Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya darah sebanyak


lebih dari 500 cc yang terjadi setelah anak lahir baik sebelum, selama, atau
sesudah kelahiran plasenta. Menurut waktu kejadiannya, perdarahan postpartum
dapat dibagi atas perdarahan postpartum primer yang terjadi dalam 24 jam setelah
bayi lahir dan perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam
sampai dengan 6 minggu setelah kelahiran bayi. Perdarahan Post partum bukanlah
suatu diagnosa melainkan kelainan yang harus dicari penyebabnya. Penyebab
yang mungkin terjadi adalah robekan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta,
ruptur uteri, inversio uteri, dan gangguan pembekuan darah.

Insidensi perdarahan postpartum pada negara maju sekitar 5% dari


persalinan, sedangkan pada negara berkembang bisa mencapai 28% dari
persalinan dan menjadi masalah utama dalam kematian ibu. Penyebabnya 90%
dari atonia uteri, 7% robekan jalin lahir, sisanya dikarenakan retensio plasenta dan
gangguan pembekuan darah. Di Indonesia diperkirakan ada 14 juta kasus
perdarahan dalam kehamilan. Setiap tahunnya paling sedikit 128.000 perempuan
mengalami perdarahan sampai meninggal. Perdarahan pasca persalinan terutama
perdarahan postpartum primer merupakan perdarahan yang paling banyak
menyebabkan kematian ibu. Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan pasca
persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Sedangkan perdarahan
postpartum sekunder terjadi setelah 24 jam hingga minggu postpartum.
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010, tiga faktor utama kematian ibu
melahirkan adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi .

Menurut data WHO, di berbagai negara paling sedikit seperempat dari


seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara

1
kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen. Negara yang berkembang
memiliki angka kematian ibu 25% kematian ibu itu disebabkan oleh Perdarahan
Post Partum. Terhitung lebih dari 100.000 kematian maternal pertahun. Menurut
bulletin american collage of obstetrician and gynecologists menempatkan
perkiraan 140.000 kematian ibu pertahun.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hemorragic Post Partum

A. Definisi

Hemorragic Post Partum (HPP) atau perdarahan postpartum(PPP) adalah


perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. PPP dapat menyebabkan
kematian ibu 45% yang terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68%-73%
dalam satu minggu setelah bayi lahir, 82-88% dalam dua minggu setelah bayi
lahir. Kausalnya dibedakan atas:

a. Perdarahan dari tempat implantasi plasenta


- Hipotoni sampai atonia uteri: akibat anestesi, partus lama, partus
kasep, dan distensi berlebihan misalnya pada gemeli, makrosomia, dan
hidramnion, partus presipitatus, persalinan karena induksi oksitosin,
multiparitas, korioamnionitis, dan pernah atonia sebelumnya
- Sisa plasenta: kotiledon atau selaput ketuban tersisa, plasenta
susenturiata, plasenta akreta, inkreta, dan perkreta
b. Perdarahan karena robekan
Terjadi karena episiotomi yang melebar, robekan pada perineum, vagina,
dan serviks, dan ruptur uteri.
c. Gangguan koagulasi
Jarang terjadi tetapi bisa memperburuk keadaan, misalnya pada kasus
trombofilia, sindroma HELLP, preeklampsia, solusio plasenta, kematian
janin dalam kandungan, dan emboli air ketuban.

Menurut waktu terjadinya perdarahan postpartum dibagi atas dua bagian,


yakni, kehilangan darah yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan
dikenal sebagai perdarahan post partum primer. Perdarahan Postpartum ini
biasanya disebabkan oleh atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir, dan sisa
sebagian plasenta. Dalam kasus yang jarang bisa karena inversio uteri. Sedangkan
kehilangan darah yang terjadi antara 24 jam sampai 6 minggu setelah melahirkan
disebut perdarahan postpartum terlambat atau sekunder . Perdarahan postpartum

3
sekunder biasanya terjadi antara hari ke 5 sampai ke hari ke 15, biasanya karena
sisa plasenta. Perdarahan sisa plasenta adalah perdarahan yang terjadi akibat
tertinggalnya kotiledon dan selaput kulit ketuban yang menggangu kontraksi
uterus dalam menjepit pembuluh darah dalam uterus sehingga mengakibatkan
perdarahan.

B. Etiologi

Faktor yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum yaitu:


- kelainan kontraksi uterus (tone) 70 %
- sisa hasil konsepsi (tissue) 10 %
- trauma pada jalan lahir (trauma) 20 %
- kelainan koagulasi (thrombin) < 1 %

Penyebab utama perdarahan postpartum disebabkan kelainan kontraksi


uteri adalah atonia uteri. Atoni uteri merupakan kegagalan miometrium untuk
berkontraksi dengan baik dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Pada
keadaaan yang normal, miometrium bisa berkontraksi sehingga memampatkan
pembuluh darah robek dan mengontrol kehilangan darah sehingga mencegah
perdarahan yang cepat dan berbahaya. Beberapa faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan terjadinya hipotoni dan atoni uteri meliputi umur yang terlalu muda
atau tua, jumlah paritas yang sering terutama pada multipara dan grande
mutipara, uterus yang teregang berlebihan, miometrium yang keletihan seperti
pada partus lama dan persalinan yang terlalu giat, pada persalinan dengan operasi,
persalinan akibat induksi oksitosin, akibat anastesi umum, infeksi uterus misalnya
chorioamnionitis dan endomyometritis, kelainan pada plasenta seperti pada kasus
plasenta previa dan solutio plasenta, riwayat atoni uteri, dan faktor sosial
ekonomi yaitu malnutrisi.
Apabila adanya sisa hasil konsepsi seperti yang terjadi pada kasus retensio
plasenta, plasenta acreta dan variasinya, perdarahan postpartum bisa terjadi.
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan
retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena plasenta belum lepas dari
dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Pada penemuan

4
ultrasonografi adanya massa uterus yang echogenik mendukung diagnosa retensio
sisa plasenta dan perdarahan ini selalu berlaku beberapa jam setelah persalinan
ataupun pada perdarahan postpartum sekunder. Plasenta yang belum lepas dari
dinding uterus disebabkan kontraksi uterus yang kurang kuat untuk melepaskan
plasenta dikenali sebagai plasenta adhesiva sedangkan plasenta yang melekat erat
pada dinding uterus oleh sebab vilis korialis menembus desidua sampai
miometrium sampai dibawah peritoneum diketahui sebagai plasenta akreta
perkreta. Bila plasenta sudah lepas dari dinding uterus tetapi belum keluar
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III yang menganggu kontraksi uterus sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta
dikenali sebagai inkarserasio plasenta.
Jika pendarahan terjadi meskipun rahim baik kontraksi dan kurangnya
jaringan ditahan, maka trauma pada jalan lahir atau trauma genital dicurigai. Pada
trauma atau laserasi jalan lahir bisa terjadi robekan perineum, vagina serviks,
forniks dan rahim. Keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan yang banyak
apabila tidak segera diatasi. Laserasi jalan lahir biasanya terjadi karena persalinan
secara operasi termasuk seksio sesaria, episiotomi, pimpinan persalinan yang
salah dalam kala uri, persalinan pervaginam dengan bayi besar, dan terminasi
kehamilan dengan vacuum atau forcep dengan cara yang tidak benar. Keadaan ini
juga bisa terjadi secara spontan akibat ruptur uterus, inversi uterus, perlukaan
jalan lahir, dan vaginal hematom. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa
vagina dan vulva akan menyebabkan hematom. Perdarahan akan tersamarkan dan
dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan
bisa menyebabkan terjadinya syok. Hematoma biasanya terdapat pada daerah-
daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum. Episiotomi
dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai arteri atau vena
yang besar, episitomi luas, ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau
ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi.

Manakala pada perdarahan postpartum yang disebabkan kelainan


pembekuan darah, gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit

5
keturunan ataupun didapat. Kelainan pembekuan darah bisa berupa
hipofibrinogenemia, trombocitopenia, thrombocytopenic purpura idiopatik,
sindroma HELLP yang adanya hemolisis, enzim hati yang meningkat serta kadar
trombosit yang rendah, disseminated intravaskuler coagulation (DIC), dan
dilutional coagulopathy yang bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit
karena darah donor biasanya tidak segar sehingga komponen fibrin dan trombosit
sudah rusak. Perdarahan postpartum juga bisa sebagai akibat kegagalan koagulasi
seperti eklampsia berat, perdarahan antepartum, cairan ketuban embolus, kematian
janin intrauterine atau sepsis.

Tabel 1. Penyebab perdarahan post partum


No Gejala dan Tanda Penyebab
yang harus
dipikirkan
1 - perdarahan segera setelah bayi lahir Atonia uteri
- uterus tidak berkontraksi dan lembek
2 - perdarahan segera Robekan
- darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
jalan lahir
3 - plasenta belum lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir Retensio
plasenta
4 - plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh Sisa plasenta
darah) yang tidak lengkap
- perdarahan yang terjadi lebih dari 24 jam post partus
5 - perdarahan segera (perdarahan intra abdominal dan Ruptur uteri
dari atau pervaginam)
- nyeri perut yang hebat
- kontraksi yang hilang
6 - fundus uteri tidak teraba pada palpasi abdomen Inversio uteri
- lumen vagina terisi massa
- nyeri ringan atau berat
7 - perdarahan tidak berhenti, encer, tidak terlihat Gangguan
gumpalan sederhana pembekuan
- kegagalan terbentuknya gumpalan pada uji
darah
pembentukan darah sederhana
- terdapat faktor predisposisi: solusio plasenta, kematian
janin dalam uterus, eklampsia, emboli air ketuban

6
C. Gejala klinis

Gejala perdarahan postpartum yaitu terjadi perdarahan berkepanjangan


melampaui pengeluaran lokhea normal, terjadi perdarahan cukup banyak, rasa
sakit di daerah uterus, pada palpasi fundus uteri masih dapat diraba lebih besar
dari seharusnya, dan pada VT didapatkan uterus yang membesar, lunak dan dari
ostium uteri keluar darah.
Menurut Prawiroharjo perdarahan post partum bisa menyebabkan
perubahaan tanda vital seperti:
- pasien mengeluh lemah
- limbung
- berkeringat dingin
- menggigil
- tekanan darah sistolik <90 mmHg
- nadi >100x/menit
- kadar Hb <8 gr%.

7
D. Diagnosis dan Pemeriksaan
Pada setiap perdarahan postpartum harus dicari apa penyebabnya. Untuk
menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap
yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan
pemeriksaan dalam. Kadang-kadang perdarahan yang terjadi tidak keluar dari
vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya
diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Tinggi fundus

8
uteri yang normal harusnya berada pada atau di bawah umbilikus. Tinggi fundus
uteri dapat dipastikan dengan melakukan palpasi abdomen.

Pada perdarahan akibat atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus,


sehingga uterus didapatkan membesar dan lembek pada palpasi. Sedangkan pada
laserasi jalan lahir, uterus tetap berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi
teraba uterus yang keras setelah uri keluar dengan sempurna. Darah berwarna
merah kehitaman dijumpai pada kasus atoni uteri manakala darah warna merah
terang akan dijumpai pada laserasi jalan lahir. Pada pemeriksaan dalam dilakukan
eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat
ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa
plasenta. Pemeriksaan laboratorium juga bisa dilakukan untuk periksa darah, Hb,
clot observation test (COT) untuk mengetahui apakah adanya kelainan darah pada
ibu.

Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali


apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta
lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan
akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan
dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu
ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir
dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal
dalam rongga rahim.

Setelah membuat diagnosis perdarahan postpartum, perlu diperhatikan


adanya perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. Apabila hal ini
dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. Selain itu,
perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai
predisposisi, tetapi pada setiap persalinan. Karena itu, adalah penting sekali untuk
melakukan pengukuran kadar darah melalui laboraturium, serta pengawasan
tekanan darah, nadi, pernafasan ibu dan periksa juga kontraksi uterus dan
perdarahan selama 2 jam pada setiap ibu.

9
E. Pencegahan
Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah
dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Ibu-ibu yang
mempunyai perdisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan
untuk bersalin di rumah sakit. WHO merekomendasikan manajemen aktif kala III
persalinan (AMTSL) dengan uterotonik seperti obat ergometrine, oksitosin, dan
prostaglandin yang menyebabkan rahim berkontraksi dengan lebih baik untuk
mencegah dan, atau menghentikan perdarahan yang berlebihan.
Berikan oksitosin 10 unit secara IM setelah bayi lahir dan 0,2 unit
ergometrin setelah plasenta lahir. Obat pilihan utama adalah oksitosin kerena
sangat efektif, memiliki profil keamanan yang sangat baik, dan bebas dari efek
samping yang berhubungan dengan ergometrine. Jangan memijat dan mendorong
uterus ke bawah sebelum plasenta lepas. Periksa kelengkapan kotiledon atau
selaput ketika plasenta telah lahir. Periksa apakah ada yang tertinggal di dalam
cavum uteri.
AMTSL dapat mencegah sekitar 60% dari atonia uterus dan merupakan
bukti intervensi berbasis biaya layak dan rendah. Namun penggunaan oksitosin
terbatas karena kurangnya profesional kesehatan untuk mengelola suntik. Oleh
itu, faktor resiko perdarahan postpartum harus diidentifikasi dan persiapan
sebelum hamil dilakukan. Namun perdarahan yang signifikan mengancam jiwa
dapat terjadi pada tidak adanya faktor risiko dan tanpa peringatan. Semua perawat
dan fasilitas yang terlibat dalam perawatan ibu harus memiliki rencana yang jelas
untuk pencegahan dan pengelolaan perdarahan postpartum. Ini termasuk
keterampilan resusitasi dan keakraban dengan semua terapi medis dan bedah
tersedia.

F. Penatalaksanaan

Jumlah perdarahan yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien.


Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis atau sampai syok berat
hypovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan tergantung pada keadaan
klinisnya.

10
Perdarahan yang terjadi karena atonia uteri, maka tindakan yang dilakukan
adalah:
- Sikap trendelenberg, pasang venous line, dan pemberian oksigen
- Rangsang kontraksi uterus dengan pemberian oksitocin dan turunan ergot
melalui suntikan secara IM. IV, atau SC,
- Bila perangsangan kontraksi uterus gagal, maka dipersiapkan untuk
dilakukan tindakan operatif laparotomi dengan pilihan bedah konservatif
(mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi. Alternatifnya
beruba ligasi arteri uterina atau arteri ovarika, operasi ransel B Lynch,
histerektomi supravaginal, dan histerektomi total abdominal.

Perdarahan karena ruptur uteri dapat diduga pada persalinan macet atau kasep
atau uterus dengan lokus minoris resistensia dan adanya atonia uteri dan tanda
cairan bebas intraabdominal. Semua perdarahan yang terbuka harus diklem,
diikat, dan ditutup dengan jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai perdarahan
berhenti.

Sisa plasenta bisa diduga bila kara uri berlangsung tidak lancar atau setelah
melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak
lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari
ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan
lahir sudah terjahit. Untuk itu harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan
cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang
ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfusi darah.

G. Komplikasi
a. Infeksi
b. Syok
c. Kematian

H. Prognosis

Prognosis dari perdarahan postpartum baik primer maupun sekunder


umumnya dubia ad bonam, tergantung dari jumlah perdarahan dan kecepatan serta
ketepatan penatalaksanaan yang dilakukan.

11
BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas
Nama : Ny. H
Usia : 21 tahun
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : Gaung
Masuk RS : 31 Desember 2016 pukul
No RM : 005066
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah

II. Anamnesis

12
Seorang pasien wanita usia 21 tahun datang ke ponek RSUD Solok pada
pukul 20:30 WIB

Keluhan Utama
Keluar darah dari kemaluan sejak 1 jam yang lalu sebelum masuk rumah
sakit

Riwayat Penyakit Sekarang


- Keluar darah yang banyak dari kemaluan sejak 1 jam yang lalu SMRS,
berwarna merah segar, berbongkah-bongkah bercampur dengan darah
cair, membasahi 4 lembar pembalut, sehelai celana, dan sehelai kain
sarung.
- Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri di perut
- Pasien sebelumnya melahirkan pada tanggal 15 Desember 2016 di
Ponek RSUD Solok. Melahirkan bayi perempuan normal pervaginam
dengan Berat badan : 3100 gram
Panjang badan : 50 cm
Apgar Score : 7/8
Anus : (+)
- Plasenta lahir spontan

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat penyakit efusi pleura pada tahun 2015, dan mendapatkan
tindakan punksi pleura
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi disangkal
- Riwayat alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama
- Tidak ada keluarga yang menderita penyakit menular dan kejiwaan
- Tidak ada keluarga yang menderita gangguan pembekuan darah

Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali pada tahun 2015

Riwayat Kehamilan

13
ANC setiap bulan ke dokter
Imuninasi TT 2 kali

Riwayat Menstruasi
Menarche pada usia 12 tahun
Siklus : Menstruasi teratur, siklus 28 hari
Lamanya : 5 hari
Banyaknya : 2-3 kali ganti pembalut dalam 1 hari
Nyeri saat haid : (-)

Riwayat Keluarga Berencana


Pasien tidak pernah mengikuti program Keluarga Berencana

Riwayat Kebiasaan dan Psikososial


Pasien tidak merokok dan minum alkohol

III. Pemeriksaan Fisik


1. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis cooperatif
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 57 kg (Saat hamil 62 kg)
BMI : 23, 725 Kg/M2
Tanda-tanda Vital
- Tekanan Darah : 110/60 mmHg
- Nadi :110 kali/menit
- Suhu : 36 kali/menit
- Frekuensi napas :360 C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera tidak ikterik (-/-)
Leher
Inspeksi : JVP 5-2 cmH2O
Kelenjar tiroid tidak tampak membesar
Palpasi : Kelenjar tiroid tidak teraba membesar
KGB tidak teraba membesar

Thoraks

14
Pulmo
Inspeksi : bentuk dada normal, simetris, pulsasi abnormal
(-) gerak pernapasan simetris
Palpasi : gerak pernapasan simetris, fremitus vokal simetris
Perkusi : sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : redup
Auskultasi : reguler, murmur dan gallop tidak ada

Abdomen : status ginekologi


Genitalia : status ginekologi

Ekstremitas : akral hangat, edema (-) sianosis (-)

2. Status Ginekologi
Abdomen
Inspeksi : perut tidak membuncit
Palpasi : TFU tidak teraba
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : tidak dilakukan
Genital
V/U : tenang
PPV : (+)
Eksplorasi : Tampak Stolsel

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Darah (31 Desember 2016)
Hb : 10,4 g/dL
Ht : 32%
Leukosit : 8750 /uL
Trombosit : 362000/uL
HbsAg : (-)
HIV : (-)

V. Diagnosa:
Late HPP e.c rest plasenta pada P1A0H1 post partus maturus spontan di
dalam NH16

VI. Laporan Tindakan

Tanggal Jam Subjektif, Objektif, Asessmen Instruksi


31/12/201 20:30 S/ Pasien lemas p/- Invus two line
O/ TD : 110/70 mmHg Kanan: Gelofusin
6
Nadi : 70x/i

15
Nafas : 20x/i guyur 1 kolf
Suhu : 36,50 C Kiri : RL drip
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Oxitosin:posparqin
Abdomen : TFU tidak teraba
1:1
Genital : PPV (+)
- DC jalan lancar
Ekstremitas : akral hangat
- Gastrul tab 2 PO
Urine : urine 200 cc
- kateter
(dibuang)
- Eksplorasi :
A/ Late HPP e.c Rest plasenta pada
tampak stolsel
P1A0H1 post partus maturus
spontan di dalam NH16 R/ USG 3 januari
2017, jika sisa
plasenta (+)
Curratage
21:15 S/ Pasien lemas p/- Skin test
O/ TD : 110/70 mmHg Ceftriaxon
Nadi : 70x/i (tidak alergi)
Nafas : 20x/i - RL 20 tmp
Suhu : 36,50 C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Abdomen : TFU tidak teraba
Genital : PPV (+)
Ekstremitas : akral dingin
Urine : 50cc
A/ Late HPP e.c Rest plasenta pada
P1A0H1 post partus maturus
spontan di dalam NH16
21:30 S/ Pasien lemas p/- Inj Ceftriaxon 1 gr
O/ TD : 110/70 mmHg
Nadi : 73x/i
Nafas :19x/i
Suhu :36,50 C
Mata: Konjungtiva anemis (-/-)
Abdomen: TFU tidak teraba
Genital: ppv (+)
Ekstremitas: akral hangat
Urine: 100cc
A/ Late HPP e.c Rest plasenta pada
P1A0H1 post partus maturus
spontan di dalam NH16
22:00 S/ Pasien lemas p/ Inj Metergin 1 amp
O/ TD: 110/70 mmHg
Nadi: 72x/i

16
Nafas: 19x/i
Suhu: 36,50 C
Mata: Konjungtiva anemis (-/-)
Abdomen: TFU tidak teraba
Genital: Ppv (+)
Ekstremitas: akral hangat
Urine: 150 cc
A/ Late HPP e.c Rest plasenta pada
P1A0H1 post partus maturus
spontan di dalam NH16
23:30 S/ Pasien lemas P/- Inj Transamin
O/ TD: 110/70 mmHg 500 mg
Nadi: 74x/i - Inj Vit K
Nafas: 20x
Suhu: 36,50 C
Mata: Konjungtiva anemis (-/-)
Abdomen: TFU tidak teraba
Genital: Ppv (+)
Ekstremitas: akral hangat
Urine: 250 cc
A/ Late HPP e.c Rest plasenta pada
P1A0H1 post partus maturus
spontan di dalam NH16
20:35 S/ pasien lemas P/- O2 3 L
sesak napas post inj transamin - Inj Dexamethason
O/ TD : 110/70 mmHg
2 amp
Nadi : 70x/i
Nafas : 27x/i
Suhu : 36,50 C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Abdomen : TFU tidak teraba
Genital : PPV (+)
Ekstremitas : akral dingin
Urine : 250 cc
A/ Late HPP e.c Rest plasenta pada
P1A0H1 post partus maturus
spontan di dalam NH16
24:00 S/ sesak (-) P/ O2 3 L aff
O/ TD : 110/60 mmHg
Nadi : 68x/i
Nafas : 20x/i
Suhu : 36,50 C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Abdomen : TFU tidak teraba
Genital : PPV (+)

17
Ekstremitas : akral hangat
Urine : 300 cc
A/ Late HPP e.c Rest plasenta pada
P1A0H1 post partus maturus
spontan di dalam NH16
00:30 S/ pasien lemas
O/ TD : 110/70 mmHg
Nadi : 70x/i
Nafas : 18x/i
Suhu : 36,50 C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Abdomen : TFU tidak teraba
Genital : PPV (+)
Ekstremitas : akral dingin
Urine : 350 cc
A/ Late HPP e.c Rest plasenta pada
P1A0H1 post partus maturus
spontan di dalam NH16
02:30 S/ pasien lemas
O/ TD : 110/70 mmHg
Nadi : 75x/i
Nafas : 19x/i
Suhu : 36,50 C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Abdomen : TFU tidak teraba
Genital : PPV (+)
Ekstremitas : akral dingin
Urine : 500 cc
A/ Late HPP e.c Rest plasenta pada
P1A0H1 post partus maturus
spontan di dalam NH16
04:30 S/ pasien lemas
O/ TD : 110/70 mmHg
Nadi : 75x/i
Nafas : 19x/i
Suhu : 36,50 C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Abdomen : TFU tidak teraba
Genital : PPV (+)
Ekstremitas : akral dingin
Urine : 700 cc
A/ Late HPP e.c Rest plasenta pada
P1A0H1 post partus maturus
spontan di dalam NH16

18
Ballance Cairan

Input:

1. Infus gelofusion : 1 x 500 = 500 cc


2. Infus RL : 2 x 500 = 1000 cc +
1500 cc

Output:

1. Darah : 500 cc
2. Urin : 700 cc +
1200 cc

IWL: 15x57 = 106, 88


8

Balance cairan : intake = output + IWL

1500 = 1200 + 106,88

1500 = 1306,88

VII. Follow Up

1 Januari 2017 pukul 08:00

S/ PPV (+) cc

O/ KU : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis cooperatif

TD : 100/60 mmHg

Nadi : 64 x/menit

Napas : 18x/menit

Suhu : 36,50C

19
Mata : konjungtiva anemis (+/+)

Abdomen : TFU tidak teraba

A/ Late HPP e.c rest plasenta pada P1A0H1 post partus maturus spontan di
dalam NH16

Instruksi:
- Pantau KU, VS, PPV, dan jumlah urine
- Invus two line, Kanan: Gelofusin guyur 1 kolf
Kiri : RL drip Oxitosin:posparqin 1:1
- DC
- Inj Metergin pukul 06:00 dan pukul 14:00
- Inj Ceftriaxon pukul 09:30
- Pindah rawat ke nifas

2 Januari 2017 pukul 08:00

S/ PPV (+) cc

O/ KU : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis cooperatif

TD : 100/60 mmHg

Nadi : 64 x/menit

Napas : 18x/menit

Suhu : 36,50C

Mata : konjungtiva anemis (+/+)

Abdomen : TFU tidak teraba

A/ Late HPP e.c rest plasenta pada P1A0H1 post partus maturus spontan di
dalam NH16
Instruksi:
- Pantau KU, VS, PPV, dan jumlah urine
- IVFD RL 20 tpm
- Inj Metergin 3x0,2 mg (IV)
- Inj Ceftriaxon 2x1 gr (IV)
- Sf 1x300 mg PO

20
3 Januari 2017 pukul 08:00

S/ PPV (+) cc

O/ KU : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis cooperatif

TD : 100/60 mmHg

Nadi : 64 x/menit

Napas : 18x/menit

Suhu : 36,50C

Mata : konjungtiva anemis (+/+)

Abdomen : TFU tidak teraba

A/ Late HPP e.c rest plasenta pada P1A0H1 post partus maturus spontan di
dalam NH16

Instruksi:
- Pantau KU, VS, PPV, dan jumlah urine
- IVFD RL 20 tpm
- Inj Metergin 3x0,2 mg (IV)
- Inj Ceftriaxon 2x1 gr (IV)
- Sf 1x300 mg PO

Pukul 11:15 USG ke Poli Kebidanan

21
Gambar 2. USG

USG : Sisa (+) 1 x 2 cm

Pukul 15:00 Curratage di ruang Operasi

Laporan Curratage

Diagnosa Pra bedah : Late HPP e.c rest plasenta pada P1A0H1 post
partus maturus spontan di dalam NH16

Diagnosa Post bedah : Post curratage a.i HPP e.c rest plasenta

Jam mulai : 15:00

Jam berakhir : 16:00

Curratage:

1. Pasien tidur telentang dalam posisi lithotomi dalam TIVA


2. Dilakukan tindakan septik dan antiseptik pada lapangan operasi
3. Dilakukan pemasangan duk steril di bawah bokong
4. Vesica urinaria dikosongkan dengan catheterisasi
5. Lapangan tindakan dipersempit dengan duk steril
6. Spekulum sims dipasang
7. Portio dijepit dengan tinokulum
8. Dilakukan sondase, uterus antefleksi sepanjang 8 cm
9. Dilakukan kuretase dengan sendok kuret yang sesuai secara sistematis
10. Dikeluarkan sisa jaringan plasenta

22
11. Atasi perdarahan
12. Tinokulum dilepas, sims dilepas, tindakan selesai
13. Keadaan post operasi baik

Terapi post operasi

1. IVFD RL 20 tpm
2. Cefadroxil 2x500 mg
3. Asam mefenamat 3x500 mg
4. Metergin tab 3x1
5. Vitamin C tab 3x50 mg

Pukul 16:30 Pasien kembali dari ruang Operasi

Keadaan umum : tampak lemah

Kesadaran : compos mentis cooperatif

Tekanan darah : 100/80 mmHg

Nadi : 90x/menit

Napas : 16x/menit

Suhu : 36,50 C

Pemeriksaan darah post curratage


Hb : 7,9 g/dL
Ht : 23,5 %
Leukosit : 5780 /uL
Trombosit : 306000/uL

4 Januari 2017 pukul 08:00

S/ PPV (+) cc

O/ KU : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis cooperatif

TD : 70/40 mmHg

23
Nadi : 68x/menit

Napas : 18x/menit

Suhu : 36,30C

Mata : konjungtiva anemis (-/-)

Abdomen : TFU tidak teraba

A/ Post curratage a.i HPP e.c rest plasenta

Instruksi:
- Pantau KU, VS, PPV, dan jumlah urine
- IVFD RL 20 tpm
- Asam mefenamat 3x500 mg PO
- Vitamin C tab 3x50 mg PO
- Sf 1x300 mg PO
- Transfusi 2 Kolf

PRC yang diperlukan

3 x (12-8) 57 = 684

1 kantong PRC 350 cc maka darah yang diperlukan 2 kantong

5 Januari 2017 pukul 08:00

S/ PPV (+) cc

O/ KU : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis cooperatif

TD : 100/80 mmHg

Nadi : 86 x/menit

Napas : 18x/menit

24
Suhu : 36,50C

Mata : konjungtiva anemis (-/-)

Abdomen : TFU tidak teraba

A Post curratage a.i HPP e.c rest plasenta

Instruksi:
- Pantau KU, VS, PPV, dan jumlah urine
- IVFD RL 20 tpm
- Metergin tab 3x1
- Asam mefenamat 3x500 mg PO
- Vitamin C tab 3x50 mg PO
- Sf 1x300 mg PO

Pemeriksaan darah post transfusi (3 januari 2017 )


Hb : 11 g/dL
Ht : 31,3 %
Leukosit : 7060 /uL
Trombosit : 328000/uL

6 Januari 2017 pukul 08:00

S/ PPV (+) cc

O/ KU : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis cooperatif

TD : 100/70 mmHg

Nadi : 75 x/menit

Napas : 17x/menit

Suhu : 370C

Mata : konjungtiva anemis (+/+)

Abdomen : TFU tidak teraba

25
A/ Post curratage a.i HPP e.c rest plasenta

Instruksi:
Boleh Pulang
- Cefadroxil 2x500 mg PO
- Asam mefenamat 3x500 mg PO
- Vitamin C tab 3x50 mg PO
- Sf 1x300 mg PO

26
BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien Ny. H usia 21 tahun datang ke ponek RSUD Solok dengan keluhan
utama keluar darah dari kemaluan sejak 1 jam yang lalu sebelum masuk rumah
sakit. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
ditegakkan diagnosis Late HPP e.c rest plasenta pada P1A0H1 post partus maturus
spontan di dalam NH16.

Anamnesis

Teori Kasus
Hemorragic post partum adalah Keluar darah dari kemaluan yang
perdarahan yang melebihi 500 ml membasahi 4 lembar pembalut.
setelah bayi lahir. Sehelai celana, dan sehelai kain
sarung.
Late Hemmoragic post partum Perdarahan terjadi pada NH16.
adalah perdarahan yang terjadi
setelah 24 jam sampai dengan 6
minggu setelah persalinan, biasanya
disebabkan sisa plasenta.

diketahui darah yang keluar sangat banyak hingga membasahi 4 duk,


sehelai celana, dan sehelai kain sarung. Pasien post partus maturus spontan 15 hari
yang lalu. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang ditegakkan diagnosa Late HPP e.c Retensio sisa plasenta pada P1A0H1
post partus maturus spontan NH16.

Karena banyaknya darah yang keluar, pasien diberikan Invus 2 jalur, pada
tangan kanan dipasang IVFD Gelofusin guyur 1 kolf dan pada tangan kiri
dipasang IVFD RL drip Oksitocin: pospardin. Diinjeksikan Ceftriaxon 2x1 gr dan

27
Metil Ergometrin 3x1 amp IV. Pasien juga mendapatkan SF 1x1 tab dan Gastrul 2
tab PO. Tiga hari kemudian dilakukan pemeriksaan USG, tampak sisa plasenta
sebanyak 1 x 2 cm. Dilakukan tindakan curratage.
Pasien mendapat perawatan selama 7 hari. Karena Hb yang rendah
diperlukan transfusi PRC 2 kolf. Pasien dipulangkan setelah tidak ada keluhan dan
keadaan umum membaik.

28
DAFTAR PUSTAKA

Benson C, Ralph and Pernoll L Martin. 2009. Buku Saku Obstetri dan Genekologi
Edisi Kesembilan. Jakarta: EGC.

Cunningham, dkk. 2014. William Obstetric 24th edition. eBook convertion by


codeMantra.

Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Primer Edisi Revisi. Jakarta: IDI 2014.

Jones, Derek Llewellyn. 2001. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi


Keenam. Jakarta: Hipokrates.

Kementrian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di


Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kemenkes RI 2013.

Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sastrawinata, S., 2004. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi, ed.2.


Jakarta: EGC.

29

Anda mungkin juga menyukai