Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Berdarah Dengue


2.1.1. Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang
ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang
jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit
berupa bintik perdarahan (petechiae), lebam (echymosis) atau ruam (purpura).
Kadang-kadang disertai mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran
menurun atau renjatan (Shock).1

2.1.2. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan virus dengue. Virus dengue
termasuk dalam group B Artropod borne viruse (arboviruses) yaitu virus yang
ditularkan melalui serangga. Terdapat 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3
dan DEN 4. Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan kekebalan terhadap serotype yang bersangkutan, namun tidak
dapat memberikan proteksi silang terhadap serotipe yang lain. DBD terjadi bila
beberapa virus ditularkan secara serentak. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam
menemukan vaksin terhadap virus dengue. Keempat tipe virus tersebut telah
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, tetapi yang banyak berkembang di
masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga, dimana virus dengue
3 mempunyai derajat virulensi yang tinggi.3,6

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti/Aedes


albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya yang
berasal dari penderita demam berdarah yang lain. Virus dalam tubuh nyamuk
juga dapat diturunkan secara transovarial yaitu jika induk nyamuk telah
terinfeksi virus maka generasi selanjutnya akan membawa virus pula.3,7
Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dalam air yang jernih dan tenang di
lingkungan perumahan, pabrik maupun industri. Tempat bertelur dapat
ditemukan di dalam rumah (bak mandi, tempat penyimpanan air, bak cuci kaki,
tempat minum burung, vas bunga dan lain-lain) maupun di luar rumah (ban
bekas, botol/gelas minuman dan lain-lain yang dapat menampung air dimusim
hujan). Habitat jentik yang alami sering ditemukan di lubang pohon, bekas
potongan bambu, ketiak daun dan tempurung kelapa. Keadaan ini menyebabkan
populasi nyamuk meningkat pada musim hujan.7,8
Telur diletakkan satu persatu pada permukaan lembab tepat diatas batas
air. Setelah perkembangan embrio sempurna dalam 24 jam, telur menetas saat
tergenang air. Namun tidak semua telur menetas pada saat yang bersamaan.
Telur mampu bertahan dalam keadaan kering dalam waktu yang lama (lebih dari
satu tahun) dan akan menetas saat tergenang air. Kemampuan telur ini
membantu kemampuan spesies selama kondisi iklim yang tidak
menguntungkan.8
Jarak terbang Aedes aegypti yang mencapai 40 - 100 meter,
memungkinkan penularan antar rumah yang jaraknya berdekatan. Disamping itu
sifat Aedes aegypti betina yang mempunyai kebiasaan menggigit berulang
(multiple biters), yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu
singkat semakin memudahkan proses penularan.6
Beberapa faktor yang berisiko terjadinya penularan dan semakin
berkembangnya penyakit DBD adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang
tidak memiliki pola tertentu, faktor urbanisasi yang tidak berencana dan
terkontrol dengan baik, semakin majunya sistem transportasi sehingga
mobilisasi penduduk sangat mudah, sistem pengelolaan limbah dan penyediaan
air bersih yang tidak memadai, berkembangnya penyebaran dan kepadatan
nyamuk, kurangnya sistem pengendalian nyamuk yang efektif, serta
melemahnya struktur kesehatan masyarakat. Selain faktor-faktor lingkungan
tersebut diatas status imunologi seseorang, strain virus/serotipe virus yang
menginfeksi, usia dan riwayat genetik juga berpengaruh terhadap penularan
penyakit.1
Perubahan iklim (climate change) global yang menyebabkan kenaikan
rata-rata temperatur, perubahan pola musim hujan dan kemarau juga disinyalir
menyebabkan risiko terhadap penularan DBD bahkan berisiko terhadap
munculnya KLB DBD.1
2.1.3. Epidemiologi
Secara epidemiologi DBD banyak ditemukan di daerah tropis, dimana
suhu yang hangat, adanya penyimpanan air untuk keperluan sehari-hari dan
sanitasi yang kurang baik menyebabkan terdapatnya populasi Aedes aegypti
yang permanen.2
Di Indonesia penyakit DBD ditemukan pertama di Surabaya pada tahun
1968. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah hingga tahun
1980 seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali
ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam
jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi
Kejadian Luar Biasa (KLB) setiap tahun, dimana jumlah penderita meningkat
lebih dari dua kali pada periode yang sama.3
KLB DBD terbesar terjadi tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) =
35,19 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) = 2%. Pada tahun
1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR
cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24
(tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003). Sejak Januari sampai 5 Maret tahun 2004
total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia mencapai 26.015, dengan
jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53%), sehingga pada 16 Februari
2004 demam berdarah dinyatakan sebagai kejadian luar biasa nasional.3
Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat
selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran
jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2
kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009.
Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus
DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968
hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.9
Gambar 1. Insiden DBD di Indonesia.

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang


terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk,
adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan
sarang nyamuk (PSN), terdapatnya vektor hampir di seluruh pelosok tanah air
serta adanya tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.3,7

2.1.4. Patofisiologi6
Ada dua patofisiologi utama pada DBD, yaitu (1) meningkatnya
permeabilitas kapiler yang menghasilkan kebocoran plasma dan ini
menyebabkan hipovolemia, hemokonsentrasi serta renjatan (2) adanya
hemostasis yang abnormal, melibatkan perubahan pembuluh darah,
trombositopeni dan koagulopati.
a. Teori Virulensi Virus
Seseorang akan terkena infeksi virus dengue dan menjadi sakit kalau jumlah
dan virulensi virus cukup kuat untuk mengalahkan pertahanan tubuh. Fakta
ini diperkuat dengan uji coba dimana beberapa orang yang digigit nyamuk
infeksius, hasilnya adalah ada orang yang sakit dan ada orang yang tidak
sakit.

b. Teori Imunopatologi
Respon imun terhadap infeksi virus dengue mempunyai dua aspek yaitu
respon kekebalan atau malahan menyebabkan penyakit. Pada percobaan
terhadap manusia dan mencit dapat disimpulkan bahwa sesudah mendapat
infeksi virus dengue satu serotype maka akan terjadi kekebalan terhadap
virus ini dalam jangka waktu lama dan tidak mampu mMberi pertahanan
terhadap jenis virus yang lain. Teori ini berkembang dan didukung oleh data
epidemologik, klinis dan laboratorium yang banyak diteliti di Thailand
sekitar tahun 1954-1964.Teori tersebut kemudian disebut sebagai Teori
Infeksi Sekunder oleh virus yang heterologus yang berurutan. Kalau
seseorang mendapat infeksi primer dengan satu jenis virus, kemudian lain
kali mendapat infeksi sekunder dengan jenis serotype virus yang lain maka
risiko besar akan terjadi infeksi virus yang berat.

c. Teori Antigen Antibodi


Virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibody,
membentuk virus-antibodi kompleks (kompleks imun) kemudian
mengaktivasi komplemen, aktivasi ini akan menghasilkan anafilatoksin C3a
dan C5a, yang merupakan mediator kuat permeabilitas kapiler, kemudian
terjadi kebocoran plasma.

d. Teori Infection Enhacing Antibodi


Teori ini mengungkapkan bahwa manusia yang telah terinfeksi virus dan
membentuk antibody, dimana antibody ini bersifat non neutralisir dan bila
terjadi infeksi berulang memiliki resiko terjangkit DBD lebih besar
dibanding dengan manusia yang tak memiliki antibody.Menurut penelitian
antigen dengue lebih banyak di dapat pada sel makrofag yang beredar
dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada
makrofag yang dilingkupi antibody non neutralisasi, antibody tersebut akan
bersifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Lebih
banyak sel makrofag terinfeksi lebih berat penyakitnya. Diduga makrofag
yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan berbagai substansi
inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas
kapiler dan akan mengaktivasi sistem koagulasi.

e. Teori Mediator
Makrofag yang terinfeksi virus mengeluarkan mediator atau sitokin.Sitokin
diproduksi oleh banyak sel terutama makrofag mononuclear.Disini sitokin
disebut juga monokin.Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai
mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang
infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi dan
diferensiasi limfosit, sebagai activator sel inflamasi non spesifik, dan
sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi loeukosit matur.Teori
mediator ini sejalan dan berkembang bersama dengan peran endotoksin dan
teori peran sel limfosit.
-
Peran Endotoksin
Syok pada DBD akan menyebabakan iskemia pada usus, disamping
iskemia juga pada jaringan lain. Pada waktu iskemia usus, terjadi
translokasi bekteri dari lumen usus ke dalam sirkulasi. Endotoksin
dsebagai komponen kapsul luar dari bakteri gram negative akan mudah
masuk kedalam sirkulasi pada kejadian syok yang akan diikuti iskemia
berat. Endotoksin akan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa
dan interleukin 1 dimana hal tersebut meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah yang memudahkan kembali terjadinya shock
hipovolemic.
-
Peran Limfosit
Virus yang masuk ke makrofag akan mendapat tanggapan, dimana peptide
virus akan dibawa oleh MHC kelas I lalu dipajang dipermukaan virus.
Pajanan peptide virus menyebabkan sel limfosit T CD8 mengenal bahwa
didalam makrofag tersebut ada virus. Kemudian sel limfosit tersebut akan
teraktivasi, mengeluarkan limfokin, termasuk limfokin yang
mengaktivkan makrofag dan mengaktivkan sel.

f. Teori Trombosit Endotel


Trombosit dan endotel diduga mempunyai peran penting dalam patogenesis
DBD, berdasarkan kenyataan bahwa pada DBD terjadi trombositopenia dan
permeabilitas kapiler yang meningkat yang berarti ada pengaruh terhadap
integritas sel endotel.Dua komponen ini merupakan satu kesatuan fungsi
dalam mempertahankan homeostasis. Salah satu cedera akan berakibat pada
yang lain. Gangguan pada endotel akan menimbulkan agregasi trombosit
serta aktivasi koagulasi.
2.1.5. Diagnosis6
Demam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan kriteria WHO 1997
diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi :
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
Uji bending positif
Ptekie, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain.
Hematemesis atau melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :
Peningkatan hematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.
Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan
DBD adalah pada DBD ditemukan kebocoran plasma. Terdapat 4 derajat
spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:
1. Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
2. Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan
perdarahan lain
3. Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,sianosis di
sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
4. Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.

2.1.6. Tatalaksana6
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan
DBD dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini
terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut:
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok
Protokol 1 digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan
pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat
Darurat yang juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi
rawat.

Gambar 2.
Penanganan tersangka DBD tanpa syok

2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat


Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan massif tanpa syok
maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti
rumus berikut : volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan
1500 +{20 x (BB dalam kg - 20)}

Gambar 3.
Pemberian
cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit>20%

Gambar 4. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%


4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
Perdarahan spontan dan masif : epistaksis tidak terkendali, hematemesis
melena, perdarahan otak

Gambar 5. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa


5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
Bila kita berhadapan dengan DSS maka hal pertama yang harus diingat
adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian
cairan intravascular yang hilang harus segera dilakukan.Angka kematian DSS
10 kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan dan renjatan
dapat terjadi karena keterlambatan penderita mendapatkan pertolongan,
penatalaksanaan yang tidak tepat temasuk kurangnya kewaspadaan terhadap
tanda-tanda renjatan dini dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.

Gambar 6. Penatalaksanaan sindrom syok dengue pada dewasa

2.1.7. Upaya Pemberantasan1


Upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan
dengan cara tepat guna oleh pemerintah dengan peran serta masyarakat yang
meliputi : (1) pencegahan, (2) penemuan, pertolongan dan pelaporan, (3)
penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit demam berdarah dengue,
(4) penanggulangan seperlunya, (5) penanggulangan lain dan (6) penyuluhan.
1. Pencegahan
Pencegahan dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan Tempat umum
dengan melakukan
Pemberantasan sarang Nyamuk (PSN) yang meliputi:
a. menguras tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu
sekali, atau
b. menutupnya rapat-rapat.
c. Mengubur barang bekas yang dapat menampung air
d. Menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi)
e. Memelihara ikan
f. Cara-cara lain membasmi jentik.

2. Penemuan, Pertolongan dan Pelaporan


Penemuan, pertolongan dan pelaporan penderita penyakit demam berdarah
dengue dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara-
cara sebagai berikut:
a. Keluarga yang anggotanya menunjukkan gejala penyakit demam
berdarah dengue memberikan pertolongan pertama (memberi minum
banyak, kompres dingin dan dan obat penurun panas yang tidak
mengandung asam salisilat) dan dianjurkan segera memeriksakan kepada
dokter atau unit pelayanan kesehatan.
b. Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan, penentuan diagnosa dan
pengobatan/perawatan sesuai dengan keadaan penderita dan wajib
melaporkan kepada puskesmas.
c. Kepala keluarga diwajibkan segera melaporkan kepada lurah/kepala desa
melalui kader, ketua RT/RW, Ketua Lingkungan/Kepala Dusun.
d. Kepala asrama, ketua RT/RW, Ketua Lingkungan, Kepala Dusun yang
mengetahui adanya penderita/tersangka diwajibkan untuk melaporkan
kepada Puskesmas atau melalui lurah/kepala desa.
e. Lurah/Kepala Desa yang menerima laporan, segera meneruskannya
kepada puskesmas.
f. Puskesmas yang menerima laporan wajib melakukan penyelidikan
epidemiologi dan pengamatan penyakit.

3. Pengamatan Penyakit dan Penyelidikan Epidemiologi


a. Pengamatan penyakit dilaksanakan oleh Puskesmas yang menemukan
atau menerima laporan penderita tersangka untuk:
- Memantau situasi penyakit demam berdarah dengue secara teratur
sehingga kejadian luar biasa dapat diketahui sedini mungkin.
- Menentukan adanya desa rawan penyakit demam berdarah dengue.
b. Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan oleh petugas kesehatan dibantu
oleh masyarakat, untuk mengetahui luasnya penyebaran penyakit dan
langkah-langkah untuk membatasi penyebaran penyakit sebagai berikut:
- Petugas Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi.
- Keluarga penderita dan keluarga lain disekitarnya membantu
kelancaran pelaksanaan penyelidikan.
- Kader, Ketua RT/RW, Ketua lingkungan, Kepala Dusun, LKMD,
membantu petugas kesehatan dengan menunjukkan rumah
penderita/tersangka dan mendampingi petugas kesehatan dalam
pelaksanaan penyelidikan epidemiologi.
c. Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan
adanya kejadian luar biasa kepada Camat dan Dinas Kesehatan Dati II,
disertai rencana penanggulangan seperlunya.

4. Penanggulangan seperlunya
a. Penanggulangan seperlunya dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu
oleh masyarakat untuk membatasi penyebaran penyakit. Jenis kegiatan
yang dilakukan disesuaikan dengan hasil penyelidikan epidemiologi
sebagai berikut:
Bila:
- Ditemukan penderita/tersangka demam berdarah dengue lainnya.
atau
- Ditemukan 3 atau lebih penderita panas tanpa sebab yang jelas dan
ditemukan jentikdilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus
interval 1 minggu) disertai penyuluhan di rumah
penderita/tersangka dan sekitarnya dalam radius 200 meter dan
sekolah yang bersangkutan bila penderita/tersangka adalah anak
sekolah.
b. Bila terjadi Kejadian Luar Biasa atau wabah, dilakukan penyemprotan
insektisida (2 siklus dengan interval 1 minggu) dan penyuluhan di
seluruh wilayah yang terjangkit.
c. Bila tidak ditemukan keadaan seperti di atas, dilakukan penyuluhan di
RW/Dusun yang bersangkutan.

5. Penyuluhan
Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet
atau poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam pemberantasan
sarang nyamuk sesuai dengan kondisi setempat. Metode ini antara lain
dengan COMBI, PLA dan sebagainya.

Pencegahan dan Pengendalian DBD

Pengendalian demam berdarah dengue didasarkan pada pemutusan rantai

penularan. Dalam hal demam berdarah dengue, komponen penularan terdiri dari

virus, Aedes aegypti, dan manusia. Karena sampai saat ini belum ditemukan vaksin

yang efektif terhadap virus itu, maka pengendalian ditujukan kepada manusia dan

terutama vektornya (Soedarmo, 2009).

Pencegahan dan pengendalian Demam Berdarah Dengue dapat dilakukan

berdasarkan manajemen penyakit berbasis lingkungan. Dengan mempelajari

patogenesis penyakit dapat ditentukan pada titik mana atau simpul mana kita bisa

melakukan pencegahan. Tanpa mengetahui patogenesis atau proses kejadian penyakit

berbasis lingkungan, sulit melakukan pencegahan. Kejadian penyakit merupakan

hasil hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan

yang memiliki potensi penyakit (Achmadi, 2008).

Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama penyakit DBD. Sampai saat
ini belum ada ditemukan obat anti virus dengue yang efektif maupun vaksin yang

dapat melindungi diri terhadap infeksi virus dengue. Oleh karena itu perlu

pengendalian terhadap nyamuk Aedes aegypti. Tujuannya untuk menurunkan

kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti sampai serendah mungkin sehingga

kemampuan vektor menghilang (Soegijanto, 2008).

Pada umumnya terdapat empat cara pengendalian vektor, yaitu dengan cara

kimiawi, biologis, radiasi, dan mekanik/pengelolaan lingkungan (Soegijanto, 2008).

1. Pengendalian cara kimiawi

Insektisida dapat digunakan terhadap nyamuk Aedes aegypti dewasa atau

larva. Insektisida yang digunakan antara lain, dari golongan organoklorin,

organophospor, karbamat, dan piretroid. Bahan-bahan insektisida tersebut

dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (sray) terhadap rumah-

rumah penduduk. Insektisida yang digunakan untuk larva yaitu dari

golongan organophospor (themepos) dalam bentuk sand granules yang

dilarutkan dalam air di tempat perindukannya (abatisasi).

2. Pengendalian biologis

Disebut juga pengendalian hayati yang dilakukan dengan menggunakan

kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme, hewan invertebrata

atau hewan vertebrata. Sebagai pengendalian hayati dapat berperan

sebagai patogen, parasit atau pemasangan. Beberapa jenis ikan, seperti


ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusiaaffinis)

adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Romanomarmis

inyengari dan R. Culciforax merupakan parasit larva nyamuk dari

golongan cacing nematoda. Sebagai patogen, seperti dari golongan virus,

bakteri, fungi atau protozoa dapat dikembangkan sebagai pengendali

hayati larva nyamuk ditempat perindukannya.

3. Pengendalian cara radiasi

Pengendalian ini dilakukan dengan meradiasi nyamuk jantan dengan

bahan radioaktif dengan dosisi tertentu sehingga menjadi mandul.

Kemudian nyamuk jantan yang telah diradiasi ini dilepaskan ke alam

bebas. Meskipun nanti akan berkopulasi dengan nyamuk betina tidak akan

menghasilkan telur yang fertil.

4. Pengendalian lingkungan

Menurut WHO, 2004 pengendalian lingkungan dapat dilakukan dengan

modifikasi lingkungan dan manipulasi lingkungan. (i) Modifikasi

lingkungan: transformasi jangka panjang dari habitat vektor berupa

perbaikan suplai dan persediaan air bagi daerah yang persediaan air tidak

adekuat karena hal ini akhirnya akan memperbanyak tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti akibat dari penggunaan wadah

yang besar yang tidak mudah dibersihkan, tanki atau reservoir diatas atau

bangunan pelindung jairingan pipa air, maupun tanki penyimpanan di

bawah harus memiliki struktur yang anti-nyamuk. (ii) Manipulasi

lingkungan: perubahan sementara habitat vektor sebagai hasil dari


aktivitas yang direncanakan untuk menghasilkan kondisi yang tidak

disukai dalam perkembangbiakan vektor. Modifikasi lingkungan

misalnya, pemberian lobang pada pot/vas bunga untuk saluran air keluar,

bunga hidup dalam wadah air harus diganti setiap minggu dan dibersihkan

sebelum dipakai kembali, penyimpanan air rumah tangga harus ditutup

dengan tutup yang pas dan rapat yang harus ditempatkan kembali dengan

benar setelah mengambil air, ban bekas yang terkena air hujan dapat

menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk untuk itu sebaiknya diisi

dengan tanah atau beton dan digunakan untuk wadah tanaman maupun

pembatas jalan. Menurut Soegijanto, 2008 sekarang yang digalakkan oleh

pemerintah yaitu 3M yaitu: 1) menguras tempat-tempat penampungan air

dengan menyikat dinding bagian dalam dan dibilas paling sedikit

seminggu sekali, 2) menutup rapat tempat penampungan air sedemikian

rupa sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa, 3)

menanam/menimbun dalam tanah barang-barang bekas atau sampah yang

dapat menampung air hujan.

Dari semua cara pengendalian tersebut diatas tidak ada satupun yang paling

unggul. Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka dilakukan kombinasi dari

beberapa cara tersebut diatas. Namun, yang paling penting dari semua hal tersebut

adalah menggugah dan meningkatkan kesadaran masyarakat agar mau

memperhatikan kebersihan lingkugannya dan memahami mekanisme terjadinya

penularan DBD, sehingga dapat berperan aktif menanggulangi penyakit DBD

(Soegijanto, 2008).
2.14. Ukuran Kepadatan Populasi Nyamuk Penular

Untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu lokasi

dapat dilakukan bebarapa survei di rumah yang dipilih secara acak (Depkes, 2005).

1. Survei nyamuk

Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk umpan orang di

dalam dan diluar rumah, masing-masing selama 20 menit per rumah dan

penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah yang sama.

Penangkapan nyamuk biasanya dilakukan dengan menggunakan aspirator.

Indek-indek nyamuk yang digunakan:

a. Biting/landing rate:

b. Resting per rumah :

2. Survei jentik

Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan

nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk

mengetahui ada tidaknya jentik.

b. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar, seperti

bak mandi, tempayan, drum dan bak penampungan air lainnya. Jika pada
pandangan (penglihatan) pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-

kira -1 menit untuk memastikan bahwa benar-benar jentik tidak ada.

c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti:

vas bunga/pot tanaman air/botol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu

dipindahkan ke tempat lain.

d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya keruh,

biasanya digunakan senter

Metode survei jentik:

a. Single larva

Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan

air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.

b. Visual

Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap

tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Biasanya dalam program

DBD menggunakan cara visual.

Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui jentik Aedes aegypti:

1) Angka Bebas Jentik (ABJ):

2) House Index (HI):


3) Container Index (CI):

4) Breteau Index (BI):

Jumlah container dengan jentik dalam 100 rumah/bangunan

3. Survei perangkap telur (ovitrap)

Survei ini dilakukan dengan cara memasang ovitrap yaitu berupa bejana,

misalnya potongan bambu, kaleng (seperti bekas kaleng susu atau gelas plastik)

yang dinding sebelah dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya.

Ke dalam bejana tersebut dimasukkan padel berupa potongan bilah bambu atau

kain yang tenunannya kasar dan berwarna gelap sebagai tempat meletakkan

telur bagi nyamuk.

Ovitrap diletakkan di dalam dan diluar rumah di tempat yang gelap lembab.

Setelah satu minggu dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya telur nyamuk di padel.

Ovitrap index dihitung dengan:

Angka Bebas Jentik (ABJ) dan House Indeks (HI) lebih menggambarkan

luasnya penyebaran nyamuk disuatu wilayah.

2.15. Program Penanggulangan DBD

Melalui Kepmenkes no. 581/Tahun 1992, telah ditetapkan Program Nasional

Penanggulangan DBD yang terdiri dari 8 pokok program (Kemkes RI, 2011) yaitu:
1. Surveilans epidemiologi dan Penanggulangan KLB

Terdiri dari kegiatan-kegiatan :

a. Penemuan dan pelaporan penderita, di Rumah Sakit, di Puskesmas, di

klinik/dokter praktek swasta, menggunakan sistem pelaporan yang

telah baku. Penyakit DBD termasuk salah satu penyakit menular yang

dapat menimbulkan wabah, sesuai dengan UU Wabah No 4 tahun

1984, PP no. 4 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah dan

PERMENKES No 560 tahun 1989 tentang Jenis penyakit yang dapat

menimbulkan wabah, maka penderita DBD wajib dilaporkan dalam

waktu <24 jam. Dokter yg menemukan penderita/tersangka DBD

wajib melaporkannya ke Puskesmas setempat sesuai dengan tempat

tinggal penderita.

Metode :

- Surveilans pasif: menerima pelaporan.

- Survelans aktif: pettugas Dinas Kesehatan mendatangi RS/

sarana pelayanan kesehatan yang merawat penderita DBD.

b. Tindak lanjut penanggulangan kasus DBD di lapangan:

- Penyelidikan epidemiologi

- Penanggulangan seperlunya meliputi foging fokus,

penggerakkan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta

larvasidasi.
- Melakukan analis berdasarkan PWS (Pemantauan Wilayah
Setempat)

2. Pemberantasan Vektor

A. Fase Vektor:

a) Nyamuk dewasa:

Untuk memutuskan mata rantai penularan maka nyamuk dewasa yang

diduga telah terinfeksi harus segera diberantas dengan cara

pengasapan. Bila sebuah daerah dinyatakan KLB, maka pengasapan

massal seluruh area merupakan metode yang harus dilakukan.

b) Jentik: dengan melakukan PSN dengan kegiatan 3 M Plus:

Secara fisik :3 M (Menguras, Menutup, Mengubur)

Secara kimiawi :Larvasidasi (Abate)

Secara biologis :Ikanisasi; ikan adu/cupang/tempalo di

Palembang

Cara mandiri lainnya untuk mencegah dan mengusir nyamuk seperti

menggunakan repelent, obat nyamuk bakar, obat nyamuk semprot,

menggunakan kelambu, memasang kawat kasa, mendaur ulang

barang-barang bekas dll.

B. Kegiatan Pengamatan Vektor:

a) Pengamatan terhadap vektor khususnya jentik nyamuk perlu dilakukan

terus menerus, paling tidak seminggu sekali oleh masyarakat sendiri

dengan peran aktif kader dan dimonitor oleh petugas puskesmas.


b) Bulan kewaspadaan gerakan 3M. Pada saat Sebelum Musim

Penularan, dipimpin oleh kepala wilayah (Gubernur, Bupati,

Walikota, Camat/Lurah).

c) Tujuannya untuk meningkatkan kewaspadaan dan kepedulian

masyarakat memasuki musim penghujan. Kegiatannya meliputi:

- Penyuluhan intensif

- Kerja bakti 3M PLUS

- Kunjungan rumah

d) Pemantauan Jentik Berkala di desa endemis setiap tiga bulan sekali,

dilaksanakan oleh puskesmas.

e) Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada

pimpinan wilayah rapat bulanan, sebagai alat monitoring.

Indikator digunakan adalah:

1. Angka Bebas Jentik (ABJ)

2. Kontainer Indeks

C. Pada Situasi KLB:

Perlu persiapan sarana dan prasarana termasuk mesin fogging, ULV

dipastikan dalam keadaan berfungsi, kecukupan insektisida dan larvasida

dan penyediaan biaya operasional, seringkali hal-hal ini yang

menyebabkan keterlambatan dalam penanggulangan KLB. Demikian pula

kesiagaan di RS untuk dapat menampung pasien-pasien DBD, baik

penyediaan tempat tidur, sarana logistik dan tenaga medis, paramedis dan

laboratorium yang siaga 24 jam. Pemerintah daerah menyiapkan anggaran


untuk perawatan gratis bagi pasien-pasien tidak mampu dan perawatan di

kelas III.

3. Penatalaksanaan Kasus

a) Pelatihan Tatalaksana klinis bagi dokter anak/penyakit dalam, dokter

Puskesmas dan para medis.

b) Pelatihan bagi petugas laboratorium ( klinis dan serologis )

c) Penyediaan sarana dan prasarana seperti tersedia tensimeter anak

untuk melakukan test torniket, alat pemeriksaan trombosit dan

hematokrit, cairan infus, infus set dll.

4. Penyuluhan

Promosi kesehatan penyakit DBD tidak sekedar membuat leaflet atau poster

saja melainkan suatu komunikasi perubahan Perilaku dalam Pemberantasan

Sarang Nyamuk melalui pesan pokok 3M PLUS, merupakan suatu kegiatan

yang terencana sejak dari tahap analisa situasi, perencanaan kegiatan hingga

ke pelaksanaan dan evaluasi. Saat ini kegiatan diintensifkan menjadi sub

program Peran Serta Masyarakat dalam PSN dan telah diterbitkan buku

panduan untuk ini. Diharapkan setiap wilayah memilih daerah uji coba untuk

meningkatkan peran serta masyarakat dalam PSN DBD.

Media penyuluhan selain media cetak (leaflet, brosur, poster), media

elektronik pesan 3 M melalui TV atau radio, talk show dll. Pelaksana

kegiatan tidak hanya sektor kesehatan tapi melibatkan semua pihak yang

terkait anak sekolah, pramuka Saka Bhakti Husada, mahasiswa, kader-kader,

tokoh masyarakat, petugas sektoral, pemilik bangunan/ pertokoan dll.


5. Kemitraan dalam wadah POKJANAL DBD

Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor

kesehatan saja, peran lintas program (Promosi Kesehatan, Kesehatan

Lingkungan, UKS, Badan Litbangkes) terlebih lintas sektor terkait

(DEPDIKNAS, Dep. Agama, KLH, Kimpraswil, Departemen Perhubungan

dll) serta organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan sangat diharapkan.

Wadah kemitraan telah terbentuk melalui SK KEPMENKES 581 / 1992 dan

SK MENDAGRI 441/ 1994 dengan nama Kelompok Kerja Operasional

(POKJANAL) dan POKJA DBD di tingkat kelurahan. Organisasi ini

merupakan wadah koordinasi dan jejaring kemitraan dalam Penanggulangan

DBD. Sejak tahun 1995, setiap 2 tahun sekali diadakan pertemuan

POKJANAL DBD dengan peserta bervariasi dari PEMDA, BAPPEDA, PMD,

PKK, DPRD dan kesehatan sendiri. Beberapa kesepakatan hasil pertemuan

regional Pokjanal DBD antara lain perlu revitalisasi, reorganisasi dan

restrukturisasi organisasi ini dengan adanya sekretariat tetap, perlu pendanaan

bagi kegiatan operasional POKJANAL serta melakukan kegiatan

penggerakkan peran serta masyarakat PSN DBD dalam bentuk pembinaan

daerah uji coba peran serta masyarakat dalam PSN DBD.

6. Peran Serta Masyarakat : Jumantik

Departemen Kesehatan telah menerbitkan beberapa buku pedoman dalam

rangka penggerakkan peran serta masyarakat dalm PSN DBD dan sejak tahun

2000 telah melakukan sosialisasi program PSN DBD bagi kabupaten/kota.

Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan
organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui kegiatan UKS

dan pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat-tempat umum, tempat-

tempat ibadah) diharapakan peran sektor terkait dan petugas sanitasi

lingkungan serta masyarakat secara umum, melalui Gerakan 3 M. Berbagai

upaya secara politis telah dilaksanakan seperti instruksi

Gubernur/Bupati/Walikota, Surat Edaran MENDAGRI, MENDIKNAS,

Wakil Presiden untuk mengajak masyarakat melakukan PSN. Terakhir

dicanangkan Gerakan Serentak PSN (GERTAK PSN) dan Gerakan Bebas

Nyamuk (GEBAS Nyamuk). Gerakan-gerakan ini dapat disesuaikan dengan

gerakan serupa yang telah ada seperti Gerakan Jumat Bersih, Lomba-lomba

Kota bersih/kota sehat dll.

Budaya masyarakat juga masih kurang dan perlu dilaksanakan, mengingat

setiap daerah memiliki kekhasannya yang sangat lokal spesifik. Penelitian

vektor pun sangat penting untuk memahami bionomik vektor, perubahan

perilaku dan resistensi terhadap insektisida yang selama ini digunakan.

7. Pelatihan

8. Penelitian

Langkah-Langkah Kebijakan Pemerintah (Kemkes RI, 2011) :

1. Untuk setiap kasus DBD harus dilakukan Penyelidikan epidemiologi meliputi

radius 100 meter dari rumah penderita. Apabila ditemukan bukti-bukti

penularan yaitu adanya penderita DBD lainnya, ada 3 penderita demam atau

ada faktor risiko yaitu ditemukan jentik, maka dilakukan penyemprotan

(Fogging Focus) dengan siklus 2 kali disertai larvasidasi, dan gerakan PSN.
2. Puskesmas melaksanakan kegiatan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setahun

4 kali untuk memonitor kepadatan jentik diwilayahnya.

3. Lebih mengutamakan pencegahan yaitu dengan melaksanakan PSN

(Pemberantasan Sarang Nyamuk) melalui 3 M PLUS, dengan melibatkan

masyarakat.

4. Memfasilitasi terbentuknya tenaga JUMANTIK ( Juru Pemantau Jentik)

5. Kemitraan melalui wadah POKJANAL (Kelompok Kerja Operasional),

bersama DEPDAGRI (Departemen Dalam Negeri) dan lintas sektor lainnya

terutama DEPDIKNAS (Departemen Pendidikan Nasional)

6. Penyuluhan kepada masyarakat agar masyarakat tetap waspada.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2005) pemberantasan sarang nyamuk DBD

merupakan cara yang efektif dalam memberantas penyakit DBD. Apabila kegiatan

PSN DBD dilaksanakan secara intensif, maka populasi nyamuk Aedes aegypti dapat

dikendalikan sehingga penularan penyakit demam berdarah dengue dapat dicegah

atau dikurangi. Selain itu, dilakukan juga Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) dengan

mengunjungi rumah dan tempat-tempat umum untuk memeriksa tempat

penampungan ait (TPA), non-TPA, dan tempat penampungan air alamiah di dalam

dan di luar rumah. PJB dilaksanakan oleh kader, PKK, Jumantik, juga oleh masing-

masing puskesmas pada tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti pada

sampel rumah bangunnan yang dipilih secara acak dan dilaksanakan secara teratur

setiap 3 bulan sekali. Pengambilan sampel harus diulang untuk setiap siklus

pemeriksaan. Rekapitulasi hasil PJB dilaksanakan oleh puskesmas setiap bulan

dengan melakukan pencatatan hasil pemeriksaan jentik pada formulir yang tersedia.
2.16. Kerangka Konsep

Frekuensi
Pemberantasan
Sarang Nyamuk
(PSN)

Kejadian Demam
Berdarah Dengue
(DBD)
Angka Bebas
Jentik (ABJ)
4

Anda mungkin juga menyukai

  • TB
    TB
    Dokumen3 halaman
    TB
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Ujian Mata Fixx Feizal
    Ujian Mata Fixx Feizal
    Dokumen19 halaman
    Ujian Mata Fixx Feizal
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Status Ujian BLM Fix
    Status Ujian BLM Fix
    Dokumen10 halaman
    Status Ujian BLM Fix
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Jawab Soal
    Jawab Soal
    Dokumen3 halaman
    Jawab Soal
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • TB
    TB
    Dokumen3 halaman
    TB
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Tugas Pak Dadang
    Tugas Pak Dadang
    Dokumen1 halaman
    Tugas Pak Dadang
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Ujian Mata FIX
    Ujian Mata FIX
    Dokumen17 halaman
    Ujian Mata FIX
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Ughdsfddsf
    Ughdsfddsf
    Dokumen1 halaman
    Ughdsfddsf
    Master Gaming Indonesia
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    Annisa Amalia
    Belum ada peringkat
  • Mata FIX
    Mata FIX
    Dokumen40 halaman
    Mata FIX
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Cover Ujian
    Cover Ujian
    Dokumen1 halaman
    Cover Ujian
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • BAB I Case Mata FIX
    BAB I Case Mata FIX
    Dokumen1 halaman
    BAB I Case Mata FIX
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Retza Prawira Putra
    Belum ada peringkat
  • BAB I Rini
    BAB I Rini
    Dokumen22 halaman
    BAB I Rini
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Lembar FU
    Lembar FU
    Dokumen1 halaman
    Lembar FU
    Femilia Kahar
    Belum ada peringkat
  • Ujian Mata FIX
    Ujian Mata FIX
    Dokumen17 halaman
    Ujian Mata FIX
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Case Rinitis Alergi
    Case Rinitis Alergi
    Dokumen19 halaman
    Case Rinitis Alergi
    Imanuddin
    Belum ada peringkat
  • Cover Katarak
    Cover Katarak
    Dokumen4 halaman
    Cover Katarak
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen1 halaman
    Bab Iv
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Retza Prawira Putra
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Febry Setiawan
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Hidung
    Pemeriksaan Hidung
    Dokumen15 halaman
    Pemeriksaan Hidung
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen22 halaman
    Presentation 1
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Hidung
    Pemeriksaan Hidung
    Dokumen15 halaman
    Pemeriksaan Hidung
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • COVER Fix
    COVER Fix
    Dokumen6 halaman
    COVER Fix
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen4 halaman
    Cover
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • COVER Fix
    COVER Fix
    Dokumen6 halaman
    COVER Fix
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen23 halaman
    Bab Ii
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen23 halaman
    Bab Ii
    Feizal Faturahman
    Belum ada peringkat