Anda di halaman 1dari 40

BAB 3

SOLUSI BISNIS

Pemecahan masalah pembiayaan proyek pengadaan dan pengoperasian


sistem radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta oleh PT Angkasa Pura dilihat
dari besarnya resiko maupun keuntungan yang diperoleh dari proyek tersebut.
Untuk merealisasikan proyek tersebut diperlukan strategi pendanaan yang tepat
dan cermat. Alur pemecahan masalah pembiayaan proyek dapat dilihat sebagai
berikut:

37 $3 ,,
, VVXH%LQVLV
0 RELOLW DVWLQJJ L
. HP DM XDQ7HNQRORJ L . DZDVDQ 3LKDN
. HWHUDW XUDQMDULQJ DQNRP XQLNDVL %DQGDUD 6ZDVWD
. HP DQDQGDQ. HVHO DP DW
DQ 6RHNDUQR +DWW
D ,QYHVWRU
$ VSHNNHXDQJ DQ
5 HJ XODVLSHP HULQWDK ,' ( 1 7 , ) , . $ 6 ,
0$6$/$+
. HNXUDQJDQ6' 0
WHQDJDDKO L
3HQGDQDDQ\ DQJ
WHUODOXEHVDU

$/7(51$7,) 62 / 8 6,
' LNHOROD6 HQGLULROHK 3 7 $ 3 ,,
0 HQDPEDK GDQD SLQM DPDQ P HQM XDOREO
LJDVL ,32
/ HDVLQJ
,QYHVW RU
.62 . 0
%2 7 %2 2 GHQJDQNRP SHQVDVL
3HUXVDKDDQ3 DW XQJDQ -RLQW 9 HQW
XUH

6 7 8 ' , . ( / $ <$ . $ 1

62/86,
7(53,/,+

5 ( 1 & $ 1 $ ,0 3/ ( 0 ( 1 7$ 6,

Gambar 3.1. Digaram Alur Pemecahan Masalah

27
3.1. Alternatif Solusi Bisnis
Proyek pengadaan dan pengoperasian sistem radio trunking di Bandara
Soekarno-Hatta adalah kebutuhan yang cukup mendesak terutama untuk
memenuhi kebutuhan perangkat komunikasi yang lebih baik dan jangkauan yang
lebih baik. Hal ini juga dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban jaringan di
dalam Bandara Soekarno-Hatta. Dalam upaya merealisasikan proyek pengadaan
dan pengoperasian sistem radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta tersebut
dihadapkan dengan masalah sumber daya tenaga ahli dan faktor pendanaan yang
terlalu besar untuk sebuah pembangunan sarana pendukung. Alternatif solusi
untuk pendanaan rencana tersebut adalah sebagai berikut :
Dikelola Sendiri oleh PT AP II
o Menambah dana
o Leasing
Investor
o KSO, KM
o BOT, BOO dengan kompensasi
o Perusahaan Patungan (Joint Venture)
Untuk memeperoleh solusi yang paling tepat dan sesuai bagi PT AP II,
perlu dilakukan analisis terhadap masing- masing alternatif solusi.

3.1.1 Dikelola sendiri oleh PT AP II


Dalam opsi ini, PT AP II menangani seluruh proyek baik dari segi
pendanaan dan pengelolaan. Bila opsi ini yang diambil maka maka PT AP II harus
mengkaji terlebih dahulu kondisi keuangan maupun kemampuan operasional
perusahaan.
Setelah mengkaji dan memperhatikan kondisi keuangan dan kondisi
sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan maka PT AP II melihat
bahwa kondisi-kondisi tersebut kurang mendukung untuk pelaksanaan proyek
pengadaan dan pengoperasian sistem radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta.
Pendanaan yang terlalu besar untuk suatu proyek sampingan dan kekurangan
sumber daya tenaga ahli yang tidak memadai akan menambah besar beban

28
investasi. Oleh karena itu, dibutuhkan masukan dana tambahan maupun proses
pengadaan barang dan sarana pendukung proyek melalui mekanisme tertentu
sehingga ketersediaan dana dalam jumlah besar seperti yang telah diperhitungkan
di awal perencanaan proyek dapat terpenuhi.
Di bawah ini merupakan beberapa opsi yang dapat dilakukan untuk
mendukung proses pengelolaan proyek pengadaan dan pengoperasian system
radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta oleh PT AP II sendiri.

3.1.1.1 Menambah dana


Melihat situasi bahwa dibutuhkannya dana yang terlalu besar untuk suatu
proyek yang bukan merupakan core business PT AP II maka dinilai bahwa PT AP
II membutuhkan tambahan dana untuk menjalankan proyek tersebut. Untuk itu
dipertimbangkan alternatif solusi untuk pendanaan rencana proyek pengadaan dan
pengoperasian sistem radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta adalah sebagai
berikut:
Dana pinjaman dari dalam negeri ataupun luar negeri
Dana penjualan obligasi
Dana penjualan saham untuk prtamakalinya kepada publik atau yang sering
disebut IPO (Initial Public Offering)
Dalam pemilihan sumber pendanaan yang akan diambil, harus
dipertimbangkan munculnya resiko-resiko yang akan dihadapi menyertai
digunakannya sumber-sumber pendanaan dan pengelolaan oleh AP II sendiri
tersebut. Resiko-resiko tersebut dapat dibagi menjadi dua yakni resiko eksternal
dan resiko internal. Resiko eksternal adalah resiko-resiko yang muncul dari luar
perusahaan misalnya dari lingkungan, sedangkan resiko internal adalah resiko-
resiko yang muncul dari dalam perusahaan itu sendiri.
Berikut ini merupakan beberapa resiko dan dampak yang akan dihadapi
oleh PT AP II akibat dari penggunaan sumber-sumber pendanaan diatas maupun
resiko pengelolaan proyek itu sendiri.

29
Tabel 3.1 Resiko pengelolaan sendiri
Resiko yang dihadapi Dampak bagi perusahaan
Adaptasi terhadap teknologi
komunikasi yang
Industry Risk Lack of technology
berkembang dengan sangat
cepat
Munculnya rasa ketidak-
Jumlah pembayaran utang percayaan investor terhadap
Credit Risk yang tidak terpenuhi pada perusahaan
Nama baik perusahaan yang
Resiko Eksternal

saat jatuh tempo


menurun
Kebijakan pemerintah
mengenai pinjaman dana
Dapat terjadi keterlambatan
Sovereign Risk dari pemerintah atau pihak
dalam pembayaran pinjaman
ketiga yang dijamin oleh
pemerintah
Penurunan profit
Pembengkakan jumlah
Perubahan nilai mata uang pinjaman karena perubahan
Market Risk
Gejolak pasar saham. nilai mata uang
Muncul intervensi baru dari
para pemegang saham
Ketidak-puasan konsumen atas
Monopoli
teknologi yang tidak sesuai
Business Risk Sentimen negatif dari
Kehilangan kepercayaan dari
konsumen
konsumen
Force Majeur
Equipment Failure
Kehilangan revenue
Ketersediaan perangkat
Operational Kehilangan kepercayaan dari
(supply and demand)
Risk konsumen
Kemampuan sumber daya
Pengeluaran mendadak
manusia yang terbatas
Pembajakan jaringan
Resiko Internal

Kekurangan dana cair Tuntutan hukum


Liquidity Risk Tidak dapat membayar Denda/penalti
kewajiban jk.pendek Reputasi perusahaan menurun
Berkurangnya keuntungan
Perubahan metode yang dicatat dan dilaporkan
pencatatan akuntansi Kesalahan pelaporan
Accounting Risk
Ketidaksesuaian pencatatan keuangan
dengan kenyataan pemegang saham yang tidak
puas
Environmental Pembangunan sarana Tuntutan hukum
Risk penunjang yang tidak sesuai Reputasi perusahaan menurun
Blank Spot
Reputational Tambahan biaya pada
Kualitas sambungan yang
Risk investasi kapital.
buruk

30
Jika PT AP II menerbitkan hutang obligasi maka PT AP II harus
menyesuaikan dengan standarisasi investor (pembeli obligasi). PT AP II tidak
hanya berkewajiban membayar kupon atau bunga kepada investor, akan tetapi
kinerjanya juga akan dipantau terus oleh investor. Resiko mengeluarkan obligasi
ditanggung oleh PT AP II dan pemerintah pusat tidak bertanggung jawab terhadap
obligasi yang diterbitkan oleh PT AP II. Peneribatan obligasi juga harus
berdasarkan pada kemampuan bayar, pembayaran kupon atau bunga obligasi, dan
ketersediaan sumber daya manusia yang berfungsi sebagai bendahara (treasure)
yang mengelola obligasi.
IPO (Initial Public Offering) merupakan penawaran saham perusahaan
kepada publik pertama kali. Hal ini dikarenakan PT AP II belum pernah
melepaskan saham ke luar. Biasanya IPO dilakukan dengan menggunakan pihak
lain sebagai penengah. Karena saham belum pernah dijual kepada publik, maka
perusahaan tidak mempunyai benchmark untuk harga sahamnya. Beberapa studi
empiris menyarankan agar IPO dijual pada significant discount (lebih dari 15%)
dari harga yang dapat dijual pada market. Artinya, IPO harus dijual di bawah nilai
yang sebenarnya yang telah dihitung oleh management dan dipercaya merupakan
nilai sebenarnya dari saham perusahaan. Harga ini merupakan harga awal untuk
public market. Untuk selanjutnya, harga dapat dinaikkan karena perusahaan telah
mempunyai benchmark untuk menentukan harga saha mnya.
Dengan IPO, PT AP II harus melakukan persiapan menurut regulasi
BAPEPAM (Badan Pengawasan Penanaman Modal). Persiapan yang dimaksud
antara lain:
persiapan jadwal kegiatan
kelengkapan administrai dan dokumentasi
startegi pemasaran saham untuk mengetahui minat investor
Disamping itu, faktor eksternal organisasi juga bisa menjadi kendala untuk
pelaksanaan IPO yaitu kondisi ekonomi dan politik yang tidak menentu, fluktuasi
bunga atau berbagai peristiwa negatif lainnya akan sangat mempengaruhi tingkat
keberhasilan penjualan saham.

31
Resiko lain yang dapat timbul dengan adanya IPO adalah sentimen negatif
dari publik (masyarakat) akibat penjualan BUMN yang dikhawatirkan tidak tepat
sasaran sehingga akan mengakibatkan hilangnya aset bangsa yang diambil alih
oleh pihak asing.

3.1.1.2 Leasing
Selain dengan menyediakan dana kebutuhan, PT AP II juga dapat
menggunakan opsi lain yakni dengan melalui pengadaan barang (produk) yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pengadaan sistem radio trunking melalui
cara leasing. Leasing merupakan kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang-barang modal untuk digunakan suatu perusahaan untuk jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai
dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal
yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai
sisa yang disepakati bersama.
Dalam sistem ini, PT AP II tetap harus menyediakan dana cair untuk
keperluan operasional. Dan dengan sistem ini pun, resiko dan dampak yang akan
dihadapi oleh PT AP II tidak jauh berbeda dengan sistem penambahan dana
seperti pada tabel 3.1. Hal ini dikarenakan yang membedakan antara kedua proses
tersebut adalah proses pengumpulan dana awal untuk membeli peralatan modal
atau proses langsung dengan tidak mengumpulkan dana terlebih dahulu tetapi
langsung melakukan leasing untuk peralatan modal tersebut. Sedangkan
kewajiban rutin serta operasional perusahaan pada saat proyek telah dilaksanakan
tidak akan jauh berbeda.
Disamping masalah pendanaan maupun pengadaan perangkat sistem radio
trunking, untuk menjalankan proyek tersebut sendiri maka PT AP II juga harus
memperhatikan sumber daya yang dibutuhkan dalam pengadaan dan
pengoperasian sistem radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta tersebut.
Sumber-sumber daya yang harus diperhatikan antara lain:
Sumber daya manusia
Pengadaan tenaga-tenaga ahli yang berperan untuk mengoperasikan sistem
radio trunking dan untuk pemeliharaannya. Dalam hal ini bisa melalui

32
pelatihan-pelatihan maupun dengan langsung merekrut tenaga ahli. Untuk itu
harus dipertimbangkan pengeluaran-pengeluaran lain menyangkut biaya-biaya
pelatihan maupun waktu yang tentu saja tidak sedikit.
Sumber daya teknologi
Dilakukannya penertiban jaringan dan pengawasan yang ketat dan menyeluruh
terhadap jaringan yang digunakan di daerah Bandara Soekarno-Hatta dan
sekitarnya. Disamping itu diperlukan perhatian khusus untuk menghindari
kemungkinan-kemungkinan blank spot terutama pada titik-titik yang penting
tetapi diharapkan agar tidak mengganggu jaringan komunikasi penerbangan
yang sudah ada.
Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa proses pendanaan sendiri proyek pengadaan sistem radio
trunking di Bandara Soekarno-Hatta dirasakan terlalu beresiko. PT AP II
sebaiknya mencoba mempertimbangkan opsi lain yang lebih baik. Opsi kedua
yang dimiliki oleh PT AP II yakni dengan cara mentransfer resiko-resiko yang
dihadapi PT AP II tersebut pada pihak lain. Pihak lain tersebut dapat berupa pihak
yang memang mengkhususkan diri untuk menerima transfer resiko misalnya
asuransi ataupun dapat berupa rekanan kerja yaitu investor.
Dalam usaha mengalihkan resiko kepada pihak asuransi maka akan
terdapat kewajiban untuk membayar premi dimana premi tersebut tentu saja akan
menambah jumlah pengeluaran biaya yang harus ditanggung oleh PT AP II. Oleh
karena itu maka dinilai lebih menguntungkan bagi PT AP II untuk mencari
investor untuk melaksanakan proyek pengadaan dan pengoperasian radio trunking
di Bandara Soekarno-Hatta.

3.1.2 Investor
Dengan adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh PT AP II maka opsi
kedua yang dimiliki yakni dengan bekerjasama dengan investor. Bekerjasama
dengan investor disini dapat berupa kerja sama untuk pelaksanaan proyek,
kerjasama untuk pengoperasian proyek, maupun kerjasama untuk pelaksanaan dan
pengoperasian proyek tersebut sekaligus.

33
3.1.2.1 Kontrak Manajemen (KM)
Dalam mengelola proyek pengadaan dan pengoperasian sistem radio
trunking di Bandara Soekarno-Hatta, PT AP II dapat melakukan perjanjian
kerjasama dengan investor/swasta yang berlaku untuk jangka waktu tertentu.
Setiap periode waktu tersebut dapat dibuat perjanjian baru untuk memperpanjang
kontrak manajemennya.
Dengan perjanjian ini, maka pengoperasian sistem radio trunking PT AP II
dilakukan oleh pihak swata yang bersangkutan dimana manajemennya berada di
tangan pihak swasta dan pihak swasta wajib memberikan kompensasi sejumlah
tertentu pada PT AP II sesuai dengan isi kontrak. Perjanjian tersebut juga akan
memberikan hak kepada pihak PT AP II untuk menggunakan nama dari pihak
swasta secara eksklusif untuk kepentingan proyek sistem radio trunking tersebut.
Dalam hal pilihan Kontrak Manajemen ini dinilai tidak memenuhi syarat
karena dalam pengoperasian proyek ini pihak PT AP II akan terga ntung kepada
pihak investor sedangkan PT AP II menginginkan untuk dapat mandiri di masa
yang akan datang.

3.1.2.2 Kerjasama Operasi (KSO)


Pada intinya, opsi ini tidak berbeda jauh dengan kontrak manajemen.
Dalam opsi ini, PT AP II dan pihak investor/swasta saling berbagi kewajiban dan
resiko yang akan ditanggung.
Pihak swasta bertanggungjawab terhadap manajemen pengoperasian
sistem radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta, mulai dari pegawai, fasilitas
sistem radio trunking, dan hal lainnya yang berkaitan dengan pelayanan dan
pengoperasian jaringan. AP II akan membayar biaya-biaya tertentu pada pihak
swasta yang diantaranya biaya-biaya royalty (besarnya porsentase ditentukan
dalam perjanjian). Intial fee (sebesar nominal tertentu yang dibayar pada saat
penandatanganan perjanjian). Dan pajak-pajak yang dikenakkan untuk seluruh
pembayaran menurut hukum Indonesia, serta biaya-biaya lain yang terkait dengan
industri kebandarudaraan. Pilihan inipun dinilai tidak layak sama seperti halnya
pilihan kontrak manajemen.

34
3.1.2.3 Build Operate Transfer (BOT)
BOT yaitu suatu mekanisme dimana investor/swasta membangun dan
mengoperasikan proyek infrastruktur dan kemudian menyerahkannya kepada PT
AP II setelah periode waktu tertentu yang disepakati. Dalam opsi ini, PT AP II
dapat melakukan tender terhadap investor untuk melihat penawaran terbaik yang
dapat disediakan oleh para investor.
Dalam pelaksanaan proyek, resiko yang ada ditanggung oleh pihak
investor selama masa kontrak berlangsung. Pihak PT AP II mamperoleh
kompensasi sesuai dengan besaran yang telah disetujui dalam kontrak..

3.1.2.4 Build Operate Own (BOO)


Bentuk kerjasama ini mulai dari proses tender proyek, pengadaan, hingga
pengoperasian sistem radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta mirip dengan
BOT, bedanya dalam hal ini setelah proyek selesai dilaksanakan, fasilitas/hasil
yang telah dibangun tidak diserahkan pada pemerintah. Tetapi menjadi
sepenuhnya milik investor/swasta. Pihak investor dapat menjual produk sisa dan
perangkatnya dan berhak atas penjualan produk sisa dan perangkatnya tersebut.

3.1.2.5 Perusahaan patungan (joint venture company)


Yaitu kerjasama dimana pemerintah bersama-sama pihak swasta
membentuk suatu badan usaha patungan dalam bentuk perseroan.Perusahaan
patungan ini diberi tanggungjawab atas pembangunan/pengelolaan suatu aset yang
dimiliki oleh perusahaan patungan tersebut, termasuk segala kegiatan yang
menjadi lingkup usaha perusahaan patungan.Pembagian resiko dan keuntungan
sebagai hasil dari usaha patungan diperhitungkan berdasarkan proporsi besarnya
nilai penyertaan aset dan modal dari masing- masing pihak, setelah dikurangi
dengan penyusutan, biaya modal kerja, biaya operasi dan pemeliharaan,
pembayaran hutang, dan lain- lain. Setelah masa berakhirnya kontrak, aset atau
modal yang dikuasakan kepada perusahaan patungan akan dikembalikan kepada
masing- masing pihak sesuai kondisi sebagaimana yang ditetapkan dalam kontrak.
Perusahaan patungan merupakan kepengelolaan dimana baik aktivitas
manajerial maupun operasional dilakukan oleh pihak yang memiliki saham

35
mayoritas dengan ketentuan baik sebagai pendiri atau bukan pendiri, kepemilikan
saham tidak harus mayoritas dan pembentukannya diserahkan dengan kriteria
investasi.
Pembentukan perusahaan patungan pada dasarnya dipengaruhi oleh
besarnya kepemilikan saham masing- masing pihak untuk melakukan pengambilan
keputusan, sehingga pengelolannya pun untuk proyek sistem radio trunking
nantinya tergantung dari besaran kepemilikan saham diantar pihak PT AP II dan
swasta (investor). Hal hal tersebut ditinjau dari kesediaan dana yang dimiliki serta
tambahan dana investasi yang diperlukan bagi proyek ini dari total biaya yang
diperlukan kurang dari setengahnya, sehingga memungkinkan kepemilikan saham
terbesar berada pada PT AP II. Dengan demikian pengelolaan sistem radio
trunking dapat dikontrol dibawah pengawasan manajemen PT AP II.
Adapun bebrapa resiko yang dapat mempengaruhi dalam alternatif pola
pendanaan dan kerjasama adalah sebagai berikut:
Accounting risk, adanya penggunaan me toda yang berbeda dalam
penghitungan kondisi keuangan awal dengan pada saat alih operasi adaalah
sebagi berikut:
Operational risk, dengan kondisi alih pengoperasian memungkinkan
kurangnya kemajuan teknologi yang dibutuhkan dengan tidak disertai dengan
keahlian sumber daya manusia.
Reputational risk, berpengaruh terhadap citra perusahaan apabila dalam
penerimaan alih operasional menjadi lebih buruk dari sebelumnya dikarenakan
Kendala-kendala internal perusahaan baik ditinjau dari segi sumber daya
manusia maupun teknologi.

3.1.3 Analisis Pendanaan untuk Pengadaan dan Pengoperasian Proyek


Berikut ini merupakan pertimbangan dari proses pendanaan untuk proyek
pengadaan dan pengoperasian radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta.

36
3.1.3.1 Didanai Sendiri
Jika perusahaan memutuskan untuk melakukan pengelolaan sendiri, maka
PT AP II memiliki alternatif solusi seperti berikut ini:

A. Pola Pendanaan sepenuhnya berasal dari Dana Internal PT AP II


Kekurangan :
PT AP II memiliki keterbatasan dana perusahaan sulit untuk
merealisasikannya.
Kelebihan :
Dengan manejemen sendiri, maka PT AP II bisa mengelolannya dengan
tidak harus dikejar target atau dibawah standar investor tetapi dapat bekerja
dengan nyaman.

B. Pola Pendanaan dengan Obligasi


Kekurangan :
Perlu diketahui bahwa resiko mengeluarkan obligasi bagi PT AP II adalah
yang harus ditanggung oleh PT AP II sendiri, dan pemerintah pusat tidak
bertanggung jawab terhadap besarnya obligasi yang harus membayar bunga
dan pokok pinjamannya, dimana jumlah hutang atau obligasi yang
diterbitkan harus didasarkan pada kebutuhan riil dan penerbitan obligasi
juga harus berdasarkan kemampuan bayar.
Terdapat perbedaan antara pinjaman langsung pemerintah pusat yang
diperoleh secara bilateral yang syarat kreditnya cukup lunak dan negotiable
setiap kredit tersebut jatuh tempo.
Dalam obligasi penerbit harus konsekuen memenuhi jewajiban berjalan,
baik berupa pembayaran kupon atau bunga maupun pokok obligasi
Analisis aspek eksternal organisasi perlu dilihat karena sering kali akan
menjadi faktor penghambat dalam penerbitan obligasi, seperti kondisi
ekonomi dan politik yang tidak menentu, fluktuasi tingkat suku bunga atau
berbagai peristiwa negatif lainnya akan sangat mempengaruhi tingkat
keberhasilan obligasi.

37
Kelebihan :
Merupakan cara ya ng cukup murah dan dana yang akan diperolehnya cukup
besar.
Peringkat A2 (AA) yang akan memudahkan dalam proses kelayakan
penerbitan obligasi.
Ditekankan pada sektor pengembangan jasa publik yang mudah dianalisis
cash flow-nya, mengingat tidak adanya beban bunga pada laporan keuangan
AP II yang menjamin perusahaan dalam membayar hutang.

C. Pendanaan tambahan dari laba ditahan (retain earning) perusahaan.


Kekurangan :
Mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan, khususnya pada aliran kas
(dengan mempertimbangkan proyek investasi AP II lainnya yang sudah
dianggarkan)
Kelebihan :
Lebih efisien dalam proses pengunaan dana secara langsung dan pengaturan
biaya yang terpakai sebatas yang diperlukan saja.

3.1.3.2 Dana Perusahaan (PT AP II) dan Modal dari Investor


Dalam pilihan pola pelaksanaan kerjasama ini, PT AP II melibatkan
investor dalam pengelolaannya. Investor dapat terlibat dalam pendanaan proyek
pengadaan dan pengelolaan radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta tersebut
dapat berupa alternatif-alternatif seperti dibawah ini.

A. Kerjasama Operasi dan Kontrak Manajemen


Kekurangan :
Keterlibatan PT AP II dibatasi pada kegiatan operasional dan manajemen.
PT AP II hanya mendapat masukan atau tambahan informasi selama atau
paska pengalihan pelaksanaan manajerial ataupun operasional.

38
B. BOT (Built Operate Transfer) dan BOO (Built Operate Own)
Kekurangan :
Desain fasilitas harus menyesuaikan dengan criteria dari semua pihak yang
terlibat sehingga proses desain akan banyak memakan waktu
Diperlukan perhitungan ya ng lebih tepat berkenaan dengan jangka waktu
pengembalian fasilitas dari pihak swasta (investor), semakin lama jangka
waktu pengalihan akan menurunkan efisiensi bangunan
Dengan banyaknya pelaku yang terlibat menyebabkan desain fasilitas akan
mempengaruhi criteria semua pihak yang terkait
Kelebihan
Kemampuan pihak swata dalam mengelola dan menjalankan pengembangan
bandara akan lebih maksimal, dibandingkan dengan bandara pada umumnya
yang jarang membangun fasilitas baru.
Dengan sistem BOT biaya yang dikeluarkan tidak lebih tinggi dari sistem
konvesnional, karena dapat dilakukan penghematan dengan adanya
perancangan, konstruksi dan operasional yang lebih efisien.

C. Perusahaan Patungan (Joint Venture)


Kekurangan :
Pihak dengan prosentase saham lebih minoritas masih dapat mempenagruhi
keputusan manjerial AP II khususnya yang terkait dengan sistem radio
trunking
Membutuhkan waktu yang lama untuk proses perijinan karena menyangkut
perusahaan BUMN.
Kelebihan :
Lebih berkompeten dalam pengelolaan terminal secara operasional maupun
manajerial, dikarenakan mitra kerja yang terlibat perpengalaman dalam
industri yang sama.

3. 1.3.3 Sumber Pendanaan sepenuhnya Dari Investor


Pola ini menjelaskan bahwa sumber pendanaan proyek pembangunan Sistem
radio trunking berasal dari pihask investor/swasta. Dengan demikian PT AP II

39
tidak ikut campur dalam pembangunan, pengelolaan sampai pada masa kerjasama
berakhir. Selama masa konsesi, PT AP II berhak mendapatkan kompensasi atas
penggunaan lahan dengan bentuk revenue sharing. Disamping itu, dalam
perjanjian PT AP II juga mengharapkan kepada investor untuk melakukan
perawatan berupa renovasi untuk fasilitas yang umur ekonomisnya di bawah lama
konsesi. Pilihan kerjasama dengan BOT (Build Operate Transfer) dengan
pendanaan keseluruhan dari investor menjadi cukup relevan bagi PT AP II.
Kekurangan :
Dipengaruhi oleh faktor- faktor internal dan eksternal, seperti kompleksitas
proses pengembangan proyek, peraturan pemerintah, pengaruh politik dan
isu lingkungan
Pihak ketiga menyanggupi untuk me nanggung segala resiko yang terjadi
dengan mengharapkan tingkat pengembalian (IRR) yang tinggi.
Untuk setiap resiko yang terjadi, pihak swata berwenang untuk
membebaskannya kepada pengguna fasilitas sistem radio trunking.
Kelebihan :
PT AP II dapat mengalihkan sebagian besar resiko pada pihak swasta,
dimana pihak swasta bersedia untuk membiayai dan menanggung resiko
dalam pengembangan fasilitas publik (sistem radio trunking).
Pada akhir periode peralihan, AP II akan memperoleh suatu fasilitas yang
terkelola dengan baik (memiliki nilai tambah) tanpa harus menginvestasikan
dari dana internal perusahaan dan mengurangi resiko.
Kepemilikan terhadap barang modal dan seluruh perangkat pendukungnya
di akhir masa periode proyek.
Dikarenakan desain, pengembangan dan konstruksi seluruhnya berada di
bawah tangung jawab pihak ketiga maka proyek diharapkan menjadi lebih
efektif dan efisien.

3.2 Analisis Solusi Bisnis


Berdasarkan analisis deskriptif tentang alternatif solusi pendanaan dan
pola kerjasama diatas, maka dapat PT AP II dapat mengambil kesimpulan seperti
yang dapat dilihat pada Tabel 3.2 dibawah ini.

40
Tabel 3.2 Analisis Keputusan Proses Pendanaan
(keuntungan bagi PT AP II)
Pinjaman/
Joint
Kategori Obligasi/ Leasing KSO KM BOT BOO
Venture
IPO
Penyertaan modal X X X X v v v
Sumber daya X X v v v v v
Manusia
Resiko X X v v v v v
Pengelolaan
Resiko Kredit X X v v v v v
Lama persiapan X v v v v v X
Lama pelaksanaan v v v v v v v
Intervensi v v v v v v X
kebijakan PT AP II
Intervensi v v X X v v X
kebijakan investor
Desain, X X v v v v v
pengembangan dan
konstruksi
Salvage Value v v v v v X X

Untuk rencana pembangunan sistem radio trunking di Bandara Soekarno-


Hatta pilihan yang cukup relevan untuk PT AP II adalah dengan melakukan
kerjasama BOT (Built Operate Transfer). Dengan BOT (Built Operate Transfer)
maka PT AP II akan menerima kompensasi dalam bentuk revenue sharing dengan
menetapkan nilai persentase tertentu dan keuntungan-keuntungan lainnya yang
tertera dalam kontrak kerjasama.
BOT tanpa kompensasi dalam hal ini memiliki arti bahwa pada saat
berakhirnya kontrak perjanjian, maka pihak investor tidak memiliki kompensasi
apapun berupa aset karena keseluruhan aset dalam aktifitas investasi tersebut
menjadi milik PT AP II. Bagi pihak PT AP II sendiri, hal ini bukan merupakan
keuntungan mutlak karena perangkat HT maupun sarana pendukung operasional
bisa jadi sudah sangat tua karena telah berumur 5 tahun selama umur proyek
tersebut dan mungkin akan membutuhkan peremajaan kembali dan hal ini dapat
berupa aktivitas investasi baru kembali.

41
3.2.1. Pendekatan Sistem BOT (Built Operate Tarnsfer)
Build operate transfer (BOT) adalah suatu ventura awal bisnis yang besar
dimana perusahaan swasta menjalankan dan mengoperasikan suatu fasilitas yang
biasanya dikerjakan oleh pemerintah.
Proses terminasi dari keterlibatan sektor swasta muncul pada saat
pengembalian fasilitas kepada pemerintah setelah jangka waktu tertentu,
umumnya 5 hingga 50 tahun tergantung pada besarnya proyek, tingkat
pengembalian modal maupun tingkat obsolete (keusangan) proyek tersebut.
Pada pendekatan BOT, pihak swasta (investor) mendapat hasil konsesi
usaha untuk jangka waktu tertentu dari pihak pemerintah, yang disebut principal
(klien) untuk pengembangan dan pengoperasian dari suatu fasilitas pemerintah,
dalam hal ini PT AP II. Pengembangan ini mencakup pembiayaan, perancangan
dan konstruksi fasilitas tersebut, mengelola dan memelihara fasilitas tersebut
dengan baik, dan membuatnya mendapat keuntungan yang cukup, dan pada saat
berakhirnya konsesi, pihak swasta (investor) mengalihkan kepemilikan fasilitas
kepada prinsipalnya tanpa biaya apapun.
Tabel 3.2 berikut ini merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam sistem
pengelolaan BOT.

Tabel 3.3. Peserta dalam Proyek BOT


Party Primary goal
Principal Realization (serving the public need) with preferably
no risk
Concessionaire Get the concession granted, make profit
Sponsor/share holder Make profit, having a high ROI in relation to the risk
taken
Lender Having a safe and profitable investment for a lo ng
term
Contractor Getting project, realizing the facility according to
the clients need
Operator Operating the facility as efficiently and effectively
as possible
Off-taker/user Economically feasible to use the facility

42
3.2.2 Tahapan BOT
Lama waktu periode konsesi ditentukan dalam persetujuan konsesi antara
pihak swasta (investor) dan principal. Pada periode konsesi, pihak swasta
(investor) harus mampu mengembalikan semua investasi pada semua pihak.
Terdapat enam tahapan yang terjadi dalam periode konsesi. Setelah tahapan
persiapan yang dilakukan oleh PT AP II, sebuah konsorsium dipilih setelah
mengikuti prosedur perbandingan yang spesifik. Kemudian setelah proses seleksi,
pihak swasta memulai implementasi proyek dengan membentuk tim, mengadakan
penelitian-penelitian, mengajukan perijinan, dan diteruskan dengan
pengembangan model pelaksanaan. Begitu model disetujui kemudian dimulailah
proses pelaksanaan proyek tersebut.
Setelah proyek pengadaan selesai, fasilitas tersebut disewakan untuk para
pengguna di bandara dan pembayaran kembali dari fasilitas tersebut ditutup oleh
revenue yang masuk. Setelah periode konsesi yang telah ditetapkan sebelumnya,
fasilitas dialihkan pada AP II dan kemudian AP II akan memperoleh hak milik
dan pengoperasian fasilitas tersebut. Berikut ini merupkan gambaran tahapan yang
berlaku umum dari proses pelaksanaan dari proyek yang dikelola dengan sistem
BOT.

Gambar 3.2. Tahapan Proyek dengan BOT

43
3.2.3 Pembiayaan
Salah satu kriteria BOT adalah pemb iayaan swasta (investor) dimana
dikatakan bahwa swasta (investor) bertangung jawab secara penuh untuk
mengumpulkan dana yang diperlukan dan mengoperasikan fasilitas tersebut.
Pihak swasta (investor) akan mengumpulkan dana yang diperlukan tersebut dalam
bentuk debt dan equity. Pengembalian investasi didapatkan pada tahapan
operasional fasilitas tersebut.

3.3 Kesimpulan Alternatif Solusi


Selanjutnya dilakukan analisis investasi atas pola pendanan BOT (Built
Operate Transfer) bagi pihak investor untuk melihat apakah proyek ini secara
bisnis dapat dinilai layak dan akan menghasilkan keuntungan yang cukup bagi
investor.
Setelah dilihat dari segi tinjauan pasar dan aspek-aspek lainya, maka untuk
menilai layak tidaknya suatu usaha ditinjau dengan kriteria inve stasi yaitu tinjauan
Payback period, NPV, IRR, ROE, dan ROI seperti yang telah diuraikan dalam sub
bab 2.2.
Kajian studi kelayakan yang terdiri dari kriteria invetasi berguna sebagai
bahan pertimbangan untuk pihak swasta (investor) dan juga PT (Persero) Angkasa
Pura II dalam menyusun nota kesepahaman (MoU). Prinsip yang dipegang oleh
kedua belah pihak adalah perjanjian yang merdasarkan win-win solution. Hal ini
berarti kedua belah pihak baik swasta maupun investor sama-sama diuntungkan
dengan adanya proyek pengadaan dan pengoperasian sistem radio trunking di
Bandara Soekarno-Hatta.
Untuk menilai kelayakan proyek maka dikumpulkan data-data serta
asumsi-asumsi terbaru yang akan mendukung penilaian kelayakan mengenai
pemenuhan kebutuhan proyek pengadaan dan pengoperasian radio trunking di
Bandara Soekarno-Hatta. Data-data dan asumsi-asumsi yang telah dikumpulkan
dijabarkan sebagai berikut:

44
3.3.1 Data-data
A. Situasi ekonomi
Meskipun pada akhir-akhir ini inflasi mulai menunjukkan peningkatan
yang cukup tinggi akibat dari naiknya harga-harga barang komoditas dunia dan
disertai rencana pemerintah yang akan menaikkan harga BBM akibat dari tekanan
subsidi yang terlalu tinggi akibat dari tingginya harga minyak mentah dunia, tetapi
situasi perekonomian di Indonesia saat ini masih stabil. Dapat dilihat bahwa
fluktuasi nilai tukar US Dolar terhadap Rupiah saat ini cukup stabil dan suku
bunga deposito serta suku bunga kredit masih menunjang untuk berinvestasi. Suku
bunga deposito dan suku bunga kredit saat ini cukup rendah sehingga dapat
dikatakan bahwa pilihan untuk berinvestasi merupakan pilihan yang cukup
menarik saat ini.
Pemerintah pun saat ini sedang giat mendukung adanya proyek-proyek
investasi dalam negeri yang tentu saja akan dapat menyerap tenaga kerja dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat serta tentu saja dapat juga untuk mencegah
larinya dana-dana investasi ke luar negeri.
Berikut ini merupakan data-data kondisi ekonomi di Indonesia yang telah
dikumpulkan dengan proyeksi kondisi terburuk yang terjadi per-tanggal 30 April
2008.
Tabel 3.4 Data Situasi Ekonomi
Data Sumber
Kurs USD/Rp Rp 9.734 http://www.bi.go.id/web/id/
(kurs jual 30 April 2008)
Bunga kredit 14,32% http://www.bi.go.id/biweb/Html/SekiTxt/T3x230.txt
(i loan) (Tabel II.30. Suku bunga kredit rupiah menurut
kelompok bank untuk Maret 2008)
Bunga deposito 8,00% http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-
(i debt) harian/tabel_deposito/
(bunga deposito tertinggi pada tanggal 30 April 2008)
Perbandingan 70 : 30 (survey pada beberapa bank)
modal dan kredit
Inflasi 8,96% http://www.bi.go.id/web/id/ (inflasi untuk bulan April
2008)
Provisi 1% kredit (survey pada beberapa bank)
Pajak 30% Penyederhanaan dari PPh pasal 21

45
B. Barang-barang Investasi
Investasi yang dibutuhkan unuk memenuhi pelaksanaan proyek pengadaan
dan pengoperasian radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta meliputi perangkat
HT radio trunking dan barang-barang pendukung untuk operasional radio trunking
tersebut di bandara.
Untuk pengadaan radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta dibutuhkan
perangkat HT yang dapat memenuhi kebutuhan sarana komunikasi yang
dibutuhkan oleh konsumen dalam melakukan aktifitasnya di Bandara Soekarno-
Hatta. Kualitas, fungsi dan harga merupakan aspek penting dalam pemilihan
produk HT yang akan digunakan dalam proyek pengadaan dan pengoperasian
radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta ini.
HT Radio Trunking yang telah disurvey merupakan beberapa produk yang
dinilai memenuhi kebutuhan Bandara Soekarno-Hatta serta merupakan produk
yang telah dikenal dan banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan sejenis di
dunia.
Berikut ini merupakan perangkat HT ya ng telah disurvey dan disesuaikan
dengan kebutuhan:

HT Radio Trunking Kenwood TK 3140


Perangkat HT Radio Trunking Kenwood TK 3140 telah
diakui dan digunakan oleh banyak perusahaan diantaranya
oleh Dubai Airport, jaringan kereta api Rusia dan masih
banyak lagi.
Perangkat ini sebenarnya sudah cukup memadai untuk
digunakan di Bandara Soekarno-Hatta hanya saja kurang
dalam kemampuan dalam melakukan level of priority seperti
Gambar 3.3.
Kenwood TK yang diinginkan oleh PT AP II.
3140
Harga per unit perangkat ini di Amerika ialah $245 sebelum
biaya pengiriman+asuransi $25 per unit dan bea masuk impor (15%), PPnBM
(25%) serta PPN (10%).

46
HT Radio Trunking Motorola MTX960
Perangkat HT Radio Trunking Motorola MTX960 merupakan
perangkat yang paling pas untuk kebutuhan Bandara
Soekarno-Hatta dan memiliki jaringan penjualan dan
pelayanan di Indonesia yang lebih baik dibandingkan dengan
HT merek lainya.
Harga perangkat ini di pasar Indonesia ialah Rp 5.400.000 per
unit.
Gambar 3.4.
Motorola
MTX960

HT Radio Trunking ICOM IC-F43TR UHF.


Perangkat HT Radio Trunking ICOM IC-F43TR UHF
merupakan perangkat yang dapat menjadi alternatif yang
menarik karena memiliki fasilitas perangkat yang baik seperti
Motorola tetapi harga yang lebih bersaing.
Harga perangkat ini di Amerika ialah $280 per unit sebelum
biaya pengiriman+asuransi $25 per unit dan bea masuk
Gambar 3.5. Indonesia (15%), PPnBM (25%) serta PPN (10%)
ICOM IC-
F43TR UHF

Berikut ini merupakan rincian harga bersih beberapa pilihan produk HT


Radio Trunking setelah masuk Indonesia dari beberapa merek dan rincian barang
pendukung yang akan digunakan dalam investasi proyek pengadaan dan
pengoperasian radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta.

47
Tabel 3.5 Barang Investasi
Barang Banyak Harga Total
(unit)
HT Radio Trunking Kenwood 4000 $ 380,25 $ 1.521.000,00
TK 3140 *) Rp 3.701.353,50 Rp 14.805.414.000
HT Radio Trunking Motorola 4000 Rp 5.400.000 Rp 21.600.000.000
MTX960 **)
HT Radio Trunking ICOM IC- 4000 $ 431,00 $ 1.724.000
F43TR UHF ***) Rp 4.195.354 Rp 16.781.416.000
Kendaraan operasional Motor 5 Rp 13.750.000 Rp 68.750.000
Supra X 125 R (SW)
Kendaraan operasional Mobil 1 Rp 100.000.000 Rp 100.000.000
APV Arena
Komputer (desktop) HP Pavilion 10 Rp 7.500.000 Rp 75.000.000
A6330L
HP Officejet 6310 all in one (fax, 2 Rp 2.200.000 Rp 4.400.000
fotokopi dan printer)
Perangkat investasi lain 1 Rp 2.000.000 Rp 2.000.000
Jumlah Investasi dengan HT Kenwood *) Rp 15.055.564.000
Jumlah Investasi dengan HT Motorola **) Rp 21.850.150.000
Jumlah Investasi dengan HT ICOM ***) Rp 17.031.566.000
Proses delivery pesawat HT radio trunking maksimum 90 hari dari waktu
pemesanan sampai dengan barang siap digunakan.

C. Internal Proyek Angkasa Pura II


Dalam proyek pengadaan dan pengoperasian radio trunking di Bandara
Soekarno-Hatta telah disyaratkan dalam kontrak kerjasama mengenai tarif aktivasi
perangkat, tarif maksimum penyewaan, dan persyaratan lainnya.
Pasar pengguna radio trunking dengan teknologi lama mencapai lebih dari
3.000 pengguna dan akan beralih menjadi pengguna radio trunking teknologi baru
yang akan dilaksanakan dalam proyek pengadaan dan pengoperasian radio
trunking di Bandara Soekarno-Hatta ini. Dan dengan semakin bertambahnya
jumlah layanan penerbangan serta bisnis-bisnis yang turut serta secara langsung
maupun tidak langsung terhadap bisnis utama PT AP 2 maka diperkirakan akan
terdapat pertumbuhan yang cukup signifikan mencapai 1000 pengguna.

48
Berikut ini merupakan data internal yang telah diatur dalam kontrak
kerjasama proyek pengadaan dan pengoperasian radio trunking di Bandara
Soekarno-Hatta oleh PT AP II:

Tabel 3.6 Data internal AP II


Harga sewa perbulan Rp 300.000 per unit
Biaya aktiva si pasang baru HT Rp 150.000 per unit
radio trunking
Pengguna radio trunking lama 3000 pengguna
Pertumbuhan 1000 pengguna

Dalam kontrak disyaratkan untuk memenuhi jumlah kebutuhan internal PT


AP II di Bandara Soekarno-Hatta sebanyak 450 unit secara cuma-cuma termasuk
pemeliharaannya selama jangka waktu perjanjian.

3.3.2 Asumsi-asumsi
Asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam proyek akhir ini berdasarkan
hasil diskusi dengan pihak manajemen PT (Persero) Angkasa Pura II dan data-
data eksternal lainnya.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penulisan proyek akhir ini adalah
asumsi-asumsi biaya-biaya yang akan ditanggung oleh investor, penyusutan
barang investasi serta perkiraan laba ditahan atau yang sering disebut Retention
for Growth (R/G) yang dapat digunakan untuk perkembangan dimasa yang akan
datang.

A. Biaya-biaya
Biaya-biaya yang harus ditanggung oleh pihak investor dalam proyek ini
meliputi biaya-biaya operasional perusahaan dari biaya upah hingga biaya
pemeliharaan barang investasi. Berikut ini menjelaskan asumsi biaya-biaya yang
diperlukan untuk pengadaan dan pengoperasian sistem radio trunking di Kawasan
Bandara Soekarno-Hatta:

49
1. Budget Biaya Pegawai
Dalam mengelola 3000 unit HT radio trunking untuk selama 5 tahun
dibutuhkan seorang direktur yang membawahi perusahaan dan untuk menjalankan
perusahaan tersebut membut uhkan:
a. Bagian operasional (merangkap bagian logistik) yakni seorang manajer, 3
supervisor, 8 tenaga operator, dan 12 tenaga teknisi.
b. Bagian keuangan yakni seorang manajer dan 2 tenaga akunting.
c. Bagian umum (merangkap bagian hrd dan marketing) yakni seorang manajer,
seorang supervisor dan 6 tenaga staf.

Tabel 3.7 Asumsi Upah Pegawai Pertahun


Posisi Banyak Upah perindividu Total
(orang)
Direktur 1 Rp 120.000.000 Rp 120.000.000
Manajer 3 Rp 60.000.000 Rp 180.000.000
Supervisor 4 Rp 30.000.000 Rp 120.000.000
Akunting 2 Rp 30.000.000 Rp 60.000.000
Staf 6 Rp 21.000.000 Rp 126.000.000
Operator 8 Rp 24.000.000 Rp 192.000.000
Teknisi 12 Rp 24.000.000 Rp 288.000.000
Jumlah Rp 1.086.000.000

2. Budget Biaya pemeliharaan perangkat investasi


Perangkat investasi yang dimaksudkan disini adalah sebagian perangkat
HT radio trunking yang menjadi kewajiban perusahaan, perangkat komputer dan
kendaraan operasional perusahaan.
Biaya pemeliharaan perangkat komputer beserta perangkat lunaknya,
perangkat printer all in one, dan perangkat investasi lainnya diasumsikan sebesar
30% pertahun sedangkan untuk kendaraan operasional diasumsikan 10% pertahun
dari harga investasi masing- masing barang tersebut. Hal ini diasumsikan dengan
mempertimbangkan tingkat keusangan serta jaminan kualitas produk yang
terkandung pada produk tersebut.

50
Tabel 3.8 Asumsi Biaya Pemeliharaan Peralatan Pertahun
Barang Banyak Harga Total
(unit)
HT Radio Trunking Kenwood 450 Rp 300.000 Rp 135.000.000
TK 3140 *)
HT Radio Trunking Motorola 450 Rp 200.000 Rp 90.000.000
MTX960 **)
HT Radio Trunking ICOM IC- 450 Rp 300.000 Rp 135.000.000
F43TR UHF ***)
Kendaraan operasional Motor 5 Rp 1.375.000 Rp 6.875.000
Supra X 125 R (SW)
Kendaraan operasional Mobil 1 Rp 10.000.000 Rp 10.000.000
APV Arena
Komputer (desktop) HP Pavilion 10 Rp 2.250.000 Rp 22.500.000
A6330L
HP Officejet 6310 all in one (fax, 2 Rp 660.000 Rp 1.320.000
fotokopi dan printer)
Perangkat investasi lain 1 Rp 600.000 Rp 600.000
Jumlah biaya dengan HT Kenwood *) Rp 176.295.000
Jumlah biaya dengan HT Motorola **) Rp 131.295.000
Jumlah biaya dengan HT ICOM ***) Rp 176.295.000

Pemeliharaan perangkat HT merupakan kewajiban dari pengguna HT


tersebut. Pihak investor menanggung biaya pemeliharaan HT yang digunakan oleh
PT AP II seperti yang tercantum dalam kontrak kerjasama yakni sebanyak 450
unit. Biaya pemeliharaan HT berbeda-beda untuk setiap merk, tergantung pada
kualitas dan ketersediaan suku cadang.

3. Budget Biaya Umum


Biaya umum merupakan gabungan biaya-biaya yang menjadi rutinitas
dalam kegiatan operasional perusahaan seperti biaya listrik, telepon, penyediaan
alat tulis kantor, biaya bahan bakar kendaraan dan lain- lain. Biaya-biaya ini
diasumsikan menurut kebiasaan yang berlaku di lingkungan Bandara Soekarno-
Hatta serta tingkat penggunaannya.

51
Tabel 3.9 Asumsi Biaya Umum Pertahun
Keterangan Biaya perbulan Biaya pertahun
Perlengkapan ATK Rp 1.000.000 Rp 12.000.000
Biaya Telepon Rp 1.000.000 Rp 12.000.000
Biaya Listrik Rp 2.000.000 Rp 24.000.000
Biaya bahan bakar kendaraan operasional Rp 1.200.000 Rp 14.400.000
Biaya lain-lain Rp 3.000.000 Rp 36.000.000
Jumlah Rp 98.400.000

4. Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi Radio


Pengenaan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi radio oleh Pemerintah
Pusat melalui Ditjen Postel terhadap penggunaan spektrum frekuensi radio oleh
pengguna didasarkan kepada peraturan yang berlaku yakni:
Kepmen Perhubungan No.40 Tahun 2002 tentang petunjuk pelaksanaan tarif
PNBP dari BHP spektrum frekuensi radio.
Setiap pengguna spektrum frekuensi radio wajib membayar BHP spektrum
frekuensi radio yang dibayar di muka untuk masa penggunaan satu tahun.
Perhitungan besaran BHP frekuensi radio digunakan berdasarkan formula yang
ditetapkan pada PP No.14 tahun 2000, yaitu:

Dengan diketahui penggunaan radio trunking berlokasi terletak pada zone


1, lebar pita 300 MHz, daya pancar 30 EIRP (dBmW). Maka dari rumus diatas
diperoleh hasil BHP per tahun sebesar Rp 262.669.708
Seluruh biaya yang dikenakan akan mengalami peningkatan sebesar inflasi
setiap tahunnya.

B. Penyusutan
Penyusutan (depresiasi) seluruh barang-barang investasi diasumsikan
menyusut setiap tahun dan berlangsung selama umur proyek yakni selama 5
tahun. Asumsi ini disesuaikan dengan pertimbangan besarnya biaya pemeliharaan
atas barang-barang investasi.

52
C. Retention for Growth (R/G)
Laba ditahan yang dipergunakan untuk pengembangan investasi
(Retention for Growth) diasumsikan sebesar 10% terhadap pendapatan bersih
(NAT) pertahun dengan dasar persiapan untuk menghadapi resiko maupun
pengembangan dan perluasan pasar.

3.3.3 Analisis Sensitivitas


Dengan menggunakan data-data dan asumsi-asumsi yang ada, penyusunan
proyeksi laba/rugi juga menggunakan analisis sensitivitas dengan tiga skenario
yaitu Most Likely, Pessimistic, dan Optimistictic. Ketiga skenario merupakan
gambaran situasi yang sesuai dengan perencanaan (most likely), kondisi terburuk
(pessimistic), dan kondisi terbaik (optimistic) yang dinilai dapat terjadi sesuai
dengan situasi lingkungan yang akan terjadi masa yang akan datang.
Situasi lingkungan yang terjadi dimasa yang akan datang merupakan
resiko yang harus diperhitungkan dalam melakukan analisis kelayakan proyek
sehingga dapat diambil beberapa tindakan yang perlu untuk mengantisipasi resiko
tersebut sejak dini. Dalam proyek ini, resiko yang dapat mepengaruhi hasil
investasi di masa yang akan datang meliputi pertumbuhan pasar dan kenaikan
harga sewa.
Menyesuaikan dengan kondisi saat ini maka dapat diperkirakan besaran
persentase untuk kemungkinan terjadinya ketiga skenario tersebut pada masa
proyek berlangsung. Keadaan ekonomi yang cukup baik dan pengaruh lingkungan
investasi yang memadai untuk kegiatan investasi seperti rendahnya suku bunga
perbankan, nilai dollar yang stabil, dan kebijakan pemerintah dalam mendukung
meningkatnya investasi di dalam negeri maka diperkirakan skenario most likely
akan terjadi sebesar 70%. Melihat semakin tingginya inflasi terutama akibat harga
minyak dunia dan harga barang komoditas yang melambung menunjukkan
perkiraan skenario pessimistic akan terjadi sebesar 20% dan sisanya perkiraan
skenario optimistic akan terjadi sebesar 10%.

53
A. Pertumbuhan pasar
Pengguna jasa radio trunking yang sudah menggunakannya di Bandara
Soekarno-Hatta saat ini berjumlah lebih dari 3000 pengguna. Jumlah pengguna
radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta dipastikan akan mengalami
pertumbuhan yang cukup signifikan mencapai lebih dari 4000 pengguna.
Pertumbuhan ini terjadi seiring dengan semakin berkembangnya aktifitas
penerbangan yakni bermunculannya layanan meskapai- meskapai penerbangan
baru yang tentu saja akan menambah jumlah aktifitas penerbangan dan aktifitas
darat di Bandara Soekarno-Hatta, rencara proyek perluasan terminal 3, rencana
pembangunan jalur kereta api langsung menuju bandara, dan aktifitas-aktifitas
lainnya maka diasumsikan akan terdapat pertumbuhan pasar pengguna radio
trunking yang akan mencapai minimum sebesar 1000 unit pada masa proyek
berlangsung.
Proyeksi sensitivitas disusun berdasarkan mekanisme pertumbuhan. Pada
analisis sensitivitas pessimistic, pertumbuhan pengguna radio trunking meningkat
sebanyak 1000 dan terjadi sejak tahun pertama berjalan. Pertumbuhan pengguna
diasumsikan rata setiap tahunnya selama lima tahun yakni pertumbuhan sebesar
250 pengguna ditahun pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Sedangkan pada
tahun kelima tidak terjadi pertumbuhan.
Pada analisis sensitivitas most likely, pertumbuhan pengguna radio
trunking meningkat sebanyak 1000 dan terjadi sejak tahun pertama berjalan.
Pertumbuhan pengguna diasumsikan bertingkat menurun setiap tahunnya selama
lima tahun yakni pertumbuhan sebesar 400 pengguna ditahun pertama, 300
pengguna di tahun kedua, 200 pengguna di tahun ketiga dan 100 pengguna di
tahun keempat. Pada tahun kelima tidak terjadi pertumbuhan pengguna.
Sedangkan pada analisis sensitivitas Optimistictic pertumbuhan terjadi
sejak proyek dilaksanakan. Dengan demikian diasumsikan bahwa sejak awal
proyek berlangsung, unit yang tersedia terserap semuanya oleh para pengguna.

54
Tabel 3.10 Target pertumbuhan pertahun
Analisis Pertumbuhan
sensitivitas Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5
Pessimistic 250 250 250 250 0
Most likely 400 300 200 100 0
Optimistictic 1000 0 0 0 0

Bila jumlah pengguna radio trunking mengalami pertumbuhan lebih dari


1000 unit maka penambahan unit HT radio trunking yang akan dilayani hanya
sampai permintaan penambahan sampai tahun ketiga saja. Sedangkan
penambahan untuk tahun keempat dan kelima dinilai tidak layak karena
pendapatan sewa yang diperoleh tidak akan menghasilkan hasil yang sesuai
dengan pengeluarannya yang akan dikeluarkan.

B. Kenaikan Tarif
Pengenaan tarif sewa penggunaan radio trunking ditentukan oleh Angkasa
Pura melalui kontrak kerjasama dan setiap kenaikan yang dikenakan harus atas
persetujuan PT AP II.
Proyeksi sensitivitas disusun berdasarkan pengenaan tarif. Pada analisis
sensitivitas pessimisticdan analisis sensitivitas most likely dianggap tidak ada
peningkatan tarif sewa sama sekali hingga pada akhir proyek karena dinilai bahwa
fisik handset tidak mengalami perubahan dan biaya perawatan handset dibebankan
kepada penyewa dalam kontrak 5 tahun tersebut. Sedangkan pada analisis
sensitivitas Optimistictic pertumbuhan dianggap signifikan yakni mencapai 2%
pertahun.

Tabel 3.11 Pengenaan Tarif


Analisis sensitivitas Kenaikan tarif pertahun
Pessimistic 0%
Most likely 0%
Optimistictic 2%

55
3.3.4 Perhitungan Umum
Data-data, asumsi-asumsi dan proyeksi analisis sensitivitas yang telah
dikumpulkan dan dijabarkan diatas telah cukup untuk melakukan perhitungan
proyek pengadaan dan pengoperasian radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta.
Perhitungan dapat dimulai dengan menyusun antara lain:
pendapatan dan pertumbuhan pendapatan perusahaan,
hutang dan proses pembayaran dari berbagai alternatif investasi,
income statement dari berbagai alternatif investasi.

A. Skema Pendapatan dan Pertumbuhan Pendapatan


Dengan menggunakan data-data, asumsi-asumsi serta proyeksi analisis
sensitivitas yang telah dikemukakan diatas maka dapat disusun skema pendapatan
dan pertumbuhan untuk analisis sensitivitas pessimistic, most likely dan optimistic
sebagai berikut:

Tabel 3.12 Skema Pendapatan dan Pertumbuhan


Tahun 2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013
Pessimistic
Monthly Rent (Rp) 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000
Unit Sold 2.790 3.040 3.290 3.540 3.540
PSB (in million Rp) Rp150.000 per unit 419 38 38 38 -
Total Revenue 10.463 10.944 11.844 12.744 12.744
Most likely
Monthly Rent (Rp) 300.000 300.000 300.000 300.000 300.000
Unit Sold 2.940 3.240 3.440 3.540 3.540
PSB (in million Rp) Rp150.000 per unit 441 45 30 15 -
Total Revenue 11.025 11.664 12.384 12.744 12.744
Optimistic
Monthly Rent (Rp) 300.000 306.000 312.000 318.000 324.000
Unit Sold 3.540 3.540 3.540 3.540 3.540
PSB (in million Rp) Rp150.000 per unit 531 - - - -
Total Revenue 13.275 12.999 13.254 13.509 13.764

B. Skema hutang dan pembayaran


Dengan mempertimbangkan besarnya investasi maka kredit merupakan
media untuk menambah dana investasi yang lebih menunjang.

56
Berikut merupakan besaran hutang (kredit) serta bunga dan pembayaran
cicilan.

Tabel 3.13a Hutang, bunga dan Pembayaran HT Kenwood


2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013 Total
hutang 10538,89 10538,89 7904,17 5269,45 2634,72
bunga 1509,17 1509,17 1131,88 754,58 377,29 5282,09
cicilan 0,00 2634,72 2634,72 2634,72 2634,72 10538,89
bunga+pokok 1509,17 4143,89 3766,60 3389,31 3012,02 15820,99

Tabel 3.13b Hutang, bunga dan Pembayaran HT Motorola


2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013 Total
hutang 15295,11 15295,11 11471,33 7647,55 3823,78
bunga 2190,26 2190,26 1642,69 1095,13 547,56 7665,91
cicilan 0,00 3823,78 3823,78 3823,78 3823,78 15295,11
bunga+pokok 2190,26 6014,04 5466,47 4918,91 4371,34 22961,01

Tabel 3.13c Hutang, bunga dan Pembayaran HT ICOM


2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013 Total
hutang 11922,10 11922,10 8941,57 5961,05 2980,52
bunga 1752,55 1752,55 1314,41 876,27 438,14 6133,92
cicilan 0,00 2980,52 2980,52 2980,52 2980,52 11922,10
bunga+pokok 1752,55 4733,07 4294,94 3856,80 3418,66 18056,01

C. Income Statement
Berikut ini merupakan hasil penyusunan income statement berdasarkan
data-data, asumsi-asumsi yang ada serta disusun berdasarkan setiap analisis
sensitivitas. Penyusunan income statement dibawah ini dalam format satuan juta
rupiah.

57
Tabel 3.14a Income Statement Projection Pessimistic HT Kenwood
2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013
Omzet bruto (100%) 10.463 10.944 11.844 12.744 12.744
Company Operational Expenses (1.698) (1.823) (1.986) (2.164) (2.358)
Gross Profit 8.765 9.121 9.858 10.580 10.386
Depresiasi (3.011) (3.011) (3.011) (3.011) (3.011)
EBIT 5.754 6.110 6.847 7.569 7.375
Tax 30% (1.726) (1.833) (2.054) (2.271) (2.212)
Interest Exp (1.509) (1.509) (1.132) (755) (377)
NAT 2.518 2.768 3.661 4.543 4.785
PT AP II Share (8% omzet bruto-tax) 699 729 783 838 843
NAT investor 1.819 2.039 2.877 3.706 3.942
R/G 10% 182 204 288 371 394

Tabel 3.14b Income Statement Pro jection Pessimistic HT Motorola


2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013
Omzet bruto (100%) 10.463 10.944 11.844 12.744 12.744
Company Operational Expenses (1.715) (1.840) (2.005) (2.185) (2.381)
Gross Profit 8.747 9.104 9.839 10.559 10.363
Depresiasi (4.370) (4.370) (4.370) (4.370) (4.370)
EBIT 4.377 4.734 5.469 6.189 5.993
Tax 30% (1.313) (1.420) (1.641) (1.857) (1.798)
Interest Exp (2.190) (2.190) (1.643) (1.095) (548)
NAT 874 1.123 2.185 3.237 3.648
PT AP II Share (8% omzet bruto-tax) 732 762 816 871 876
NAT investor 142 361 1.369 2.366 2.772
R/G 10% 14 36 137 237 277

Tabel 3.14c Income Statement Projection Pessimistic HT ICOM


2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013
Omzet bruto (100%) 10.463 10.944 11.844 12.744 12.744
Company Operational Expenses (1.703) (1.828) (1.992) (2.170) (2.365)
Gross Profit 8.760 9.116 9.852 10.574 10.379
Depresiasi (3.406) (3.406) (3.406) (3.406) (3.406)
EBIT 5.353 5.710 6.446 7.167 6.973
Tax 30% (1.606) (1.713) (1.934) (2.150) (2.092)
Interest Exp (1.753) (1.753) (1.314) (876) (438)
NAT 1.995 2.244 3.198 4.141 4.443
PT AP II Share (8% omzet bruto-tax) 709 738 793 848 852
NAT investor 1.286 1.506 2.405 3.293 3.591
R/G 10% 129 151 240 329 359

58
Tabel 3.15a Income Statement Projection Most Likely HT Kenwood
2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013
Omzet bruto (100%) 11.025 11.664 12.384 12.744 12.744
Company Operational Expenses (1.698) (1.823) (1.986) (2.164) (2.358)
Gross Profit 9.327 9.841 10.398 10.580 10.386
Depresiasi (3.011) (3.011) (3.011) (3.011) (3.011)
EBIT 6.316 6.830 7.387 7.569 7.375
Tax 30% (1.895) (2.049) (2.216) (2.271) (2.212)
Interest Exp (1.509) (1.509) (1.132) (755) (377)
NAT 2.912 3.272 4.039 4.543 4.785
PT AP II Share (8% omzet bruto-tax) 730 769 813 838 843
NAT investor 2.182 2.503 3.225 3.706 3.942
R/G 10% 218 250 323 371 394

Tabel 3.15b Income Statement Projection Most Likely HT Motorola


2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013
Omzet bruto (100%) 11.025 11.664 12.384 12.744 12.744
Company Operational Expenses (1.715) (1.840) (2.005) (2.185) (2.381)
Gross Profit 9.310 9.824 10.379 10.559 10.363
Depresiasi (4.370) (4.370) (4.370) (4.370) (4.370)
EBIT 4.940 5.454 6.009 6.189 5.993
Tax 30% (1.482) (1.636) (1.803) (1.857) (1.798)
Interest Exp (2.190) (2.190) (1.643) (1.095) (548)
NAT 1.268 1.627 2.563 3.237 3.648
PT AP II Share (8% omzet bruto-tax) 763 802 847 871 876
NAT investor 504 825 1.717 2.366 2.772
R/G 10% 50 83 172 237 277

Tabel 3.15c Income Statement Projection Most Likely HT ICOM


2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013
Omzet bruto (100%) 11.025 11.664 12.384 12.744 12.744
Company Operational Expenses (1.703) (1.828) (1.992) (2.170) (2.365)
Gross Profit 9.322 9.836 10.392 10.574 10.379
Depresiasi (3.406) (3.406) (3.406) (3.406) (3.406)
EBIT 5.916 6.430 6.986 7.167 6.973
Tax 30% (1.775) (1.929) (2.096) (2.150) (2.092)
Interest Exp (1.707) (1.707) (1.280) (854) (427)
NAT 2.434 2.793 3.610 4.164 4.454
PT AP II Share (8% omzet bruto-tax) 740 779 823 848 852
NAT investor 1.694 2.015 2.787 3.316 3.602
R/G 10% 169 201 279 332 360

59
Tabel 3.16a Income Statement Projection Optimistictic HT Kenwood
2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013
Omzet bruto (100%) 13.275 12.999 13.254 13.509 13.764
Company Operational Expenses (1.698) (1.823) (1.986) (2.164) (2.358)
Gross Profit 11.577 11.176 11.267 11.344 11.405
Depresiasi (3.011) (3.011) (3.011) (3.011) (3.011)
EBIT 8.566 8.165 8.256 8.333 8.394
Tax 30% (2.570) (2.449) (2.477) (2.500) (2.518)
Interest Exp (1.509) (1.509) (1.132) (755) (377)
NAT 4.487 4.206 4.648 5.079 5.499
PT AP II Share (8% omzet bruto-tax) 856 844 862 881 900
NAT investor 3.631 3.362 3.785 4.198 4.599
R/G 10% 363 336 379 420 460

Tabel 3.16b Income Statement Projection Optimistictic HT Motorola


2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013
Omzet bruto (100%) 13.275 12.999 13.254 13.509 13.764
Company Operational Expenses (1.715) (1.840) (2.005) (2.185) (2.381)
Gross Profit 11.560 11.159 11.249 11.324 11.383
Depresiasi (4.370) (4.370) (4.370) (4.370) (4.370)
EBIT 7.190 6.788 6.878 6.954 7.013
Tax 30% (2.157) (2.037) (2.064) (2.086) (2.104)
Interest Exp (2.190) (2.190) (1.643) (1.095) (548)
NAT 2.843 2.562 3.172 3.772 4.361
PT AP II Share (8% omzet bruto-tax) 889 877 895 914 933
NAT investor 1.953 1.685 2.277 2.859 3.429
R/G 10% 195 168 228 286 343

Tabel 3.16c Income Statement Projection Optimistictic HT ICOM


2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013
Omzet bruto (100%) 13.275 12.999 13.254 13.509 13.764
Company Operational Expenses (1.703) (1.828) (1.992) (2.170) (2.365)
Gross Profit 11.572 11.171 11.262 11.338 11.399
Depresiasi (3.406) (3.406) (3.406) (3.406) (3.406)
EBIT 8.166 7.764 7.856 7.932 7.992
Tax 30% (2.450) (2.329) (2.357) (2.380) (2.398)
Interest Exp (1.707) (1.707) (1.280) (854) (427)
NAT 4.009 3.728 4.218 4.699 5.168
PT AP II Share (8% omzet bruto-tax) 866 854 872 890 909
NAT investor 3.143 2.874 3.347 3.808 4.259
R/G 10% 314 287 335 381 426

60
3.3.5 Penghitungan Kriteria Investasi
Untuk mempermudah dalam proses penghitungan kelayakan suatu
investasi yang terdiri dari Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR), Return on Equity (ROE), Return on Investment (ROI), payback period
(PBP) dapat dilakukan dengan media bantu program komputer Microsoft Excel
dari Microsoft Office. Media bantu ini akan jauh lebih mempecepat dan
mempermudah proses penghitungan.

3.3.5.1 Perhitungan WACC


Dalam menganalisis kelayakan proyek pengadaan dan pengelolaan radio
trunking di Bandara Soekarno-Hatta menggunakan beberapa metode antara lain
Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PBP),
Return on Equity (ROE), dan Return on Investment (ROI). Untuk menghasilkan
perhitungan tersebut, terlebih dahulu menghitung Weighted Average Cost of
Capital (WACC) yang merupakan hurdle rate atau discount rate dengan rumus
sebagai berikut:

Berdasarkan data yang sudah dikemukakan diatas maka dpat disimpulk an


WACC bernilai 12,42%.
Berikut ini merupakan tabel hasil penghitungan WACC,

Tabel 3.17 Tabel Nilai WACC


i loan i deposito Debt proportion Equity proportion WACC
(%) (%)
14,32% 8,00% 70% 30% 12,42%

3.3.5.2 Perhitungan NPV


Berdasarkan data dan asumsi yang ada, berikut ini merupakan hasil
perhitungan Net present value (NPV) proyek pengadaan dan pengelolaan radio
trunking di Bandara Soekarno-Hatta pada tiga analisis sensitivitas yang dihitung
dengan menggunakan program Ms.Excel:

61
Tabel 3.18 Tabel Nilai NPV
Analisis Sensitivitas
NPV
Pessimistic Most Likely Optimistic
HT Kenwood Rp 4.479.866.617 Rp 5.320.301.245 Rp 8.053.652.890
HT Motorola Rp (2.300.932.451) Rp (1.460.497.823) Rp 1.272.853.823
HT ICOM Rp 2.399.388.140 Rp 3.348.308.761 Rp 6.081.660.407

Perhitungan NPV untuk seluruh skenario analisis sensitivitas bagi


perangkat HT Radio Trunking Kenwood TK 3140 dan HT Radio Trunking ICOM
IC-F43TR UHF memiliki nilai positif (lebih dari 0) sehingga dapat disimpulkan
bila dilihat dari NPV proyek tersebut berdasarkan ketiga analisis sensitivitas
dinilai layak untuk dilaksanakan.
Sedangkan bagi HT Radio Trunking Motorola MTX960, nilai positif
(lebih dari 0) hanya terjadi ketika skenario sensitivitas optimistic dan untuk
skenario sensitivitas lainnya bernilai negatif (kurang dari 0) sehingga dapat
disimpulkan bahwa proyek akan menjadi tidak layak saat menggunakan perangkat
HT Radio Trunking Motorola MTX960.

3.3.5.3 Perhitungan IRR


Dengan menggunakan media program Ms.Excel untuk penghitungan
Internal Rate of Return (IRR) proyek dari ketiga analisis sensitivitas maka hasil
yang diperoleh pun menjadi lebih akurat dan tentu saja jauh lebih cepat
dibandingkan dengan melakukan trial and error.
Berikut ini merupakan hasil penghitungan IRR proyek pengadaan dan
pengelolaan radio trunking di Bandara Soekarno-Hattadari ketiga analisis
sensitivitas.
Tabel 3.19 Tabel Nilai IRR
Analisis Sensitivitas
IRR
Pessimistic Most Likely Optimistic
HT Kenwood 23,12% 25,21% 31,92%
HT Motorola 8,38% 9,84% 14,68%
HT I COM 17,60% 19,69% 25,69%
WACC 12,42% 12,42% 12,42%

62
Untuk mengetetahui kelayakan proyek menggunakan IRR maka harus
membandingkan hasil tersebut dengan WACC. Setelah membandingkan besaran
nilai IRR terhadap WACC proyek dapat terlihat bahwa keseluruhan analisis
sensitivitas bagi perangkat HT Radio Trunking Kenwood TK 3140 dan HT Radio
Trunking ICOM IC-F43TR UHF memiliki nilai IRR yang lebih besar dari pada
nilai WACC. Hal ini menunjukan bahwa proyek pengadaan dan pengoperasia
radio trunking di bandara Soekarno-Hatta ini layak untuk dilaksanakan dengan
perangkat HT Radio Trunking Kenwood TK 3140 dan HT Radio Trunking ICOM
IC-F43TR UHF.
Berbeda halnya dengan HT Radio Trunking Motorola MTX960 setelah
IRR dibandingkan dengan WACC, nilai IRR hanya lebih besar pada skenario
optimistic dan lebih kecil pada kedua skenario lainnya. Hal ini menunjukkan
bahwa proyek akan menjadi kurang layak dilaksanakan apabila menggunakan
perangkat HT Radio Trunking Motorola MTX960.

3.3.5.4 Perhitungan PBP


Dengan menggunakan media program Ms.Excel dapat dilihat lama
Payback Period (PBP) proyek pengadaan dan pengelolaan radio trunking di
Bandara Soekarno-Hatta pada ketiga analisis sensitivitas sebagai berikut:

Tabel 3.20 Tabel waktu PBP


Analisis Sensitivitas
PBP
Pessimistic Most Likely Optimistic
HT Kenwood 2 tahun 11 bulan 3 tahun 9 bulan 2 tahun 5 bulan
HT Motorola 4 tahun 0 bulan 3 tahun 11 bulan 3 tahun 5 bulan
HT I COM 3 tahun 4 bulan 3 tahun 1 bulan 2 tahun 8 bulan
Lama proyek 5 tahun 5 tahun 5 tahun

Payback period (PBP) pada ketiga perangkat HT Radio Trunking


Kenwood TK 3140, HT Radio Trunking Motorola MTX960 dan HT Radio
Trunking ICOM IC-F43TR UHF atas dasar analisis sensitivitas proyek pengadaan
dan pengelolaan radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta lamanya kurang dari

63
waktu lamanya proyek berlangsung sehingga dapat disimpulkan bahwa dilihat
dari PBP proyek dinilai layak untuk dilaksanakan.

3.3.5.5 Perhitungan ROE


Return on Equity (ROE) dari ketiga proyeksi analisis sensitivitas proyek
pengadaan dan pengelolaan radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.21 Tabel ROE
Analisis Sensitivitas
ROE
Pessimistic Most Likely Optimistic
HT Kenwood 43,27% 47,40% 60,85%
HT Motorola 13,43% 16,27% 25,54%
HT I COM 31,66% 35,79% 47,68%

Dilihat dari besarnya return on equity (ROE) menunjukkan besaran rata-


rata persentase pengembalian modal yang dapat diperoleh dari 100% modal yang
ditanamkan.

3.3.5.6 Perhitungan ROI


Penghitungan Return on Investment (ROI) terhadap proyek pengadaan dan
pengelolaan radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta berdasarkan proyeksi
analisis sensitivitas adalah sebagai berikut:

Tabel 3.22 Tabel ROI


Analisis Sensitivitas
ROI
Pessimistic Most Likely Optimistic
HT Kenwood 31,37% 33,30% 39,56%
HT Motorola 17,12% 18,44% 22,76%
HT I COM 26,05% 27,75% 33,29%
Bunga Bank 8,00% 8,00% 8,00%

Setelah dibandingkan dengan besaran bunga deposito perbankan maka


dapat dilihat bahwa ROI secara signifikan lebih besar dari pada bunga deposito
(simpanan). Hal ini menunjukkan bahwa proyek ini layak untuk dilaksanakan.

64
3.4 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa metode
pendanaan yang digunakan adalah BOT (Built Operate Transfer) dan berdasarkan
dari proses penghitungan NPV, PBP, IRR, ROE dan ROI, maka proyek
pengadaan dan pengelolaan radio trunking di Bandara Soekarno-Hatta dinilai
layak untuk. Perangkat HT yang memenuhi syarat berdasarkan analisis kelayakan
diatas adalah perangkat HT Radio Trunking Kenwood TK 3140 dan HT Radio
Trunking ICOM IC-F43TR UHF. Sedangkan untuk perangkat HT Radio Trunking
Motorola MTX960 tidak direkomendaskan karena akan menghasilkan NPV
negatif dan nilai IRR yang lebih rendah dari WACC.
Berikut ini merupakan kesimpulan kelayakan perangkat HT radio trunking
berdasarkan analisis perhitungan serta fasilitas/fitur produk yang disediakan.

Tabel 3.23 Kelayakan Perangkat HT


Perangkat Sensitivitas NPV IRR PBP ROE ROI Fitur
Kenwood Pessimistic v v v v v X
TK 3140 Most Likely v v v v v X
Optimistic v v v v v X
Motorola Pessimistic X X v v v v
MTX 960 Most Likely X X v v v v
Optimistic v v v v v v
ICOM Pessimistic v v v v v v
IC-F43TR Most Likely v v v v v v
Optimistic v v v v v v

Menurut perhitungan NPV, PBP, IRR, ROE dan ROI, menunjukkan


bahwa perangkat HT Radio Trunking Kenwood TK 3140 menghasilkan NPV,
PBP, IRR, ROE dan ROI lebih baik dibandingkan dengan kedua perangkat HT
lainnya. Berdasarkan persyaratan tentang kriteria fasilitas/fitur perangkat yang
diinginkan oleh PT AP II maka perangkat yang memenuhi syarat adalah HT
Radio Trunking ICOM IC-F43TR UHF.

65
Tabel 3.24 Perangkat HT Radio Trunking ICOM IC-F43TR UHF
Analisis NPV IRR Waktu ROE ROI
Sensitivitas PBP
Pessimistic Rp 2.399.388.140 17,60% 3 tahun 31,66% 26,05%
4 bulan
Most Likely Rp 3.348.308.761 19,69% 3 tahun 35,79% 27,75%
1 bulan
Optimistic Rp 6.081.660.407 25,69% 2 tahun 47,68% 33,29%
8 bulan

Dengan menggunakan data diatas maka dapat dihitung persentase


potensial keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan. Persentase pengali
merupakan besar kemungkinan terjadinya analisis sensitivitas seperti yang sudah
dibahas pada sub bab 3.3.3. mengenai analisis sensitivitas.

Tabel 3.25 Potensial Keuntungan


Analisis Sensitivitas NPV IRR PBP ROE ROI
Pessimistic 20% Rp 2.399.388.140 17,60% 3 tahun 4 bulan 31,66% 26,05%
Most likely 70% Rp 3.348.308.761 19,69% 3 tahun 1 bulan 35,79% 27,75%
Optimistic 10% Rp 6.081.660.407 25,69% 2 tahun 8 bulan 47,68% 33,29%
Potensial keuntungan Rp 3.431.859.801 19,87% 3 tahun 1 bulan 36,15% 27,97%

Dari tabel 3.23 dapat disimpulkan bahwa potensial NPV yang dapat
diperoleh dari proyek pengadaan dan pengoperasian radio trunking di Bandara
Soekarno-Hatta adala h sebesar Rp 3.431.859.801 dan IRRnya sebesar 19,87%.

66

Anda mungkin juga menyukai