Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Karsinoma hepatoseluler (KHS) atau hepatoma adalah kanker hati primer yang paling
sering dijumpai dan frekuensinya menunjukkan peningkatan di seluruh dunia. Karsinoma
hepatoseluler (KHS) adalah salah satu jenis keganasan hati primer yang paling sering
ditemukan dan banyak menyebabkan kematian. Dua jenis virus yang dapat dikatakan menjadi
penyebab dari tumor ini adalah virus hepatitis B (HBV) dan virus hepatitis C (HCV).

Distribusi global dari KHS berkaitan erat dengan prevalensi geografis dari karier kronik
virus hepatitis B dan hepatitis C yang mencapai 400 juta di seluruh dunia. KHS banyak
ditemukan di Sub-Sahara Afrika, Cina, Asia Tenggara, dan Jepang. Laki-laki lebih banyak
daripada wanita dengan perbandingan 2-3 kali. Di antara mereka yang mengalami infeksi
HBV pada saat lahir, laki-laki diperkirakan memiliki risiko sebesar 50% terhadap KHS
sepanjang hidupnya, sedangkan untuk wanita sebesar 20%.

Infeksi persisten dengan hepatitis C juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya
KHS. Berdasarkan penyakit yang mendasari, hepatitis virus memainkan peran hingga 80 %
pada seluruh kejadian karsinoma hepatoseluler. Ada sekitar 4 juta orang di Amerika Serikat
yang menderita infeksi HCV kronik. Virus ini seringkali disebarkan secara parenteral pada
orang dewasa dan infeksi kronik terjadi pada sekitar 80% orang-orang yang terpapar virus
tersebut. Rute parenteral ini dijumpai misalnya pada transfusi dan penyalah-gunaan obat.

Sirosis terdapat pada sekitar 80-90% pasien karsinoma hepatoseluler dan merupakan
faktor risiko yang terberat. Risiko dari perkembangan karsinoma hepatoseluler pada pasien-
pasien dengan sirosis bervariasi tergantung dengan penyakit yang mendasari dan tergantung
secara regional penyakit tersebut. Perkiraan risiko tertinggi selama 5 tahun adalah sirosis
dengan HCV (30% di Jepang sementara 17% di negara-negara Barat), diikuti oleh
hemokromatosis (21%), sirosis dengan HBV (15% di Asia dan 10 % di negara-negara Barat),
sirosis karena alkoholik (8%), dan sirosis biliaris (4%).

Karsinoma hati primer dibedakan atas karsinoma yang berasal dari sel-sel hati (KHS),
karsinoma dari sel-sel saluran empedu (karsinoma kolangioseluler), dan campuran dari
keduanya. Karsinoma juga dapat berasal dari jaringan ikat hati seperti misalnya fibrosarkoma
hati. Secara makroskopis karsinoma hati dapat dijumpai dalam bentuk ; (i) masif yang
biasanya di lobus kanan, berbatas tegas, dapat disertai nodul-nodul kecil di sekitar masa
tumor dan bisa dengan atau tanpa sirosis; (ii) noduler, dengan nodul di seluruh hati, (iii)
difus, seluruh hati terisi sel tumor. Secara mikroskopis, sel-sel tumor biasanya lebih kecil dari
sel hati yang normal, berbentuk poligonal dengan sitoplasma granuler. Sering ditemukan sel
raksasa yang atipik. Dalam kaitan dengan tumor ganas ini, optimisasi penanganan KHS
merupakan suatu tantangan besar bagi dokter karena frekuensi KHS yang meningkat tajam
pada tahun-tahun terakhir ini.

1.2.Tujuan

Case Report ini dibuat untuk memenuhi Tugas Kepaniteraaan Klinik di RS Achmad
Mochtar Bukittinggi, dan juga sebagai bahan pengayaan materi agar mahasiswa mengetahui
dan memahami lebih jauh tentang Hepatoma.

1.3.Manfaat

Agar case report ini dapat digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran, menambah
ilmu pengetahuan dan agar pembaca lebih memahami tentang hepatoma.
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Anatomi Hepar

Hepar merupakan organ terbesar dalam rongga perut, hepar terletak pada bagian
superior dari rongga perut. Terletak pada regio hipokondrium kanan, epigastrium dan
terkadang bisa mencapai regio hipokondrium kiri. Hepar pada orang dewasa memiliki berat
sekitar 2% dari berat badan.

Hepar dibagi menjadi 4 lobus, yaitu lobus dextra, lobus caudatus, lobus sinistra dan
quadratus. Memiliki lapisan jaringan ikat tipis yang disebut kapsula Glisson, dan pada bagian
luarnya ditutupi oleh peritoneum.

Daerah tempat keluar masuk pembuluh darah pada hepar dikenal dengan nama hilus
atau porta hepatis. Pembuluh yang terdapat pada daerah ini antara lain vena porta, arteri
hepatica propia, dan terdapat duktus hepatikus dextra dan sinistra.

Vena pada hepar yang membawa darah keluar dari hepar menuju vena cava inferior
adalah vena hepatica. Sedangkan, pembuluh darah vena porta dan arteri hepatica alirannya
menuju pada porta hepatica.

Persarafan pada hepar dibagi menjadi dua yaitu bagian parenkim dan permukaan
hepar. Pada bagian parenkim, persarafan 8 dikelola oleh N. Hepaticus yang berasal dari
plexus hepatikus. Mendapatkan persarafan simpatis dan parasimpatis dari N.X sedangkan
pada bagian permukaannya mendapatkan persarafan dari nervi intercostales bawah.

1. Ligamentum coronarium
2. Lobus hepatis dextra
3. Vesica biliaris
4. Diafragma
5. Lobus hepatis sinistra
6. Ligamentum falciforme
Ket:
1. Appendix fibrosa hepatis
2. Lobus caudatus
3. Lobus hepatis sinistra
4. Arteri hepatika propria
5. Ligamentum teres hepatis
6. Lobus quadrates
7. Vesica biliaris
8. Lobus hepatis dextra
9. Vena porta hepatis
10. Vena cava inferior

Gambar 2.1. Hepar tampak anterior dan posterior,

2.2.Histologi Hepar

Bagian hepar yang disebut lobulus dipisahkan oleh jaringan ikat dan pembuluh darah.
Pembuluh darah pada hepar terdapat pada sudut-sudut lobulus, yang akhirnya membentuk
bangunan yang disebut trigonum Kiernan atau area portal. Pada area portal dapat ditemukan
cabang arteri hepatica, cabang vena porta, dan duktus biliaris. Struktur dari lobulus hepar
pada potongan melintang akan terlihat sebagai struktur yang berderet dan radier, dengan
pusatnya vena sentralis, dipisahkan oleh sebuah celah atau sinusoid hepar.

Pada gambaran mikroskopik, di sinusoid hepar terdapat sel Kupffer. Sel ini memiliki
fungsi untuk memfagosit eritrosit tua, hemoglobin dan mensekresi sitokin. Dapat ditemukan
juga sel-sel hepar atau yang biasa disebut hepatosit. Hepatosit berbentuk polyhedral dengan 6
permukaan atau lebih, memiliki batas yang jelas, dan memiliki inti yang bulat di tengah.

Sitoplasma pada hepatosit berwarna eosinofilik, hal ini disebabkan karena hepatosit
memiliki banyak mitokondria dan reticulum endoplasma halus. Pada sitoplasma hepatosit
terdapat lisosom, peroksisom, butir glikogen dan dapat pula ditemukan tetesan lemak yang
akan muncul setelah puasa atau setelah makan makanan berlemak. Bagian fungsional dari
hepar disebut sebagai lobulus portal, yang terdiri dari 3 lobulus klasik (unit terkecil hepar
atau lobulus hepar) dan ditengahnya terdapat duktus interlobularis. Pada hepar terdapat unit
fungsional terkecil yang disebut asinus hepar. Asinus hepar adalah bagian dari hepar yang
terletak diantara vena sentralis. Asinus hepar memiliki cabang terminal arteri hepatica, vena
porta dan system duktuli biliaris.

2.3.Fisiologi Hepar

Hepar menghasilkan empedu setiap harinya. Empedu penting dalam proses absorpsi
dari lemak pada usus halus. Setelah digunakan untuk membantu absorpsi lemak, empedu
akan di reabsorpsi di ileum dan kembali lagi ke hepar. Empedu dapat digunakan kembali
setelah mengalami konjugasi dan juga sebagian dari empedu tadi akan diubah menjadi
bilirubin.

Metabolisme lemak yang terjadi di hepar adalah metabolisme kolesterol, trigliserida,


fosfolipid dan lipoprotein menjadi asam lemak dan gliserol. Selain itu, hepar memiliki fungsi
untuk mempertahankan kadar glukosa darah selalu dalam kondisi normal. Hepar juga
menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen.

Metabolisme protein di hepar antara lain adalah albumin dan faktor pembekuan yang
terdiri dari faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X. Selain metabolisme protein tadi, juga melakukan
degradasi asam amino, yaitu melalui proses deaminasi atau pembuangan gugus NH2.

Hepar memiliki fungsi untuk menskresikan dan menginaktifkan aldosteron,


glukokortikoid, estrogen, testosteron dan progesteron. Bila terdapat zat toksik, maka akan
terjadi trasnformasi zat-zat berbahaya dan akhirnya akan diekskresi lewat ginjal. Proses yang
dialami adalah proses oksidasi, reduksi, hidrolisis dan konjugasi. Pertama adalah jalur
oksidasi yang memerlukan enzim sitokrom P-450. Selanjutnya akan mengalami proses
konjugasi glukoronide, sulfat ataupun glutation yang semuanya merupakan zat yang
hidrofilik. Zat-zat tersebut akan mengalami transport protein lokal di membran sel hepatosit
melalui plasma, yang akhirnya akan diekskresi melalui ginjal atau melalui saluran
pencernaan.

Fungsi hepar yang lain adalah sebagai tempat penyimpanan vitamin A, D, E, K, dan
vitamin B12. Sedangkan mineral yang disimpan di hepar antara lain tembaga dan besi.

2.4.Definisi Karsinoma Hepatoseluler (Hepatoma)

Hepatoma disebut juga kanker hati atau karsinoma hepatoseluler atau karsinoma hepato
primer. Hepatoma merupakan pertumbuhan sel hati yang tidak normal yang di tandai dengan
bertambahnya jumlah sel dalam hati yang memiliki kemampuan membelah/mitosis disertai
dengan perubahan sel hati yang menjadi ganas

2.5.Etiologi

Penyebab karsinoma hepatoseluler ini tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang
memungkinkan terjadinya hepatoma, yaitu :

a. Virus Hepatitis B (HBV)


Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat,
baik secara epidemiologis klinis maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV
terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi
hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktivitas protein
spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya perubahan hepatosit dari
kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat
karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi
proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi
berlebihan suatu atau bebe rapa gen yang berubah akibat HBV.
Koinsidensi infeksi HBV dengan pajanan agen onkogenik lain seperti
aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya HCC tanpa melalui sirosis hati (HCC pada
hati non sirotik). Transaktifasi beberapa promoter selular atau viral tertentu oleh genx
HBV (HBx) dapat mengakibatkan terjadinya HCC, mungkin karena akumulasi
protein yang disandi HBx mampu menyebabkan proliferasi hepatosit. Dalam hal ini
proliferasi berlebihan hepatosit oleh HBx melampaui mekanisme protektif d ari
apoptosis sel.
b. Virus Hepatitis C (HCV)
Prevalensi anti HCV pada pasien HCC di Cina dan Afrika Selatan sekitar 30%
sedangkan di Eropa Selatan dan Jepang 70 -80%. Prevalensi anti HCV jauh lebih
tinggi pada kasus HCC dengan HbsAg -negatif daripada HbsAg-positif. Pada
kelompok pasien penyakit hati akibat transfusi darah dengan anti HCV positif,
interval saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun.
Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktivitas nekroinflamasi
kronik dan sirosis hati.
c. Sirosis Hati
Lebih dari 80% penderita karsinoma hepatoselular menderita sirosis hati. Peningkatan
pergantian sel pada nodul regeneratif sirosis di hubungkan dengan kelainan sitologi
yang dinilai sebagai perubahan displasia praganas. Semua tipe sirosis dapat
menimbulkan komplikasi karsinoma, tetapi hubungan ini paling besar pada
hemokromatosis, sirosis terinduksi virus dan sirosis alkoholik.
d. Aflaktosin B1
(AFB1) merupakan mitoksin yang di produksi oleh jamur Aspergillus. Dari percobaan
binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-
3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu
membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA.
e. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol (
>50-70g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis
hati alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol.
Alkoholisme juga meningkatkan risiko terjadinya sirosis hati dan HCC pada pengidap
infeksi HBV atau HCV.

2.5 Patofisiologi
Beberapa faktor patogenesis karsinoma hepatoseluler telah didefinisikan baru-baru ini.
Hampir semua tumor di hati berada dalam konteks kejadian cedera kronik (chronic injury )
dari sel hati, peradangan dan meningkatnya kecepatan perubahan hepatosit. Respons
regeneratif yang terjadi dan adanya fibrosis menyebabkan timbulnya sirosis, yang kemudian
diikuti oleh mutasi pada hepatosit dan berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler.
HBV atau HCV mungkin ikut terlibat di dalam berbagai tahapan proses onkogenik ini.
Misalnya, infeksi persisten dengan virus menimbulkan inflamasi, meningkatkan perubahan
sel, dan menyebabkan sirosis. Sirosis selalu didahului oleh beberapa perubahan patologis
yang reversibel, termasuk steatosis dan inflamasi; baru kemudian timbul suatu fibrosis yang
ireversibel dan regenerasi nodul. Lesi noduler diklasifikasikan sebagai regeneratif dan
displastik atau neoplastik. Nodul regeneratif merupakan parenkim hepatik yang membesar
sebagai respons terhadap nekrosis dan dikelilingi oleh septa fibrosis. Selain proses di atas,
pada waktu periode panjang yang tipikal dari infeksi (10-40 tahun), genom virus hepatitis
dapat berintegrasi ke dalam kromosom hepatosit. Peristiwa ini menyebabkan
ketidakseimbangan (instability) genomik sebagai akibat dari mutasi, delisi, translokasi, dan
penyusunan kembali (rearrangements) pada berbagai tempat di mana genom virus secara
acak masuk ke dalam DNA hepatosit. Salah satu produk gen, protein x HBV (Hbx),
mengaktifkan transkripsi, dan pada periode infeksi kronik, produk ini meningkatkan ekspresi
gen pengatur pertumbuhan (growthregulating genes) yang ikut terlibat di dalam transformasi
malignan dari hepatosit.

2.6. Patologi
Secara makroskopis karsinoma hepatoseluler dapat muncul sebagai masa soliter besar,
sebagai nodul multipel atau sebagai lesi infiltratif difus. Secara mikroskopis, neoplasma
disusun oleh sel-sel hati abnormal dengan berbagai diferensisasi. Tumor dengan diferensiasi
yang lebih baik disusun oleh sel-sel mirip sel hati yang teratur di dalam pita-pita yang
terpisah oleh sinusoid-sinusoid. Sel-sel ini berinti besar yang memperlihat kan anak inti yang
menonjol dan hiperkromasi dan dapat mengandung empedu di dalam sitoplasmanya. Tumor -
tumor yang kurang berdiferensiasi baik mempunyai lembaran-lembaran sel-sel anaplastik.
Invasi pada radikulus vena hepatika merupakan gambaran khas yang m embedakan dengan
adenoma. Sulit membedakan karsinoma hepatoselular berdiferensiasi buruk dengan
karsinoma metastatik.
Pewarnaan imunohistokimia dapat memperlihatkan alfa -fetoprotein (AFP) di dalam
sel neoplasma. Karsinoma hepatoseluler juga mensekresi AFP ke dalam darah, peningkatan
kadar di jumpai pada 90% pasien, membuat pemeriksaan AFP serum sebagai tes diagnostik
yang penting. (Catatan : Kadar AFP juga dapat sedikit meningkat pada beberapa kasus
hepatitis dan sirosis, demikian juga pada beberapa neoplasma sel germinal pada gonad).
Karsinoma hepatoseluler cenderung bermetastasis dini melalui pembuluh limfe ke kelenjar
getah bening regional dan melalui darah menimbulkan metastasis pada paru. Metastasis ke
tempat lain terjadi pada tahap akhir.

2.7. Stadium Klinis


Tingkat penyakit (stadium) hepatoma primer terdiri dari :
Ia : Tumor tunggal diameter 3 cm tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar
limfe peritoneal ataupun jauh
Ib : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter 5 cm di separuh hati, tanpa
emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh
IIa : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan 10 cm di separuh
hati, atau dua tumor dengan gabungan 5 cm di kedua belahan hati kiri dan
kanan tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun
jauh
IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan 10 cm di separuh hati,
atau tumor multiple dengan gabungan 5 cm di kedua belahan hati kiri dan
kanan tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun
jauh
IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena
porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal jauh salah satu
daripadan ya
IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis.

2.8. Diagnosis
Pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan sekali pada penderita sirosis hati dengan
HBsAg positif dan pada penderita hepatitis kronis dengan HBsAg negatif atau penderita
penyakit hati kronis atau dengan sirosis dengan HBsAg negatif pernah mendapat transfusi
atau hemodialisa diperiksa 6 bulan sekali. Diagnosis dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Gambaran Klinis
Menegakkan hepatoma (five mayor) :
a. Riwayat merongkol perut dan pertumbuhan progresif
b. Hepatomegali, berbenjol-benjol, nyeri tekan (+)
c. Lab alfa feto protein (AFP) meningkat (N<15)
d. USG (nodul-nodul dan disarsitek)
e. Biopsi

Hepatoma Sub Klinis

Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa
gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP
dan teknik pencitraan.
Hepatoma Fase Klinis

Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama
yang sering ditemukan adalah:

1. Nyeri abdomen kanan atas, hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang berobat
karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri
umumnya bersifat tumpul atau menusuk intermitten atau terus-menerus, sebagian merasa
area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah
regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut
abdomen harus pikirkan rupture hepatoma.
2. Massa abdomen atas, hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser
ke atas, pada pemeriksaan fisik ditemukan hepatomegali di bawah arcus costa tapi tanpa
nodul, hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di
bawah arcus costa kanan. Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah processus
xiphoideus atau massa di bawah arcus costa kiri.
3. Perut membesar disebabkan karena asites.
4. Anoreksia, timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal.
5. Penurunan berat badan secara tiba-tiba.
6. Demam, timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa
bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil.
7. Ikterus, kulit dan sklera tampak kuning, umumnya karena gangguan fungsi hati, juga
dapat karena sumbatan kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu
hingga timbul ikterus obstruktif.
8. Lainnya, perdarahan saluran cerna, diare, nyeri bahu belakang kanan, edema kedua
tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya. Manifestasi sirosis hati yang lain seperti
splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venadilatasi dinding abdomen,
dll. Pada stadium akhir hepatoma sering tombul metastasis paru, tulang, dan banyak
organ lain.

Anamnesis
Sebagian besar penderita yang datang berobat sudah dalam fase lanjut dengan keluhan
nyeri perut kanan atas. Sifat nyeri ialah nyeri tumpul, terus-menerus, kadang- kadang terasa
hebat apabila bergerak. Di samping keluhan nyeri perut ada pula keluhan seperti benjolan di
perut kanan atas tanpa atau dengan nyeri, perut membuncit karena adanya asites dan keluhan
yang paling umum yaitu merasa badan semakin lemah, anoreksia, perasaan lekas kenyang,
feses hitam, demam, bengkak kaki, perdarahan dari dubur.

Pemeriksaan fisik
Biasanya hati terasa besar dan berbenjol-benjol, tepi tidak rata, tumpul, kadang-
kadang terasa nyeri bila ditekan. Bila letak tumor di lobus kiri maka pembesaran hati terlihat
di epigastrium, tapi bila tumor tersebut terletak di lobus kanan maka pembesaran hati terlihat
di hipokhondrium kanan.

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan Alfa - fetoprotein
(AFP) yaitu protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal. Rentang normal
AFP serum adalah 0 -20 ng/ml, kadar AFP meningkat pada 60%-70% pada penderita
kanker hati.
2. Ultrasonografi (USG) Abdomen
Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan FP, pasien sirosis hati dianjurkan
menjalani pemeriksaan USG setiap tiga bulan. Untuk tumor kecil pada pasien dengan
risiko tinggi USG lebih sensitif dari pada AFP serum berulang. Sensitivitas USG
untuk neoplasma hati bekisar anatara 70%-80%. Tampilan USG yang khas untuk
HCC kecil adalah gambaran mosaik, formasi septum, bagian perifer sonolusen (ber -
halo), bayangan lateral yang dibentuk oleh pseudokapsul fibrotik, serta penyangatan
eko posterior. Berbeda dari metastasis, HCC dengan diameter kurang dari dua
sentimeter mempunyai gambaran bentuk cincin yang khas. USG color Doppler sangat
berguna untuk membedakan HCC dari tumor hepatik lain. Tumor yang berada di
bagian atas -belakang lobus kanan mungkin tidak dapat terdeteksi oleh USG.
Demikian juga yang berukuran terlalu kecil dan isoekoik. Modalitas imaging lain
seperti CT-scan, MRI dan angiografi kadang diperlukan untuk mendeteksi HCC,
namun karena beberapa kelebihannya, USG masih tetap merupakan alat diagnostik
yang paling populer dan bermanfaat.
Gambar 2.2 Ultrasonografi (USG) Abdomen
(Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/369226 -overview)

3. CT Scan

CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin penting untuk diagnosis lokasi dan
sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat,
jumlah dan ukuran tumor dalam hati, hubungannya dengan pembuluh darah dan penentuan
modalitas terapi.

Gambar 2.3.CT scan hepatoma


4. MRI

MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai kontras berisi iodium,
dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati,
juga cukup baik memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat
membantu dalam menilai efektivtas aneka terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat
menemukan hepatoma kecil kurang dari 1 cm dengan angka keberhasilan 55%.

Gambar 2.4. MRI yang menunjukkan tiga wilayah yang terpisah (ditunjukkan dengan panah)
dari metastasis hati.

5. Angiografi arteri hepatika

Sejak tahun 1953 Seldinger merintis penggunaan metode kateterisasi arteri femoralis
perkuran untuk membuat angiografi organ dalam, kini angiografi arteri hepatika selektif atau
supraselektif sudah menjadi salah satu metode penting dalam diagnosis hepatoma. Namun
karena metode ini tergolong invasive, penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular
agak kurang baik. Angiografi dilakukan melalui melalui arteri hepatika.
Gambar 2.5. Angiografi

6. Strategi Skrining Dan Surveilans


Skrining dimaksudkan sebagai aplikasi pemeriksaan diagnostik pada populasi umum,
sedangkan surveillance adalah aplikasi berulang pemeriksaan diagnostik pada populasi yang
beresiko untuk suatu penyakit sebelum ada bukti bahwa penyakit tersebut sudah terjadi.
Karena sebagian dari pasien karsinoma hepatoseluler dengan atau tanpa sirosis adalah tanpa
gejala untuk mendeteksi dini KHS diperlukan strategi khusus terutama bagi pasien sirosis hati
dengan HBsAg atau anti -HCV positif. Berdasarkan atas lamanya waktu penggandaan (
doubling time) diameter KHS yang berkisar antara 3 sampai 12 bulan (rerata 6 bulan)
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan AFP serum dan USG abdomen setia 3 hingga 6
bulan bagi pasien sirosis maupun hepatitis kronik B atau C. Cara ini di Jepang terbukti dapat
menurunkan jumlah pasien KHS yang terlambat dideteksi dan sebaliknya meningkatkan
identifikasi tumor kecil (dini). Namun hingga kini masih belum jelas apakah dengan
demikian juga terjadi penurunan mortalitas (liver-related mortality).

2.10 Terapi

Karena sirosis hati yang melatar belakanginya serta tingginya kekerapan


multinodularis, resektabilitas KHS sangat rendah. Disamping itu kanker ini juga sering
kambuh meskipun sudah menjalani reseksi bedah kuratif. Pilihan terapi ditetapkan
berdasarkan atas ada tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta derajat pemburukan
hepatik. Untuk menilai status klinis, sistem skor Child-pugh menunjukkan estimasi yang
akurat mengenai kesintasan pasien. Mengenai terapi KHS menemukan sejumlah kesulitan
karena terbatasnya penelitian dengan kontrol yang membandingkan efikasi terapi bedah atau
terapi ablative lokoregion al, di samping besarnya heterogenitas kesintasan kelompok kontrol
pada berbagai penelitian individual.
a. Reseksi Hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non -sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati
normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis diperlukan
kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang dapat menurunkan
angka harapan hidup. Parameter yang dapat digunakan untuk seleksi adalah skor Child-Pugh
dan derajat hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan derajat hipertensi portal saja.
Subjek dengan bilirubin normal tanpa hipertensi portal yang bermakna, harapan hidup 5
tahunnya dapat mencapai 70%. Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya metastasis
ekstrahepatik KHS difus atau multifocal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang
dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi.
b. Transplantasi Hati
Bagi pasien KHS dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk
menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi.
Dilaporkan survival analisis 3 tahun mencapai 80% bahkan dengan perbaikan seleksi pasien
dan terapi perioperatif dengan obat antiviral seperti lamivudin, ribavirin dan interferon dapat
dicapai survival analisis 5 tahun 92%. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh
rekurensi tumor bahkan mungkin diperkuat oleh obat anti rejeksi yang harus diberikan.
Tumor yang berdiameter kurang dari 3cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor
yang diameternya lebih dari 5cm.
c. Ablasi Tumor Perkutan
Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk tumor kecil karena
efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah. Dasar kerjanya adalah
menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular dan fibrosis. Untuk tumor (diameter
<5cm). PEI bermanfaat untuk pasien dengan tumor kecil namun resektabilitasnya terbatas
karena adanya sirosis hati non -child A. Radiofrequency ablation (RFA) menunjukkan angka
keberhasilan yang l ebih tinggi daripada PEI dan efikasinya tertinggi untuk tumor yang lebih
besar dari 3cm, namun tetap tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien. Selain itu,
RFA lebih mahal dan efek sampingnya lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan PEI.
Guna mencegah terjadinya rekurensi tumor, pemberian asam poliprenoik (polyprenoic acid)
selama 12 bulan dilaporkan dapat menurunkan angka rekurensi pada bulan ke-38 secara
bermakna dibandingkan dengan kelompok plasebo (kelompok plasebo 49%, kelompok terapi
PEI atau reseksi kuratif 22%).
d. Terapi Paliatif
Sebagian besar pasien KHS di diagnosis pada stadium menengah-lanjut (intermediate-
advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan meta analisi, pada stadium ini
hanya TAE/TACE (transarterial embolization/chemo embolization) saja yang menunjukkan
penurunan pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan KHS
yang tidak resektabel. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada
pasien yang fungsi ha tinya cukup baik (Child-Pugh) serta tumor multinodular asimtomatik
tanpa invasi vascular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara radikal.
Sebaliknya bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan iskemik
akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yang berat. Adapun beberapa jenis terapi
lain untuk KHS yang tidak resektabel seperti imunoterapi dengan interferon, terapi
antiesterogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi arterial atau sistemik
masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian yang pasti.

2.11 Prognosis

Pada umumnya prognosis karsinoma hepatoseluler adalah jelek. Tanpa pengobatan


kematian rata-rata terjadi sesudah 6-7 bulan setelah timbul keluhan pertama. Dengan
pengobatan, hidup penderita dapat diperpanjang sekitar 11 - 12 bulan. Bila karsinoma
hepatoseluler dapat dideteksi secara dini, usaha -usaha pengobatan seperti pembedahan dapat
segera dilakukan misalnya dengan cara sub - segmenektomi, maka masa hidup penderita
dapat menjadi lebih panjang lagi. Sebaliknya, penderita karsinoma hepatoseluler fase lanjut
mempunyai masa hidup yang lebih singkat. Kematian umumnya disebabkan oleh karena
koma hepatik, hematemesis dan melena, syok yang sebelumnya didahului dengan rasa sakit
hebat karena pecahnya karsinoma hepatoseluler. Oleh karena itu langkah-langkah terhadap
pencegahan karsinoma hepatoseluler haruslah dilakukan. Pencegahan yang paling utama
adalah menghindarkan infeksi terhadap HBV dan HCV serta menghindari konsumsi alkohol
untuk mencegah terjadinya sirosis.

2.12 Pencegahan

1. Pencegahan Primordial
Pencegahan yang dilakukan untuk mengindari kemunculan keterpaparan dari gaya
hidup yang berkontribusi meningkatkan risiko penyakit, dilakukan dengan:
a. Mengkonsumsi buah dan sayur yang mengandung vitamin, beta karoten,
mineral,dan tinggi serat yang dapat menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat.
b. Kurangi makanan yang mengandung lemak tinggi.
c. Kurangi makanan yang dibakar, diasinkan, diasap, diawetkan dengan nitrit.
d. Pengontrolan berat badan, diet seimbang dan olahraga.
e. Hindari stres.
f. Menjaga lingkungan yang sehat dan bersih sehingga terhindar dari penyakit
menular.

2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah langka yang harus dilakukan untuk menghindari insidens
penyakit dengan mengendalikan penyakit dan faktor risiko:
a. Memperhatikan menu makanan terutama mengkonsumsi protein hewani cukup.
b. Hindari mengkonsumsi minuman alkohol
c. Mencegah penularan virus hepatitis, imunisasi bayi secara rutin menjadi strategi
utama untuk pencegahan infeksi VB H dan dapat memutuskan rantai penularan.

3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah pengobatan penderita dan mengurangi akibat-akibat
yang serius dari penyakit melalui diagnosa dini dan pemberian pengobatan. Hepatoma sering
ditemukan pada stadium lanjut maka perlu dilakukan pengamatan berlaku pada kelompok
penderita yang kemungkinan besar akan menderita hepatoma dengan pemeriksaan USG dan
AFP.
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. Y
Usia : 44 tahun

3.2. Anamnesa
a. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
b. RPS
Nyeri perut kanan atas sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan terus-menerus dan
menjalar sampai ke pinggang kanan. Nyeri bertambah jika banyak bergerak
dan berkurang jika dalam keadaan duduk dan sedikit membungkuk. Jika nyeri
semakin bertambah nafas nya semakin sesak.
BAB berwarna hitam sejak 2bulan yang lalu, selalu BAB hitam sejak
seminggu belakangan, sekali BAB sedikit yang keluar, BAB tidak keras, tidak
sakit saat BAB.
BAK berwarna kuning pekat seperti teh sejak 2bulan yang lalu, selalu
berwarna seperti teh seminggu belakangan ini, sering pipis disangkal.
Seluruh badan kuning sejak 1 minggu yang lalu.
Edema pada kaki sejak 5 hari SMRS.
Mual, muntah, demam (-)
c. RPD
Pernah dirawat di IP dengan penyakit yang sama sekitar 1 bulan yll.
Riwayat HT (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat minum jamu alkohol (-)
Riwayat minum M150, kuku bima, ekstra joss (+)
d. RPK
Tidak ada keluarga yang mengalami gejala penyakit yang sama.
e. Riwayat Kebiasaan
Pasien seorang supir, perokok, sering minum kopi dan minum minuman bersoda.
3.3. Pemeriksaan Fisik

1. Status Generalis

Keadaan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70
Nadi : 85x/i
Nafas : 32x/i
Suhu : 36,7oC
2. Status Lokalis
Kepala
Normochepali, rambut hitam, tidak mudah dicabut, wajah simetris kanan
dan kiri.
Telinga : nyeri tekan procesus mastoideus (-), secret (-)
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+), pupil isokor 2mm-
2mm, reflex cahaya pupil (+/+) eksoptalmus (-/-), strabismus (-/-).
Hidung : septum deviasi (-), sekret(-), polip (-)
Mulut : sianosis pada bibir (-), bibir pecah-pecah.
Leher
Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran Tyroid.
JVP 5+2cmH2O
Thorax
Paru
Inspeksi : normochest, simetris kiri kanan dalam keadaan statis dan
dinamis, spider nevi (-), sela iga tidak melebar.
Palpasi : fremitus taktil sama kiri dan kanan.
Perkusi : sonor di kedua lapang paru.
Auskultasi : vesikuler, rhonki (-/-), whezzing (-/-),
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat.
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial linea midclavicularis sinistra RIC
V kuat angkat.
Perkusi : Redup dengan batas kanan jantung di linea sternalis,
batas atas jantung di RIC 2,
batas kiri jantung 1 jari medial linea midclavicularis RIC V
sinistra.
Auskultasi : irama Reguler, gallop (-), murmur (-),

Abdomen
Inspeksi ; Perut tampak membuncit, vena kolateral (+), venektasi (-),
sikatrik (-)
Palpasi ; nyeri tekan pada ulu hati dan perut kanan atas, nyeri lepas (-),
acsites(+), teraba hepar 5 jari di bawah arcus costarum, 5 jari di bawah
prosesus xyphoideus dengan sudut tumpul, permukaannya rata, konsistensi
padat, nyeri bila di tekan. Teraba lien di S2-S3.
Perkusi ; Timpani ke pekak , shifting dulness (+)
Auskultasi ; bising usus (+)
Pelvis dan genitalia
Tidak dilakukan
Ekstremitas
Terdapat palmar eritema di kedua telapak tangan.
Terdapat bintik-bintik kemerahan di kedua lengan.
Edema pada kedua tungkai bawah, pitting edema (+) di kedua kaki
Akral hangat.

3.4. Pemeriksaan Laboratorium

Hb : 11,6 g/dl
Ht : 34,1 %
Wbc : 14,41 /uL
Plt : 352 /uL
Creatinin : 0,7 mg/dl
Glukosa : 6,9 mg/dl
Ureum : 76 mg/dl
Kalium : 5,11 mEq/l
Natrium : 131,9 mEq/l
Khlorida : 101,2 mEq/l
3.5. Diagnosa Kerja

Hepatoma ec sirosis hepatis.

3.6. Diagnosa Banding

Abses hepar, tumor metastasis.

Folow Up
8 agustus 2016

S ; nyeri perut kanan atas


Perut kembung
BAB hitam, BAK kuning pekat
Mual (+), muntah (-)
O ; TD 110/70, nadi 80x/i, nafas 22x/i, suhu 36,8
Mata : konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (+)
Paru jantung dalam batas normal.
Abdomen
Inspeksi ; Perut tampak membuncit, vena kolateral (+), venektasi (-),
sikatrik (-).
Palpasi ; nyeri tekan pada ulu hati dan perut kanan atas, nyeri lepas (-),
acsites(+), teraba hepar 5 jari di bawah arcus costarum, 5 jari di bawah
prosesus xyphoideus dengan sudut tumpul, permukaan nya rata, konsistensi
padat, nyeri bila di tekan. Teraba lien di S2.
Perkusi ; Timpani, shifting dulness (+)
Auskultasi ; bising usus (+)
Ekstremitas : akral hangat, edema kedua tungkai bawah.

A ; Belum ada perbaikan.

P ; Ivfd RL 12 jam/kolf

Ketorolac inj 1 ampul drip dalam RL

Furosemid inj
Kaltropen supos

MST 2x10

Pasang NGT

Spirolakton 2x100

Folow Up
9 agustus 2016
S ; nyeri perut kanan atas
Nafas sesak.
Perut kembung
BAB hitam, BAK kuning pekat
Mual (-), muntah (-)
Keluar cairan berwarna hitam dari selang NGT
O ; TD 100/70, nadi 76x/i, nafas 32x/i, suhu 36,8
Mata : konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (+)
Paru jantung dalam batas normal.
Abdomen
Inspeksi ; Perut tampak membuncit, vena kolateral (+), venektasi (-),
sikatrik (-).
Palpasi ; nyeri tekan pada ulu hati dan perut kanan atas, nyeri lepas (-),
acsites(+), teraba hepar 5 jari di bawah arcus costarum, 5 jari di bawah
prosesus xyphoideus dengan sudut tumpul, permukaan nya rata, konsistensi
padat, nyeri bila di tekan. Teraba lien di S2.
Perkusi ; Timpani, shifting dulness (+)
Auskultasi ; bising usus (+)
Ekstremitas : akral hangat, edema kedua tungkai bawah.

A ; Belum ada perbaikan.

P ; Ivfd RL 12 jam/kolf

Kaltropen supos

Spirolakton 2x100
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Karsinona hepatoseluler (hepatoma) adalah suatu tumor ganas primer pada hati yang
paling sering ditemukan. Faktor risiko hepatoma adalah infeksi hepatitis B, infeksi hepatitis
C, alkohol, afloxin B1, dan sirosis. Geajala klinis hepatoma adalah sakit perut, rasa penuh,
bengkak di perut kanan, nafsu makan berkurang dan rasa lemas. Diagnosis hapatoma
ditegakkan bila ditemui gejala, hasil laboratorium, USG, CT Scan, MRI. Pengobatan
hapatoma meliputi tindakan bedah hati, transplantasi hati, tindakan non bedah hati seperti
injeksi lokal dan kemiterapi. Dari kasus diatas, dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosa menderita penyakit hepatoma ec sirosis hepatis.

3.2 Saran
Case Report ini masih butuh tanggapan dan saran dari pembaca. Tidak luput dari
beberapa kekurangan. Perlu tambahan sumber tinjauan pustaka lebih banyak lagi agar penulis
dapat menyusun case report ini lebih baik dimasa yang akan datang. Perlu kritikan dan saran
dari pembaca untuk perbaikan case report.
DAFTAR PUSTAKA

1. Budihussodo, Unggul. 2006. Karsinoma Hati. Editor: Aru W. Suyono dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi ke IV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2. Lindseth, Glenda N. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Editor:
Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson dalam Buku Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Volume 1 edisi 6. Jakarta: EGC
3. Singgih B., Datau E.A., 2006, Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Jacobson R.D.,
2009. Hepatocelluler Carcinoma. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview
4. Rasyid, Abdul. 2006. Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepato Selular
(Hepatoma). Diakses dari http:/ repository.usu.ac.id/bitstream.pdf
5. Putz, R dan R. Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 edisi 22. Jakarta :
EGC
6. Guyton, dan Hall. 2007. Hati Sebagai Organ. Dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
edisi 11. Jakarta: EGC
7. Suhaerni, erni. 2010. Pemeriksaan Ultrasonographi Pada Pasien Dengan Suspect
Hematoma.Diakses dari www. fkumyecase.net Suspect+Hepatoma.
8. Honda, Hiroshi, dkk. Differential Diagnosis of Hepatic Tumors (Hepatoma,
Hemangioma, and Metastasis) with CT. Diakses dari
http://www.ajronline.org/cgi/reprint/159/4/735.pdf
9. Braunwald, Fugene, MD. Principles Of Internal Medicine. In Horrisons 15 th editon.
10. Rasyid, Abdul. 2006. Pentingnya Peranan Radiologi Dalam Deteksi Dini Pengobatan
Kanker Hati Primer. Diakses dari: AAxelrod David, Leeuwen Dirk J van. Hepatocellular
Carsinoma. Updated:Sep18, 2008 www.emedicine.com

11. Price Sylvia A, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume
1, Jakarta : Buku Kedokteran EGC.2006.p.476

Anda mungkin juga menyukai