Anda di halaman 1dari 20

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


4.1.1 Sejarah Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum
Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum terletak di wilayah Kecamatan
Gambut, Kabupaten Banjar dengan luas areal 10 hektar, berdiri di
atas lahan gambut dan jauh dari pemukiman penduduk. Rumah Sakit
ini berada 600 m dari Jl. Gubernur Syarkawi Km 3,9. Jalan Gubernur
Syarkawi merupakan jalan lintas Kalimantan Selatan Kalimantan
Tengah. Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum sebelumnya bernama
Rumah Sakit Jiwa Tamban, berlokasi di wilayah Kecamatan Tamban,
Kabupaten Barito Kuala. Tahun 2007, Rumah Sakit direlokasi ke
tempat baru dan namanya diganti Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum.
Sejarah dan Perkembangan Rumah Sakit Jiwa dapat digambarkan
sebagai berikut:
1. Tahun 1951 : Rumah Sakit Jiwa sebelumnya sebagai Sebuah
Koloni Orang Sakit Jiwa (KOSJ), tempat ini
berfungsi sebagai tempat penampungan orang
sakit jiwa. Kapasitasnya saat itu hanya bisa
menampung 30 pasien laki-laki.
2. Tahun 1953 : Adanya kerjasama dengan Gubernur Kalimantan
Selatan (Dr. Murjani) dengan Inspektorat
Kesehatan (Dr. Mursito) membangun satu buah
bangsal penampungan gangguan jiwa dengan
kapasitas 60 pasien dan 2 buah rumah dinas
sederhana.
3. Tahun 1967 : Dari bentuk KOSJ ditingkatkan menjadi Rumah
Sakit Jiwa Pusat Tamban dibawah pimpinan
Direktur Rumah Sakit Jiwa Banjarmasin.

62
63

4. Tahun 1978 : Berdasarkan SK Menkes No. 135 / 78 SOTK


Rumah Sakit Jiwa Tamban ditetapkan menjadi
Rumah Sakit Jiwa Type C
5. Tahun 1991 : Rumah Sakit Jiwa Tamban dipimpin langsung
oleh Direktur berdasarkan SK No. 3385 /
KANWIL / SK / TU-1 / XII / 1991 tanggal 31
Desember 1991.
6. Tahun 2000 : Tanggal 14 April 2000 dalam pelaksanaan
Otonomi Daerah penyerahan P3D oleh
Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan ke
Pemerintah Kabupaten Batola.
1 Tanggal 12 Desember 2000 Pengalihan UPT
Depkes ke Batola SK No. 1735 / Men. Kes. Sos /
XI / 2000
2 Tanggal 7 Maret 2000 adanya revisi SK
Menkes tentang Penyerahan Rumah Sakit Jiwa
Tamban ke Pemerintah Propinsi Kalimantan
Selatan.

7. Tahun 2001 : Tanggal 1 Juli 2001 Rumah Sakit Jiwa Tamban


resmi milik Pemerintah Propinsi Kalimantan
Selatan, ditetapkan dengan PERDA No. 18 Tahun
2001.
3 Tanggal 22 November 2001, Rumah Sakit
Jiwa Tamban ditingkatkan kelasnya dari Kelas C
menjadi kelas B berdasarkan SK Menteri
Kesehatan No. 1233/MENKES/SK/XI/2001.
8. Tahun 2004 : Rekomendasi Gubernur tentang Relokasi Rumah
Sakit Jiwa Tamban ke Jalan Gubernur Syarkawi
Km. 17 Lingkar Utara tanggal 7 Mei 2004 No.
440 / 0771 / Kesra 2004, yang sebelumnya
mendapat rekomendasi dari:
64

Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI No : Yan /


02.04 / 2.1 / 1999.
DPRD Propinsi Kalimantan Selatan Tanggal
26 Nopember 2001.
9. Tahun 2007 : Kegiatan relokasi dilakukan secara bertahap,
sekitar bulan Mei-Agustus 2007.
4 Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan
Nomor 188.44/0233/Kum/2007 tanggal 19 Juni
2007 tentang penetapan Nama Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum.
10. Tahun 2008 : Tanggal 14 Agustus 2008, Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum diresmikan oleh Gubenur
Kalimantan Selatan, H. Rudi Ariffin.
11. Tahun 2009 : Tanggal 1 Juli 2009, Keputusan Menteri
Kesehatan No. HK.07.06/III/2441/2009 tentang
Persetujuan perubahan nama dari Rumah Sakit
Jiwa Tamban menjadi Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum dan pemberian izin tetap kepada
Provinsi Kalimantan Selatan untuk
menyelenggarakan rumah sakit jiwa dengan nama
Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum.
5 Tanggal 28 Juli 2009, Keputusan Menteri
Kesehatan No. 580/MENKES/SK/VII/2009
tentang Peningkatan Kelas Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum, ditetapkan sebagai Rumah Sakit
Khusus Daerah dengan klasifikasi A.
6 Tanggal 31 Agustus 2009, Pengesahan
PERDA No. 23 tahun 2009 tentang Organisasi
dan Tata Kerja RSJD Sambang Lihum.
65

4.1.2 Visi dan Misi Rumah sakit Jiwa Sambang Lihum


Visi :
Menciptakan Rumah Sakit yang selalu bertindak beradaptasi serta
bertransformasi cepat, termasuk melakukan kreasi serta inovasi
mendahului dan selalu berada di depan Rumah Sakit lain, baik Rumah
Sakit Jiwa maupun Rumah Sakit Umum di seluruh Indonesia.
Misi :
1. Menciptakan kepemimpinan visioner, transformative serta
penyayang untuk kelancaran proses regenerasi dan kaderisasi.
2. Menciptakan karyawan yang peduli dan berempati terhadap klien
serta mempunyai kepesertaan yang bertanggung jawab
3. Pelayan prima, dengan kepatuhan total terhadap ketentuan
pelayanan, termasuk pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme
4. Menciptakan kebersamaan yang dilandasi dengan disiplin,
komunikasi, keadilan dan saling pengertian untuk kesejahteraan
bersama.
5. Memelihara lingkungan sekitar agar tetap lestari dan mengupayakan
tindakan medis maupun non medis secara paripurna, untuk ikut
menjaga kelestarian lingkungan.

4.1.3 Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum.


Sumber daya manusia Rumah Sakit Sambang Lihum dapat dilihat pada
tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Sumber daya Manusia Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum
Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2017.
No Tenaga Jumlah
1 Tenaga Medis 23
2 Tenaga Keperawatan 224
3 Tenaga Kefarmasian 10
4 Tenaga Kesehatan Masyarakat 16
5 Tenaga Gizi 14
6 Tenaga Fisioterapi 3
7 Tenaga Ketekhnisian 14
66

8 Sarjana Non Keperawatan 31


9 D3 Non Kesehatan 5
10 Tenaga SLTA 71
11 Tenaga SLTP/SD 20
Jumlah 435

4.1.4 Fasilitas pelayanan Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum.


Pelayanan Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum terdiri dari :
4.1.4.1 Instalasi Rawat Jalan
Pelayanan di instalasi Rawat Jalan dilaksanakan setiap hari kerja
(Senin-Sabtu) pukul 08.00-14.00 WITA. Instalasi ini
mengkordinir kegiatan pelayanan kesehatan di beberapa
poliklinik seperti poli gigi, poli umum,poli jiwa, poli anak,poli
bedah,poli penyakit dalam,poli napza, dll. Pasien yang dilayani
mencakup pasien umum. Askes Wajib, Jamkesmas, Jamkeda,
Jamkesprov dan kerjasama pihak ketiga, baik pasien baru
maupun lama.
4.1.4.2 Instalasi IGD/Intensif
Instalasi IGD/Intensif Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum
memberikan pelayanan kegawatdaruratan dan intensif selama 24
jam sesuai dengan indikasi medik yang bersifat emergensi dan
penyelamatan jiwa. Pelayanan yang diberikan adalah informasi
pelayanan rawat darurat 24 jam, pelayanan pasien tidak akut dan
tidak gawat darurat diluar jam kerja, ambulance, pendidikan
kesehatan, pelayanan farmasi dan pelayanan pendaftaran.
Petugas kesehatan yang tersedia di instalasi ini terdiri dari
dokter umum, perawat, analis laboratorium dan petugas
administrasi.
4.1.4.3 Instalasi Rawat Inap
Instalasi rawat inap adalah instalasi perawatan psikiatri maupun
perawatan napza/narkoba, yang memisahkan antara pasien akut
(pasien yang gaduh gelisah dan cenderung membahayakan
67

orang lain maupun diri sendiri) dengan pasien tenang. Instalasi


ini juga memisahkan antara pasien pria dan wanita, yang terbagi
menjadi empat kelas menurut fasilitas perawatannya yaitu Kelas
VIP,I,II, dan III.
4.1.4.4 Instalasi Napza/Narkoba
Instalasi ini mengkordinir kegiatan pelayanan dan rehabilitasi
korban penyalahgunaan napza/narkoba melalui program
symtomatik, Therapeutic Community (TC) dan program religi.
Ruang perawatan untuk Detoxifikasi dan observasi satu bangsal,
rehabilitasi satu bangsal, kemudian perawatan gangguan mental
dan perilaku akibat zat psikoaktif satu bangsal. Setiap petugas
dimasing-masing bangsal telah dibekali keterampilan khusus
menangani pasien korban napza/narkoba sesuai tahapan proses
perawatannya.
4.1.4.5 Instalasi Psikologi
Instalasi ini bertugas mengkordinir pelaksanaan pelayanan dan
pemeriksaan psikologi untuk menunjang penegakkan diagnosa.
Pelayanan yang diberikan berupa konsultasi masalah pribadi,
anak dll. Sedangkan untuk pemeriksaan berupa pengukuran tes
psikologi seperti Tes IQ, EQ, Sikap dan Cara Kerja , Minat dan
Bakat, Seleksi Calon Pegawai Promosi Pegawai, Analisa Stress
Test dan juga pemeriksaan Visum. Insatalasi Psikologi melayani
pasien rawat inap maupun rawat jalan sesuai jam kerja Rumah
Sakit Jiwa Sambang Lihum.
4.1.4.6 Instalasi Rehab Mental
Instalasi Rehabilitasi Mental mengkordinir pelayanan pemulihan
dan peningkatan kesehatan jiwa untuk pasien rawat inap dan
rawat jalan melalui berbagai terapi seperti agama, olahraga,
musik, keterampilan dan terapi kelompok.
4.1.4.7 Instalasi Rehab Medik
68

Instalasi rehabilitasi medik mengkordinir kegiatan pelayanan


pemulihan dan peningkatan kesehatan fisik untuk pasien rawat
inap dan rawat jalan melalui berbagai pelayanan.
4.1.4.8 Instalasi Elektromedik
Instalasi ini bertugas mengkordinir kegiatan pelayanan
elektromedik untuk kepentingan penegakkan elektromedik
untuk kepentingan penegakkan diagnosa.
4.1.4.9 Instalasi Laboratorium
Instalasi laboratorium bertugas mengkordinir pelayanan
pemeriksaan laboratorium untuk kepentingan diagnosa. Instalasi
ini juga menjadi pusat rujukan dilakukannya pemeriksaan
narkoba dengan parameter yang sangat lengkap. Standar
pelayanan yang dapat diberikan laboratorium Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum meliputi pemeriksaan Hematologi, Urinalisa,
Kimia Darah, Mikrobiologi, Napza dan Serologi.
4.1.4.10 Instalasi Farmasi
Instalasi farmasi bertugas mengkordinir pelaksanaan pelayanan
kefarmasian untuk pasien rawa inap, rawat jalan, IGD dan
umum.Instansi ini memberikan pelayanan obat selama 24 jam
dengan system Once Daily Dose (ODD).
4.1.4.11 Instalasi Gizi
Instalasi gizi bertugas mengkordinir dan menyelenggarakan
kegiatan pelayanan gizi dan konsultasi gizi untuk pasien rawat
inap,rawat jalan dan keluarga.
4.1.4.12 Instalasi Loundry
Instalasi Penyuluhan Kesehatan/Keswamas, Instalasi Diklat
perpustakaan, Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit,
Instalasi Kesehatan Lingkungan dan Instalasi Logistik.
69

4.2 Karakteristik Responden


4.2.1 Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi umur, jenis
kelamin, hubungan keluarga pasien, pekerjaan dan pendidikan.
4.2.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada
tabel 4.2.
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan umur.
No Umur Frekuensi (n) Persentasi (%)
1 24-28 tahun (remaja akhir) 3 10
2 29-35 tahun (dewasa awal) 6 20
3 36-45 tahun (dewasa akhir) 11 36.7
4 46-55 tahun (lansia awal) 4 13.3
5 56-65 tahun (lansia akhir) 6 20
Jumlah 30 100

Tabel 4.2 Menunjukkan bahwa keluarga pasien gangguan jiwa sebagian


besar memiliki umur dengan kategori dewasa akhir (36 tahun - 45
tahun) yaitu berjumlah 11 orang (36.7%)

4.2.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.


Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat
dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan jenis
kelamin.
No Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentasi (%)
1 Laki- laki 19 63.3
2 Perempuan 11 36.7
Jumlah 30 100

Tabel 4.3 Menunjukkan bahwa keluarga pasien gangguan jiwa sebagian


besar adalah laki-laki yaitu berjumlah 19 orang (63.3%)

4.2.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan hubungan keluarga


dapat dilihat pada table 4.4
70

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan hubungan


keluarga.
No Hubungan Keluarga Frekuensi (f) Persentasi (%)
1 Suami 6 20
2 Istri 8 26.7
3 Orang Tua 16 53.3
Jumlah 30 100

Tabel 4.4 Menunjukkan bahwa keluarga pasien gangguan jiwa sebagian


besar adalah orang tua yaitu berjumlah 16 orang (53.3%).

4.2.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan dapat dilihat


pada table 4.5
Tabel 4.5 Karakteristik Reaponden Berdasarkan Pekerjaan.
No Pekerjaan Frekuensi (f) Persentasi (%)
1 PNS 1 3.3
2 Swasta 16 53.3
3 Ibu Rumah Tangga 8 26.7
4 Tani 5 16.7
Jumlah 30 100

Tabel 4.5 Menunjukkan keluarga pasien gangguan jiwa sebagian besar


adalah pekerja swasta yaitu berjumlah 16 orang (53.3%)

4.2.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan dapat


dilihat pada table 4.6
Tabel 4.6 Karakteristik Reaponden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan.
No Pendidikan Frekuensi (f) Persentasi (%)
1 Tidak Tamat SD 1 3.3
2 Tamat SD 4 13.3
3 Tamat SMP 7 23.3
4 Tamat SMA 16 53.4
5 Tamat Perguruan Tinggi 2 6.7
Jumlah 30 100
71

Tabel 4.6 Menunjukkan bahwa keluarga pasien gangguan jiwa sebagian


besar memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu berjumlah 16 orang
(53.3%).

4.3 Analisa Data


4.3.1 Analisa Data Univariat
4.3.1.1 Motivasi keluarga pada pasien gangguan jiwa di poliklinik rumah
sakit jiwa sambang lihum provinsi kalimantan selatan dapat
dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi motivasi keluarga pada pasien
gangguan jiwa di poliklinik rumah sakit jiwa sambang lihum
provinsi kalimantan selatan.
No Motivasi Keluarga Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Tinggi 1 3.3
2 Sedang 23 76.7
3 Rendah 6 20
Jumlah 30 100

Tabel 4.7 Menunjukkan bahwa keluarga pasien gangguan jiwa sebagian


besar motivasi sedang yaitu dengan jumlah 23 orang (76,7%).

4.3.1.2 Kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan personal


hygiene berpakaian pada pasien gangguan jiwa di poliklinik
rumah sakit jiwa sambang lihum provinsi kalimantan selatan
dapat dilihat pada table 4.8.
Tabel 4.8 Distribusi frekuensi Kemampuan Pasien dalam
pemenuhan kebutuhan personal hygiene berpakaian pada pasien
gangguan jiwa di poliklinik rumah sakit jiwa sambang lihum
provinsi Kalimantan selatan.
No Kemampuan Pasien Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Mandiri 1 3.3
2 Ketergantungan ringan 19 63.4
3 Ketergantungan Sedang 4 13.3
4 Ketergantungan berat 3 10
5 Ketergantungan total 3 10
Jumlah 30 100
72

Tabel 4.8 Menunjukkan pasien gangguan jiwa sebagian besar memiliki


kemampuan ketergantungan ringan yaitu berjumlah 19 orang (63.4%).

4.3.2 Analisa Data Bivariat


Pada analisis bivariat akan dijabarkan hasil uji statistic antara variabel
bebas dan variabel terikat. Hasil uji Spearman Rank ini kemudian
menentukan hipotesis yang diterima dan hipotesis yang ditolak.
4.3.2.1 Hubungan motivasi keluarga dengan kemampuan pasien dalam
pemenuhan kebutuhan personal hygiene berpakaian pada pasien
gangguan jiwa di poliklinik rumah sakit jiwa sambang lihum
provinsi kalimantan selatan tahun 2017.
Tabel 4.9 Tabulasi Silang Hubungan motivasi keluarga dengan
kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan personal
hygiene berpakaian pada pasien gangguan jiwa di poliklinik
rumah sakit jiwa sambang lihum provinsi kalimantan selatan
tahun 2017.
Kemampuan Pasien

Motivasi Ketergantungan Ketergantungan Ketergantungan Ketergantungan TOTAL


NO Mandiri
Keluarga Ringan Sedang Berat Total

F % F % f % f % f % f %
1 Tinggi 1 100 0 0 0 0 0 0 0 0 1 100
2 Sedang 0 0 19 83 2 9 1 4 1 4 23 100
3 Rendah 0 0 0 0 2 34 2 33 2 33 6 100

Uji Spermans rho ) = 0,000 < = 0,05 dengan nilai R (correlation coefision) = 0,753

Tabel 4.9 Menunjukkan bahwa keluarga yang memberikan motivasi tinggi


yang mempunyai kemampuan mandiri ada 1 orang (100%), keluarga yang
memberikan motivasi sedang yang mempunyai ketergantungan ringan ada 19
orang (83%), ketergantungan sedang ada 2 orang (9%), ketergantungan berat
ada 1 orang (4%), dan ketergantungan total ada 1 orang (4%). Keluarga yang
memberikan motivasi rendah yang mempunyai ketergantungan sedang ada 2
orang (34%), ketergantungan berat ada 2 orang (33%), dan ketergantungan
total ada 2 orang (33%).
73

Jadi hasil uji korelasi Spearman Rank menunjukkan bahwa korelasi = 0,000
< = 0,05 dengan nilai R (correlation coefision) = 0,753 sehingga
diinterpretasikan ada hubungan motivasi keluarga dengan kemampuan pasien
dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene berpakaian pada pasien
gangguan jiwa di poliklinik rumah sakit jiwa sambang lihum provinsi
kalimantan selatan.

Nilai korelasi spearman rank sebesar 0.753 menunjukkan bahwa arah korelasi
positif dengan kekuatan korelasi kuat, dapat diartikan bahwa semakin baik
motivasi keluarga maka akan semakin baik kemampuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene berpakaian pada pasien gangguan jiwa.

4.4 Pembahasan
4.4.1 Motivasi Keluarga Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit
Jiwa Sambang Lihum Provinsi Kalimantan Selatan
Keluarga yang memberikan motivasi tinggi yang mempunyai
kemampuan mandiri ada 1 orang (100%), keluarga yang memberikan
motivasi sedang yang mempunyai ketergantungan ringan ada 19 orang
(83%), ketergantungan sedang ada 2 orang (9%), ketergantungan berat
ada 1 orang (4%), dan ketergantungan total ada 1 orang (4%). Keluarga
yang memberikan motivasi rendah yang mempunyai ketergantungan
sedang ada 2 orang (34%), ketergantungan berat ada 2 orang (33%),
dan ketergantungan total ada 2 orang (33%). Motivasi sebagai dorongan
pada pasien gangguan jiwa untuk bertindak guna mencapai suatu tujuan
tertentu, hasil dari motivasi akan diwujudkan dalam bentuk perilakunya.

Pada karakteristik umur merupakan salah satu faktor yang dapat


mempengaruhi motivasi keluarga pada pasien gangguan jiwa, karena
motivasi keluarga tinggi dapat mengurangi penderita gangguan jiwa.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai karakteristik umur responden
diketahui lebih banyak pada kategori umur (36-45) tahun berjumlah
74

(11) responden (36.7%). Pada fase dewasa akhir tugas perkembangan


adalah untuk saling ketergantungan dan bertanggung jawab terhadap
orang lain serta memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik. Umur
merupakan salah satu faktor seseorang melakukan atau menentukan
suatu hal, sikap dan kematangan secara fisik, psikis maupun sosial.
Umur akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan tindakan,
karena dengan bertambahnya umur orang akan menjadi lebih dewasa
dalam memberikan tanggapan suatu hal. Dengan bertambahnya umur
seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologi.
Analisa ini sejalan dengan teori Notoatmodjo (2008) tarap berpikir
seseorang akan lebih matang sejalan dengan bertambahnya umur.

Pada karakteristik jenis kelamin diketahui sebagian besar adalah laki


laki berjumlah (19) orang (63.3%) menjawab mendapatkan motivasi
keluarga yang kurang hal ini sesuai dengan teori Notoatmodjo (2007:
219) motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan
situasi tertentu yang dihadapinya. Di dalam diri seseorang terdapat
kebutuhan atau keinginan (want) di luar objek seseorang tersebut
menghubungkan antara kebutuhan dengan situasi di luar objek
tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan yang dimaksud. Oleh
sebab itu motivasi adalah suatu alasan (reasoning) seseorang untuk
bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.

Karakteristik responden berdasarkan hubungan keluarga pasien


sebagian besar responden adalah orang tua dengan jumlah (16) orang
(53.3%). Oleh karena itu kebanyakan penderita gangguan jiwa terjadi
pada anak, sehingga peran keluarga sangat diperlukan untuk
memberikan motivasi serta memberikan pengetahuan tentang penyakit
dan memberikan perhatian. Semakin meningkatnya motivasi keluarga
terhadap pasien gangguan jiwa akan mengurangi penderita gangguan
jiwa pada anggota keluarganya.
75

Sehingga peran serta keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa


sangat penting dikarenakan keluarga merupakan unit yang paling dekat
dengan pasien dan merupakan perawat utama bagi pasien. Motivasi
keluarga akan menjadi lebih baik karena keluarga memberikan
perhatian dan kasih sayang terhadap pasien gangguan jiwa. Keluarga
harus mengetahui tentang penyakit dan jangan meanggap penderita
gangguan jiwa sebagai beban dalam keluarga.

Menurut Sujak (2010) ada tiga faktor yang mempengaruhi motivasi


pada pasien gangguan jiwa, yang pertama minat adalah kecenderungan
untuk maju dan berkembang, kedua sikap adalah suatu sindroma dalam
merespon simulasi atau objek dan ketiga adalah kebutuhan. Sehingga
minat, sikap, serta kebutuhan merupakan salah satu cara merubah
bentuk perilaku pada pasien gangguan jiwa.

Menurut peneliti informasi merupakan sumber pengetahuan,


pengetahuan seseorang akan bertambah jika banyak menerima
informasi. Informasi sangatlah penting, karena dengan adanya
informasi maka motivasi keluarga yang kurang perlahan akan membaik.
Bahkan keluarga menjadi tahu tentang perkembangan masalah
kesehatan keluarganya terutama yang mengalami gangguan jiwa dan
menambah pengetahuan keluarga bagaimana cara mengatasi dan
merawat penderita gangguan jiwa, semakin banyak informasi yang
keluarga peroleh semakin baik keluarga merawat pasien gangguan jiwa
terutama dalam hal kemampuan berpakaian.

Sehingga menurut peneliti untuk anggota keluarga pada pasien


gangguan jiwa diperlukan tugas khusus keluarga untuk bekerja sama
dengan tim kesehatan yaitu untuk lebih mengenal masalah kesehatan
setiap anggota keluarga, bisa mengambil keputusan untuk melakuakan
76

tindakan yang tepat, memberi perawatan pada anggota keluarga yang


sakit, mempertahankan suasana rumah yang sehat, menggunakan
fasilitas kesehatan masyarakat.

Hal yang mampu dilakukan oleh peneliti saat penelitian adalah dengan
metode meningkatkan motivasi pada anggota keluarga yaitu metode
langsung dengan cara memberikan penjelasan secara langsung kepada
anggota keluarga bagaimana cara memenuhi kebutuhan atau keinginan
keluarga untuk mampu memenuhi kebutuhan pasien gangguan jiwa
terutama dalam hal berpakaian.

Berdasarkan penjelasan tersebut menurut sujak (1990 dalam Ratiani,


2011) ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya motivasi
keluarga pada pasien gangguan jiwa yaitu dari segi minat, sikap dan
kebutuhan seseorang.

4.4.2 Kemampuan Pasien Dalam Pemenuhan Kebutuhan Personal


Hygiene Berpakaian
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 30 orang anggota keluarga
pasien dengan gangguan jiwa di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Sambang
Lihum Provinsi Kalimantan Selatan menunjukan bahwa 1 orang
(100%), keluarga yang memberikan motivasi sedang yang mempunyai
ketergantungan ringan ada 19 orang (83%), ketergantungan sedang ada
2 orang (9%), ketergantungan berat ada 1 orang (4%), dan
ketergantungan total ada 1 orang (4%). Keluarga yang memberikan
motivasi rendah yang mempunyai ketergantungan sedang ada 2 orang
(34%), ketergantungan berat ada 2 orang (33%), dan ketergantungan
total ada 2 orang (33%).

Berdasarkan hasil penelitian di atas pasien gangguan jiwa sebagian


besar masuk kedalam kategori ketergantungan ringan yaitu sebanyak
77

19 orang (63,4%). Kurangnya perawatan diri pada pasien gangguan


jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga
kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun.
Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat
kebersihan diri diantaranya mandi,makan, dan minum secara mandiri,
berhias/berpakaian secara mandiri dan buang air besar/buang air kecil
secara mandiri (marselina dan Nur Khomsiyah, 2016).

Hasil tersebut juga diperkuat oleh hasil penelitian Stianto (2014)


menunjukkan bahwa perilaku personal hygiene pada pasien gangguan
jiwa di RSKJ H. Mustajab Bungkanel Purbalingga pada tahun 2014
seluruhnya di kategorikan tidak baik (100%).

Status personal hygiene kurang baik pada pasien gangguan jiwa dalam
penelitian ini juga dapat disebabkan karena kurangnya motivasi yang
diberikan keluarga yang berupa motivasi hasrat dan minat, harapan,
serta dorongan dan kebutuhan. Hal ini dapat dilihat dari analisa
univariat motivasi keluarga yang menunjukkan bahwa sebagian besar
keluarga pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum
Provinsi Kalimantan Selatan masuk kedalam kategori motivasi sedang.

Kebersihan diri diperlukan untuk kenyamanan, keamanan dan


kesehatan seseorang. Personal hygiene yang tidak baik akan
mempermudah tubuh terserang penyakit seperti penyakit kulit,
penyakit infeksi, penyakit mulut, dan penyakit saluran cerna (Saryono
& Widianti 2010 : hal 2).

Sehingga keluarga perlu memberikan pengertian sebaik-baiknya agar


pasien merasa dicintai dan disayangi oleh keluarga sehingga pasien
mampu untuk memenuhi kebutuhan personal hygiene terutama dalam
hal berpakaian/berdandan. Karena keluarga merupakan unit terpenting
78

dan utama dalam proses penyembuhan pasien gangguan jiwa. Dalam


pemberian asuhan keperawatan, keluarga sangat penting untuk ikut
berperan dalam penyembuhan klien gangguan jiwa.

4.4.3 Hubungan Motivasi Keluarga Dengan Kemampuan Pasien dalam


Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene Berpakaian Pada Pasien
Gangguan Jiwa di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum
Provinsi Kalimantan Selatan.
Hasil analisa Spearmans rho berdasarkan tabel 4.9 1 orang (100%),
keluarga yang memberikan motivasi sedang yang mempunyai
ketergantungan ringan ada 19 orang (83%), ketergantungan sedang ada
2 orang (9%), ketergantungan berat ada 1 orang (4%), dan
ketergantungan total ada 1 orang (4%). Keluarga yang memberikan
motivasi rendah yang mempunyai ketergantungan sedang ada 2 orang
(34%), ketergantungan berat ada 2 orang (33%), dan ketergantungan
total ada 2 orang (33%).

Hasil uji korelasi Spearman Rank menunjukkan bahwa korelasi =


0,000 < = 0,05 dengan nilai R (correlation coefision) = 0,753
sehingga diinterpretasikan ada hubungan motivasi keluarga dengan
kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene
berpakaian pada pasien gangguan jiwa di poliklinik rumah sakit jiwa
sambang lihum provinsi kalimantan selatan.

Nilai korelasi spearman rank sebesar 0.753 menunjukkan bahwa arah


korelasi positif dengan kekuatan korelasi kuat, dapat disimpulkan
bahwa pasien gangguan jiwa yang mendapat motivasi keluarga yang
baik cenderung memiliki status personal hygiene berpakaian yang baik
lebih besar dibandingkan dengan pasien gangguan jiwa yang mendapat
motivasi keluarga yang kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari tabel
silang yang menunjukkan semakin banyak dukungan keluarga kategori
79

baik maka akan semakin banyak status personal hygiene berpakaian


kategori mandiri, begitu juga sebaliknya semakin sedikit motivasi dari
keluarga maka semakin sedikit jumlah status personal hygiene
berpakaian pasien gangguan jiwa dalam kategori mandiri.

Menurut peneliti keluarga merupakan unit yang terpenting dan anggota


keluarga sebagai pendidik juga penasehat terbaik, dari keluarga inilah
pendidikan yang diberikan kepada individu dan anggota keluarga
lainnya. Sehingga untuk membangun kebudayaan yang pastinya
dimulai dari keluarga. Pada kondisi seperti inilah dibutuhkan peran
serta keluarga dalam memberikan perhatian, kasih sayang, dukungan
dan motivasi pada penderita gangguan jiwa sehingga perawatan pada
penderita gangguan jiwa tidak hanya diperoleh di rumah sakit
melainkan perawatan yang diterapkan di tengah-tengah keluarga dapat
optimal. Pengetahuan keluarga dan pengalaman yang cukup dapat
membantu penanganan penderita gangguan jiwa

Hasil penelitian ini mendukung teori yang menyatakan bahwa motivasi


keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi personal
hygiene. Motivasi keluarga sangat penting bagi keluarga sangat
penting bagi pasien dengan gangguan jiwa, karena keluargalah yang
paling lama berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari Menurut Sujak
(1990 dalam Ratiani, 2011).

Motivasi adalah perilaku individu untuk memuaskan kebutuhannya,


karena manusia manusia dasarnya memiliki kebutuhan dan kemauan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh William, dkk
(1998 dalam Ariani, 2013) yang menyatakan bahwa motivasi keluarga
kurang sebagian besar kamampuan pasien juga kurang dalam
melakukan perawatan diri, hal ini dikarenakan adanya gangguan fungsi
80

kognitif yang menyebabkan terjadi perubahan proses pikir sehingga


kemampuan untuk melakukan perawatan diri menurun.

Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andayani
(2014) yang menyatakan bahwa mayoritas responden berada pada
tingkat kemampuan ringan dalam hal berpakaian/berdandan, ini
disebabkan akibat penurunan proses pikir, tidak adanya motivasi dari
orang terdekat (keluarga), kelemahan, dan gangguan kognitif atau
persepsi.

Selain itu ada beberapa faktor lain yang bisa mempengaruhi seorang
pasien gangguan jiwa mengalami motivasi baik tapi terganggu
pemenuhan personal hygiene dirinya dikarenakan faktor lingkungan
sekitar, yaitu kuatnya pengaruh orang-orang yang ada disekitar pasien,
dimana seseorang yang memiliki motivasi baik belum tentu mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene dengan baik dan faktor lainnya
yaitu individu mudah terpengaruh akibat kondisi yang belum stabil.

Dalam hal ini sangat dibutuhkan pendekatan secara holistik, yaitu


manusia harus dipandang sebagai suatu keseluruhan yang paripurna
dan keluarga sebagai faktor lingkungan yang terdekat dengan pasien.
Keluarga sangat berperan dalam perawatan dan rehabilitasi anggota
keluarga yang menderita gangguan jiwa (Durand & Barlow, 2007).

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dikatakan bahwa ada hubungan


motivasi keluarga dengan kemampuan pasien dalam pemenuhan
kebutuhan personal hygiene berpakaian pada pasien gangguan jiwa di
poliklinik rumah sakit jiwa sambang lihum provinsi kalimantan
selatan.
81

4.5 Keterbatasan
Keterbatasan penelitian ini antara lain :
4.5.1 Pada saat melakukan penelitian, peneliti membagikan kuesioner
kepada responden dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian,
ada beberapa responden menolak untuk mengisi kuesioner maka
peneliti menghargai dan menghormati keputusan responden.
4.5.2 Jumlah responden membawa pasien gangguan jiwa ke poliklinik
terbatas, sehingga sulit bagi peneliti untuk mendapatkan responden.

4.6 Implikasi Hasil Penelitian Dalam Keperawatan


Hasil penelitian ini dapat menambah referensi bidang ilmu keperawatan jiwa
dan dapat menjadi masukan bagi perawat dalam memberikan intervensi
terhadap pasien gangguan jiwa terutama dalam kemampuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene berpakaian dan memberikan motivasi yang
optimal untuk mengurangi penderita gangguan jiwa. Selanjutnya, tentunya
sebagai tenaga kesehatan kita dituntut untuk terus mengembangkan ilmu
pengetahuan terutama dalam bidang kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai