Anda di halaman 1dari 4

KASUS SIKAP AUDITEE YANG TIDAK KOOPERATIF

Sengketa BPK-MA Sebaiknya Diselesaikan Melalui MK

Kamis, 20 September 2007

Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng mengatakan,


perbedaan pandangan atau sengketa yang terjadi antara dua lembaga negara yaitu Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Mahkamah Agung (MA) sebaiknya diselesaikan melalui
Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga yang memiliki wewenang untuk itu. "Saya juga
baru baca dari koran dan yang saya tahu kalau ada sengketa kewenangan antara dua lembaga
negara maka penyelesaiannya ada di lembaga Mahkamah Konsitusi," katanya menjawab
petanyaan watawan di Kantor Presiden Jakarta, Kamis.
Ketika ditanya apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa ikut hadir dalam proses
mediasi sebagaimana yang diharapkan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, Andi Mallarangeng tidak
mau berspekulasi mengenai hal itu. "Saya tidak mau berspekulasi tentang hal tersebut tetapi
Presiden adalah Kepala Negara dan dalam keadaan-keadaan tertentu fungsi kepala negara juga
seringkali dilakukan, tentu saja kalau ada permintaan dari kedua belah pihak," katanya.
Namun, lanjut Andi, kalau secara formal sebenarnya ada di MK, karena dalam hal
sengketa kewenangan antar lembaga UU mengatakan, penyelesaiannya itu di MK. "Saya tidak
bisa berspekulasi apa-apa, kita lihat saja perkembangannya," katanya. Sementara itu, di tempat
yang sama Kapolri Jenderal Sutanto menyatakan bahwa terkait dengan laporan BPK terhadap
MA kepada Mabes Polri pihaknya masih mempelajari kasus tersebut secara cermat.
Sebelumnya, Rabu (19/9), Ketua BPK Anwar Nasution mengatakan, pihaknya akan segera
meminta fatwa Mahkamah Konstitusi terkait pelaporan Ketua BPK kepada Mabes Polri tentang
Ketua MA yang menolak audit biaya perkara. Menurut dia, langkah tersebut dilakukan
BPK sesuai dengan ketentuan yang ada, seandainya memang terjadi perbedaan pendapat antar
lembaga. "Kalau ada perbedaan pendapat antar lembaga, nah ini porsi dari pak Jimly (Jimly
Asshiddiqie-Ketua MK)," kata Anwar.
Dia menambahkan, langkah pelaporan Ketua MA ke Mabes Polri yang dilakukannya
pada 13 September 2007 lalu itu menggunakan dasar UUD 45 pasal 23, UU 20/1997 tentang
PNBP, UU 15/2006 tentang BPK dan UU 15/2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara terutama pasal 24 ayat 2. "Dalam pasal 24 ayat 2 disebutkan
bahwa setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalangi atau menggagalkan
pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan/atau denda paling lama Rp500 juta," katanya.
Menurut dia, selama ini MA memberlakukan uang perkara berdasarkan peraturan mereka
sendiri, dan menggunakannya tanpa izin Depkeu serta tanpa dilaporkan ke DPR sebagai
pemegang hak budget. "Jadi selain dana resmi yg didapatkan MA, ada juga dari sumber PNBP-
PNBP yang tidak diketahui oleh orang, hal itu yg menjadi masalah," katanya. Dia
mencontohkan, biaya perkara peninjauan kembali (PK) perdata umum, agama dan Tata Usaha
Negara (TUN) Rp2,5 juta per perkara, kemudian biaya perkara kasasi perdata umum, agama
dan TUN sebesar Rp 500.000, biaya perkara PK perdata niaga sebesar Rp10 juta, biaya kasasi
perdata niaga sebesar Rp5 juta. "Masalah ini sudah lebih dari setahun dan sudah kita berikan
cukup waktu. Taktik yang mereka gunakan selalu mengulur-ulur waktu, mencari kesepakatan.
Padahal susah mencari kesepakatan karena BPK bukan pengambil keputusan. Mau diapakan
uang itu adalah kewenangan DPR dan pemerintah yaitu Menkeu. Jadi kita melakukan upaya
terakhir yaitu ke Kepolisian," jelasnya. Anwar juga mengusulkan agar Menkeu mengeluarkan
PP terkait penggunaan biaya perkara di MA agar terlabih dahulu masuk ke kas negara atau
daerah, baru kemudian dikeluarkan kembali sesuai permintaan MA.
Editor: Suryanto

RINGKASAN KASUS & PENYELESAIAN

Kasus Auditee Menolak Diperiksa

ANTARA News, tanggal 20 September 2007 memuat berita penolakan Ketua


Mahkamah Agung (MA) terhadap rencana pemeriksaan yang akan dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengelolaan biaya perkara di pengadilan, padahal tidak
ada peraturan yang melarang BPK melakukan pemeriksaan biaya perkara.

Sebagai internal auditor, sangat mungkin kasus serupa terjadi pada kita. Sekarang mari
kita berandai-andai apabila kita sebagai auditor menghadapi penolakan dari auditee untuk
diperiksa maka apa yang harus kita lakukan?

Mengetahui penyebab penolakan

Ada banyak kemungkinan alasan auditee menolak pemeriksaan. Dalam menghadapi


penolakan dari auditee untuk diperiksa, janganlah langsung berpikiran negatif terhadap auditee.
Cobalah untuk mengetahui penyebab auditee menolak diperiksa.
Apakah penolakan tersebut munculnya dari auditee (merasa lebih tinggi jabatannya, merasa
lebih senior atau lebih lama di perusahaan, tidak pernah diaudit sebelumnya, takut
kesalahannya ditemukan, dsb).

Masih banyak ditemukan diberbagai perusahaan baik lokal maupun PMA dimana
Internal Audit Managernya melapor kepada Presiden Direktur bukan kepada komite
audit yang lebih independen. Sementara mereka melakukan audit terhadap unit kerja
yang pimpinannya mempunyai jabatan Direktur.

Sering juga terjadi auditee yang merasa senior baik dari segi usia maupun
lamanya bekerja di perusahaan tersebut menyebabkan dia menganggap auditor tidak
pantas melakukan audit terhadap unitnya atau terhadap dirinya. Aku lebih tahu dan lebih
pengalaman dari auditor.

Ketidaktahuan fungsi audit juga dapat menyebabkan keengganan auditee untuk


diperiksa.Dia belum mengetahui untuk apa atau apa tujuan dari pemeriksaan. Tidak
adanya Internal Audit Charter yang disahkan oleh pimpinan tertinggi di perusahaan
merupakan salah satu penyebabnya.
Dan yang paling menarik jika penolakan tersebut muncul karena ketakutannya jika auditor
menemukan penyelewengan atau pelanggaran prosedur di unit kerja atau bahkan pada
dirinya. Kalau auditor memaksakan tetap memeriksa sesuai jadwal yang telah ditetapkan,
mereka biasanya akan menolak memberikan data, atau mengulur-ulur waktu penyerahan
dokumen yang diminta.
Ataukah penolakan muncul sebagai reaksi terhadap image atau performance auditor
sebelumnya (temuan auditor tidak berdasarkan fakta, auditor hanya bisa menemukan
masalah tanpa rekomendasi perbaikan, auditor arogan, temuan auditor yang rendah
mutunya, auditor tidak punya kualifikasi sebagai auditor, dsb).

Pada suatu waktu saya bertemu dengan seorang teman auditor dari sebuah perusahaan di
mana saya dulu pernah bekerja. Dulu kami bekerja dalam satu tim. Teman ini bercerita bahwa
Internal Audit Manager yang sekarang (baru) selalu berbeda pendapat dengan dia, beberapa
auditee bersikap kurang kooperatif terhadap dia dan akibatnya berpengaruh terhadap tim
internal auditor di lapangan. Secara kebetulan saya sangat mengenal sang manajer baru
tersebut, karena dia sebelumnya bekerja di unit lain, bukan sebagai auditor.
Saya kebetulan masih ingat bahwa, sang manajer ini pernah punya catatan masalah di
perusahaan yaitu pengambilan cash advance oleh salah satu karyawati kontrak atas instruksinya
dan uang tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, diduga (kami tidak
mempunyai bukti) ada hubungan khusus antara sang manajer dengan karyawati tersebut. Dan
kasus ini sudah bukan rahasia di kalangan manajer lain. Ini adalah satu penyebab mengapa
beberapa auditee tidak bersikap kooperatif terhadapnya. Sekali auditor mempunyai catatan
buruk di mata dan telinga auditee, akan mempersulit baginya dalam melakukan audit.
Keadaan ini diperburuk bahwa dia samasekali belum pernah mendapatkan pelatihan auditing,
dengan demikian kualifikasinya sebagai auditor bisa dipertanyakan oleh auditee.

Jawaban atas pertanyaan penyebab penolakan dapat kita peroleh dengan wawancara langsung
dengan auditee, dengan pimpinannya, atau jika perlu wawancara dengan staff di unit auditee
karena mungkin terjadi pimpinan auditee enggan menjawab atau menjawab tidak dengan
sebenarnya.

Menyusun langkah berikutnya

Setelah mengetahui penyebab penolakan auditee, kita dapat menyusun langkah berikutnya
apakah tetap dengan rencana pemeriksaan seperti semula atau membicarakannya dengan
pimpinan tertinggi di perusahaan atau kita sebagai internal auditor harus memperbaiki diri dulu
sebelum melakukan pemeriksaan?

Jadi langkah berikutnya sangat tergantung dari jawaban atas penyebab penolakan
auditee.

Jika kita menghadapi penolakan kategori pertama, maka yang bisa kita lakukan adalah
menyampaikan permasalahan ini kepada pimpinan tertinggi di perusahaan. Namun, jika kita
menghadapi penolakan kategori kedua, instropeksi diri dan perbaiki dirilah sebagai auditor.

SUMBER: http://indrawaninternalauditor.blogspot.co.id/2011/08/auditee-menolak-
diperiksa.html

Anda mungkin juga menyukai