Anda di halaman 1dari 11

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Makroskopis

Pemeriksaan makroskopis semen terdiri dari volume ejakulasi semen,

konsistensi semen,bau semen, warna semen, dan derajat keasaman semen. Hasil

evaluasi semen segar dari domba jantan menunjukkan bahwa semen tersebut

memenuhi syarat dan layak untuk diencerkan.

Volume ejakulasi semen yang didapatkan sebanyak 2 ml. Hal ini termasuk

kategori normal karena rata-rata volume semen domba dan kambing berada pada

kisaran 0,5-2 ml. Semen domba umumnya mempunyai volume yang rendah tetapi

konsentrasi sperma tinggi sehingga memperlihatkan warna krem atau putih susu.

Dalam jenis ternak itu sendiri volume semen per ejakulasi berbeda-beda menurut

breed, umur, ukuran badan, tingkatan makanan, dan lain sebagainya. Volume rata-

rata akan meninggi dengan prestimulasi yang cukup dan umumnya lebih tinggi bila

penampungan dilakukan secara elektro ejakulasi daripada dengan vagina buatan,

serta cara ini dapat digunakan untuk untuk pejantan yang menolak vagina buatan dan

tidak mampu berdiri (Suherni dkk., 2010), namun kekurangan dari penggunaan

elektro ejakulasi adalah umumnya konsentrasi sodium, kalium, dan jumlah seminal

plasma dalam semen lebih tinggi sehingga daya tahan spermatozoa terhadap cold

shock dan daya hidupnya lebih rendah, serta penggunaan terlalu sering dapat

menimbulkan lemah syahwat (Hardijanto dkk, 2010),

Konsistensi semen yang didapatkan adalah kental/pekat. Hal ini dilihat

dengan saat tabung dimiringkan dan ditegakkan kembali terdapat cairan sperma yang

menempel pada dinding tabung. Semen yang pekat mengandung lebih banyak

spermatozoa jika di bandingkan dengan semen yang encer. Semen domba yang kami

25
26

dapatkan bisa dibilang normal karena relatif pekat/kental, hal itu berarti semen

domba ini mengandung spermatozoa yang relatif banyak juga.

Semen spesies hewan secara normal mempunyai bau tertentu yang banyak

dipengaruhi oleh bau cairan dari kelenjar pelengkap. Bau semen yang didapatkan

adalah bau khas semen domba. Dalam hal ini termasuk kategori normal, karena tidak

ditemukan bau busuk yang menandakan bahwa terdapat infeksi sepanjang saluran

alat kelamin pejantan. Tidak juga ditemukan bau anyir (amis) yang berarti tidak ada

abnormalitas pada alat kelamin pejantan. Bau semen domba relatif tajam dan

spesifik.

Warna semen yang didapatkan adalah berwarna putih atau normal. Tidak

terlihat keadaan yang abnormal, seperti warna semen yang tercemar dengan darah

(merah), warna coklat muda atau kehijau-hijauan akibat terkontaminasi semen

dengan feses, warna kuning atau putih kotor yang mengindikasi tercampur air

kencing atau nanah dengan semen, serta tidak ada gumpalan atau bekuan/kepingan

didalam semen.

Derajat keasaman semen yang diperoleh menunjukkan angka 7 yang diukur

menggunakan kertas lakmus. Hasil pH dari semen masih termasuk dalam angka

normal,, dikarenakan pH semen domba dan kambing adalah berkisar diantara 6,4-6,8

(Susilowati, dkk., 2010). Semakin baik kualitas semen cenderung semakin asam, ini

diakibatkan karena pada semen dengan kualitas yang baik spermatozoanya akan

lebih aktif bergerak, sehingga menghasilkan asam laktat. Asam laktan yang lebih

banyak ini mengakibatkan pHnya lebih rendah. Begitupula pada pH semen yang

tinggi (lebih alkalis) umumnya sel-sel spermatozoa yang terkandung di dalam semen

banyak yang mati atau tidak aktif, selain itu peningkatan sekresi kelenjar asesoris

dapat pula menghasilkan pH semen yang lebih alkalis.


27

4.2 Pemeriksaan Mikroskopis

Pada pemeriksaan mikroskopis ini yang diperiksa adalah gerakan massa,

gerakan individu, konsentrasi semen, jumlah spermatozoa yang hidup-mati dan

abnormal.

Gerakan massa adalah sel-sel spermatozoa yang bergerak secara bersama-

sama sehingga membentuk suatu gelombang. Gerakan massa mencerminkan daya

gerak dan konsentrasi spermatozoa. Pemeriksaan ini dilakukan pada suhu 37C agar

diperoleh gerakan spermatozoa yang optimal. Penilaian gerakan massa semen yang

didapatkan adalah +++, sebab gerak semen membentuk gelombang-gelombang yang

besar dan banyak serta cepat. Keadaan gelombang besar dan banyak serta cepat (++

+) memberikan gambaran yang jelas bahwa semen tersebut mengandung

spermatozoa hidup yang sangat banyak dan sangat aktif.

Gerakan individu dari setiap spermatozoa merupakan hal yang penting. Sebab

bila tidak ada gerakan dari sel spermatozoa, tidak memungkinkan spermatozoa dapat

mencapai sel telur (ovum) yang terdapat di tuba fallopii. Pemeriksaan pergerakan

setiap spermatozoa harus dilakukan pada temperatur tubuh sebab pada temperatur

tersebut spermatozoa mempunyai gerakan yang maksimum dan harus dilakukan

segera setelah semen ditampung dari seekor pejantan. Penilaian gerakan individu

spermatozoa dari semen yang didapatkan adalah 80/3. Hal ini berarti bahwa

spermatozoa yang bergerak progresif 80% dengan kecepatan 3 (cepat). Motilitas

yang baik dari spermatozoa memungkinkan spermatozoa dapat mencapai sel telur

didalam saluran oviduk dalam waktu yang relatif singkat, sehingga memungkinkan

terjadinya fertilisasi yang sempurna (Lubis, 2011).

Rata-rata persentase hidup spermatozoa pada semen domba segar didapatkan

90%. Menurut Toelihere (1993) dalam Lubis (2011) menyatakan bahwa semen yang

baik adalah semen yang setelah dilakukan penafsiran mikroskopis berdasarkan


28

perbedaan afinitas menghisap warna eosin-negrosin oleh spermatozoa mempunyai

persentase hidup minimum 50%.

Konsentrasi semen menunjukkan banyaknya spermatozoa di dalam setiap

mililiter (ml) semen. Dalam hal ini perhitungan sering menggunakan satuan mm3.

Berdasarkan cara Rusia, penilaian untuk konsentrasi semen yang didapatkan adalah

Densum (D) yang umumnya kental, yaitu bila letak spermatozoa sedemikian rapat

sehingga jarak antara kepala spermatozoa yang satu dengan yang lain kurang dari

panjang satu kepala spermatozoa. Berarti ada lebih dari 1 juta spermatozoa di dalam

setiap mm3 semen. Jika agak kental atau keadaan jarak antar kepala satu dengan yang

lain lebih dari satu kepala spermatozoa, dinyatakan dalam Semi Densum (SD),

keadaan ini jumlah spermatozoa dalam setiap mm 3 diantara 500.000 sampai 1 juta,

jika kurang dari 500.000 dinyatakan sebagai Rarum (R), dan jika semen sangat encer

tidak terdapat atau hanya sedikit mengandung spermatozoa dalam mm 3 dinyatakan

dalam Azoospermia (A) (Suherni dkk., 2010). Selain itu, konsentrasi spermatozoa

dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer jika diinginkan

jumlah spermatozoa yang lebih mendekati angka pasti.

Jumlah spermatozoa yang hidup pada semen yang didapatkan adalah 90%.

Abnormalitas spermatozoa domba yang diperoleh adalah 0,5%. Persentase

abnormalitas yang didapatkan masih menunjukkan nilai normal. Hal ini sesuai

dengan pendapat Toelihere (1993) dalam Lubis (2011) yang menyatakan bahwa pada

kebanyakan ejakulat persentase spermatozoa abnormal berkisar antara 5-20%.

Apabila abnormalitas spermatozoa lebih dari 25% dari total spermatozoa dalam satu

kali ejakulasi, maka akan menurunkan kualitas fertilisasi spermatozoa (Bearden and

Fuquay, 1997).

Penilaian motilitas melibatkan estimasi subjektif terhadap kelangsungan

hidup spermatozoa dan kualitas motilitas (Ax dkk., 2000). Hasil pengamatan

motilitas spermatozoa menunjukkan perbedaan antar bahan pengencer serta terdapat


29

interaksi antara umur spermatozoa. Hal ini menunjukkan bahwa motilitas

spermatozoa dipengaruhi oleh umur spermatozoa. Umur spermatozoa diketahui

melalui seberapa lamakah waktu spermatozoa mampu untuk tetap hidup dalam

penyimpanan pada suhu 5C dan semakin lama waktu penyimpanan spermatozoa

dapat menyebabkan motilitas spermatozoa terus mengalami penurunan dikarenakan

persediaan energi spermatozoa yang semakin terbatas serta menyebabkan tingkat

penurunan pH. Hal tersebut disebabkan selama penyimpanan proses metabolisme

spermatozoa terus berlangsung baik secara aerob maupun anaerob. Toelihere (1993)

dan Bearden dan Fuquay (1984) dalam Lubis (2011) menyatakan bahwa metabolisme

spermatozoa dalam keadaan anaerob menghasilkan peningkatan asam laktat dan

menurunkan pH semen yang akhirnya menurunkan motilitas dan daya hidup

spermatozoa. Kadar asam laktat yang cukup tinggi akan menghambat aktivitas

metabolisme spermatozoa dan juga merupakan racun bagi spermatozoa itu sendiri.

Metabolisme bertujuan untuk menghasilkan ATP dan ADP yang dipergunakan untuk

energi motilitas spermatozoa. Apabila persediaan fosfat organik dalam ATP habis,

maka kontraksi fibril spermatozoa akan berhenti sehingga motilitas spermatozoa juga

berhenti.

4.3 Pemeriksaan Biologis

4.3.1 Uji Resistensi

Pemeriksaan biologis bertujuan mengetahui kemampuan spermatozoa untuk

bertahan terhadap pengaruh NaCL 1% yang bersifat hipotonis, sehingga NaCl 1%

akan masuk kedalam spermatozoa dan dalam kadar tertentu spermatozoa akan

membengkak dan akhirnya mengalami lisis sel. Pada pemeriksaan semen domba

yang diperiksa diperoleh hasil sebagai berikut :

Volume NaCl 1% yang dipakai =10 ml

Volume semen yang dipakai = 0,02 ml


30

Angka Resitensi (R) = Vol. NaCl 1% yang dipakai

Vol .semen yang dipakai

= 20 ml

0,02 ml

= 1000

Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa semen domba yang ditampung

memiliki angka resistensi yang berada dalam kisaran normal yaitu 500 5000,

sedangkan syarat semen agar dapat digunakan untuk IB sekurang-kurangnya

memiliki angka resistensi 3000. Mengacu dari syarat IB hasil yang di dapatkan

semen ini tidak mampu untuk di IB kan karena kurang dari 3000 hal ini di karenakan

sifat Nacl yang hipotonis terhadap spermatozoa sehingga Nacl akan masuk ke dalam

spermatozoa menyebabkan spermatozoa akan mengembang kemudia pecah dan

akhirnya mati (Hardijianto dkk., 2010). Tetapi cara ini sudah ditinggalkan

dikarenakan ada perbedaan prinsip, yaitu bahwa hasil uji resistensi semen dari seekor

pejantan dinyatakan tidak dapat digunakan untuk IB, tetapi setelah uji kekentalan,

gerakan, dan aktifitas spermatozoa ternyata masih cukup baik untuk IB (Suherni

dkk., 2010).

4.3.2 Uji Keutuhan Membran

Uji HOS didasarkan pada sifat semipermiable membrane ekor sperma. Di

bawah kondisi larutan hiperosmotik, air akan masuk melalui membrane ekor sperma

yang utuh (tidak rusak), sehingga ekor sperma bertambah. Pertambahan volume

tersebut akan menyebabkan ekor sperma membengkok. Sebaliknya, jika membran

ekornya rusak, maka air yang masuk akan keluar lagi. Dalam hal ini, ekor tidak
31

mengalami perubahan volume, sehingga tidak membengkok. Persentase yang didapat

dari uji ini 85%.

Gambar 4.1 perubahan ekor curling.


32

4.4 Pengamatan Harian

Hasil pemeriksaan harian semen cair domba yang disimpan di dalam lemari

es (2-8oC) dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.1. Hasil pengamatan harian semen cair

Pengencer Pengamatan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4


Gerakan individu 60/3 50/3 20/3 5/1
Susu Skim
% hidup 80% 70% 50% 40%
Kuning telur Gerakan individu 70/3 60/3 30/2 5/2
% hidup 90% 80% 50% 5%
sitrat
Alpukat Gerakan individu 50/2 30/2 0 0
% hidup 80% 20% 0 0
Sitrat
Gerakan individu 30/2 10/2 2/1 0
Pearl Sitrat
% hidup 80% 30% 5% 0
Gerakan individu 8/2 2/1 0 0
Kurma Sitrat
% hidup 10% 2% 0 0

Dari hasil pengamatan diatas dapat dilihat bahwa diluter yang memberikan

hasil yang baik adalah air susu masak, di ikuti oleh kuning telur sitrat,. Daya tahan

semen dalam air susu masak, dan kuning telur sitrat yang teramati adalah 4 hari

namun untuk kualitas Ib yang baik hanya sampai hari ke 3, serta 3 hari dalam pearl

sitrat dan baik untuk kualitas Ib sampai hari pertama. Pada hari ketiga semen cair

yang ditambahkan pengencer air susu masak, dan kuning telur sitrat masih layak

digunakan untuk inseminasi buatan, sedangkan untuk pengencer pearl hanya sampai

pada hari pertama. Begitupula pengencer alpukat sitrat hanya dapat digunakan untuk

penyimpanan semen cair selama satu hari dan untuk kualitas Ib yang baik juga hanya

untuk satu hari. Karena pada hari kedua jumlah spermatozoa yang hidup kurang dari

40%, tetapi pada kurma sitrat penyimpanan pada hari pertama sudah menunjukan

daya hidup dan kualitas semen untuk Ib yang tidak baik yaitu kurang dari 40%.

Perhitungan diatas dengan asumsi bahwa jumlah sperma sebelum disimpan (suhu
33

dingin) sebanyak 2100 juta/ml sehingga penurunan sampai 40% masih menyisakan

840 juta/ml dosis yang hidup.

Penurunan motilitas spermatozoa sebagian besar akibat larutan pengencer

tidak sanggup lagi untuk melakukan buffer pada pH, sehingga terjadi penurunan pH

dalam semen yang diakibat penimbunan asam laktat sisa metabolisme spermatozoa.

Selain itu semakin bertambahnya waktu maka akan semakin habis jumlah nutrisi dan

energi pada pelarut akibat dipakai oleh spermatozoa, sehingga saat nutrisi dan energi

habis maka sepermatozoa akan kehabisan energi pula untuk melakukan motilitas.

Menurut Toelihere (1981) dalam Parera et al (2009) menyatakan bahwa daya

hidup spermatozoa akan menurun dengan menurunnya derajat keasaman pada

medium pengencer (medium bersifat asam). Penyimpanan semen didalam lemari es

atau pad suhu kurang lebih 5C termasuk dalam keadaan anaerob sehingga hasil

akhir proses metabolism adalah asam. Dalam keadaan pH tersebut peranan zat buffer

sangat penting untuk mencegah terjadinya penurunan pH medium yang terlalu drastic

sehingga kehidupan dan kualitas sperma dapat dipertahankan lebih lama.

Susu yang digunakan sebagai pengencer memiliki kandungan anti cold shock

yang baik untuk sperma sehingga menjadi pelindung di saat penurunan suhu dalam

proses penyimpanan serta dapat menjaga kualitas sperma menjadi lebih baik dari

pengencer lainnya. Pemananasan susu dalam proses pembuatan pengencer sangat

diperlukan terutama untuk sterilisasi media pengencer dari zat ataupun

mikroorganisme yang tidak diinginkan dan juga guna pengurangan kadar lemak susu.

Selain itu tujuan utama untuk menonaktifkan enzim yang terdapat dalam

mikroorganisme yang dapat mencerna lapisan luar membran spermatozoa dan dapat

menyebabkan kematian sperma (Hidayat, 2011). Didalam susu skim sudah terdapat

larutan penyangga yang berfungsi untuk mempertahankan pH semen sehingga


34

penurunan pH akibat penimbunan asal laktat sebagai hasil akhir metabolisme sperma

dapat dicegah.

Pengencer kuning telur sitrat yang mengandung natrium sitrat juga merupakan

larutan buffer yang mampu menjaga kestabilan pH untuk kelangsungan hidup

spermatozoa. Natrium sitrat juga berfungsi mengikat kalsium atau logam berat dan

menyebabkan larutnya butir lemak dalam kuning telur sehingga sel spermatozoa

secara individual dapat diamati dibawah mikroskop. Keunggulan kuning telur

terletak pada lipoprotein dan lesitin yang terkandung di dalamnya. Zat yang

terkandung dalam kuning telur ini befungsi sebagai protecting layer dan dapat

mempertahankan integritas selubung lipoprotein dan sel spermatozoa sehingga

membrane spermatozoa tidak muda rusak saat proses pembekuan sampai suhu 5 0C

(Toelihere, 1993 dalam Hidayat, 2011).

Kondisi yang tidak jauh berbeda terlihat pada pengencer alpukat sitrat,

meskipun persentase motilitas sedikit lebih rendah dibandingkan susu skim dan

kuning telur. alpukat mengandung protein, mineral Ca, Fe, vitamin A, B, dan C.

Dengan kandungan nutrisi yang banyak tersebut maka alpukat dapat dimanfaatkan

untuk berbagai kebutuhan spermatozoa, termasuk nutrisi dan energi. Dikarenakan

kandungan lemak tak jenuh yang banyak, selain itu alpukat juga mengandung

vitamin C dan vitamin E yang dapat mengoptimalisasi laju fruktolisis dan juga dapat

meningkakan kadar Na+ dan K+ serta aktivitas ATPase dan suksionat dehidrogenase

(Samson,1980; Andi,2013).

Jika dilihat dari kandungan nutrisi dan energi yang terdapat pada masing-

masing bahan pengencer, bahan air susu memiliki jumlah yang proporsi paling besar,

namun dari hasil pengamatan energi yang sebagian besar dihasilkan dari nutrisi

kabrohidrat dari masing2 bahan pengencer bagi spermatozoa tidak memiliki korelasi

dengan tingkat motilitas sperma. Hal ini kemungkinan terjadi karena fungsi
35

pengencer sebagai larutan buffer memiliki ketahanan yang berbeda-beda, serta jenis

gula yang terkandung di dalam karbohidrat tersebut juga mempengaruhi metabolisme

spermatozoa.

Anda mungkin juga menyukai