebut, dilaksanakan pencetakan dalam Kartu
Keluarga sesuai dengan berkas permohonan.
Pasal 8
(2) Melalui proses pencatatan sipil dilaksanakan pencetakan register akte kelahiran dan
kutipan akte kelahiran.
Pasal 9
(1) Cetakan Akte Kelahiran dan Kutipan akte kelahiran diperiksa dan divalidasi oleh Kepala
Bidang Catatan Sipil dengan pembubuhan paraf pada lembar arsip.
(2) Setelah dilakukan pengecheckan dan validasi, berkas akte kelahiran ditandatangani oleh
Kepala Dinas sebagai Pejabat Catatan Sipil sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 10
(1) Setelah ditandatangani oleh Kepala Dinas, dilakukan penomoran dengan pencatatan
pada register akte kelahiran oleh Petugas Pencatatan Sipil.
(2) Setelah diberi nomor sesuai register akte kelahiran, dibubuhkan stempel Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 11
(1) Akte kelahiran yang telah diberikan nomor register dan stempel Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil diteruskan ke Loket Penyerahan Akte Kelahiran.
(2) Akte Kelahiran diserahkan kepada Pemohon Akte Kelahiran dengan menunjukkan tanda
terima berkas atau kuitansi pembayaran retribusi akte kelahiran dan menandatangani
tanda terima Akte Kelahiran.
Pasal 12
BAB III
TATA KERJA
Pasal 13
(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standard Operating Procedure
Pelayanan Akte Kelahiran wajib membangun komitmen tinggi untuk mendukung
pelaksanaannya.
(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standard Operating Procedure
Pelayanan Akte Kelahiran wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama maksimal
dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standard Operating Procedure
Pelayanan Akte Kelahiran wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.
BAB IV
KEPEGAWAIAN
Pasal 14
(1) Setiap pejabat yang terlibat dalam memiliki pengetahuan dan kemampuan mengelola
administrasi kependudukan dan catatan sipil.
(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam kegiatan teknis pencatatan sipil, wajib menguasai
teknologi dan mampu mengoperasikan peralatan teknis pencatatan sipil.
(3) (bisa ditambahkan dengan substansi yang berkaitan dengan kebutuhan SDM yang tepat dalam
menunjang kegiatan pelayanan akte kelahiran secara efisen dan efektif)
BAB V
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 15
(1) (seyogyanya dilengkapi dengan peralatan standar yang diperlukan dalam proses pelayanan akte
kelahiran )
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan ini akan diatur kemudian oleh Kepala Dinas.
Ditetapkan di : Kandangan
Pada tanggal :
..................................
Nomor SOP
SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI Tanggal Pembuatan
KALIMANTAN SELATAN Tanggal Revisi
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Tanggal Efektif
PELAYANAN BANTUAN SOSIAL Disahkan oleh
Nama SOP
P E LA K S A N A BAKU MUTU
NO. KEGIATAN Subbag Tim Kabag Gub/ Bend. Keterangan
Karo Asisten Sekda
TU Ro Penilai pada Ro Kesra Ekobang Wagub Pembantu Perlengkapa Waktu Output
Kesra Bagian Kesra Pengel. n
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Tanda
1. Penerimaan proposal permohonan bantuan Persyaratan tarima
sosial yang berlaku berkas
Berkas
Data berkas permohonan
2. Pencatatan dalam agenda surat masuk
permohonan tercatat
Penelitian kelengkapan berkas permohonan Verifikasi
3. bantuan sosial. Jika lengkap diproses dan jika Data berkas berkas
tidak lengkap dikembalikan ke Sub Bag. TU. permohonan permohonan
4. Disiapkan telaahan staff oleh masing-masing Data berkas Telaahan
bagian sesuai substansinya permohonan staf
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lampiran :11Peraturan
10 Gubernur
12 Kalimantan
13 Selatan
14
Lampiran : Nomor
Peraturan Gubernur Kalimantan
Tahun 2011 Selatan
12. Kepala Bagian sesuai substansi memerintahkan Nomor
Tanggal Tahun 2011
kepada Bendahara Pembantu Pengeluaran masing- ________________________________
Tanggal
masing bagian untuk menyiapkan permintaan ________________________________
pembayaran kepada Biro Keuangan
Nomor SOP
SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI Tanggal Pembuatan
KALIMANTAN SELATAN Tanggal Revisi
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Tanggal Efektif
PELAYANAN BANTUAN SOSIAL Disahkan oleh
Nama SOP
P E LA K S A N A BAKU MUTU
Subbag Tim Kabag Karo Bend. Biro
NO. KEGIATAN Asisten Gub/ Pemban KETERANGA
TU Ro Penilai pada Ro Kesra Sekda Wagub Keuang- Perlengkap-an Waktu Output
Ekobang tu N
Kesra Bagian Kesra Pengel an.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Tanda
1. Penerimaan proposal permohonan Persyaratan tarima
bantuan sosial yang berlaku berkas
Berkas
Data berkas permohonan
2. Pencatatan dalam agenda surat
permohonan tercatat
masuk
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
3.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nomor SOP
SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI Tanggal Pembuatan
KALIMANTAN SELATAN Tanggal Revisi
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Tanggal Efektif
PELAYANAN BANTUAN SOSIAL Disahkan oleh
Nama SOP
P E LA K S A N A BAKU MUTU
NO. Subbag Kabag Karo Asisten Bend. Biro
KEGIATAN Gub/ Pembantu
TU Ro pada Ro Kesra Pembangun- Sekda Wagub Keuangan. Perlengkapan Waktu Output KETERANGAN
Pengel
Kesra Kesra an
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Tanda
1. Penerimaan proposal permohonan Persyaratan tarima
bantuan sosial yang berlaku 1 hari
berkas
Berkas
Data berkas permohon
2. Pencatatan dalam agenda surat 1 hari
permohonan an tercatat
masuk
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
3. Kepala Biro Kesra selaku Ketua Tim Data berkas 2 hari Verifikasi
Penilai meneliti kelengkapan berkas permohonan berkas
permohonan bantuan sosial. Jika permohonan
lengkap diproses dan diusulkan.
Jika tidak lengkap tidak diproses /
tidak diusulkan..
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 15
TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELAYANAN BANTUAN SOSIAL
PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELAYANAN BANTUAN SOSIAL
Pasal 2
(1) Pelayanan bantuan sosial diberikan kepada organisasi kemasyarakatan, lembaga
pendidikan, lembaga sosial, kepanitiaan dan anggota masyarakat orang perorang
yang menurut penilaian ditinjau dari kepentingan dan kondisinya benar-benar perlu
diberikan bantuan sosial.
(2) Organisasi kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan
bantuan sosial dengan ketentuan sebagai berikut :
a. organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kepemudaan,
kemahasiswaan, keolahragaan dan organisasi keagamaan ;
b. terdaftar pada Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat
Provinsi Kalimantan Selatan atau Kabupaten/Kota se Kalimantan Selatan ;
c. masih aktif dan memiliki cabang di Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan
Selatan ; dan
d. memiliki kantor/sekretariat di ibukota provinsi atau kabupaten/kota di Provinsi
Kalimantan Selatan.
(3) Lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan bantuan
sosial dengan ketentuan sebagai berikut :
a. pendidikan dasar dan menengah negeri dan swasta terakreditasi ;
b. perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta terakreditasi ;
c. dosen perguruan tinggi negeri / perguruan tinggi swasta yang melanjutkan ke
pasca sarjana ; dan
d. mahasiswa perguruan tinggi negeri/perguruan tinggi swasta yang akan
menyelesaikan S1, S2 dan S3.
(4) Lembaga sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan bantuan sosial
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. lembaga keagamaan harus dengan rekomendasi dari Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota atau pejabat yang membidangi urusan sesuai
substansinya ;
b. rumah ibadat harus dengan rekomendasi dari Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota atau pejabat yang membidangi urusan sesuai
substansinya ;
c. lembaga sosial harus dengan rekomendasi dari Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota atau pejabat yang membidangi urusan sesuai
substansinya ;
d. lembaga adat/lembaga sosial daerah terpencil yang letak geografis daerah
kerjanya dan atau domisilinya jauh dari Kantor Kecamatan, permohonan
bantuan dapat direkomendasikan oleh Kepala Desa dan Badan Musyawarah
Desa setempat ;
e. khusus kepanitiaan suatu kegiatan di masyarakat/lembaga sosial harus ada
permohonan yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Panitia dan
diketahui oleh pejabat wilayah setempat dan/atau induk organisasi/lembaga
sosial di atasnya, dengan disertakan undangan kegiatan dimaksud.
(5) Anggota masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan bantuan
sosial dengan ketentuan sebagai berikut :
a. mengalami suatu masalah yang layak untuk dibantu ;
b. berprestasi minimal tingkat provinsi ; dan
c. berjasa mengharumkan nama daerah/negara.
Pasal 3
(1) Berkas permohonan bantuan sosial diserahkan melalui Sub Bagian Tata Usaha Biro
Kesejahteraan Rakyat dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Mengajukan surat permohonan bantuan yang ditandatangani oleh paling sedikit 2
(dua) orang pengurus/panitia yang terdiri dari Ketua dan Sekretaris atau
Bendahara, dialamatkan kepada Gubernur cq. Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat
dan dibubuhi dengan cap/stempel organisasi/lembaga/kepanitiaan ;
b. Surat permohonan harus dilampiri :
1) Proposal yang memuat Rencana Anggaran Biaya ( RAB ) asli ;
2) Susunan kepengurusan/kepanitiaan yang disahkan Pejabat pemerintahan
setempat; dan
3) Foto kondisi awal obyek bantuan (jika bantuan berupa fisik).
c. Rekomendasi asli dari Pejabat pemerintahan setempat serendah-rendahnya
Camat atau pejabat provinsi/kabupaten/kota yang membidangi urusan sesuai
substansinya.
(2) Setiap permohonan yang diterima, dicatat dalam buku agenda surat masuk dan
diberikan tanda bukti penerimaan berkas oleh Sub Bagian Tata Usaha Biro.
Pasal 4
(1) Berkas permohonan bantuan diperiksa dan diteliti kelengkapannya oleh Sub Bagian
Tata Usaha Biro, diteruskan kepada Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua
Tim Penilai untuk memperoleh arahan lebih lanjut.
(2) Berkas permohonan yang sudah mendapat arahan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat
selaku Ketua Tim Penilai diteruskan kepada Kepala Bagian sesuai substansinya untuk
diproses lebih lanjut.
(3) Berkas permohonan yang berdasarkan pemeriksaan tidak memenuhi persyaratan,
tidak diprosed/tidak diusulkan untuk diberkan bantuan.
Pasal 5
Masing-masing bagian menindaklanjuti arahan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat dengan
membuatkan telaahan staf kepada Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat / Sekretaris
Daerah/Wakil Gubernur/Gubernur untuk mendapat persetujuan secara berjenjang sesuai
kewenangannya.
Pasal 6
Pasal 7
(1) Asisten Pembangunan sesuai kewenangannya memberikan rekomendasi atas
permohonan bantuan sosial dengan nilai bantuan di atas Rp.5.000.000,- (lima juta
rupiah) kepada Sekretaris Daerah/Wakil Gubernur/Gubernur yang bersumber dari
DPA-SKPD yang dikelola oleh Biro Kesejahteraan Rakyat berdasarkan usulan Kepala
Biro Kesejahteraan Rakyat.
(2) Asisten Pembangunan memberikan rekomendasi atas permohonan bantuan sosial
dengan yang bersumber dari DPA-SKPD yang dikelola oleh Sekretariat Daerah,
berdasarkan usulan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat.
Pasal 8
(1) Sekretaris Daerah sesuai dengan kewenangannya memutuskan persetujuan atas
permohonan bantuan sosial dengan nilai bantuan sampai dengan Rp.15.000.000,-
(lima belas juta rupiah) yang bersumber dari DPA-SKPD yang dikelola oleh Biro
Kesejahteraan Rakyat, berdasarkan usulan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat dan
rekomendasi Asisten Pembangunan .
(2) Sekretaris Daerah sesuai dengan kewenangannya memutuskan persetujuan atas
permohonan bantuan sosial dengan nilai bantuan sampai dengan Rp.15.000.000,-
(lima belas juta rupiah) yang bersumber dari DPA-SKPD yang dikelola oleh Sekretariat
Daerah, berdasarkan usulan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat dan rekomendasi
Asisten Pembangunan.
(3) Sekretaris Daerah membuat rekomendasi atas permohonan bantuan sosial dengan nilai
lebih dari Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah) baik yang bersumber dari DPA-
SKPD yang dikelola oleh Biro Kesejahteraan Rakyat maupun dari DPA-SKPD yang
dikelola oleh Sekretariat Daerah, berdasarkan usulan Kepala Biro Kesejahteraan
Rakyat dan rekomendasi Asisten Pembangunan.
Pasal 9
Pasal 10
(1) Berkas permohonan yang telah mendapat keputusan persetujuan dari Kepala Biro
Kesejahteraan Rakyat, Sekretaris Daerah dan Gubernur/Wakil Gubernur, diterima
kembali oleh masing-masing Kepala Bagian sesuai substansinya untuk diproses lebih
lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Masing-masing Kepala Bagian sesuai dengan kewenangannya memerintahkan
kepada Bendahara Pembantu Pengeluaran pada masing-masing bagian untuk
menyiapkan dokumen permintaan pembayaran uang kepada Biro Keuangan.
Pasal 11
Pasal 12
(2) Masing-masing penerima bantuan pada saat menerima bantuan sosial berkewajiban :
BAB III
TATA KERJA
Pasal 14
(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Bantuan Sosial wajib membangun komitmen tinggi untuk mendukung
pelaksanaannya.
(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Bantuan Sosial wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama maksimal
dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Bantuan Sosial wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.
(4) Setiap pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
memiliki pengetahuan dan kemampuan mengelola tata naskah dinas dan administrasi
keuangan.
(5) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur wajib
menguasai teknologi dan mampu mengoperasikan peralatan teknis pelayanan bantuan
sosial yang disediakan.
BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 15
(2) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus untuk pelayanan bentuan sosial secara efisien, efektif
dan tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk pelayanan bantuan
sosial.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 16
Standar Operasional Prosedur ini tidak berlaku bagi bantuan sosial yang merupakan bantuan
langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 15.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 18
Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal
H. RUDY ARIFFIN
Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal
b. Standar Pelayanan Minimal yang telah ditetapkan menjadi acuan bagi Pemerintahan
Daerah untuk menyusun perencanaan dan penganggaran Pemerintahan Daerah ;
c. Pemerintahan Daerah menyusun rencana pencapaian Standar Pelayanan Minimal
dengan mengacu pada batas waktu pencapaian Standar Pelayanan Minimal sesuai
dengan yang ditetapkan oleh Pemerintah ;
Nomor SOP
SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI Tanggal Pembuatan
KALIMANTAN SELATAN Tanggal Revisi
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) Tanggal Efektif
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH Disahkan oleh
Nama SOP
P E LA K S A N A BAKU MUTU
NO. KEGIATAN Subbag Kasubag Kabag Karo SKPD/ Asisten Kem.
TU Biro Permsan Pert. Per- Unit Kerja yang mem- Perlengkapan Waktu Output KET.
Hukum DPRD Sekda Gubernur Dalam
Hukum Perda UU-an bidangi Negeri
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Berkas Penyerahan
1. Penerimaan berkas permohonan bukti
permohonan
harmonisasi pnerimaan
lengkap
bekas
Berkas Catatan
2. Pencatatan dalam agenda surat berkas
permohonan permohonan
masuk, disampaikan kepada lengkap harmonisasi
Kepala Biro Hukum peraturan
daerah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
10.. Kepala Biro Hukum menanda- Draft rancangan Net surat
tangani nota pengantar dan perda yang siap pengantar
memaraf surat Gubernur pengan- diajukan kepada rancangan
tar Raperda kepada DPRD DPRD perda kepada
bersama-sama Asisten dan Sekda DPRD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Rancngan Peraturan
18. Penandatangan Peraturan Daerah Peraturan daerah
oleh Gubernur Daerah
H. RUDY ARIFFIN
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
STANDAR OPERATING PROSEDUR
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
Pasal 2
(1) Setiap rancangan peraturan daerah yang akan dibentuk perlu dilakukan harmonisasi
sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
(2) Harmonisasi rancangan peraturan daerah dilaksanakan oleh Biro Hukum.
(3) Permohonan harmonisasi disampaikan oleh SKPD/Unit kerja kepada Biro Hukum
melalui Sub Bagian Tata Usaha Biro dengan disertakan berkas konsep rancangan
peraturan daerah dan bahan-bahan lainnya yang diperlukan dalam pembentukan
peraturan daerah yang bersangkutan.
(4) Setiap permohonan harmonisasi rancangan peraturan daerah dicatat dalam buku
agenda dan diberikan tanda bukti penerimaan berkas kepada SKPD/Unit kerja yang
bersangkutan.
Pasal 3
Pasal 5
(1) Kepala Biro Hukum memeriksa dan mempelajari draft rancangan peraturan daerah
dan memprakarsai penyelenggaraan rapat koordinasi eksekutif.
(2) Rapat koordinasi eksekutif diikuti oleh Biro Hukum, SKPD/Unit kerja yang terkait
dengan substansi draft rancangan peraturan daerah dan Asisten yang membidangi.
(3) Rapat koordinasi diselenggarakan untuk mendapatkan masukan untuk
penyempurnaan draft rancangan peraturan daerah.
(4) Berdasarkan hasil rapat koordinasi eksekutif, Kepala Biro Hukum memerintahkan
kepada Kepala Sub Bagian Perumusan Peraturan Daerah menyempurnakan draft
rancangan peraturan daerah, sesuai dengan hasil rapat koordinasi eksekutif.
Pasal 6
(1) Kepala Sub Bagian Perumusan Peraturan Daerah melaksanakan penyempurnaan
draft rancangan peraturan daerah sesuai perintah Kepala Biro Hukum.
(2) Kepala Sub Bagian Perumusan Peraturan Daerah menyiapkan nota pengantar
rancangan peraturan daerah kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah dan surat
Gubernur kepada DPRD tentang penyampaian rancangan peraturan daerah.
(3) Nota pengantar dan surat Gubernur kepada DPRD sesuai kewenangan dan
berjenjang diparaf oleh Kepala Bagian Perundang-undangan, Kepala Biro Hukum,
Asisten yang membidangi dan Sekretaris Daerah diteruskan kepada Gubernur
untuk ditandatangani.
(4) Dengan surat Gubernur rancangan peraturan daerah disampaikan kepada DPRD
untuk dijadwalkan dan dibahas di DPRD.
Pasal 7
Rancangan peraturan daerah yang telah disempurnakan khusus yang mengatur tentang
pajak daerah, retribusi daerah dan tata ruang, disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri
untuk proses evaluasi.
Pasal 9
(1) Pimpinan DPRD menyampaikan naskah rancangan peraturan daerah yang telah
diperbaiki dan disempurnakan kepada Gubernur untuk proses penetapan.
(2) Biro Hukum melaksanakan finalisasi terhadap naskah rancangan peraturan daerah
sesuai dengan format, norma dan kaidah-kaidah penetapan peraturan daerah.
(3) Hasil finalisasi rancangan peraturan daerah dilaporkan kepada Gubernur melalui
Asisten dan Sekretaris Daerah untuk penandatanganan dan penetapan menjadi
peraturan daerah.
Pasal 10
(1) Peraturan daerah yang telah ditetapkan diberikan nomor peraturan daerah.
(2) Peraturan daerah diundangkan dalam lembaran daerah oleh Sekretaris Daerah.
Pasal 11
BAB III
TATA KERJA
Pasal 12
(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pembentukan Peraturan Daerah wajib membangun komitmen tinggi untuk
mendukung pelaksanaannya.
(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pembentukan Peraturan Daerah wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama
maksimal dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pembentukan Peraturan Daerah wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.
BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 13
(4) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus dalam pembentukan peraturan daerah secara efisien,
efektif dan tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk pembentukan
peraturan daerah
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 15
Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal
H. RUDY ARIFFIN
Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal
P E LA K S A N A BAKU MUTU
NO. KEGIATAN Subbag TU Ka. Sub Bag Kabag. Hk. Karo Bag. TU
Biro Hukum Fasilitasi & Asisten Sekda Biro Perlengkapan Waktu Output KETERANGAN
dan HAM. Hukum Pemerintahan Umum
Klarifikasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Berkas Penyerahan
1. Penerimaan berkas permohonan evaluasi, bukti
permohonan
fasilitasi, dan klarifikasi raperda/perda penerimaan
lengkap
kab/kota bekas
2. Penelitian kelengkapan berkas Berkas Kelengkapan
permohonan dan berkas sesuai
permohonan evaluasi, faslilitasi dan dengan
klarifikasi raperda/perda kab/kota kelengkapannya
persyaratan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Berkas
Berkas tercatat dalam
3. Pencatatan dalam agenda surat masuk dan permohonan dan agenda surat
kelengkapannya masuk
diteruskan kepada Kepala Biro Hukum
1 2 3 4 5 6 8 9 10 12 13 14 15
13. Surat hasil evaluasi, fasilitasi dan Surat pengantar Tanda terima
klarifikasi yang telah bernomor dan hasil evaluasi, perpindahan
berstempel dinas diterima oleh Ka. Sub. fasilitasi dan berkas dari
konfirmasi Sub Bag TU
Bagian TU Biro Hukum, diteruskan
bernomor dan ke Sub Bag
kepada Kepala Sub Bagian Fasilitasi dan berstempel terkait
Klarifikasi
14. Surat hasil evaluasi, fasilitasi, klarifikasi Surat hasil Tanda terima
diserahkan/dikirimkan kepada evaluasi, penerimaan
kabupaten /kota terkait dengan tanda fasilitasi dan berkas dari
konfirmasi kab/kota
terima berkas/surat.
bernomor dan terkait
berstempel
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
H. RUDY ARIFFIN
LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN
SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TANGGAL
________________________________________
Nomor SOP
SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI Tanggal Pembuatan
KALIMANTAN SELATAN Tanggal Revisi
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP)
Tanggal Efektif
PELAYANAN KOREKSI/PENELITIAN PERATURAN,
Disahkan oleh
KEPUTUSAN DAN INSTRUKSI GUBERNUR
Nama SOP
P E LA K S A N A BAKU MUTU
NO. KEGIATAN Subbag Kasubag Kabag Karo SKPD/ Unit Asisten
TU Biro PPHL Pert. Per- Kerja yang mem- Perlengkapan Waktu Output KETERANGAN
Hukum Sekda Gubernur
Hukum UU-an bidangi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1. Penerimaan berkas permohonan Surat/nota dinas Penyerahan
permintaan pe- bukti
koreksi/penelitian rancangan penerimaan
peraturan, keputusan dan instruksi nelitian/koreksi
berkas
gubernur dan draft naskah
yang dikoreksi
Berkas Catatan berkas
2. Pencatatan dalam agenda surat permohonan
masuk dan disampaikan kepada permohonan koreksi/
Kepala Biro Hukum untuk mendapat koreksi/peneli- penelitian draft
tian lengkap naskah praturan,
disposisi/arahan.
keputusan dan
instruksi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
H. RUDY ARIFFIN
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELAYANAN EVALUASI, FASILITASI DAN KLARIFIKASI
RAPERDA/PERDA KABUPATEN/KOTA
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
2. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
3. Asisten Pemerintahan adalah Asisten Pemerintahan Sekretaris Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan.
4. Biro Hukum adalah Biro Hukum pada Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan.
5. Kepala Biro Hukum adalah Kepala Biro Hukum pada Sekretariat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan.
6. Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya
disebut Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan HAM adalah Kepala Bagian
Evaluasi Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Biro Hukum Sekretariat Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan.
7. Kepala Sub Bagian Fasilitasi dan Klarifikasi adalah Kepala Sub Bagian Fasilitasi
dan Klarifikasi pada Bagian Evaluasi Hukum dan Hak Asasi Manusia, Biro
Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
8. Sub Bagian Tata Usaha Biro Hukum yang selanjutnya disebut Sub Bagian Tata
Usaha adalah Sub Bagian Tata Usaha Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan.
9. Kabupaten/Kota adalah kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Selatan.
BAB II
STANDAR OPERATING PROSEDUR
PELAYANAN EVALUASI, FASILITASI DAN KLARIFIKASI
RAPERDA/PERDA KABUPATEN/KOTA
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
(1) Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan HAM mempelajari substansi rancangan
peraturan daerah/peraturan daerah kabupaten/kota yang disampaikan.
(2) Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan HAM memberikan arahan kepada Kepala Sub
Bagian Fasilitasi dan Klarifikasi untuk melaksanakan evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi
terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan daerah kabupaten/kota.
Pasal 5
(1) Kepala Sub Bagian Fasilitasi dan Klarifikasi mempelajari rancangan peraturan
daerah/peraturan daerah kabupaten/kota yang disampaikan.
(2) Kepala Sub Bagian Fasilitasi dan Klarifikasi melaksanakan evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan daerah kabupaten/kota,
sesuai dengan norma dan kaidah perumusan produk hukum daerah.
(3) Kepala Sub Bagian Fasilitasi dan Klarifikasi melaporkan hasil kegiatan evaluasi,
fasilitasi dan klarifikasi terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan daerah
kabupaten/kota dengan menyampaikan hasil evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi
kepada Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan HAM.
Pasal 6
(1) Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan HAM mempelajari dan mengoreksi hasil
evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan
daerah kabupaten/kota.
(2) Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan HAM menyetujui hasil evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi dengan membubuhkan paraf.
(3) Kepala Bagian Evaluasi Hukum dan HAM melaporkan dan menyerahkan hasil
evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi kepada Kepala Biro Hukum.
Pasal 7
(1) Kepala Biro Hukum memeriksa dan mempelajari hasil evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan daerah kabupaten/kota.
(2) Kepala Biro Hukum membubuhkan paraf pada naskah hasil evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi.
(3) Kepala Biro Hukum melaporkan dan menyerahkan hasil evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi kepada Asisten Pemerintahan.
Pasal 8
(1) Asisten Pemerintahan memeriksa dan mempelajari hasil evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan daerah kabupaten/kota.
(2) Asisten Pemerintahan membubuhkan paraf pada naskah hasil evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi.
(3) Asisten Pemerintahan melaporkan dan menyerahkan hasil evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi kepada Asisten Pemerintahan.
Pasal 9
(1) Sekretaris Daerah memeriksa hasil evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi terhadap
rancangan peraturan daerah/peraturan daerah kabupaten/kota.
(2) Sekretaris Daerah atas nama Gubernur menandatangani hasil evaluasi, fasilitasi dan
klarifikasi terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan daerah kabupaten/kota.
(3) Hasil evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi terhadap rancangan peraturan
daerah/peraturan daerah kabupaten/kota dikembalikan kepada Biro Hukum.
Pasal 10
(1) Berkas hasil evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi terhadap rancangan peraturan
daerah/peraturan daerah kabupaten/kota diterima oleh Biro Hukum.
(2) Hasil evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi dimintakan penomoran surat keluar ke Bagian
Tata Usaha pada Biro Umum oleh Kepala Bagian Tata Usaha Biro Hukum dengan
membuat kartu kendali surat keluar.
Pasal 11
(1) Bagian Tata Usaha pada Biro Umum memberikan nomor surat keluar hasil evaluasi,
fasilitasi dan klarifikasi terhadap rancangan peraturan daerah/peraturan daerah
kabupaten/kota dan membubuhkan stempel dinas.
(2) Hasil evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi diserahkan kepada Biro Hukum dan
diserahkan kepada Kepala Sub Bagian Fasilitasi dan Klarifikasi.
Pasal 12
Pasal 13
BAB III
TATA KERJA
Pasal 14
(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Evaluasi, Fasilitasi dan Klarifikasi Rancangan Peraturan
Daerah/Peraturan Daerah Kabupaten/Kota wajib membangun komitmen tinggi untuk
mendukung pelaksanaannya.
(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Evaluasi, Fasilitasi dan Klarifikasi Rancangan Peraturan
Daerah/Peraturan Daerah Kabupaten/Kota wajib mengembangkan koordinasi dan
kerjasama maksimal dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan
publik.
(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Evaluasi, Fasilitasi dan Klarifikasi Rancangan Peraturan
Daerah/Peraturan Daerah Kabupaten/Kota wajib memperhatikan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.
BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 15
(2) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus dalam pelayanan evaluasi, fasilitasi dan klarifikasi
rancangan peraturan daerah/peraturan daerah kabupaten/kota secara efisien, efektif
dan tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk pelayanan evaluasi,
fasilitasi dan klarifikasi rancangan peraturan daerah/peraturan daerah
kabupaten/kota
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 17
Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal
H. RUDY ARIFFIN
Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal
TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELAYANAN KOREKSI/PENELITIAN PERATURAN GUBERNUR,
KEPUTUSAN GUBERNUR DAN INSTRUKSI GUBERNUR
KALIMANTAN SELATAN
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
STANDAR OPERATING PROSEDUR
PELAYANAN KOREKSI/PENELITIAN PERATURAN GUBERNUR,
KEPUTUSAN GUBERNUR DAN INSTRUKSI GUBERNUR
Pasal 2
(1) Setiap draft rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi
Gubernur yang akan dibentuk perlu dilakukan koreksi/penelitian sesuai dengan
prosedur dan ketentuan yang berlaku.
(2) Koreksi/penelitian draft rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan
Instruksi Gubernur dilaksanakan oleh Biro Hukum.
(3) Permohonan Koreksi/penelitian draft rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan
Gubernur dan Instruksi Gubernur disampaikan oleh SKPD/Unit kerja kepada Biro
Hukum melalui Sub Bagian Tata Usaha Biro dengan disertakan berkas draft
rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur serta
bahan-bahan dan referensi lainnya yang diperlukan dalam koreksi/penelitian draft
rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur yang
bersangkutan.
(4) Setiap permohonan koreksi/penelitian draft rancangan Peraturan Gubernur,
Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur dicatat dalam buku agenda dan
diberikan tanda bukti penerimaan berkas kepada SKPD/Unit kerja yang
bersangkutan.
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
(1) Kepala Sub Bagian Produk Hukum Lain mempelajari materi draft rancangan
Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur serta referensi
lainnya.
(2) Kepala Sub Bagian Perumusan Produk Hukum Lain melaksanakan
koreksi/penelitian dan pengkajian draft rancangan Peraturan Gubernur,
Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur Kepala Sub Bagian Perumusan
Peraturan Daerah sesuai dengan format dan kaidah pembentukan produk hukum
daerah.
(3) Kepala Sub Bagian Perumusan Produk Hukum Lain melaporkan hasil kegiatan
koreksi/penelitian draft rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan
Instruksi Gubernur dengan menyampaikan hasil koreksi/penelitian dan
pengkajian kepada Kepala Bagian Perundang-undangan.
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
(1) Kepala Sub Bagian Tata Usaha Biro memberikan nomor dan mencatat
surat/nota dinas hasil koreksi/penelitian draft rancangan Peraturan Gubernur,
Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur dalam buku agenda.
(2) Kepala Sub Bagian Tata Usaha Biro menyerahkan surat/nota dinas hasil
koreksi/penelitian draft rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur
dan Instruksi Gubernur kepada Kepala Sub Bagian Perumusan Produk Hukum
Lain.
Pasal 9
(1) Kepala Sub Bagian Perumusan Produk Hukum Lain menyerahkan surat/nota
dinas koreksi/penelitian draft rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan
Gubernur dan Instruksi Gubernur kepada SKPD/Unit kerja yang mengajukan
permohonan koreksi/penelitian.
(2) Kepala Sub Bagian Perumusan Produk Hukum Lain mencatat bukti tanda
terima penyerahan berkas hasil koreksi/penelitian.
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
(1) Naskah Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur diterima
kembali oleh SKPD/Unit kerja, diteruskan kepada Sub Bagian Perumusan
Produk Hukum Lain untuk diproses penomorannya.
(2) Naskah Peraturan Gubernur diberikan nomor penetapan dan nomor
pengundangan dalam Berita Daerah setelah diberikan tanda tangan
pengundangan oleh Sekretaris Daerah.
(3) Naskah Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur hanya diberikan nomor
penetapan.
Pasal 13
Pasal 14
BAB III
TATA KERJA
Pasal 15
BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 16
(2) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus dalam koreksi/penelitian rancangan Peraturan
Gubernur, Keputusan Gubernur dan Instruksi Gubernur, secara efisien, efektif
dan tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk kegiatan
koreksi/penelitian naskah Rancangan Peraturan Gubernur, Keputusan
Gubernur dan Instruksi Gubernur,
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 15
Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal
H. RUDY ARIFFIN
Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal
H. RUDY ARIFFIN
LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI BARITO KUALA
NOMOR TAHUN 2011
TANGGAL
____________ ____________________________________
__________________
Nomor SOP
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DI Tanggal Pembuatan
KABUPATEN BARITO KUALA Tanggal Revisi
Tanggal Efektif
STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP)
Disahkan oleh Bupati Barito Kuala
PELAYANAN DI POLI UMUM
Nama SOP Pelayanan di Poli Umum
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nomor SOP
Tanggal Pembuatan
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tanggal Revisi
Tanggal Efektif
Disahkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan
Nama SOP Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan/Non Perizinan Pen. Modal
1. Pemohon mengambil
formulir, dan mengisi
informasi sesuai format
yang ditentukan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
9. Tim Teknis Uji Lapangan
melaksanakan kaji lapang
sesuai dengan hasil veri-
fikasi/validasi dan hasil-
nya dilaporkan kepada
Kepala BKPMD.
10. Jika hasil kaji lapang,
permohonan tidak layak
disetujui, Kepala BKPMD
memerintahkan untuk
disiapkan surat penolakan.
Jika hasil kaji lapang
layak disetujui, Kepala
BKPMD memerintahkan
menyiapkan surat izin
penanaman modal yang
dimohon.
11. Pemroses Perizinan
menyiapkan surat peno-
lakan permohonan
perizinan/non perizinan
yang tidak disetujui dan
surat izin/non perizinan
yang disetujui.
12. Surat penolakan dan atau
surat Izin/non perizinan
diperiksa dan diparaf oleh
Koordinator UP-PTSP dan
diteruskan kepada Kepala
BKPMD untuk ditanda-
tangani
13. Kepala BKPMD menan-
datangani surat penolakan
dan /atau surat Izin/non
perizinan dan menyerah-
kan kembali kepada
Koordinator UP-PTSP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
14. Surat penolakan dan/ atau
surat Izin/non peizinan
diterima oleh Koordinator
UP-PTSP dan diproses
penomoran/pencapan.
Koordinator UP-PTSP
memerintahkan pembuat-
an SKRD.
15. Pemroses Izin / Non
Perizinan memproses pe-
nomoran/pencapan dan
menyapkan SKRD
16. SKRD ditandatangani
oleh Koordinator UP-
PTSP bersama-sama surat
penolakan dan /atau surat
Izin/non perizinan diserah-
kan ke Loket untuk
diproses lanjut.
17. Petugas Loket Pendaftaran
/Pengambilan memberi-
tahukan penerbitan SKRD
kepada Pemohon
18. Pemohon yang ditolak
mengambil surat penlakan
dan yang disetujui
mengambil SKRD dan
membayar retribusi Izin /
non perizinan
19. Bendaharawan Penerima
menerima retribusi Izin
/Non perizinan dan
menyerahkan bukti pem-
bayaran retribusi.
20. Pemohon mengambil surat
Izin/non perizinan di loket
pengamblian dan menan-
datangani bukti penerima-
an surat izin/non perizinan
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELAYANAN PERZINAN DAN NON PERIZINAN PENANAMAN MODAL
PADA UNIT PELAKSANA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN
PENANAMAN MODAL PADA UNIT PENYELENGGARA
PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI KALIMANTAN
SELATAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :
15. Penanaman Modal Asing adalah Kegiatan penanaman modal untuk melakukan
usaha dl Provinsi Kalimantan Selatan yang dilakukan oleh Penanaman Modal
asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang
berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
16. Penanam Modal adalah Perseorangan atau badan usaha yang
melakukan penanaman modal dapat berupa penanaman modal dalam
negeri dan/atau penanaman modal asing.
17. P e n a n a m M o d a l D a l a m N e g e r i a d a l a h P e r s e o r a n g a n warga
Negara Indonesia dan/atau b a d a n u s a h a I n d o n e s i a , a t a u d a e r a h y a n g
melakukan penanaman modal di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan .
18. Penanam Modal Asing adalah Perseorangan Warga Negara Asing dan/atau badan
usaha asing atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah
Provinsi Kalimantan Selatan.
19. Modal Dalam Negeri adalah Modal yang dimiliki perseorangan Warga Negara
Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak
berbadan hukum.
20. Modal Asing adalah Modal yang dimiliki oleh negara asing,
perseorangan Warga Negara Asing, badan usaha asing, badan hukum
asing dan atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya
dimiliki oleh pihak asing.
21. Pemohon adalah perorangan yang berwenang dan/atau diberikan kewenangan
untuk mengurus dan bertindak atas nama badan usaha untuk memohon izin
dan/atau non perizinan penanaman modal.
22. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disebut PTSP adalah
penyelenggaraan pelayanan perizinan dan nonperizinan yang proses
pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap keluarnya
dokumen, dilakukan dalam satu tempat berdasarkan pendelegasian atau
pelimpahan wewenang dari Gubernur, dengan menganut prinsip-prinsip
kesederhanaan, transparansi, akuntabilitas dengan jaminan kepastian biaya, waktu
serta kejelasan prosedur.
23. Standard Operational Procedure yang selanjutnya disingkat dengan SOP adalah
serangkaian ketentuan tertulis yang dibakukan mengenai pelaksanaan serangkaian
kegiatan pelayanan perizinan dan non perizinan sesuai substansi atau jenis
pelayanan.
24. Pendaftaran Penanaman Modal yang selanjutnya disebut Pendaftaran adalah
bentuk persetujuan awal Pemerintah sebagai dasar memulai rencana penanaman
modal, baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing.
25. Izin Prinsip Penanaman Modal yang selanjutnya disebut Izin Prinsip, adalah izin
untuk memulai kegiatan penanaman modal di bidang usaha yang dapat
memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya
memerlukan fasilitas fiskal.
26. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal yang selanjutnya disebut Izin Prinsip
Perluasan, adalah izin untuk memulai rencana perluasan penanaman modal di
bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan
penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal.
27. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal yang selanjutnya disebut Izin Prinsip
Perubahan, adalah izin untuk melakukan perubahan atas ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Izin Prinsip/Izin Prinsip Perluasan sebelumnya.
28. Izin Usaha adalah izin yang harus dimiliki oleh perorangan atau badan hukum untk
melakukan kegiatan usaha dalam rangka penanaman modal.
29. Izin Operasional adalah izin yang dikeluarkan oleh Satuan Kerja Perangkat
Daerah/Instansi terkait setelah diterbitkannya izin usaha untuk menyelenggarakan
kegiatan usaha sesuai dengan bidangnya.
30. Izin Usaha Perluasan adalah izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk
melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial atas penambahan kapasitas
produksi melebihi kapasitas produksi yang telah diizinkan, sebagai pelaksanaan Izin
Prinsip Perluasan/Persetujuan Perluasan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan sektoral.
31. Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal (Merger), adalah izin
yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha (surviving
company) setelah terjadinya merger, untuk melaksanakankegiatan produksi/operasi
komersial perusahaan merger.
32. Izin Usaha Perubahan adalah izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk
melakukan perubahan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Izin Usaha/Izin Usaha
Perluasan sebelumnya sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam
pelaksanaan kegiatan penanaman modal.
33. Fasilitas Penanaman Modal adalah fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah Daerah
kepada penanam modal yang memenuhi syarat dan dalam bentuk sebagaiamana
ditetapkan dan undang-undang penanaman modal dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
BAB II
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN
PENANAMAN MODAL
Pasal 2
(1) Pemohon mengambil formulir dan mengisi informasi-informasi yang diperlukan
sesuai format yang disediakan.
(2) Formulir yang telah diisi dan dilengkapi dengan informasi yang diperlukan
diserahkan kembali kepada Petugas Loket Pendaftaran/Pengambilan bersama-
sama dengan berkas permohonan yang dilengkapi dengan persyaratan-persyaratan
yang telah ditentukan, sesuai dengan jenis pelayanan perizinan/non perizinan yang
dimohon.
Pasal 3
(1) Jenis-jenis pelayanan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
meliputi :
a. Pendaftaran;
b. Izin Prinsip ;
c. Izin Prinsip Perluasan;
d. Izin Prinsip Perubahan ;
e. Izin Usaha ;
f. Izin Usaha Perluasan ;
g. Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal (merger) ; dan
h. Izin Usaha Perubahan.
(2) Jenis-jenis pelayanan non perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
antara lain :
a. Angka Penngenal Importir Produsen (API-P) ;
b. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) ; dan
c. Layanan Informasi dan Layanan Pengaduan.
Pasal 4
(1) Persyaratan untuk mendapatkan pelayanan Pendaftaran adalah
a. surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang
dikeluarkan oleh kedutaan besar/kantor perwakilan negara yang bersangkutan
di Indonesia bagi pemohon yang pemerintah negara lain ;
b. rekaman paspor yang masih berlaki bagi pemohon yang adalah perseorangan
asing ;
c. rekaman Anggaran Dasar (Article of Association) dalam bahasa Inggris atau
terjemahannya dalam bahasa Indonesia dari peterjemah tersumpah bagi
pemohon yang adalah badan usaha asing ;
d. rekaman KTP yang masih berlaku bagi pemohon yang adalah perseorangan
warga negara Indonesia ;
e. rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya beserta pengesahan
dari Kementerian Hukum dan HAM bagi pemohon yang adalah badan usaha
Indonesia ;
f. rekaman NPWP baik bagi pemohon perorangan Indonesia maupun badan
usaha Indonesia ;
g. permohonan pendaftarn ditandatangani di atas meterai cukup oleh seluruh
pemohon ( jika perusahaan belum berbadan hukum) ;
h. surat kuasa aseli bermaterai cukup untuk pengurusan permohonan yang tidak
dilakukan secara langsung oleh pemohon/direksi perusahaan ;
i. ketentuan tentang surat kuasa sebagaimana dimasud pada butir (h) diatur
dalam Pasal 63 BKPM Perka Nomor 12 Tahun 2009.
Pasal 5
Pasal 6
(1) Petugas Validasi melakukan verifikasi dan validasi terhadap kelengkapan berkas
permohonan perizinan dan/atau non perizinan.
(2) Petugas Validasi menyampaikan hasil verifikasi kepada Koordinator UP-PTSP
dengan disertai pertimbangan-pertimbangan.
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
(1) Tim Teknis Uji Lapangan melaksanakan kaji lapang (field study) sesuai dengan
substansi permohonan perizinan dan hasil verifikasi dan validasi.
(2) Tim Teknis Uji Lapangan melaporkan hasil kaji lapang (field study) kepada Kepala
Badan.
Pasal 10
(1) Jika berdasarkan laporan hasil kaji lapang (field study) permohonan perizinan tidak
layak disetujui, Kepala Badan memerintahkan kepada Koordinator UP-PTSP untuk
dibuatkan surat penolakan permohonan perizinan.
(2) Jika berdasarkan laporan hasil kaji lapang (field study) permohonan perizinan layak
untuk mendapat persetujuan, Kepala Badan memerintahkan kepada Koordinator
UP-PTSP untuk memproses dan menyiapkan persetujuan atas permohonan
perizinan tersebut.
Pasal 11
(1) Pemroses Perizinan menyiapkan net surat penolakan bagi permohonan perizinan
yang tidak layak untuk mendapat persetujuan.
(2) Pemroses Perizinan menyiapkan net Surat Izin/Non Perizinan bagi permohonan
perizinan/non perizinan yang layak untuk mendapatkan persetujuan.
Pasal 12
(1) Koordinator UP-PTSP memeriksa net surat penolakan permohonan perizinan
dan/atau Surat Izin/Non Perizinan, dan memberikan paraf persetujuan.
(2) Net surat penolakan dan/atau Surat Izin/Non Perizinan yang telh diparaf diterskan
kepada Kepala Badan untuk ditandatangani.
Pasal 13
Kepala Badan menandatangani surat penolakan dan/atau Surat Izin/Non Perizinan serta
menyerahkan kembali kepada Koordinator UP-PTSP untuk ditindak lanjuti.
Pasal 14
(1) Surat penolakan dan/atau Surat Izin/Non Perizinan diterima kembali oleh
Koordinator UP-PTSP, dan diproses penomoran dan pembubuhan stempel dinas.
(2) Koordinator UP-PTSP memerintahkan pembuatan SKRD bagi Surat Izin/Non
Perizinan yang telah diterbitkan.
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
(1) Pemroses Izin memproses penomoran dan penyetempelan SKRD.
(2) Surat penolakan dan/atau Surat Izin/Non Perizinan serta SKRD diserahkan kepada
Petugas Loket untuk ditidak lanjuti.
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
BAB III
TATA KERJA
Pasal 23
(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal pada UP-PTSP di
bidang Penanaman Modal, wajib membangun komitmen tinggi untuk mendukung
pelaksanaannya.
(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal pada UP-PTSP di
bidang Penanaman Modal, wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama
maksimal dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal pada UP-PTSP di
bidang Penanaman Modal, wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.
BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 24
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 26
Ditetapkan di : Banjarmasin
pada tanggal
H. RUDY ARIFFIN
Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal
P E LA K S A N A MUTU BAKU
NO AKTIVITAS KET.
Unit Kepala Kepala Kepala Asisten yang Sekda Gubernur/ Kepala Sub Bagian Surat- Persyaratan/
Pengolah Sub Bagian Biro membidangi Wagub Sub Bag menyurat, Arsip & kelengkapan Waktu Output
Bagian TU Biro Eksp.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
P E LA K S A N A MUTU BAKU
NO Unit Kasubag/Ka Kabag/ Karo / Asisten Sekda Gubernur/ Kepala Sub Bag. Surat-
AKTIVITAS Persyaratan/ KET.
Pengolah subid/Kasi/ Sekretaris/ Kepala menyurat, Arsip & Output
yang mem- Wagub Sub Bag kelengkapan Waktu
pada SKPD Kasubag TU Kabid/Irban SKPD Eksp./Sub Bag.
bidangi TU Biro Umum & Kepeg
pada SKPD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
H. RUDY ARIFFIN
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELOLAAN SURAT KELUAR
PADA SEKRETARIAT DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELOLAAN SURATKELUAR
Pasal 2
Pasal 3
(1) Kepala Sub Bagian terkait memeriksa dan memberikan koreksi terhadap konsep surat
keluar.
(2) Kepala Sub Bagian terkait menyerahkan kembali koreksi konsep surat keluar kepada
Unit Pengolah untuk dilakukan penyiapan net surat.
Pasal 4
(1) Unit Pengolah menyiapkan net surat sesuai dengan koreksi Kepala Sub Bagian terkait.
(2) Unit Pengolah juga menyiapkan Nota Pengajuan Naskah Dinas yang ditandatangani
oleh Kepala Biro terkait.
(3) Net surat keluar dan Nota Pengajuan Naskah Dinas diteruskan kepada Kepala Sub
Bagian untuk mendapatkan koreksi ulang dan paraf.
Pasal 5
(1) Kepala Sub Bagian terkait memeriksa Nota Pengajuan Naskah Dinas dan memriksa
ulang net surat keluar.
(2) Kepala Sub Bagian terkait memaraf Nota Pengajuan Naskah Dinas.
(3) Kepala Sub Bagian terkait tidak membubuhkan paraf nada net surat keluar yang
ditandatangani oleh Sekretaris Daerah, Gubernur atau Wakil Gubernur
(4) Kepala Sub Bagian terkait hanya membubuhkan paraf pada net surat keluar yang
ditandatangani oleh Kepala Biro terkait dan Asisten yang membidangi.
(5) Net surat keluar dan Nota Pengajuan Naskah Dinas yang telah dibubuhkan paraf
Kepala Sub Bagian terkait diteruskan kepada Kepala Bagian terkait.
Pasal 6
(1) Kepala Bagian terkait memeriksa dan mengoreksi net surat keluar dan Nota Dinas
Pengajuan Konsep Naskah Dinas dan membubuhkan paraf pada Nota Pengajuan
Naskah Dinas.
(2) Kepala Bagian terkait tidak membubuhkan paraf pada net surat keluar yang
ditandatangani oleh Gubernur atau Wakil Gubernur.
(3) Kepala Bagian terkait hanya membubuhkan paraf pada net surat keluar yang
ditandatangani oleh Kepala Biro terkait, Asisten yang membidangi dan Sekretaris
Daerah.
(4) Net surat keluar dan Nota Pengajuan Naskah Dinas yang telah dibubuhkan paraf
Kepala Bagian terkait diteruskan kepada Kepala Biro terkait.
Pasal 7
(1) Kepala Biro terkait memeriksa dan mengoreksi net surat keluar dan mempelajari Nota
Pengajuan Naskah Dinas.
(2) Kepala Biro terkait membubuhkan tandatangan pada surat keluar yang menjadi
kewenangannya dan mengembalikan kepada Kepala Bagian terkait.
(3) Kepala Biro tekait membubuhkan paraf pada net surat keluar yang ditandatangani oleh
Asisten, Sekretaris Daerah dan Gubernur atau Wakil Gubernur serta menandatangani
Nota Pengajuan Naskah Dinas.
(4) Nota Pengajuan Naskah Dinas dan net surat keluar diteruskan kepada Kepala Sub
Bagian TU Biro diteruskan kepada pejabat terkait.
Pasal 8
(1) Kepala Sub Bagian TU Biro mencatat dan memberikan nomor agenda biro pada Nota
Pengajuan Naskah Dinas.
(2) Nota Pengajuan Naskah Dinas dan net surat keluar bersama-sama berkas
kelengkapan diteruskan kepada Asisten yang membidangi.
Pasal 9
(1) Asisten yang membidangi mempelajari Nota Pengajuan Naskah Dinas dan net surat
keluar serta berkas kelengkapannya.
(2) Asisten yang membidangi mendandatangani net surat keluar yang menjadi
kewenangannya dan mengembalikan kepada Biro terkait
(3) Asisten yang membidangi membubuhkan paraf pada net surat keluar yang
ditandatangani oleh Sekretaris Daerah dan Gubernur atau Wakil Gubernur.
(4) Asisten yang membidangi memberikan pertimbangan pada Nota Pengajuan Naskah
Dinas, dan meneruskan bersama-sama net surat keluar kepada Sekretaris Daerah.
Pasal 10
(1) Sekretaris Daerah mempelajari Nota Pengajuan Naskah Dinas dan pertimbangan
Asisten terkait serta substansi surat keluar.
(2) Sekretaris Daerah menandatangani net surat keluar sesuai dengan kewenangannya
dan mengembalikan kepada Asisten yang membidangi.
(3) Sekretaris Daerah membubuhkan paraf pada net surat keluar yang ditandatangani
oleh Gubernur atau Wakil Gubernur.
(4) Sekretaris Daerah memberikan pertimbangan pada Nota Pengajuan Naskah Dinas,
dan meneruskan bersama-sama net surat keluar kepada Sekretaris Daerah.
Pasal 11
(1) Gubernur atau Wakil Gubernur memperhatikan pertimbangan Sekretaris Daerah pada
Nota Pengajuan Naskah Dinas dan mempelajari substansi net surat keluar.
(2) Gubernur atau Wakil Gubernur menandatangani net surat keluar.
(3) Gubernur atau Wakil Gubernur memberikan arahan pada Nota Pengajuan Naskah
Dinas dan mengembalikan kepada Sekretaris Daerah.
Pasal 12
(1) Secara berjenjang net surat keluar yang telah ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang kembali kepada Kepala Sub Bagian terkait.
(2) Kepala Sub Bagian terkait memberikan arahan kepada Unit Pengolah untuk
memproses surat keluar sesuai dengan sistem kearsipan pola baru.
Pasal 13
Unit Pengolah meneruskan berkas surat keluar kepada Kepala Sub Bagian TU Biro untuk
disiapkan Kartu Kendali Surat Keluar.
Pasal 14
(1) Kepala Sub Bagian TU Biro menyiapkan Kartu Kendali Surat Keluar.
(2) Kepala Sub Bagian TU Biro mengantar berkas surat keluar kepadaKepala Sub Bagian
Surat Menyurat, Arsip dan Ekspedisi untuk proses pencatatan, penomoran dan
pembubuhan stempel dinas.
(3) Kepala Sub Bagian Surat Menyurat, Arsip dan Ekspedisi menyerahkan berkas surat
keluar yang telah tercatat, bernomor dan berstempel serta Kartu Kendali Surat Keluar
kepada Kepala Sub Bagian TU Biro.
(4) Kepala Sub Bagian TU Biro menyerahkan 1(satu) exemplar/lembar arsip kepada
Kepala Sub Bagian Surat Menyurat, Arsip dan Ekspedisi sebagai dokumentasi.
Pasal 15
(1) Kepala Sub Bagian TU Biro menyimpan Kartu Kendali Surat Keluar dan menyerahkan
kembali berkas surat keluar kepada Unit Pengolah untuk diproses lebih lanjut.
(2) Kepala Sub Bagian TU Biro menyimpan 1 (satu) arsip untuk dokumentasi.
Pasal 16
(1) Unit Pengolah menerima berkas surat keluar dan menyimpan arsip dalam file.
(2) Unit Pengolah memproses pengiriman surat keluar.
Pasal 17
Format Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Surat Keluar sebagaimana terlampir dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.
BAB III
TATA KERJA
Pasal 18
(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pengelolaan Surat Keluar wajib membangun komitmen tinggi untuk mendukung
pelaksanaannya.
(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pengelolaan Surat Keluar wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama maksimal
dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan naskah dinas.
(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pengelolaan Surat Keluar wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.
(4) Setiap pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur memiliki
pengetahuan dan kemampuan mengelola tata naskah dinas.
(5) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur wajib
menguasai teknologi dan mampu mengoperasikan peralatan teknis pengelolaan surat
keluar yang disediakan.
BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 19
(2) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus untuk pelayanan bentuan sosial secara efisien, efektif
dan tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk pelayanan bantuan
sosial.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 21
Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal
H. RUDY ARIFFIN
Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal
TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELOLAAN SURAT KELUAR
PADA SEKRETARIAT DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal 3
(1) Kepala Sub Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait memeriksa dan memberikan
koreksi terhadap konsep surat keluar.
(2) Kepala Sub Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait menyerahkan kembali
koreksi konsep surat keluar kepada Unit Pengolah untuk dilakukan penyiapan net
surat.
Pasal 4
(1) Unit Pengolah menyiapkan net surat sesuai dengan koreksi Kepala Sub
Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait.
(2) Unit Pengolah juga menyiapkan Nota Pengajuan Naskah Dinas yang ditandatangani
oleh Kepala Biro/Kepala SKPD terkait.
(3) Net surat keluar dan Nota Pengajuan Naskah Dinas diteruskan kepada Kepala Sub
Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait untuk mendapatkan koreksi ulang dan
paraf.
Pasal 5
(1) Kepala Sub Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait memeriksa Nota
Pengajuan Naskah Dinas dan memeriksa ulang net surat keluar.
(2) Kepala Sub Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait memaraf Nota Pengajuan
Naskah Dinas.
(3) Kepala Sub Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait tidak membubuhkan paraf
nada net surat keluar yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah, Gubernur atau
Wakil Gubernur
(4) Kepala Sub Bagian terkait pada Sekretariat Daerah hanya membubuhkan paraf pada
net surat keluar yang ditandatangani oleh Kepala Biro terkait dan Asisten yang
membidangi.
(5) Kepala Sub Bagian, Kepala Seksi dan Kepala Sub Bidang pada SKPD lain
membubuhkan paraf pada net surat yang ditandatangani oleh Kepala SKPD terkait.
(6) Net surat keluar dan Nota Pengajuan Naskah Dinas diteruskan kepada Kepala
Bagian/Sekretaris/Kepala Bidang terkait.
Pasal 6
Pasal 7
(1) Kepala Biro/Kepala SKPD terkait memeriksa dan mengoreksi net surat keluar dan
mempelajari Nota Pengajuan Naskah Dinas sesuai ketentuan tata naskah dinas yang
berlaku.
(2) Kepala Biro/Kepala SKPD terkait membubuhkan tandatangan pada surat keluar yang
menjadi kewenangannya dan mengembalikan kepada Kepala Bagian /Sekretaris
/Kepala Bidang/Inspektur Pembantu terkait.
(3) Kepala Biro/Kepala SKPD tekait membubuhkan paraf pada net surat keluar yang
ditandatangani oleh Asisten, Sekretaris Daerah dan Gubernur atau Wakil Gubernur
serta menandatangani Nota Pengajuan Naskah Dinas.
(4) Nota Pengajuan Naskah Dinas dan net surat keluar diteruskan kepada Kepala Sub
Bagian TU Biro/Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian untuk diteruskan kepada
pejabat terkait.
Pasal 8
(1) Kepala Sub Bagian TU Biro/Kepala Sub Bagian Umum mencatat dan memberikan
nomor agenda biro/SKPD pada Nota Pengajuan Naskah Dinas.
(2) Nota Pengajuan Naskah Dinas dan net surat keluar bersama-sama berkas
kelengkapan diteruskan kepada Asisten yang membidangi.
Pasal 9
(1) Asisten yang membidangi mempelajari dan menelaah substansi Nota Pengajuan
Naskah Dinas dan net surat keluar serta berkas kelengkapannya.
(2) Asisten yang membidangi mendandatangani net surat keluar yang menjadi
kewenangannya dan mengembalikan kepada Biro/SKPD terkait
(3) Asisten yang membidangi membubuhkan paraf pada net surat keluar yang
ditandatangani oleh Sekretaris Daerah dan Gubernur/Wakil Gubernur.
(4) Asisten yang membidangi memberikan pertimbangan pada Nota Pengajuan Naskah
Dinas, dan meneruskan bersama-sama net surat keluar kepada Sekretaris Daerah.
Pasal 10
(1) Sekretaris Daerah mempelajari Nota Pengajuan Naskah Dinas dan pertimbangan
Asisten terkait serta substansi surat keluar.
(2) Sekretaris Daerah menandatangani net surat keluar sesuai dengan kewenangannya
dan mengembalikan kepada Asisten yang membidangi.
(3) Sekretaris Daerah membubuhkan paraf pada net surat keluar yang ditandatangani
oleh Gubernur atau Wakil Gubernur.
(4) Sekretaris Daerah memberikan pertimbangan pada Nota Pengajuan Naskah Dinas,
dan meneruskan bersama-sama net surat keluar kepada Sekretaris Daerah.
Pasal 11
(1) Gubernur atau Wakil Gubernur memperhatikan pertimbangan Sekretaris Daerah pada
Nota Pengajuan Naskah Dinas dan mempelajari substansi net surat keluar.
(2) Gubernur atau Wakil Gubernur menandatangani net surat keluar.
(3) Gubernur atau Wakil Gubernur memberikan arahan pada Nota Pengajuan Naskah
Dinas dan mengembalikan kepada Sekretaris Daerah.
Pasal 12
(1) Secara berjenjang net surat keluar yang telah ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang kembali kepada Kepala Sub Bagian/Seksi/Sub Bidang terkait.
(2) Kepala Sub Bagian/Kepala Seksi/Kepala Sub Bidang terkait memberikan arahan
kepada Unit Pengolah untuk memproses surat keluar sesuai dengan sistem kearsipan
pola baru.
Pasal 13
(1) Unit Pengolah di lingkungan Sekretariat Daerah meneruskan berkas surat keluar
kepada Kepala Sub Bagian TU Biro untuk disiapkan Kartu Kendali Surat Keluar.
(2) Unit Pengolah pada SKPD lain meneruskan berkas surat keluar kepada Sub Bagian
Umum dan Kepegawaian/Sub Bagian TU untuk disiapkan kartu kendali surat keluar.
Pasal 14
(1) Kepala Sub Bagian TU Biro menyiapkan Kartu Kendali Surat Keluar.
(2) Kepala Sub Bagian TU Biro mengantar berkas surat keluar kepada Kepala Sub Bagian
Surat Menyurat, Arsip dan Ekspedisi untuk proses pencatatan, penomoran dan
pembubuhan stempel dinas.
(3) Kepala Sub Bagian Surat Menyurat, Arsip dan Ekspedisi menyerahkan berkas surat
keluar yang telah tercatat, bernomor dan berstempel serta Kartu Kendali Surat Keluar
kepada Kepala Sub Bagian TU Biro.
(4) Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian/Kepala Sub Bagian TU mencatat,
memberikan nomor dan membubuhkan stempel dinas. dan menyerahkan kembali
berkas surat keluar kepada Unit Pengolah dengan meninggal 1 (satu) arsip untuk
dokumentasi.
Pasal 15
(1) Kepala Sub Bagian TU Biro menyerahkan 1(satu) exemplar/lembar arsip kepada
Kepala Sub Bagian Surat Menyurat, Arsip dan Ekspedisi sebagai dokumentasi.
(2) Kepala Sub Bagian TU Biro menyimpan Kartu Kendali Surat Keluar dan menyerahkan
kembali berkas surat keluar kepada Unit Pengolah untuk diproses lebih lanjut.
(3) Kepala Sub Bagian TU Biro menyimpan 1 (satu) arsip untuk dokumentasi.
Pasal 16
(1) Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawian/Kepala Sub Bagian TU menyerahkan
berkas surat keluar kepada Unit Pengolah.
(2) Unit Pengolah menerima berkas surat dan menyerahkan 1 (satu) arsip untuk
dokumentasi.
Pasal 17
Pasal 17
Format Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Surat Keluar sebagaimana terlampir dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.
BAB III
TATA KERJA
Pasal 18
(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pengelolaan Surat Keluar wajib membangun komitmen tinggi untuk mendukung
pelaksanaannya.
(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pengelolaan Surat Keluar wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama maksimal
dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan naskah dinas.
(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pengelolaan Surat Keluar wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.
(4) Setiap pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur memiliki
pengetahuan dan kemampuan mengelola tata naskah dinas.
(5) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur wajib
menguasai teknologi dan mampu mengoperasikan peralatan teknis pengelolaan surat
keluar yang disediakan.
BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 19
(2) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus untuk pelayanan bentuan sosial secara efisien, efektif
dan tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk pelayanan bantuan
sosial.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 21
Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal
H. RUDY ARIFFIN
Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal
P E LA K S A N A MUTU BAKU
No. AKTIVITAS KET.
Tim Kepala Kepala Pemangku Gubernur Persyaratan/ Waktu Output
Perumus BAPPEDA SKPD Kepentingan kelengkapan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1. Tim Perumus menyiapkan draft RPJMD 14 hari Draft RKPD Bulan Januari
reancangan awal Rencana Kerja tahun depan tahun berjalan
Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi
tahun yang akan datang mengacu kepada
Rencana Pembangunan Jangka
Menerngah Daerah dan menyerahkan
kepada Kepala BAPPEDA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
H. RUDY ARIFFIN
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(1) Tim Perumus menyiapkan draft rancangan awal RKPD tahun yang akan datang dengan
mengacu kepada RPJMD.
(2) Draft rancangan awal RKPD diserahkan kepada Kepala BAPPEDA.
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 7
Kepala BAPPEDA menugaskan Tim Perumus untuk menyempurnakan rancangan akhir RKPD
sesuai dengan rekomndasi, masukan dan pertimbangan-pertimbangan hasil Musyawarah
Perencanaan Pembangunan RKPD.
Pasal 8
(1) Tim Perumus menyiapkan rumusan akhir RKPD berdasarkan hasil Musyawarah
Perencanaan Pembangunan RKPD.
(2) Tim Perumus melaporkan dan menyerahkan rumusan akhir RKPD kepada Kepala
BAPPEDA.
Pasal 9
Pasal 10
(1) Gubernur menetapkan rumusan akhir RKPD menjadi RKPD dengan peraturan
Gubernur.
(2) Gubernur menyerahkan RKPD kepada Kepala BAPPEDA.
(3) Gubernur memerintahkan kepada Kepala BAPPEDA untuk menyebarluaskan Peraturan
Gubernur tentang RKPD kepada masyarakat untuk diketahui.
Pasal 11
(1) Kepala BAPPEDA menerima Peraturan Gubernur tentang RKPD.
(2) Kepala BAPPEDA menyiapkan tindak lanjut penerapan RKPD.
Pasal 12
BAB III
TATA KERJA
Pasal 13
(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Penyusunan RKPD wajib membangun komitmen tinggi untuk mendukung
pelaksanaannya.
(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Penyusunan RKPD wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama maksimal dalam
upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan naskah dinas.
(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Penyusunan RKPD wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.
(4) Setiap pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Penyusunan RKPD memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam bidang
perencanaan pembangunan daerah.
(5) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Penyusunan RKPD wajib menguasai teknologi dan mampu mengoperasikan
peralatan teknis perencanaan pembangunan daerah
BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 14
(2) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus untuk penyusunan RKPD secara efisien, efektif dan
tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk setiap tahapan kegiatan.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 16
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal
H. RUDY ARIFFIN
Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal
1 2 3 4 5 6 7 9 10 11 12
1 2 3 4 5 6 7 10 11 12 13
H. RUDY ARIFFIN
LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN
SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TANGGAL
_______________________________________
Nomor SOP
Tanggal Pembuatan
PANTI SOSIAL BINA WANITA MELATI Tanggal Revisi
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tanggal Efektif
Disahkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan
Nama SOP Standar Operasional Prosedur Pelatihan Wanita Rawan Sosial Ekonomi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
H. RUDY ARIFFIN
LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN
SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TANGGAL
_______________________________________
Nomor SOP
Tanggal Pembuatan
PANTI SOSIAL BINA WANITA MELATI Tanggal Revisi
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tanggal Efektif
Disahkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan
Nama SOP Standar Operasional Prosedur Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan Wanit
Rawan Sosial Ekonomi
P E L A K S A N A MUTU BAKU
NO AKTIVITAS KET
Calon Dinas Ka. Sub Bag Staf Sub Bag Ka. Seksi Staf Seksi Pekerja Persyaratan/
Peserta Sosial TU TU Pelayanan Pelayanan Kapala Panti Sosial Kelengkapan Waktu Output
Kab/Kota
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
5. Identifikasi, motivasi dan seleksi calon Daftar dan data calon Hasil seleksi
peserta pelatihan peserta pelatihan calon peserta
pelattihan
Hasil seleksi calon Calon peserta
6. Penetapan calon peserta lolos seleksi peserta pelatihan lolos seleksi
H. RUDY ARIFFIN
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
REKRUITMEN CALON PESERTA PELATIHAN
DAN STNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELATIHAN WANITA RAWAN SOSIAL EKONOMI
PADA PANTI SOSIAL BINA WANITA MELATI
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan harkat, derajad dan martabat warga
negara yang kurang beruntung pada umumnya dan para wanita rawan
sosial ekonomi khususnya, dipandang perlu meningkatkan pelayanan
dan rehabilitasi sosial melalui kegiatan pembinaan dan pelatihan
keterampilan ;
b. bahwa untuk memberikan pedoman baku dalam kegiatan pembinaan
dan pelatihan wanita rawan sosial ekonomi, perlu diatur Standar
Operasional Prosedur Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan dan
Standar Operasional Prosedur Pelatihan Wanita Rawan Sosial
Ekonomi pada Panti Sosial Bina Wanita Melati Provinsi Kalimantan
Selatan ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b tersebut di atas, perlu menetapkan Peraturan Gubernur
Kalimantan Selatan.
MEMUTUSKAN :
(1) Kepala Panti menetapkan rencana kegiatan rekruitmen calon peserta pelatihan
berdasarkan program kerja Panti Sosial Bina Wanita Melati .
(2) Rencana kegiatan rekruitmen calon peserta pelatihan dikoordinasikan dengan Dinas
Sosial Kabupaten / Kota.
Pasal 3
(1) Pendekatan awal kegiatan rekruitmen calon peserta pelatihan dengan orientasi,
konsultasi dan persiapan seleksi calon peserta pelatihan.
(2) Pendekatan awal dilaksanakan oleh Kepala Seksi Pelayanan bersama-sama dengan
Kepala Sub Bagian Tata Usaha dibantu oleh Staf Seksi Pelayanan, Staf Sub Bagian
Tata Usaha dan Pekerja Sosial.
Pasal 4
(1) Sosialisasi kegiatan rekruitmen calon peserta pelatihan dilaksanakan oleh Dinas Sosial
Kabupaten / Kota.
(2) Sosialisasi meliputi kriteria dan persyaratan yang ditentukan sebagai calon peserta
pelatihan.
(3) Kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. calon peserta pelatihan adalah Wanita rawan sosial ekonomi ;
b. usia antara 20 sampai dengan 50 tahun ;
c. sehat jasmani dan rohani ;
d. tidak dalam keadaan hamil ;
e. bersedia tinggal di asrama selama kegiatan pelatihan ;
f. bersedia mematuhi setiap peraturan dan ketentuan yang berlaku di panti ;
g. bersedia mengikuti program pelatihan selama 6 (enam) bulan.
Pasal 5
(1) Pendaftaran calon peserta pelatihan dilaksanakan oleh Kepala Seksi Pelayanan dan
Kepala Sub Bagian Tata Usaha bekerja sama dengan Dinas Kabupaten / Kota.
(2) Calon peserta pelatihan mendaftarkan diri pada Dinas Sosial Kabupaten / Kota sesuai
dengan kriteria dan persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (3).
Pasal 6
(1) Identifikasi, motivasi dan seleksi calon peserta pelatihan dilaksanakan oleh Kepala
Seksi Pelayanan dibantu oleh Staf Seksi Pelayanan dan Pekerja Sosial.
(2) Identifikasi dilaksanakan dengan melakukan kunjungan rumah dan pertemuan dengan
masyarakat.
(3) Motivasi dan seleksi dilaksanakan terhadap calon peserta pelatihan.
Pasal 7
Berdasarkan hasil seleksi ditetapkan calon peserta yang lolos dan terpilih sebagai calon
peserta pelatihan.
Pasal 8
(1) Kepada para calon peserta yang lolos dan terpilih sebagai calon peserta pelatihan
diserahkan surat panggilan sebagai calon peserta pelatihan.
(2) Surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelengkapan yang
harus diserahkan pada saat yang bersangkutan mendaftarkan ulang pada Panti
Sosial Bina Wanita Melati pada saat pelaksanaan pelatihan wanita rawan sosial
ekonomi.
Pasal 9
Bagian Kedua
Pelatihan Wanita Rawan Sosial Ekonomi
Pasal 10
Pasal 11
(1) Klien melakukan daftar ulang (regristrasi) kepada Staf Seksi Pelayanan yang
dibantu oleh Pekerja Sosial.
(2) Staf Seksi Pelayanan melaksanakan pendataan ulang terhadap klien dan
mengechek kembali persyatan administrasi.
Pasal 12
(1) Berdasarkan daftar klien yang telah mendaftar ulang, Staf Seksi Pelayanan
menyiapkan net kontrak pelayanan.
(2) Net kontrak pelayanan diperiksa dan disetujui oleh Kepala Seksi Pelayanan.
Pasal 13
(1) Penempatan klien dalam asrama oleh Kepala Seksi Pelayanan dibantu Staf Seksi
Pelayanan dan Pekerja Sosial.
(2) Penyerahan perlengkapan setiap klien sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 14
Pasal 16
Pasal 17
(1) Bimbingan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) meliputi outbond,
kegiatan baris berbaris,senam kesegaran jasmani, oleh raga, kesenian, rekreasi dan
lain-lain.
(2) Bimbingan mental sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) meliputi
pengenalan program, penempatan program, dinamika kelompok, pendidikan agama,
bimbingan baca Al-Quran, bimbingan kepribadian, bimbingan kedisiplinan, kegiatan
bakti sosial, bimbingan kemandirian.
(3) Bimbingan keterampilan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3)
meliputi keterampilan menjahit, keterampilan tata rias/salon, keterampilan komputer,
home industri sasirangan, home industri kain perca, dan keterampilan tata boga.
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
(1) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan dan Standar Operasional Prosedur Pelatihan
Wanita Rawan Sosial Ekonomi wajib membangun komitmen tinggi untuk mendukung
pelaksanaannya.
(2) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan dan Standar Operasional Prosedur Pelatihan
Wanita Rawan Sosial Ekonomi wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama
maksimal dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan rekruitmen
calon peserta pelatihan dan pelatihan wanita rawan ekonomi
(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan dan Standar Operasional Prosedur Pelatihan
Wanita Rawan Sosial Ekonomi wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.
(4) Setiap pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan dan Standar Operasional Prosedur Pelatihan
Wanita Rawan Sosial Ekonomi memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam bidang
pelayanan penyandang masalah sosial.
(5) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Rekruitmen Calon Peserta Pelatihan dan Standar Operasional Prosedur Pelatihan
Wanita Rawan Sosial Ekonomi wajib menguasai teknologi dan mampu
mengoperasikan peralatan teknis peninjang kegiatan pelatihan.
BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 22
(2) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus untuk kegiatan rekruitmen calon peserta
pelatihan dan pelatihan wanita rawan sosial ekonomi secara efisien, efektif dan
tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk setiap tahapan
kegiatan.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 24
Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal
H. RUDY ARIFFIN
Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
14. Sub Bagian Umum &
Kepeg. memproses peno-
moran dan pembubuhan
cap dinas, dan menye-
rahkan kembali kepada
Kepala Seksi Angkutan
15. Kepala Seksi Angkutan
memberitahukan dan
menyerahkan surat penolak-
an bagi permohonan yang
tidak disetujui dan menye-
rahkan surat pengantar
pembayaran retribusi bagi
permohonan yang disetujui.
16. Pemohon membayar retri-
busi trayek kepada
Bendaharawan Penerima.
H. RUDY ARIFFIN
Nomor SOP
Tanggal Pembuatan
DINAS PERHUBUNGAN Tanggal Revisi
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tanggal Efektif
Disahkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan
Nama SOP Standar Operasional Prosedur Pelayanan Izin Trayek AKDP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
3. Penelitian dan validasi berkas Data pemohon dan 60 Validasi data dan
permohonan. Jika permohonan berkas permohonan menit keleng-kapan
tidak lengkap dikembalikan Izin Trayek AKDP berkas
kepada pemohon. Jika permohonan Izin
permohonan lengkap diproses Trayek
lebih lanjut.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
13. Kepala Bidang LLAJ meneruskan Izin Trayek AKDP 15 Izin Trayek
kepada Kasi Angkutan untuk bernomor dan ber- menit AKDP dan
diserahkan kepada pemohon stempel dinas arahan
14. Kasi Angkutan menyerahkan nota Izin Trayek AKDP 15 Nota pengantar
pengantar pembayaran retribusi dan arahan Kepala menit pembayaran
Izin Trayek AKDP kepada Bidang LLAJ retribusi
pemohon
15. Pemohon membayar retribusi Izin Nota pengantar pem- 15 Retribusi Izin
Trayek dengan menyerahkan bayaran retribusi menit Trayek tebayar
18. Kepala Seksi Angkutan menye- Izin Trayek AKDP 10 Bukti penerima-
rahkan Izin Trayek AKDP dan dan Bukti peneri- menit an Izin Trayek
menerima bukti penerimaan izin maan Izin Trayek ditandatangani
sebagai dokuemntasi. dan dokumen-
tasi.
H. RUDY ARIFFIN
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
NOMOR TAHUN 2011
TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELAYANAN IZIN TRAYEK ANGKUTAN PENUMPANG
ANTAR KOTA DALAM PROVINSI
KALIMANTAN SELATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
3. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
4. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika adalah Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Selatan.
5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
Provinsi Kalimantan Selatan.
6. Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya disebut Kepala
Bidang LLAJ adalah Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Selatan.
7. Kepala Seksi Angkutan Jalan adalah Kepala Seksi Angkutan Jalan pada Bidang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
Provinsi Kalimantan Selatan.
8. Pemroses Izin Trayek AKDP yang selanjutnya disebut Pemroses Izin Trayek
adalah Pemroses Izin Trayek AKDP pada Seksi Angkutan Jalan Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Selatan.
9. Izin Trayek Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi yang selanjutnya disebut Izin
Trayek AKDP adalah izin trayek angkutan perkotaan yang wilayah pelayanannya
melebihi satu wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi.
10. Pelayanan Izin Trayek AKDP adalah pelayanan izin trayek angkutan perkotaan
yang wilayah pelayanannya melebihi satu wilayah kabupaten/kota dalam satu
provinsi.
11. Perorangan adalah setiap individu yang mengajukan permohonan izin trayek
angkutan perkotaan yang wilayah pelayanannya melebihi satu wilayah
kabupaten/kota dalam satu provinsi.
12. Badan Hukum adalah setiap badan usaha yang mengajukan permohonan izin
trayek angkutan perkotaan yang wilayah pelayanannya melebihi satu wilayah
kabupaten/kota dalam satu provinsi.
BAB II
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PELAYANAN IZIN TRAYEK AKDP
Pasal 2
Pasal 2
(1) Permohonan Izin Trayek AKDP diajukan oleh setiap pemohon baik perorangan
maupun badan hukum.
(2) Setiap pemohon diwajibkan untuk mengisi formulir Izin Trayek AKDP dengan data
dan informasi yang diperlukan dengan benar dan lengkap.
(3) Setiap permohonan Izin Trayek AKDP wajib dilampiri dengan persyaratan-
persyaratan yang ditentukan sesuai dengan produk layanan yang diperlukan.
Pasal 3
(1) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) untuk mendapatkan
layanan Izin Trayek meliputi :
a. mengajukan permohonan secara tertulis ;
b. melampirkan photocopy Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang
dipergunakan sebagai sarana angkutan ;
c. melampirkan buku uji kendaraan bermotor yang dipergunakan sebagai
sarana angkutan ;
d. melampirkan izin usaha angkutan sesuai domisili bagi permohonan yang
diajukan oleh badan hukum ;
e. melampirkan rekomendasi / pertimbangan pejabat terkait di kota asal dan
kota tujuan trayek angkutan yang dimohon ; dan
f. melampirkan Kartu Pengawasan trayek yang lama.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) untuk mendapatkan
Kartu Pengawasan meliputi :
a. mengajukan permohonan secara tertulis ;
b. melampirkan Kartu Pengawasan aseli yang habis masa berlakunya ;
c. melampirkan photocopy buku uji kendaraan bermotor yang dipergunakan
sebagai saran angkutan.
(3) Di samping persyaratan-persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) maka pelayanan Izin Trayek AKDP juga harus memperhatikan dan
mempertimbangkan load-factor jalur trayek angkutan yang dimohon.
Pasal 4
(1) Berkas permohonan diserahkan ke Seksi Angkutan Jalan dan diterima oleh
Pemroses Izin Trayek AKDP.
(2) Berkas permohonan diteruskan kepada Kepala Seksi Angkutan Jalan untuk diteliti
kelengkapan persyaratannya.
Pasal 5
(1) Kepala Seksi Angkutan Jalan melaksanakan penelitian dan validasi terhadap
kelengkapan berkas permohonan Izin Trayek AKDP, sesuai dengan persyaratan
dan ketentuan yang berlaku.
(2) Jika berdasarkan penelitian dan validasi berkas permohonan belum memenuhi
persyaratan dan ketentuan yang berlaku, maka berkas pemohonan dikembalikan
kepada pemohon.
(3) Jika berdasarkan penelitian dan validasi berkas permohonan telah memenuhi
persyaratan dan ketentuan yang berlaku, maka berkas permohonan diproses
lebih lanjut dan diserahkan kepada Sub Bagian Umum dan Kepegawaian untuk
dicatat dalam agenda surat masuk.
Pasal 6
(1) Berkas permohonan dicatat di dalam agenda surat masuk.
(2) Berkas permohonan diteruskan kepada Kepala Dinas untuk mendapatkan arahan
selanjutnya.
Pasal 7
Kepala Dinas mempelajari berkas permohonan Izin Trayek AKDP dan memberikan
arahan melalui disposisi kepada Kepala Bidang LLAJ.
Pasal 8
(1) Kepala Bidang LLAJ menerima dan mempelajari berkas permohonan Izin Trayek
AKDP.
(2) Kepala Bidang LLAJ melaksanakan arahan dan disposisi Kepala Dinas dan
meneruskan berkas permohonan kepada Kepala Seksi Angkutan Jalan.
Pasal 9
(1) Kepala Seksi Angkutan Jalan menerima berkas dan melaksanakan arahan Kepala
Bidang LLAJ untuk memproses permohonan Izin Trayek AKDP.
(2) Kepala Seksi Angkutan Jalan menyiapkan konsep naskah Izin Trayek AKDP sesuai
jalur trayek yang dimohon.
(3) Kepala Seksi Angkutan Jalan menyerahkan konsep naskah Izin Trayek AKDP
kepada Pemroses Izin Trayek untuk diproses lebih lanjut.
Pasal 10
(1) Pemroses Izin Trayek menyiapkan net naskah Izin Trayek AKDP sesuai konsep
Kepala Seksi Angkutan Jalan.
(2) Pemroses Izin Trayek menyerahkan net naskah Izin Trayek AKDP kepada Kepala
Seksi Angkutan Jalan untuk dikoreksi dan diproses lebih lanjut.
Pasal 11
(1) Kepala Seksi Angkutan Jalan memeriksa dan mengoreksi net naskah Izin Trayek
AKDP.
(2) Net naskah Izin Trayek AKDP diparaf oleh Kepala Seksi Angkutan Jalan dan
diserahkan kepada Kepala Bidang LLAJ untuk diproses lebih lanjut.
Pasal 12
(1) Kepala Bidang LLAJ memeriksa dan mengoreksi net naskah Izin Trayek AKDP yang
telah mendapatkan paraf Kepala Seksi Angkutan Jalan.
(2) Kepala Bidang LLAJ membubuhkan paraf persetujuan atas net naskah Izin Trayek
AKDP.
(3) Net naskah Izin Trayek AKDP yang telah diparaf oleh Kepala Bidang LLAJ diteruskan
kepada Sekretaris untuk diproses lebih lanjut.
Pasal 13
(1) Sekretaris memeriksa format net naskah Izin Trayek AKDP dan membubuhkan paraf
persetujuan.
(2) Net naskah Izin Trayek AKDP yang telah diparaf oleh Sekretaris diteruskan kepada
Kepala Dinas untuk proses penandatanganan.
Pasal 14
(1) Kepala Dinas memeriksa net naskah Izin Trayek AKDP yang telah mendapatkan
paraf berjenjang Kepala Seksi Angkutan Jalan, Kepala Bidang LLAJ dan
Sekretaris.
(2) Kepala Dinas membubuhkan tanda tangan pada net naskah Izin Trayek AKDP.
(3) Izin Trayek AKDP yang telah ditanda tangani oleh Kepala Dinas diteruskan kepada
Sub Bagian Umum dan Kepegawaian untuk proses penomoran.
Pasal 15
(1) Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian memproses penomoran dan
pembubuhan stempel dinas.
(2) Izin Trayek AKDP yang telah diberi nomor dan dibubuhkan stempel dinas
diserahkan kepada Kepala Bidang LLAJ.
Pasal 16
Kepala Bidang LLAJ meneruskan Izin Trayek AKDP kepada Kepala Seksi Angkutan
Jalan untuk diserahkan kepada pemohon.
Pasal 17
Kepala Seksi Angkutan Jalan menyerahkan nota pengantar pembayaran retribusi Izin
Trayek AKDP kepada pemohon.
Pasal 18
(1) Pemohon membayar retribusi Izin Trayek AKDP sesuai dengan tarif dan ketentuan
yang berlaku dengan menyerahkan nota pengantar pembayaran retribusi Izin
Trayek AKDP.
(2) Bendaharawan Penerima menerima pembayaran retribusi Izin Trayek AKDP dan
menyerahkan kuitansi/bukti pembayaran retribusi Izin Trayek AKDP.
Pasal 19
Pasal 20
Format Standar Operasional Pelayanan Izin Trayek AKDP sebagaimana terlampir dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.
BAB III
TATA KERJA
Pasal 21
(6) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Izin Trayek AKDP wajib membangun komitmen tinggi untuk
mendukung pelaksanaannya.
(7) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Izin Trayek AKDP wajib mengembangkan koordinasi dan kerjasama
maksimal dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan
naskah dinas.
(8) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Izin Trayek AKDP wajib memperhatikan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.
(9) Setiap pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Izin Trayek AKDP memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam
bidang perencanaan pembangunan daerah.
(10) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Pelayanan Izin Trayek AKDP wajib menguasai teknologi dan mampu
mengoperasikan peralatan teknis Pelayanan Izin Trayek AKDP
BAB IV
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 22
(4) Sarana dan prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dioperasionalkan secara khusus untuk pelayanan Izin Trayek AKDP secara
efisien, efektif dan tepat waktu sesuai dengan standar waktu maksimal untuk
setiap tahapan kegiatan.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya, akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 24
Ditetapkan di Banjarmasin
pada tanggal
H. RUDY ARIFFIN
Diundangkan di Banjarmasin
pada tanggal
Nomor SOP
Tanggal Pembuatan
DINAS PERHUBUNGAN Tanggal Revisi
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tanggal Efektif
Disahkan oleh Gubernur Kalimantan Selatan
Nama SOP Standar Operasional Prosedur Pelayanan Izin Trayek AKDP