Anda di halaman 1dari 42

PRAKTIKUM I

IDENTIFIKASI BORAKS DAN FORMALIN

1
PRAKTIKUM I

IDENTIFIKASI BORAKS DAN FORMALIN

A. TANGGAL PRAKTIKUM
Sabtu, 27 Mei 2017

B. TUJUAN
1. Mengetahui cara mengidentifikasi borak pada bahan makanan.
2. Mengetahui ada tidaknya kandungan formalin dalam beberapa makanan yang diuji.

C. LANDASAN TEORI
Boraks adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat ( NaB4O7 ) atau
natrium tetraborat dekahidrat ( Na2B4O710H2O ). Boraks berbentuk padat dan apabila
terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida ( NaOH ) dan asam borat ( H3BO3 ).
Dengan demikian, bahaya boraks identik dengan bahaya asam borat ( Cahanar, 2006 ).
Boraks menimbulkan efek racun pada manusia, toksisitas boraks yang terkandung
di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks sering
disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso, mi basah, pisang
molen, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan,
boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki
penampilan makanan ( Cahyadi, 2008 ).

Metode analisis kandungan senyawa boraks pada sampel dapat dianalisis dengan
metode kertas kurkumin. Analisis positif ditandai dengan perubahan warna pada kertas
kurkumin dari kuning menjadi merah kecoklatan. Perubahan warna pada kertas kurkumin
dari kuning menjadi merah kecoklatan disebabkan karena kunyit mengandung kurkumin
(warna kuning pada kunyit). Kurkumin pada kondisi asam akan berwarna kuning dan
akan berubah menjadi merah kecoklatan pada kondisi basa. Oleh karena itu, apabila
kertas kurkumin bereaksi dengan senyawa basa, diantaranya adalah boraks, yang mana
boraks merupakan senyawa yang bersifat basa, maka akan membentuk senyawa boro
kurkumin. Senyawa borokurkumin tersebut berwarna merah kecoklatan. Reaksinya
adalah sebagai berikut ( Muharrami. 2015 ):

2
Boraks + Kurkumin Rosocyanine

Na2B4O7 + C21H20O6B[C21H19O6]2Cl

Formalin adalah bahan kimia pucat dari 37-50 persen larutan terlarut formaldehida
(CH2O) dalam air. Zat ini mudah terbakar, sangat reaktif dengan banyak zat dan mudah
mengalami polimerisasi, gas tidak berwarna pada suhu dan tekanan normal. Di udara,
formalin mudah rusak oleh sinar matahari, dengan waktu paruh sekitar 30-50 menit. Tapi
dalam bentuk cair, itu stabil dari waktu ke waktu. Paparan melalui pernafasan
menyebabkan formalin cepat berdifusi ke dalam banyak jaringan, termasuk otak, testis,
dan hati. Formaldehid cepat diserap dari saluran pencernaan setelah proses pencernaan
dan dari saluran pernapasan yang membuatnya menjadi bahan kimia berbahaya untuk
digunakan sebagai pengawet (Mamun, 2014).
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), lembaga khusus
dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang mengkhususkan pada
keselamatan penggunaan bahan kimiawi, secara umum disebutkan bahwa batas toleransi
formaldehida yang dapat diterima tubuh dalam bentuk air minum adalah 0,1 mg/liter (1
ppm setara 1 mg/liter) atau dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah 0.2 mg.
Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang
dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari. National Institute for Occupational Safety
and Health (NIOSH) menyatakan formaldehida berbahaya bagi kesehatan pada kadar 20
ppm. Sedangkan dalam Material Safety Data Sheet (MSDS), formaldehida dicurigai
bersifat kanker (Singgih, 2013).
Berat molekul formalin adalah 30,03 dengan rumus molekul H2CO. Karena
kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya kedalam sel tubuh. Gugus
karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi dengan gugus NH2 dari protein
yang ada terdapat pada tubuh membentuk senyawa yang mengendap ( Harmita, 2006 ).
Penggunaan formalin antara lain sebagai pembunuh kuman sehingga digunakan
sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal, pembasmi lalat dan serangga
lainnya, bahan pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak.
Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas,
bahan pembentuk pupuk berupa urea, bahan pembuatan produk parfum, bahan pengawet
produk kosmetik dan pengeras kuku, pencegah korosi untuk sumur minyak, bahan untuk
isolasi busa, bahan perekat untuk produk kayu lapis (playwood), dalam konsentrasi yang

3
sangat kecil ( < 1 % ) digunakan sebagai pengawet, pembersih rumah tangga, cairan
pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet (Astawan,2006
).

D. ALAT DAN BAHAN


1. Alat-alat praktikum
a. Cobek
b. Corong kaca
c. Gelas kimia
d. Kertas Whatman ( kertas uji boraks )
e. Nampan
f. Mortar dan alu
g. Parut
h. Penangas air
i. Penjepit
j. Pipet
k. Pisau
l. Rak tabung reaksi
m. Sendok
n. Tabung reaksi
o. Talenan

2. Bahan-bahan praktikum
a. Aquadest
b. Bakso
c. Fehling A ( uji formalin )
d. Fehling A ( uji formalin )
e. Formalin standar
f. Mie basah
g. Standar boraks
h. Tahu

4
E. CARA KERJA
1. Identifikasi Borak
a. Preparasi sampel
Sampel kunyit
Dihaluskan sebanyak 5 ruas
Diberi air secukupnya
Ekstrak kunyit
Diletakkan kertas whatman dalam ekstrak
Diambil
Dijemur
Hasil

b. Pengujian
- Dengan menggunakan kertas whatman
Sampel bakso
Ditumbuk hingga menjadi ekstrak
Diberi air
Ditetesi air ekstrak pada kertas whatman
Hasil positif yaitu kertas whatman berwarna coklat

- Dengan menggunakan tusuk gigi


Sampel kunyit
Ditusuk dengan tusuk gigi
Sampel bakso
Ditusuk dengan tusuk gigi yang sama
Hasil positif yaitu tusuk gigi akan berwarna orange kemerah-merahan

2. Identifikasi Formalin
Sampel
Dihaluskan dengan mortar
Dilarutkan dengan aquadest
Disaring dan diambil filtratnya
Filtrat
5
Dimasukkan dalam tabung reaksi
Dimasukkan masing-masing 1 mL Fehling A dan
Fehling B
Dipanaskan di penangas air
Diamati
Hasil

F. HASIL PENGAMATAN
Perlakuan Hasil Pengamatan Keterangan
1. Identifikasi boraks - Kertas whatman berwarna
- Penyiapan kertas whatman kuning
yang sudah menyerap air
kunyit

- Sampel ditumbuk hingga - Sampel berwarna putih


menjadi ekstrak dan kental
ditambah air sedikit

- Air ekstrak diteteskan pada - Hasil positif boraks ditandai


kertas whatman dengan perubahan warna
pada kertas whatman
menjadi warna coklat yang
terjadi pada standar boraks
- Pada bakso dan tahu setelah
diteteskan tidak mengalami
perubahan menjadi coklat,
yang menunjukkan sampel
bakso dan tahu negatif
boraks
- Pada sampel mie basah
terjadi perubahan warna
6
menjadi warna coklat berarti
sampel mie basah positif
boraks
2. Identifikasi Formalin
- Semua sampel satu persatu - Sampel bakso, tahu, dan mie
dihaluskan dengan mortir basah dihaluskan

- Disaring dan dimasukkan - Fehling A berwarna putih


kedalam tabung reaksi - Fehling B berwarna biru
- Ditambahkan 1 mL Fehling - Setelah ditambahkan Fehling
A dan Fehling B A dan Fehling B lerutan
menjadi berwarna biru

- Memasukkan pada penangas - Terjadi perubahan warna


air

- Standar formalin - Terdapat 4 lapisan warna


yaitu secara berturut-turut
dari atas ke bawah : biru-
ungu-biru-ungu bening
- Terlihat cincin ungu ditengah
dan saat dicuci, terdapat
bekas berwarna orange pada
dinding tabung
- Positif formalin

7
- Sampel tahu - Terdapat 3 lapisan warna
yaitu dari atas ke bawah :
hijau-biru-keunguan-orange-
kecoklatan
- Terlihat cincin ungu ditengah
dan saat dicuci terdapat
bekas warna orange pada
dinding tabung
- Positif formalin
- Sampel bakso - Terdapat 3 lapisan warna
yaitu secara berturut-turut
dari atas ke bawah : biru-biru
tua-biru
- Tidak ada cincin ungu dan
saat dicuci tidak ada bekas
berwarna orange yang
menempel pada dinding
tabung, hal ini menandakan
negatif formalin
- Sampel mie basah - Terdapat 5 lapisan warna
yaitu secara berturut-turut
dari atas ke bawah : biru-
hijau-coklat kekuningan-
ungu-bening
- Tidak ada cincin ungu dan
saat di cuci tidak ada bekas
yang menempel pada dinding
tabung
- Hal ini berarti negatif
formalin

8
G. ANALISIS DATA
a. Persamaan reaksi idenifikasi boraks
Boraks + Kurkumin Rosocyanine
Na2B4O7 + C21H20O6B[C21H19O6] 2Cl

b. Persamaan reaksi idenifikasi formalin


- CuSO4 + 2KOH Cu(OH)2 + K2SO4
- Cu(OH)2 dipanaskan CuO + H2O
- D-glukosa + 2 CuO dipanaskan D-asam glukonat + Cu2O (mengendap).

H. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini yaitu mengidentifikasi kandungan boraks dan formalin
yang terdapat pada bahan makanan yang beredar di masyarakat secara kualitatif. Boraks (
Na2B4O7 ) merupakan suatu bahan tambahan yang dilarang penggunaannya pada bahan
pangan. Penggunaan boraks pada bahan pangan biasanya digunakan untuk meningkatkan
kekenyalan, kerenyahan, serta memberikan rasa gurih dan kepadatan terutama pada jenis
makanan yang mengandung pati ( Saparinto, 2006 ). Pada percobaan ini digunakan 3
sampel yang diduga mengandung boraks yaitu mie basah, bakso, dan tahu. Dalam
mengidentifikasi kandungan boraks pada bahan makanan dapat dilakukan dengan 2
metode yaitu dengan menggunakan kertas whatman dan menggunakan tusuk gigi,
sebenarnya masih ada metode lain lagi dalam mengidentifikasi boraks, namun pada
percobaan ini hanya dilakukan dengan metode kertas whatman. Langkah-langkah
prosedurnya meliputi, pertama membuat ekstrak kunyit, kemudian kertas whatman
dicelupkan sampai semuanya terserap oleh ekstrak kunyit dan menjemurnya sampai
kering. Sampel kemudian dihaluskan dan ditambahkan aquadest sedikit, dan selanjutnya
air ekstrak sampel diteteskan pada kertas whatman yang sudah kering. Hasil positif
mengandung boraks apabila kertas whatman berubah menjadi coklat. Dari ketiga sampel
yang diuji didapat hasil sampel bakso dan tahu yang diuji tidak mengandung boraks,
dikarenakan tidak terjadi perubahan warna pada kertas whatman setelah ditetesi ekstrak
sampel tersebut. Sedangkan pada sampel mie basah menunjukkan bahwa sampel yang
diuji tersebut mengandung boraks, dikarenakan setelah ekstrak dari mie basah ditetesi
pada kertas whatman, kertas whatman berubah menjadi coklat, hasil tersebut hamper
sama dengan standar boraks. Jadi mie basah tersebut postif mengandung boraks.
9
Perubahan warna pada kertas whatman yang sudah dibasahi ekstrak kunyit, yang awalnya
dari kuning kemudian setelah ditetesi ekstrak sampel mie basah berubah menjadi
kecoklatan, ini disebabkan karena kunyit mengandung kurkumin (warna kuning pada
kunyit). Kurkumin pada kondisi asam akan berwarna kuning dan akan dapat berubah
menjadi merah kecoklatan pada kondisi basa. Oleh karena itu, apabila kertas kurkumin
bereaksi dengan senyawa basa, diantaranya adalah boraks, yang mana boraks merupakan
senyawa yang bersifat basa, maka akan membentuk senyawa boro kurkumin. Senyawa
borokurkumin tersebut berwarna merah kecoklatan ( Muharrami. 2015 ). Reaksinya
adalah sebagai berikut :

Boraks + Kurkumin Rosocyanine

Na2B4O7 + C21H20O6B[C21H19O6] 2Cl

Penggunaan boraks sebagai bahan tambahan pada pangan dapat menyebabkan


gangguan/racun bagi manusia. Akan tetapi efek toksisitas boraks tersebut yang
terkandung dalam suatu makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Hal ini terjadi
karena boraks akan diserap oleh tubuh dan tersimpan secara kumulatif dalam otak, testis
maupun hati sampai dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Jadi boraks berbahaya bagi
tubuh manusia bila dikonsumsi.
Percobaan selanjutnya yaitu mengidentifikasi kandungan formalin dalam beberapa
makanan. Formalin sering digunakan sebagai pembunuh kuman sehingga penggunaannya
sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal, pembasmi lalat dan serangga
lainnya, bahan pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak.
Sampel yang digunakan yang diduga mengandung formalin yaitu tahu, bakso, dan mie
basah. Metode uji kualitatif yang digunakan pada percobaan ini adalah uji fehling yang
dimana uji fehling bertujuan mengetahui adanya gugus aldehid. Larutan fehling ini
digunakan untuk menguji kandungan gula tereduksi (monosakarida atau disakarida)
dalam suatu sampel. Pengujian secara kualitatif ini berdasarkan keberadaan gugus
aldehida atau keton yang bebas (Wikipedia). Reagent yang digunakan dalam pengujian
ini adalah fehling A (CuSO4) dan fehling B (KOH dan Na-K, tartrat).
Tahapan pengujian yang pertama yaitu sampel yang diuji dihaluskan terlebih
dahulu dengan menggunakan mortar sehingga tekstur yang dihasilkan lebih halus dan
lembut, ini bertujuan agar memudahkan dalam melarutkannya dengan aquadest. Fungsi
pelarutan ini adalah agar proses pengujiannya lebih mudah yakni dalam bentuk cair
10
(larutan) dan kemudian disaring untuk memisahkan larutan sampel (filtrat) dengan
endapan-endapannya sehingga yang terambil hanya larutannya saja. Karena apabila
endapannya juga ikut dalam proses pengujiannya, akan sangat berpengaruh dalam proses
pengamatan selanjutnya. Setelah diambil filtratnya, kemudian ditambahkan fehling A dan
fehling B pada masing-masing sampel. Selanjutnya, dilakukan proses pemanasan dimana
tujuan dari pemanasan ini adalah agar gugus aldehid yang mungkin ada pada sampel
dapat cepat bereaksi dengan fehling sehingga membentuk suatu asam karboksilat. Pada
reaksi ini, gugus aldehid pada formalin akan bereaksi dengan gugus OH dari pereaksi
Fehling dengan membentuk asam karboksilat. Sedangkan Cu2O yang terbentuk
merupakan hasil samping dari pembentukan asam karboksilat dimana apabila terdapat
endapan Cu2O yang terbentuk dengan warna merah bata, mengindikasikan bahwa benar
dalam sampel makanan yang kita uji positif mengandung formalin. Hal ini terjadi karena
senyawa aldehid (formaldehid) yang ada dalam sampel makanan dapat mereduksi Cu2+
dari pereaksi fehling menjadi Cu+ membentuk Cu2O berupa endapan merah bata, maka
dapat dikatakan sampel yang diuji mengandung formalin. Dari hasil percobaan yang
dilakukan, dari 3 sampel yang diuji, sampel bakso dan mie basah setelah ditambahkan
fehling A dan fehling B kemudian dipanaskan, tidak terbentuk endapan merah bata pada
dinding tabung reaksi, walaupun terjadi perubahan warna yang terbentuk tidak sama
dengan dengan standar formalin yaitu terbentuk endapan merah bata, perubahan warna
yang terjadi dapat diakibatkan karena kurang bersih saat menyaring sampel, sehingga
endapannya ikut dalam proses pemanasan dan mengganggu dalam pengamatan.
Sedangkan pada sampel tahu, terjadi perubahan warna setelah proses pemanasan yaitu
terbentuk endapan merah bata, yang dimana setelah dibandingkan dengan standar hampir
sama, jadi dapat dikatakan pada sampel bakso dan mie basah yang diuji tidak
mengandung formalin, sedangkan pada sampel tahu yang diuji dapat dikatakan positif
mengandung formalin, dikarenakan terjadi perubahan warna dan terbentuk endapan
merah bata, yang mengindikasikan terbentuknya endapan Cu2O. Jadi sampel tahu
berbahaya bila dikonsumsi oleh tubuh kita.

I. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Uji boraks pada bahan makanan dapat dilakukan dengan metode menggunakan kertas
whatman yang telah terserap ekstrak kunyit. Hasil positif mengandung boraks apabila

11
kertas whatman yang awalnya kuning berubah menjadi coklat, ini disebabkan karena
kunyit mengandung kurkumin (warna kuning pada kunyit). Kurkumin pada kondisi
asam akan berwarna kuning dan akan dapat berubah menjadi merah kecoklatan pada
apabila bereaksi dengan senyawa basa, diantaranya adalah boraks, yang mana boraks
merupakan senyawa yang bersifat basa, maka akan membentuk senyawa boro
kurkumin. Dari ketiga sampel yang diuji yaitu bakso, tahu, dan mie basah, yang
mengandung boraks yaitu mie basah karena terjadi perubahan warna menjadi warna
coklat warna pada kertas whatman.
2. Uji formalin pada bahan makanan dapat dilakukan dengan mereaksikan bahan
mekanan tersebut dengan fehling A dan fehling B disertai dengan pemanasan yang
akan memberikan uji positif berupa endapan merah bata Cu2O yang merupakan hasil
sampingan dari pembentukan asam karboksilat. Dari ketiga sampel yang diuji yaitu
bakso, tahu, dan mie basah, yang positif mengandung formalin yaitu tahu dikarenakan
terbentuk endapan merah bata Cu2O.

12
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. 2006. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya.

Cahanar, P. & Suhanda, I. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta: Buku Kompas.

Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehaan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta:
Bumi Aksara.

Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok: Departemen Farmasi FMIPA
Universitas Indonesia.

Mamun, M. A. A., dkk. 2014. Toxicological effect of formalin as food preservative on


kidney and liver tissues in mice model. Bangladesh: University of Rajshahi

Muharrami, L., Khamsatul. 2015. Analisis Kualitatif Kandungan Boraks pada Krupuk
Puli di Kecamatan Kamal. Bangkalan: Universitas Trunojoyo Madura.

Saparinto, C dan Hidayati, D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

Singgih, Haryadi. 2013. Uji Kandungan Formalin pada Ikan Asin Menggunakan Sensor
Warna dengan Bantuan FMR (Formalin Main Reagent). Malang: Politeknik Negeri
Malang.

13
PRAKTIKUM II

IDENTIFIKASI RHODAMIN PADA MAKANAN

14
PRAKTIKUM II
IDENTIFIKASI RHODAMIN PADA MAKANAN

A. TANGGAL PELAKSANAAN
Sabtu, 10 Juni 2017

B. TUJUAN
Mengidentifikasi adanya Rhodamin B pada sampel makanan dan minuman
dengan metode kromatografi sederhana.

C. LANDASAN TEORI
Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.239/MenKes/Per/V/85 disebutkan ada 30 jenis pewarna yang dinyatakan sebagai
bahan berbahaya bagi kesehatan dan dilarang untuk digunakan sebagai bahan
tambahan makanan. Salah satunya yaitu zat warna sintesis Rhodamin B yang
merupakan pewarna yang dilarang digunakan untuk zat tambahan makanan.
Rhodamin B adalah zat pewarna buatan yang digunakan dalam industri tekstil dan
kertas. Rumus molekul dari Rhodamin B adalah C1NCl dengan berat molekul sebesar
479.000. Zat Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu kemerah-merahan,
sangat larut dalam air dan akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan
berflouresensi kuat. Rhodamin B dapat larut dalam alcohol, HCl, dan NaOH selain
mudah larut dalam air (Wisnu, 2008).
Rhodamin B adalah zat pewarna sintesis yang digunakan pada industri tekstil
dan kertas, zat pewarna sintesis ini sangat berbahaya apabila terhirup, mengenai mata
dan kulit serta tertelan. Pengaruh buruk bagi kesehatan antara lain menimbulkan iritasi
pada saluran pencernaan dan air seni menjadi berwarna merah atau merah muda. Pada
kondisi yang lebih akut dapat mengganggu fungsi hati dan menimbulkan kanker hati
(Wijaya, 2011).
Identifikasi adanya zat tambahan Rhodamin B dalam makanan dapat dilakukan
dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Tahap identifikasi dengan KLT
dimulai dengan sampel ditotolkan pada plat KLT dan totolkan larutan baku Rhodamin
B. Plat KLT yang mengandung cuplikan dimasukkan kedalam chamber yang lebih
dahulu telah dijenuhi fase gerak berupa n-butanol : etil asetat : ammonia (10 : 4 : 5).

15
Biarkan hingga lempeng terelusi sempurna kemudian plat KLT diangkat dan
dikeringkan. Ketika pelarut naik akibat dari aksi kapiler pada adsorben, komponen
sampel terbawa dengan kecepatan yang berbeda dan dapat dilihat sebagai deretan titik-
titik setelah platnya dikeringkan dan diwarnai atau dilihat dibawah cahaya ultraviolet.
Mengamati warna secara visual dan dibawah sinar UV 254 nm. Jika secara visual
noda berwarna merah jambu dan dibawah sinar UV 254 nm warna kuning dan 366 nm
merah muda hal tersebut menunjukkan adanya Rhodamin B (Kumalasari, 2015).
Pemakaian bahan pewarna sintesis dalam pangan walaupun mempunyai
dampak positif bagi produsen dan bagi konsumen, diantaranya dapat membuat suatu
pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan mengembalikan warna dari
bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak
negative terhadap kesehatan manusia. Penggunaan pewarna sintesis oleh para
pedagang makanan tradisional di pasar-pasar atau dikantin atau kios pada makanan
disebabkan kurangnya pengetahuan terhadap bahaya pewarna sintesis yang dilarang.
Selain itu pertimbangan harga relatif murah sehingga para pedagang menggunakan
pewarna yang tidak diizinkan tersebut (Abdurrahmansyah, 2017).

D. ALAT DAN BAHAN


1. Alat-alat Praktikum
a. Gelas arloji
b. Beaker glass 100 ml
c. Labu ukur 10 ml
d. Gelas ukur 100 ml
e. Pipet ukur 10 ml
f. Batang pengaduk
g. Chamber
h. Pipet tetes
i. Tabung reaksi
j. Sendok plastic
k. Botol semprot
l. Filter

16
2. Bahan-bahan Praktikum
a. Standar Rhodamin B
b. Methanol
c. Asam asetat glacial 10 %
d. Propanol
e. Ammonia
f. Aquadest
g. Sampel ( Terasi dan minuman Ale-ale)

E. PROSEDUR KERJA
a. Pembuatan larutan Rhodamin B (sebagai standar )
1 gram Rhodamin B
Dimasukkan dalam beaker 50 ml
Dilarutkan dengan aquadest
Dimasukkan ke dalam labu takar
Diencerkan sampai tanda batas dengan aquadest
Larutan standar

b. Persiapan sampel uji


Sampel
Dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 ml
Ditambahkan asam asetat glacial encer
kedalamnya
Larutan uji
c. Pembuatan eluen untuk elusidasi sampel
Diambil propanol : ammonia (9:1)
Dimasukkan dalam chamber
Dijenuhkan 30 menit
Eluen

17
d. Pengujian Rhodamin B pada sampel
Plat KLT
Ditotolkan masing-masing larutan Rhodamin B, sampel
uji pada plat KLT
Dimasukkan plat KLT ke dalam chamber
Dielusikan sampai pelarut merambat sampai garis tanda
batas
Dikeringkan plat dan mengamati bercak noda yang
terbentuk
Hasil

F. HASIL PENGAMATAN
No. Perlakuan Hasil pengamatan
1. Menghaluskan terasi dengan Warna terasi : merah kecoklatan
mortir, kemudian menambahkan Warna asam asetat glacial : bening
asam asetat glacial encer. Warna campuran : merah kecoklatan

2. Sampel minuman Ale-ale Warna ale-ale : merah


ditambahkan asam asetat glacial Warna campuran : merah
encer.

3. Pembuatan eluen Propana : Warna propanol dan ammonia : bening


18
ammonia (9:1) kemudian
dijenuhkan.

4. Penotolan sampel, standard dan


elusidasi.

5. Pengamatan dengan sinar UV dan Standar : berflouresensi kuning


pengukuran Rf. Ale-ale : tidak berflouresensi
Terasi : tidak berflouresensi
Jarak migrasi eluen : 8 cm
Jarak migrasi standar Rhodamin B : 5,9
cm
Jarak migrasi sampel Ale-ale : 5,6 cm
Jarak migrasi sampel Terasi : 5,5 cm

G. ANALISIS DATA
Menghitung nilai Rf
Standar
Jarak migrasi standar : 5,9 cm
Jarak migrasi eluen : 8 cm
19

Rf =
5,9
= 8

= 0,737

Sampel minuman Ale-ale


Jarak migrasi ale-ale : 5,6 cm
Jarak migrasi eluen : 8 cm

Rf =
5,6
= 8

= 0,7

Sampel terasi
Jarak migrasi terasi : 5,5 cm
Jarak migrasi eluen : 8 cm

Rf =
5,5
= 8

= 0,687

H. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini membahas tentang identifikasi Rhodamin B dalam sampel
makanan dengan tujuan dapat mengidentifikasi adanya kandungan Rhodamin B dalam
sampel makanan dengan menggunakan metode kromatografi sederhana, yaitu
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Rhodamin B merupakan pewarna sintesis berbentuk
serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau dan dalam larutan
akan berwarna merah terang berpendar/berfluoresensi. Rhodamin B merupakan zat
warna golongan xanthenes dyes yang digunakan pada industri tekstil dan kertas,
sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut dan sabun. Nama lain
Rhodamin B adalah D dan C Red no 19. Food Red 15, ADC Rhodamin B, Aizen
Rhodamin dan Brilliant Pink (Maryadele, 2006).
Pada praktikum ini dilakukan identifikasi Rhodamin B pada sampel Terasi dan
minuman Ale-ale dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Percobaan

20
pertama yaitu membuat larutan standar Rhodamin B sebagai pembanding sampel,
tetapi standar Rhodamin B sudah tersedia di Laboratorium sehingga tidak dibuat lagi.
Selanjutnya masing-masing sampel dilarutkan dengan asam asetat glacial encer
dengan tujuan untuk mendestruksi senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel dan
menstabilkan Rhodamin B agar tidak berubah dari bentuk terionisasi menjadi bentuk
netral. Kemudian dilakukan penyiapan eluen sebagai pelarut atau fase gerak.
Digunakan propanol dan ammonia dengan perbandingan 9:1 . Penggunaan eluen ini
disesuaikan dengan sifat polar Rhodamin B karena memiliki gugus karboksil dengan
pasangan electron bebas dan gugus amina pada struktur molekulnya. Gugus karboksil
dan amina ini akan membentuk ikatan hydrogen intermolecular dengan pelarut polar
sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti alcohol. Sehingga digunakan
campuran eluen polar agar dapat mengelusikan Rhodamin B dengan baik. Berikut
struktur dari Rhodamin B :

(Wisnu, 2008).
Setelah dibuat eluen, maka larutan eluen tersebut dijenuhkan terlebih dahulu.
Tujuan penjenuhan adalah untuk memastikan partikel fase gerak terdistribusi merata
pada seluruh bagian chamber sehingga proses pergerakan spot diatas fase diam oleh
fase gerak berlangsung optimal, dengan kata lain penjenuhan digunakan untuk
mengoptimalkan naiknya eluen. Kemudian dilakukan penotolan larutan baku dan
sampel menggunakan pipa kapiler. Tujuannya yaitu supaya diperoleh hasil penotolan
yang kecil, karena dalam kromatografi kertas penotolan yang baik diusahakan sekecil
mungkin untuk menghindari pelebaran spot dan jika sampel yang digunakan terlalu
banyak akan menurunkan resolusi. Lalu plat dimasukkan dengan hati-hati ke dalam
chamber tertutup yang berisi fase gerak dengan posisi fase gerak berada dibawah
garis. Fase gerak perlahan-lahan bergerak naik, setelah mencapai jarak tempuh, kertas
diangkat dan dibiarkan kering diudara, untuk menguapkan sisa pelarut.
Dari hasil pengamatan diperoleh sampel terasi terlihat adanya spot dengan
jarak 5,5 cm sedangkan pada sampel minuman ale-ale spotnya 5,6 cm dan spot untuk
standar Rhodamin B yaitu 5,9 cm. Dengan jarak migrasi eluen 8 cm, sehingga
diperoleh nilai Rf untuk sampel terasi sebesar 0,687 , untuk sampel minuman ale-ale
21
sebesar 0,7 dan untuk standar Rhodamin B sebesar 0,737. Berdasarkan perolehan nilai
Rf maka sampel minuman ale-ale memiliki nilai Rf yang sama dengan nilai Rf standar
Rhodamin B. Namun setelah diamati dibawah sinar UV 254 nm terlihat yang
berpendar/berflouresensi hanya standar Rhodamin B sedangkan untuk kedua sampel
tidak berfluoresensi. Sehingga hal tersebut belum bisa membuktikan bahwa sampel
yang diuji positif mengandung Rhodamin B walaupun memiliki nilai Rf yang sama.
Kemiripan nilai Rf mungkin disebabkan karena adanya senyawa lain, bukan karena
adanya zat Rhodamin B tersebut. Suatu sampel dikatakan sama dengan standar harus
memiliki nilai Rf yang sama dan jika dilihat dibawah sinar UV 254 nm akan
berfluoresensi dengan warna yang sama.

I. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa, untuk
mengidentifikasi adanya Rhodamin B dalam sampel makanan dapat dilakukan dengan
metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Sampel yang digunakan yaitu Terasi dan
minuman Ale-ale. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh nilai Rf untuk sampel
terasi sebesar 0,687 , untuk sampel minuman ale-ale sebesar 0,7 dan untuk standar
Rhodamin B sebesar 0,737. Sampel minuman ale-ale memiliki nilai Rf yang sama
dengan standar Rhodamin B tetapi tidak berfluoresensi di bawah sinar UV 254 nm.
Sehingga dari kedua sampel tidak ada yang positif mengandung Rhodamin B.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahmansyah, dkk. 2017. Analisis Zat Pewarnan Rhodamin B Pada Saus Cabai Yang
Beredar di Kampus Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang. Jurnal Biota
Vol.3 No.1.
Kumalasari, Eka. 2015. Identifikasi dan Penetapan Kadar Rhodamin B dalam Kerupuk
Berwarna Merah yang Beredar di Pasar Antasari Kota Banjarmasin. Jurnal Ilmiah
Manuntung, 1 (1), 85-89.
Wijaya, D. 2011. Waspadai Zat Aditif Dalam Makananmu. Yogyakarta : Buku Biru.
Wisnu, C. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Bina
Aksara.

23
PRAKTIKUM III

IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN KADAR SENYAWA RHODAMIN B DALAM


SAMPEL LIPSTIK BERMERK DAGANG MENGGUNAKAN KLT DAN
SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

24
PRAKTIKUM III

IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN KADAR SENYAWA RHODAMIN B DALAM


SAMPEL LIPSTIK BERMERK DAGANG MENGGUNAKAN KLT DAN
SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

A. TANGGAL PELAKSANAAN
Sabtu, 27 Mei 2017

B. TUJUAN
Mampu mengidentifikasi senyawa rhodamin B pada lisptik dengan menggunakan
KLT dan instrument Uv-Vis.

C. LANDASAN TEORI
Lipstick adalah sediaan kosmetik yang digunkan unutk mewarnai bibir dengan
sentuhan artistic sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah. Warna
lipstick dapat menambah daya tarik, mengubah rupa dan menutupi kekurangan apabila
digunakan secara tepat. Salah satu zat utama dalam formulasi lipstick adalah zat warna.
Pewarna berdasarkan sumbernya ada dua yaitu pewarna alami dan sintetis. Pewarna alami
diperoleh dari akar, daun, bunga dan buah sedangkan pewarna sintetis berasal dari reaksi
dua atau lebih senyawa kimia (Afriyeni, 2016).
Rhodamin B merupakan pigment merah yang digunakan secara luas sebagai
pewarna tekstil, kertas dan percetakan. Rhodamin B sangat berbahaya apabila tertelan
oleh manusia dan hewan, dan dapat menyebabkan iritasi klit, mata dan saluran
pernapasan. Rhodamin B digunakan sebagai pewarna tambahan baik pada makanan
maupun kosmetik (Bakheet, 2017).
Selain itu, Rhodamin B juga bersifat karsinogenik atau memacu pertumbuhan sel
kanker jika digunkana secara terus menerus. Unsur N+ (nitronium) dan Cl- (klorin) yang
terkandung pada rhodamin B sangat reaktif dan berbahaya inilah yang menyebabkan
munculnya sifat karsinogenik dari rhodamin B. Rhodamin dalam hati akan menyebabkan
gangguan fungsi hati berupa kanker hati dan tumor hati (Chen dkk, 2012).
Untuk menganalisis ecara kualitatif keberadaan rhodamin B dalam lipstick dapat
digunakan metode kromatografi lapis tpis (KLT). Pada dasarnya teknik kromatografi
25
terdiri dari dua fase yatu fase diam (dapat berupa cairan atau padat) dan fase gerak (berupa
cairan dan gas). Pemisahan komponen campuran dapat terjadi karena adanya perbedaan
kecepatan migrasi. Sedangkan adanya perbedaan kece[atan migrasi ini timbul karena
adanya perbedaan perbandingan distribusi dari komponen camuran antara dua fase
tersebut (Khopkar, 1990).
Sedangkan analisis kuantitatif senyawa rhodamin B dalam sampel lipstick dapat
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri Uv-Vis. Spektrofotometri Uv-Vis
adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar Uv-vis yang diabsorbsi oleh
sampel. Sinar Uv dan caha tampakmemiliki energy yang cukup untuk mempromosikan
electron pada kulit terluar ke tingkat energy yang lebih tinggi. Spektrofotometri Uv-Vis
biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan.
Sinar Uv berada pada panjang gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar tampak berada
pada panjang gelombang 400-800 nm. Spektrofotometri Uv-Vis bekerja sesuai dengan
hukum Lambert-Beer dimana absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi sampel.
Konsentrasi dalam sampel dapat dihitung dengan mengukur absorbansi pada panjang
gelombang tertentu (Dachriyanus, 2004).

D. ALAT DAN BAHAN


1. Alat-alat Praktikum
a. Batang pengaduk
b. Beaker glass
c. Chamber
d. Gelas ukur
e. Kaca arloji
f. Kuvet
g. Labu ukur
h. Penangas air
i. Pipet tetes
j. Pipet volum
k. Plat KLT
l. Rubber bulb
m. Spatel
n. Spektrofotometer Uv-Vis

26
o. Timbangan analitik
2. Bahan-bahan Praktikum
a. Amoniak
b. Baku pembanding Rhodamin B
c. HCl 4 M
d. Methanol
e. Na-Sulfat anhidrat
f. Sampel lipstick

E. PROEDUR KERJA
1. Uji Kualitatif
a. Pembuatan larutan uji

Sampel

- Ditimbang 2 gram
- Ditambahkan 16 tetes HCl 4 M dan 5 ml
methanol
- Dipanaskan selama 5 menit hingga sampel
melarut
- Ditambahkan methanol hingga 30 ml
- disaring

Endapan Filtrate

- Ditambahkan Na-Sulfat anhidrat


- Dimasukkan ke dalam botol vial

Hasil

b. Pembuatan larutan baku


Pewarna Rhodamin B

- Ditimbang 5 mg
- Dilarutkan dalam 10 ml methanol
- Dihomogenkan
27
Hasil
c. Identifikasi sampel

Pewarna Rhodamin B

- Disiapkan
- Ditotolkan dengan larutan baku dan sampel secara
terpisah
- Didiamkan hingga mongering
- Dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan
dengan propanol : amoniak (9:1)
- Fase gerak dibiarkan naik hingga tanda batas
- dikeringkan

Hasil

- Diamati noda di bawah Uv 254 nm

Hasil

2. Analisis Kuantitatif
a. Preparasi sampel
Sampel

- Ditimbang 2 gram
- Ditambahkan 16 tetes HCl 4 M dan 5 ml
methanol
- Dipanaskan selama 5 menit hingga sampel
melarut
- Ditambahkan methanol hingga 30 ml
- disaring

Endapan Filtrate

- Ditambahkan Na-Sulfat anhidrat


- Dimasukkan ke dalam botol vial

Hasil

28
b. Pembuatan larutan baku

Pewarna Rhodamin B

- Ditimbang 1 mg
- Dilarutkan dalam 10 ml methanol
- Diencerkan hingga 100 ml

Hasil

c. Pembuatan kurva baku

Larutan baku Rhodamin B

- Dibuat 5 seri konsentrasi


- Diukur absorbansi masing-masing konsentrasi
dengan menggunakan spektrofotometri Uv-Vis
pada panjang gelombang maksimum
- Dibuat persaman garis

Hasil

d. Pengukuran kadar sampel

Larutan sampel

- Diencerkan dengan menggunakan methanol


- Diukur absorbansi sampel dengan menggunakan
spektrofotometri Uv-Vis

Hasil
- Nilai absorbansi sampel dimasukkan dalam
persamaan garis
- Dihitung konsentrasi sampel

Hasil

29
F. HASIL PENGAMATAN
No. Perlakuan Hasil pengamatan
1. Menimbang sampel lipsktik Sampel 1:
sebanyak 2 gram - Berwarna merah, berbentuk cair
Sampel 2:
- Berwarna hijau muda, berbentuk padat

2. Ditambahkan 16 tetes HCl 4 M - HCl berwarna bening


- Aroma khas
- Tidak terjadi apa-apa pada saat
penambahan HCl

3. Ditambahkan 5 ml methanol - Methanol berwarna bening


- Tidak terjadi apa-apa pada saat
penambahan methanol

30
4. Dipanaskan dengan hot plate Sampel 1:
- Lipstick melarut dan ada sedikit
gumpalan.
Sampel 2:
- Pada awalnya padat, kemudian mencair
dan terbentuk minyak

5. Ditambahkan methanol hingga 30 Sampel 1:


ml - Warna sampel semakin pekat
Sampel 2:
- Warna berubah menjadi bening
kekuningan

6. Larutan disaring - Kedua larutan sampel menjadi lebih


jernih

31
7. Ditambahkan Na-sulfat - Na-sulfat anhidrat berwarna putih
- Berbentuk serbuk
- Na-sulfat tidak larut dalam kedua
sampel

8. Larutan disaring kembali - Kedua larutan sampel menjadi lebih


jernih

9. Penyiapan plat KLT dan - Eluen dijenuhkan elama 30 menit


menjenuhkan chamber dengan
propanol : amoniak (9:1)

32
10. Sampel dirunning dengan KLT - Standar dan sampel 1 dan 2 ditotolkan
dalam chamber yang telah jenuh pada plat KLT
- Standar dan sampel terelusi oleh eluen

11. Diamati dibawah sinar Uv 254 nm - Warna sampel dan standar merah
berflourosensi kuning, menunjukkan
hasil positif.
- Jarak spot standar 6.4 cm
- Jarak spot sampel 1 yaitu 6.4 cm
- Jarak spot sampel 2 yaitu 6.7 cm

33
G. ANALISIS DATA
1. Analisis Kualitatif
Jarak spot standar = 6.4 cm
Jarak spot sampel 1 = 6.4 cm
Jarak spot sampel 2 = 6.7
Jarak elusi = 8 cm


Rf =

6.4
Rf standar = 8

= 0.8

6.4
Rf sampel 1 = 8

= 0.8

6.7
Rf sampel 2 = 8

= 0.837

2. Analisis kuantitatif
a. Tabel data Absorbansi standar
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0 0
1 0.2
2 0.3862
3 0.4854
4 0.644

34
b. Kurva Baku Rhodamin B

Kurva Baku Rhodamin B


0.7
y = 0.1573x + 0.0284 4, 0.644
0.6
R = 0.9869
0.5 3, 0.4854
Absorbansi

0.4 2, 0.3862
0.3
0.2 1, 0.2
0.1
0 0, 0
0 1 2 3 4 5
Konsentrasi (ppm)

c. Perhitungan kadar Rhodamin B


Persamaan garis Y = 0.1573x + 0.0284
Absorbansi sampel = 0.3283

Y = 0.1573x + 0.0284

0.3283 = 0.1573x + 0.0284

0.32830.0284
X = 0.1573

X = 1.906 ppm

Faktor pengenceran
Volume sampel yang diambil = 0.15 ml
Volume pengenceran = 10 ml
10
Fp1 = 0.15

= 66.7 kali
Kemudian dari hasil pengenceran diambil 2 ml
10
Fp2 = 2

= 5 kali

35
Total Fp = 66.7 x 5
= 333.5 kali

Kadar Rhodamin B dalam sampel


Kadar = Konsentrasi x Faktor pengenceran
= 1.906 ppm x 333.5
= 635.651 ppm
= 0.636 mg/mL
Persen kadar Rhodamin B dalam sampel
Konsentrasi sampel

Konsentrasi sampel =
2
= 30
2000
= 30

= 66.7 mg/mL


% kadar = 100%

0.636 /
= 100%
66.7 /

= 0.9535%

H. PEMBAHASAN
Praktikum ini dilakukan analisis kandungan rhodamine B dalam sampel lipstik.
Analisi yang di lakukan yaitu analisis kualitatif dengan uji kromatografi lapis tipis dan
analisis kuantitatif dengan spektrofotometri UV-Vis. Sampel yang digunakan merupakan
lipstick dengan dua merek yang berbeda. Analisis ini dilakukan karena rhodamine B
dalam kosmetik terutama lipstick perlu diawasi keberadaannya sebab penggunaan
rhodamine B dalam suatu sediaan telah dilarang, karena dapat menimbulkan dampak yang
tidak diharapkan seperti gangguan kesehatan.
Analisis kualitatif ini berfungsi untuk mengidentifikasi keberadaan rhodamine B
dalam sampel lipstick, yaitu menggunakan KLT yang merupakan salah satu teknik
pemisahan suatu senyawa dengan prinsip adsorpsi dan koefesien partisi. KLT dilakukan
karena metode ini mudan dan murah. Prinsip KLT yaitu perbedaan kepolaran like
dissolve like dimana pelarut yang bersifat polar akan berikatan dengan senyawa yang
36
bersifat polar dan sebaliknya. Semakin dekat kepolaran antar senyawa dengan eluen maka
senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
Tahap pertama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah preparasi sampel.
Preparasi sampel dilakukan untuk memperoleh larutan sampel sehingga dapat dianalisis,
karena dalam KLT sampel yang diuji harus dalam bentuk cairan. Sampel yang telah
ditimbang ditetesi dengan HCl 4 M. larutan HCl 4 M digunakan untuk mendestruksi
senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel lipstick dan menstabilkan rhodamine B agar
tidak berubah dari bentuk terionisasi menjadi bentuk netral. Selanjutnya ditambahkan
methanol 5 M. Fungsi penambahan methanol yaitu sebagai pelarut, karena rhodamine B
bersifat sangat mudah larut dalam alcohol. Setelah ditambahkan pelarut sampel
dipanaskan di atas hot plate. Tujuan dilakukan pemanasan yaitu untuk mempercepat
proses pelarutan lipstick yang berwujud padat sehingga diperoleh warna larutan dari
masing sampel yaitu merah dan hijau muda. Setelah diperoleh warna larutan tersebut
difiltrasi dengan kertas saring yang sebelumnya telah diencerkan hingga 30 ml. setelah
disaring ditambahkan Na-Sulfat anhidrat yang berfungsi sebagai penyerap air. Kemudian
dilakukan penyaringan kembali dengan menggunakan kertas saring. Penyaringan ini
dilakukan untuk memisahkan senyawa rhodamine B yang akan di analisis dari senyawa-
senyawa pengotor yang dapat mengganggu proses analisis, misalnya basis lipstick. Filtrate
yang didapat berupa warna merah dan hijau bening kekuningan yang diduga berasal dari
pewarna yang digunakan yaitu rhodamine B. setelah dibuat larutan sampel maka dibuat
larutan rhodamine B standart dengan pelarut yang sama yaitu methanol. Larutan baku ini
digunakan sebagai pembanding nilai Rf KLT.
Selanjutnya dilakukan preparasi fase diam dan fase gerak dari system KLT. Fase
diam yang digunakan adalah silicagel, dalam fase diam terdapat plat tipis alumunium yang
fungsinya untuk tempat pergerakan adsorben sehingga proses migrasi analit oleh
solventnya bisa berjalan. Sedangkan fase gerak yang digunakan adalah campuran
propanol : ammoniak (90:10) dengan total volume 10 ml. elue yang digunakan bersifat
polar dari fase diamnya agar sampel yang polar tidak terikat kuat pada fase diamnya.
Penggunaan eluen ini disesuaikan dengan sifat polar rhodamine B, karena rhodamine B
memiliki gugus karboksil dan amina yang akan membentuk ikatan hydrogen
intramolekuler dengan pelarut polar sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti
alkohol. Oleh karena itu digunakan campuran eluen polar seperti alkohol agar dapat
mengelusi rhodamine B dengan baik.

37
Setelah eluen dibuat maka eluen tersebut dijenuhkan terlebih dahulu. Tujuan
penjenuhan adalah untuk memastikan partikel fase gerak terdistribusi merata pada seluruh
chamber sehingga proses pergerakan spot diatas fase diam oleh fase gerak berlangsung
optimal. Dengan kata lain penjenuhan dilakukan untuk mengoptimalkan naiknya eluen.
Selain itu juga berfungsi untuk menghindari hasil tailing pada plat KLT.
Selama prose penjenuhan, dilakukan persiapan fase diam. Plat KLT yang
digunakan adalah 10 x 5 cm. Plat KLT diberi batas atas dan batas bawah maing-masing 1
cm. Fungsinya yaitu sebagai penanda jarak tempuh eluen. Batas bawah plat dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak terendam oleh eluen. Setelah itu dilakukan penotolan
larutan baku dan sampel dengan menggunakan pipa kapiler. Tujuan penotolan
menggunakan pipa kapiler yaitu agar hasil penotolan yang terbentuk kecil karena dalam
KLT penotolan yang baik diusahan sekecil mungkin untuk mengindari pelebaran spot dan
jika sampel yang digunakan terlalu banyak dapat mengganggu nilai Rf karena
memungkinkan terjadinya himpitan puncak. Penotolan dilakukan digaris bawah plat yang
telah dibuat sebelumnya. Kemudian penotolan dibiarkan mengering. Penotolan plat KLT
juga tidak diperbolehkan dengan jarak yang terlalu dekat, untuk menghindari
bergabungnya spot masing-masing larutan dan juga tidak boleh terlalu pekat untuk
menghindari adanya tailing.
Selanjutnya plat KLT dimasukkan kedalam chamber tertutup yang berisi fase
gerak. KLT ini menggunakan metode ascending (naik). Kemudian fase gerak dibiarkan
naik sampai tanda batas akhir. Meskipun melawan gravitasi, namun eluen tetap dapat naik
karena adanya afinitas. Dalam proses naiknya fase gerak, komponen-komponen berbeda
dari campuran berjalan pada tingkat yang berbeda sesuai dengan kepolarannya. Setelah
mencapai batas akhir, plat KLT diangkat dan dibiarkan mongering diudara dengan tujuan
untuk menguapkan sisa pelarut yang ada.
Kemudian diamati dibawah sinar Uv 254 nm. Uv 254 nm merupkan deteksi
universal yang dapat digunakan untuk senyawa yang berflourosensi seperti rhodamin B.
hasilnya yaitu terbentuk 2 spot berflourosensi berwarna merah muda kuning dengan nilai
Rf yang berdekatan. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh jarak spot sampel 1 yitu 6.4
cm dan sampel 2 yaitu 6.7 cm. sedangkan jarak spot standar yaitu 6.4 cm. Dari jarak spot
tersebut dihitung nilai Rf masing-masing sampel dan standar sehingga didapt nilai Rf
standar, sampel 1 dan sampel 2 masing-masing berturut-turut adalah 0.8; 0.8; dan 0.873.

38
walaupun nilai Rf sampel 2 sedikit berbeda, akan tetapi masih dalam rentang toleransi
sehingga kedua sampel mengindikasikan adanyawa rhodamin B.
Dalam KLT, factor-faktor yang dapat mempengaruhi pemisahan komponen
adalah struktur kimia dari senyawa dan penyerapan dan derajat aktifitasnya, tebal dan
kerapatan zat penyerap, kemurnian pelarut, derajat kejenuhan, teknik percobaan, jumlah
cuplikan,, temperature dan kesetimbangan.
Selain uji kualitatif, dilakukan juga uji kuantitatif. Analisis kuantitatif ini
bertujuan unutk mengetahui kadar rhodamin B dalam sampel lipstick karena berdasarkan
uji kualitatif, sampel mengandung rhodamin B. analisis kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometri Uv-Vis. Metode ini mempunyai prinsip mengikuti hukum
Lambert-Beer. Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa konsentrasi suatu zat berbanding
lurus dengan jumlah cahaya yang diabsorpsi. Dengan demikian, dari pengukuran
spektrofotometri dapat dihitung konsentrasi sampel yang dianalisis.
Alasan menggunakan metode analisis spektrofotometri Uv-Vis adalah karena
senyawa rhodamin B memiliki gugus kromofor yaitu gugus dalam senyawa organic yang
mampu menyerap sinar Uv-Vis seperti gugus karboksil, senyawa aromatic. Selain itu juga
rhodamin B memiliki gugus auksokrom, alas an lain yaitu karena metode ini mudah
dilakukan.
Hal pertama yang dilakukan adalah pembuatan laruran baku. Larutan baku diabuat
denga varian konsentrasi yang berbeda yaitu 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, dan 4 ppm. Setelah
dibuat larutan baku kemudian dibuat larutan sampel. Prosedur dan bahan preparasi sampel
sama seperti pada analisis kualitatif. Hanya saja sampel diencerkan denga cara sebanyak
0.15 ml sampel diencerkan hingga 10 ml. kemudian dari 10 ml diambil 2 ml smapel lalu
diencerkan lagi hingga 10 ml. Tujuan dari pengenceran ini adalah agar absorbansi tidak
melebihi aborbansi ideala yaitu antara 0.2-0.8
Setelah dilakukan pengenceran, larutan kemudian diukur pada panjang
gelombang, suhu, kuvet dan kondisi pelarut yang sama. Karena jika dilakukan dalam
kondisi yang berbeda maka akan memberikan nilai pengukuran yang berbeda dab tidak
mengikuti hukum Lambert-Beer. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang yang
memberikan absorbansi maksimum karena pada panjang gelombang yang memberikan
serapan maksimum, kepekaannya juga maksimum. Selain itu disekitar panjang gelombang
maksimum, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi ini hukum Lambert-Beer

39
akan terpenuhi serta jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan
oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan sagat kecil.
Penetuan panjang gelombag maksimum pada rhodamin B dilakukan pada rentang
panjang gelombang 400-800 nm. Hal ini dilakukan karena larutan rhodamin B merupakan
larutan berwarna ehingga dipilih sinar tampak yang mempunyai panjang gelombang 400-
750 nm. Hasil penentuan panjang gelombang dengan serapan maksimum larutan
rhodamin B diperoleh panjang gelombang pada 529 nm. Panjang gelombang maksimum
yang diperoleh akan berbeda-beda tergantung dari alat yang digunakan.
Sebelum melakukan pengukuran, dilakukan pengukuran blnko terlebih dahulu.
Blanko yatu pengukuran absorbansi pelarut yang digunkana yaitu methanol. Tujuannya
yaitu agar alat mengenali pelarut sebagai pengotor. Absorbansi dari pelarut tersebut di
nolkan. Dengan demikian, pengukuran absorbansi sampel rhodamin B tidak kan
dipengruhi oleh absorbansi pelarutnya. Kemudian masing-masing konsentrasi dimasukkan
ke dalam kuvet. Kuvet yang digunakan harus bersih dan kering dan sisi bening kuvet tidak
boleh tersentuh tangn untuk meminimalisir kontaminasi dari jari untuk mencegah
kesalahan pembacaan absorbansi. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 529 nm.
Dalam proses ini, alat spektrofotometri menembakkan energy dengan panjang gelombang
tertentu pada senyawa rhodamin B yang dianalisis. Hal ini membuat electron senyawa
akan tereksitasi ke orbital yang lebih tinggi. Setelah mengalami eksitasi, electron tersebut
akan turun kembali ke keadaan dasar, sambil melepaskan emisis yang akan terukur oleh
detector. Output yang dihasilkan berupa absorbansi.
Dari hasil pengukuran diperoleh absorbansi yang berbeda-beda pada setiap
konsentrasi. Pada konsentrasi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, dan 4 ppm diperoleh absorbansi
berturut-turut 0.2; 0.3862; 0.4854 dan 0.644. dalam hal ini, absorbansi berbanding lurus
dengan konsentrasi. Peningkatan konsentrasi diikuti dengan peningkatan absorbansi,
meskipun peningkatannya tidak konstan. Absorbansi yang diperoleh kemudian diplotkan
menjadi kurva baku. Fungsi x dalam kurva yaitu konsentrasi standard an fungsi y sebagai
absorbansi yang dihasilkan. Sehingga persaman garis yang dihasilkan adalah Y = 0.1573x
+ 0.0284 dengan nilai R2 = 0.9869 atau R = 0.993. dari ilia R yang mendekati 1 maka
dapat dikatakan kurva tersebut linier.
Dari persamaan yang diperoleh dapat dihitung konsentrasi dari sampel. Hasil
perhtungan didapatkan konsentrasi rhodamin B yaitu 635.651 ppm atau setara dengan

40
0.636 mg/mL yang diperoleh dari absorbansi sampel 0.3283. dengan demikian diperoleh
persentase rhodamin B dalam sampel lipstick tersebut adalah 0.9535%.

I. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yag telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sampel
mengandung rhodamin B dengan nilai Rf sampel 1 dan sampel 2 masing-masing adalah
0.8 dan 0.873, sedangkan nilai Rf standar adalah 0.8. sedangkan secara kuantitatif,
absorbansi sampel adalah 0.3283 pada panjang gelombang 529 nm. Dengan kadar
rhodamin B sdalam sampel sebesar 0.636 mg/mL dengan persentase 0.95353%.

41
DAFTAR PUSTAKA

Afriyeni, Helmic dan Nila Wie Utari. 2016. Identifikasi Zat Warna Rhodamin B Pada
Lipstick Berwarna Merah Yang Beredar Di Pasar Raya Padang. Jurnal Farmasi Higea
Vol. 8 No. 1.

Bakheet, A A. dan Xia Shi Zhu. 2017. Determination Of Rhodamin B Pigment In Food
Samples By Ionic Liquid Coated Magneti Core/Shell Fe3O4.SiO2 Nanoparticles
Coupled With Flourosence Spectrophotometry. Science Journal of Chemistry Vol. 5
No. 1.

Chen, Xiaoyang, dkk. 2012. Oxidation Degradation Of Rhodamin B In Aqueous By


Uv/S2O32- Treatment System. International Journal of Photoenergy. Article ID.
754691.

Dachriyanus. 2014. Analisis Struktur Senywa Organic Secara Spektroskopi. Padang: Andalas
Press.

Hasanah, Aliya Nur, dkk. 2012. Identifikasi Rhodamin B Pada Produk Pangan Dan Kosmetik
Yang Beredar Di Bandung. JIKI Vol. 12 No. 1.

Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

42

Anda mungkin juga menyukai