Anda di halaman 1dari 18

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Infeksi nifas seperti sepsis, masih merupakan penyebab utama kematian


ibu di negara berkembang. Demam merupakan salah satu gejala/tanda yang paling
mudah dikenali. Pemberian antibiotika merupakan tindakan utama disamping
upaya pencegahan dengan pemberian antibiotika dan upaya pencegahan dengan
persalinan yang bersih dan aman masih merupakan upaya utama.

Di beberapa negara didapatkan adanya korelasi antara timbulnya gejala di


atas dengan persalinan yang ditolong oleh dukun bayi. Bilamana didapatkan
prevalensi HIV/AIDS yang tinggi, maka infeksi opurtunistik yang terjadi diantara
perempuan dalam kondisi imunosupresi akan menimbulkan masalah khusus
dalam pengendalian infeksi.
2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sepsis Pueperalis

Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toxic lain didalam


darah atau jaringan tubuh. Dalam hal ini sepsis adalah suatu peradangan yang
terjadi sistemik atau biasa disebut Systemic Inflamation Respon Syndrom (SIRS).

Sepsis pueperalis merupakan infeksi traktus genitalis yang dapat terjadi


setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42
hari setelah persalinan atau abortus di mana terdapat dua atau lebih gejala.

2.2 Faktor Predisposisi

Banyak faktor langsung maupun tidak langsung yang berpengaruh


memudahkan terjadi infeksi dan sepsis pada kehamilan, persalinan, dan nifas.

Beberapa kondisi tersebut antara lain:

Sosial ekonomi rendah


Anemia dan kuranag gizi
Mengalami ketuban pecah dini
Partus lama dan partus kasep
Partus di dukun
Jumlah pemeriksaan dalam yang dilakukan selama proses persalinan
Melahirkan operatif/seksio sesaria
Kehamilan dengan komplikasi infeksi seperti pielonefritis, infeksi luka,
infeksi traktus urinarius, dan sepsis puerperalis
3

2.3 Etiologi

Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain:

a. Streptococcus haemoliticus aerobic


Streptococcus ini merupakan sebab infeksi yang berat khususnya golongan
A. Infeksi ini biasanya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat
yang ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan
penolong, dan sebagainya.
b. Staphylococcus aureus
Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas walaupun kadang-
kadang dapat menyebabkan infeksi umum. Staphylococcus masuk secara
eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyabab infeksi
di rumah sakit.
c. Escherichia coli
Kuman ini umumnya berasal dari kandung kencing dan rektum dan dapat
menyebabkan infeksi terbatas dalam perineum, uvula, dan endometrium.
Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius.
d. Clostridium welchii
Merupakan kuman anaerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan
pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah
sakit.

Infeksi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara


beberapa macam bakteri. Bakteri tersebut. Bisa secara endogen atau eksogen.

2.3.1 Bakteri Endogen

Bakteri ini secara normal hidup di vagina dan rektum tanpa menimbulkan
bahaya (misal, beberapa jenis Stretopcoccus dan Staphylococcus, E. Coli,
Clostridium welchii). Bahkan jika teknik steril sudah digunakan untuk persalinan,
infeksi masih dapat terjadi akibat bakteri endogen.
4

Bakteri endogen juga dapat membahayakan dan menyebabkan infeksi jika :

Bakteri ini masuk ke dalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui
instrumen pemeriksaan pelvic
Bakteri terdapat dalam jaringan yang memar, robek/laserasi, atau jaringan
yang mati (misalnya setelah persalinan traumatik atau setelah persalinan
macet)
Bakteri masuk sampai ke dalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang
lama.

2.3.2 Bakteri eksogen

Bakteri ini masuk ke dalam vagina dari luar (Streptococcus, Clostridium


tetani,dsb).
Bakteri eksogen dapat masuk ke dalam vagina:

Melalui tangan yang tidak bersih dan instrumen yang tidak steril
Melalui substansi/benda asing yang masuk ke dalam vagina (misal,
ramuan / jamu, minyak, kain)
Melalui aktivitas seksual.

Di tempattempat dimana penyakit menular seksual (PMS) (misal, gonorrhea


dan infeksi klamidia) merupakan kejadian yang biasa, penyakit tersebut
merupakan penyebab terbesar terjadinya infeksi uterus. Jika seorang ibu terkena
PMS selama kehamilan dan tidak diobati, bakteri penyebab PMS itu akan tetap
berada di vagina dan bisa menyebabkan infeksi uterus setelah persalinan.

2.4 Sumber Infeksi

Infeksi bisa berasal dari sumber endoge, eksogen, sebab obstetri maupun
non obstetri, serta penularan nosokomial.

Obstetri
5

Khorioamnionitis
Post partum endometritis
Abortus provokatus
Luka seksio caesaria
Necrotizing fasciitis
Luka episiotomi dan perlukaan jalan lahir
Pelvic thrombopeblitis
Partus lama dan partus kasep

Non-Obstetri

Appendicitis
Kholesistitis
Infeksi saluran kemih/pielonefritis
Pneumonia
HIV
Malaria

Prosedur Invasif

Pengikatan serviks/cerclage
Abortus provokatus kriminalis
Infeksi post CVS/amniotomi

Lain-lain

Toxic Shock Syndrome (TSS)

2.5 Patogenesis

Sepsis dipandang sebagai respon inflamasi yang tidak terkontrol.


Mekanisme sepsis berhubungan dengan respon sistemik yang kompleks dan
proses imunologik yang dicetuskan oleh masuknya mikroorganisme atau
6

produknya kedalam sirkulasi. Mikroorganisme penyebab infeksi tersebut


kemudian masuk kedalam sirkulasi (bakteremia) atau mengalami proliferasi lokal
dan melepaskan berbagai mediator imununoreaktif kedalam sirkulasi darah.

Pada bakteri gram negatif terdapat lipopolisakarida (LPS), yang bila


masuk kedalam sirkulasi sebagian akan terikat dengan LBP (Lypopolysacharide
Binding Protein) sehingga mempercepat ikatan dengan CD14 terlarut dan
membentuk komplek CD14-LPS. Kompleks ini menyebabkan transduksi sinyal
intraselular melalui nuclear factor kappa B (NFkB), tyrosine kinase, pro RNA
Cytokine oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi
intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2).

Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri yang ada
merupakan induktor sitokin yang terdiri dari lipotheicoic acid (LTA) dan
peptidoglikan (PG). pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi
yang berlebihan. Mediator inflamasi ini mencakup sitokin yang bekerja lokal
maupun sistemik, aktivasi neutrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan
sel lainnya. Terjadi aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen, sistem
koagulasi dan fibrinolisis, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan
nitrogen radikal. Selain mediator yang bersifat proinflamasi, dilepaskan juga
mediator yang bersifat antiinflamasi.
7

Tumor Necrosis Faktor- (TNF-) dan IL-1 yang merupakan sitokin


terpenting dalam sepsis dan keduanya bekerja sinergis, menyebabkan efek
biologis transkripsi berbagai gen molekul adesi, seperti intracelullar adhesion
melecule-1 (ICAM-1) dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1),
phospolipase A, NO synthetase serta cyclooxygenase. Pengaruh TNF- dan IL-1
pada endotel menyebabkan permeabilitas endotel meningkat, ekspresi tissue
factor (TF), penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek
prokoagulan, pembentukan NO, endotelin-1, prostaglandin E dan prostaglandin
I, sedangkan NO berperan dalam mengatur tonus vaskuler. Pada sepsis, produksi
NO oleh sel endotel meningkat, sehingga menyebabkan gangguan hemodinamik
berupa hipotensi, disamping itu NO juga berkaitan dengan reaksi inflamasi karena
dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan
menghambat agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO tersebut berkaitan
dengan syok septik yang resisten terhadap vasopressor.
8

IL-1 dan TNF- juga dapat merangsang proses koagulasi melalui berbagai
jalur. Sitokin tersebut dapat merangsang endotel dan monosit untuk
mengekspresikan tissue factor, yang merupakan tahap pertama jalur ekstrinsik
kaskade koagulasi. Tissue factor ini kemudian akan menghasilkan trombin, dan
selanjutnya trombin dapat menyebabkan fibrin clot di dalam mikrovaskuler.

Selanjutnya sitokin tersebut dapat pula menyebabkan gangguan pada


sistem fibrinolisis, melalui terbentuknya plasminogen activator inhibitor-1, yang
merupakan substansi inhibitor yang kuat dan menyebabkan disrupsi activated
protein C dan antitrombin III.

Activated protein C, yang merupakan co-factor dari protein S, mencegah


pembentukan protrombin melalui pemecahan faktor Va dan VIIa, dan selain itu
activated protein C juga mempertahankan integritas sistem fibrinolisis melalui
penghambatan terhadap plasminogen activator inhibitor-1. Akhir dari proses
inflamasi dan koagulasi tersebut menyebabkan insufisiensi kardiovaskular,
multiple organ disfunction syndrome (MODS) sampai multiple organ failure
9

(MOF) dan akhirnya dapat menyebabkan kematian. Insufisiensi kardivaskular bisa


terjadi secara langsung pada level miokardium sebagai akibat dari efek langsung
TNF- atau pada level pembuluh darah sebagai akibat dari vasodilatasi dan
kebocoran kapiler.

2.6 Cara Terjadinya Infeksi

Infeksi dapat terjadi karena hal-hal berikut:

Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada


pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam
vagina ke dalam uterus.
Kemungkinan lain ialah nahwa sarung tangan atau alat-alat yang
dimasukkan ke dalam jalan lahir, tidak sepenuhnya bebas dari kuman.
Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri
yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau yang
membantunya. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerjadi
kamar bersalin harus ditutup dengan masker dan penderi infeksi saluran
pernapasan dilarang memasuki kamar bersalin.
Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari
penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa
dibawa oleh aliran udara kemana-mana, antara lain ke handuk, kain dan
alat-alat yang suci-hama, serta yang digunakan untuk merawat ibu dalam
persalinanatau pada waktu nifas.
Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting,
kecuali apabila melibatkan pecahnya ketuban.
Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan. Inefksi intrapartum biasanya terjadi pada
partus lama, apabila ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali
dilakukan pemeriksaan dalam. Gejala-gejalanya ialah kenaikan suhu,
biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin
10

dapat meningkat pula. Air ketuban biasanya keruh dan berbau. Pada
infeksi intrapartum, kuman-kuman memasuki dinding uterus pada waktu
persalinan, dan dengan melewati amnion dapat menimbulkan infeksi pula
pada janin. Prognosis infeksi intrapartum sangat bergantung pada jenis
kuman, lamanya infeksi berlangsung, dan dapat tidaknya persalinan
berlangsung tanpa banyak perlukaan jalan lahir.

2.7 Manifestasi Klinis Infeksi

Gambaran klinis infeksi adalah akibat langsung dari efek sitopatik


mikroorganisme serta reaksi imunitas berupa produksi mediator-mediator humoral
atau seluler yang diproduksi tuan rumah/host sebagai reaksi inflamasi. Reaksi
inflamasi yang timbul akan mengakibatkan suatu sindroma yang terdiri dari
gangguan hemodinamik disertai dengan disfungsi sistem organ. Infeksi yang tidak
ditanggulangi akan berkembang menjadi systemic inflammatory response
syndrome (SIRS), sepsis, sepsis berat dan syok septik. Diagnosis SIRS ini
ditegakkan oleh sekurang-kurangnya dua kriteria yaitu:

1. Temperatur >38 C atau <36 C


2. Detak jantung >90/menit
3. Frekuensi pernafasan >20/menit atau PCO arteri <32 mmHg
4. Jumlah lekosit >12000/l atau <4000/l dengan >10% bentuk imatur.

Bila sepsis ini berkembang serta menimbulkan disfungsi organ, disebut sepsis
berat dan bila ada komplikasi hipotensi yang tidak membaik setelah resusitasi
volume cairan intravaskuler maka akan jatuh kedalam septik syok yang berakibat
fatal. Definisi gradasi sepsis yang dipakai sampai saat ini adalah sesuai dengan
konsensus dari American Of Chest Physicians and the Society of Critical Care
Medicine (ACCP/SCCM) tahun 1994 sebagai berikut:
1. Infeksi:
11

Reaksi inflamasi yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme atau invasi


organ steril oleh mikroorganisme.
2. Bakteremia: Adanya bakteri dalam darah.
3. Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS): Reaksi inflamasi
sebagai reaksi terhadap adanya berbagai penyakit/kondisi dengan
diagnosis seperti telah disebutkan diatas.
4. Sepsis (SIRS + Infeksi) adalah SIRS yang disebabkan oleh faktor infeksi.
5. Sepsis berat: Sepsis dengan tanda tanda disfungsi organ atau penurunan
perfusi organ (asidosis laktat, oliguri <30 ml/jam atau 0,5 ml/kg berat
badan/jam, hipotensi <90 mmHg atau penurunan >40 mmHg) dan
perubahan mental.
6. Syok septik: Sepsis berat dan hipotensi yang persisten, meskipun telah
diberikan cairan yang adekuat, dan setelah menyingkirkan penyebab
hipotensi yang lainnya. Sindrom disfungsi organ multipel (MODS),
adanya gangguan fungsi multi organ pada pasien dengan sakit berat akut
dimana hemostasis tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi

2.8 Diagnosis

Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan gabungan temuan faktor


predisposisi dengan manifestasi klinis berupa SIRS.

Kriteria diagnosis:

a. Klinis:
- Temperatur >38 C
- Denyut jantung >90/menit
- Nyeri perut/nyeri tekan perut bagian bawah
- Subinvolusi rahim
b. Inspekulo:
Lokhia berwarna kuning kecoklatan dan berbau
12

c. Periksa dalam:
Uterus dan parametrium nyeri pada perabaan

Berdasarkan hal itu bisa dikategorikan adanya infeksi, bakteremia, sepsis, sepsis
berat, syok septik sampai MODS atau MOF. Kuman penyebab dapat
diidentifikasi dari pemeriksaan laboratorium lengkap yang meliputi pemeriksaan
darah, urin, dan kultur dari berbagai cairan tubuh dan amniosentesis bila dicurigai
adanya infeksi intra uterin. Hasil kultur darah yang positif menguatkan adanya
infeksi yang serius. Karena keterbatasan teknik kultur, hanya 30% kuman
penyebab dapat dikenali disamping secara klinis infeksi bisa masih terbatas lokal
dan belum menstimulasi reaksi sistemik. Pemeriksaan kultur darah dilakukan
sesegera mungkin begitu muncul gejala panas. Pemeriksaan rutin Candida tidak
dianjurkan.

2.8.1 Pemeriksaan Fisik

Pada saat kecurigaan pertama adanya infeksi puerperalis, lakukan


pemeriksaan peliviks secara asepsis dengan hati-hati. Perbaikan setiap lserasi atau
episiotomi harus diteliti dengan cermat akan adanya tanda-tanda sepsis. Sebaiknya
menggunakan forseps cincin steril untuk membuka serviks untuk memastikan
aliran lokia yang lancar. Lakukan pemeriksaan bimanual dengan cermat (termasuk
rektovagina) untuk menetukan kemungkinan tempat infeksi. Lakukan biakan
saluran serviks dan biakan urin untuk mencari organisme pradominan serta
kepekaannya terhadap antibiotika utama. Jika tidak terjadi perbaikan setelah 48-
72 jam pemberian antibiotika multipel secara intensif, harus dilakukan
pemeriksaan ulang yang cermat untuk mencari adanya abses.

2.8.2 Temuan Laboratorium

Leukositosis polimorfonuklear dan peningkatan laju endap darah


menunjukkan adanya infeksi. Identifikasi patogen dari serviks dan lokia uterus
13

melalui biakan dan uji kepekaan memerlukan waktu 24-48 jam, tetapi apusan
dengan pewarnaan harus segera diperoleh untuk membuat diagnosis awal.

2.8.3 Temuan USG dan Rontgen

Pemeriksaan dengan rontgen tidak membantu, kecuali untuk


menyingkirkan masalah saluran cerna, saluran kemih, atau paru. Ultrasonografi
dapat berguna untuk menetukan lokasi abses, atau untuk mendiagnosis ataupun
menyingkirkan diagnosis adanya produk konsepsi yang tertinggal atau
trombofeblitis pelvis.

2.9 Komplikasi dan Sekuele

Infeksi traktus genitalia umumnya berkembang dari endometritis menjadi


endomiometritis, menjadi selulitis pelvis, dan peritonitis atau tromboflebitis pelvis
septik. Dapat terjadi pembentukan abses, septikemia, emboli paru, syok septik,
dan kematian.

2.10 Diagnosis Banding

Komplikasi demam nifas yang tidak berhubungan demam infeksi traktus


genitalia menurut urutan kekerapannya adalah mastitis, infeksi saluran kemih dan
pernapasan, serta enteritis.

2.11 Penatalaksanaan

2.11.1 Tindakan Umum

a. Baringkan pasien pada posisi semi-Fowler


14

b. Berikan diet cair jernih selama paling sedikit beberapa hari jika tidak ada
ileus
c. Berikan cairan IV untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit yang tepat. Oksitosin yang diencerkan dalam larutan infus akan
mempertahankan kontraksi uterus.
d. Berikan analgetika, obat-obat sedatif-hipnotik, atau laksatif sesuai
kebutuhan.

2.11.2 Tindakan Spesifik

a. Mula-mula, berikan antibiotikan dengan dosis besar (misal, 5 juta unit


penisilin G IV ditambah 1 gram kanamisin IM, segera diikuti oleh 1,2 juta
unit penisilin dengan 0,5 gram kanamisin IM 4 kali sehari). Pada infeksi
yang mungkin anaerob, terutama jika diperkirakan terdapat Bakteroides,
gantikan kanamisin dengan klindamisin 600mg IM. Jika hasil biakan dan
uji kepekaan sudah diperoleh, lanjutkan terapi dengan antibiotikapilihan
dalam dosis besar dan berulang.
b. Untuk infeksi serius, seringkali perlu memasukkan pasien ke unit
perawatan intensif (ICU) dan memantau hemodinamik pasien.

2.11.3 Tindakan Pembedahan

a. Biasanya diperlukan drainase abses dengan pembedahan, dan tindakan


melalui pelvis lebih disukai.
b. Mungkin diperlukan pemasangan pelindung vena kava inferior
perkutaneus pada kasus-kasus tromboemboli paru septik.
c. Histerektomi ditujukan bagi infeksi uterus serius yang tidak memberi
respons terhadap antibiotika (misal, abses uterus pasca abortusm atau mola
hidatiform terinfeksi). Pada kasus-kasus ini, ovarium mungkin dapat
diselamatkan dengan pemberian antibiotika dosis tinggi terus-menerus.
Namun, hasil akhirnya belum dapat dipastikan.
d. Ligasi vena ovarii mungkin merupakan tindakan penyelamatan jiwa pada
emboli paru septik berulang akibat tromboflebitis pelvis septik.
15

2.12 Pencegahan

2.12.1 Selama Kehamilan

Perbaikan status gizi, pencegahan anemia dan perawatan antenatal yang


adekuat merupakan upaya pencegahan timbulnya infeksi nifas. Oleh karenanya,
pemberian makanan yang bergizi dalam jenis dan jumlah yang cukup sangat
diperlukan. Selain itu, perlu ditambahkan senam/olahraga yang sesuai untuk
meningkatkan kebugaran ibu hamil.

Koitus pada ibu hamil tua perlu dipertimbangkan untung ruginya karena
dapat mengakibatkan timbulnya infeksi dan pecahnya selaput ketuban.

2.12.2 Selama Persalinan

Proses persalinan dan tindakan yang dilakukan pada saat itu sangat
berpengaruh terhadap terjadinya infeksi nifas. Oleh karena itu pencegahan infeksi
selama persalinan merupakan langkah yang sangat penting dalam mencegah
timbulnya infeksi nifas.

Alat-alat, kain-kain, dan berbagai bahan yang dipakai menolong persalinan


harus dalam keadaan suci hama, dan terhadap setiap alat dan bahan yang telah
dipakai harus dilakukan tindakan dekontaminasi dan penyucihamaan.

Petugas wajib melakukan langkah-langkah pencegahan infeksi dengan


melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, memakai
barier bila diperlukan.

Pemeriksaan dalam hanya dilakukan bila ada indikasi dan selama


persalinan harus dilakukan pemantauan kemajuan persalinan dengan memakai
partograf untuk mencegah persalinan menjadi berlarut-larut dan menyelesaikan
persalinan dengan trauma sesedikit mungkin dan perdarahan seminimal mungkin.
16

Pada waktu tindakan seharusnya mengikuti prosedur tetap yang sudah


teruji untuk menghindari tindakan yang merugikan penderita. Pemberian
antibiotika, baik profilaksis maupun terapeutik, harus dipertimbangkan pada
kasus-kasus dengan trauma yang cukup luas dan kecurigaan adanya infeksi
sebelumnya serta diperkirakan akan mengekibatkan infeksi nifas.

2.12.3 Selama Nifas

Sesudah partus terdapat luka-luka di beberapa tempat pada jalan lahir.


Pada hari-hari pertama pascapersalinan harus dijaga agar luka-luka ini tidak
dimasuki kuman-kuman dari luar. Oleh sebab itu, semua alat dan kain yang
berhubungan dengan daerah genital harus suci hama. Pengunjung-pengunjung dari
luar hendaknya pada hari-hari pertama dibatasi sedapat mungkin.

Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama


dengan penderita dalam nifas yang sehat.

2.13 Prognosis

Kematian ibu karena sepsis puerpuralis di Amerika Serikat kira-kira 0,2%,


tetapi angka ini jauh lebih tinggi di beberapa negara berkembang. Infeksi
puepuralis mempunyai potensi untuk menyebabkan abses pada organ pelvis yang
lain (misal, ovarium), mengganggu fertilitas, dan memerlukan pembedahan
berikutnya.
17

BAB 3

KESIMPULAN

Sepsis pueperalis merupakan infeksi traktus genitalis yang dapat terjadi


setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan
dan 42 hari setelah persalinan atau abortus di mana terdapat dua atau lebih
gejala.
a. Klinis:
o Temperatur >38 C
o Denyut jantung >90/menit
o Nyeri perut/nyeri tekan perut bagian bawah
o Subinvolusi rahim
b. Inspekulo:
o Lokhia berwarna kuning kecoklatan dan berbau
c. Periksa dalam:
o Uterus dan parametrium nyeri pada perabaan
d. Laboratorium:
o Jumlah lekosit >12000/l atau <4000/l dengan >10% bentuk
imatur.
18

DAFTAR PUSTAKA

1. Benson R, Pernoll M. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Edisi 9.


Jakarta: EGC. 2013
2. Pandnuan Penatalkasanaan Kasus Obstetri. 2012
3. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan. Edisi
4. Jakarta: PT Bina Pustaka Prawirohardjo. 2010
4. Sofian A. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri
Patologi. Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: EGC. 2012
5. Standar Pelayanan Medik. Cetakan Ketiga. 2014

Anda mungkin juga menyukai