Disusun oleh:
11.2016.099
Dosen Pembimbing
YOGYAKARTA
2017
0
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan karena berkat rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan referat ini dengan judul Penatalaksanaan Nonfarmakologi dan Farmakologi
pada Nonalcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). Referat ini disusun sebagai sarana diskusi
dan pembelajaran di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum
Bethesda Lempuyangwangi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada pembimbing saya dr.
Lisa Kurnia Sari, SpPD yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing
saya menyelesaikan referat ini.
Referat ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para
mahasiswa Fakultas Kedokteran, Dokter, dan masyarakat Indonesia tentunya. Serta semoga
dapat menambah pengetahuan dalam bidang kedokteran, terutama di dalam keilmuan
Penyakit Dalam baik dari segi pengetahuan, pemahaman mengenai bagaimana penanganan
baik secara farmakologi maupun nonfarmakologi terhadap nonalcoholic fatty liver disease.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan baik
mengenai isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca referat ini. Atas
perhatian yang diberikan saya ucapkan terima kasih.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................3
BAB II ISI
Kesimpulan......................................................................................................16
BAB IV
Daftar pustaka...........................................................................................................................17
2
BAB I
PENDAHULUAN
Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis tubuh
meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi. Sel- sel hati
(hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat. Oleh karena itu sampai batas
tertentu, hati dapat mempertahankan fungsinya bila terjadi gangguan ringan. Pada gangguan
yang lebih berat, terjadi gangguan fungsi yang serius dan akan berakibat fatal.1
Penyebab penyakit hati bervariasi, sebagian besar disebabkan oleh virus yang
menular secara fekal-oral, parenteral, seksual, perinatal dan sebagainya. Penyebab
lain dari penyakit hati adalah akibat efek toksik dari obat-obatan, alkohol, racun, jamur
dan lain-lain. Di samping itu juga terdapat beberapa penyakit hati yang belum diketahui pasti
penyebabnya.1
Penyakit hati berlemak non alkohol (NAFLD) adalah spektrum penyakit hati, dari
steatosis sampai sirosis pada individu yang tidak mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang
signifikan. NAFLD menjadi masalah kesehatan yang sangat besar di negara-negara Asia
Pasifik, termasuk Indonesia. Sebuah literatur menunjukkan bahwa ada kejadian NAFLD yang
cukup tinggi di Indonesia, khususnya sekitar 30 %. Ketinggian tinggi di berbagai tempat
dikaitkan dengan peningkatan kejadian penyakit metabolik, seperti diabetes melitus,
dislipidemia, obesitas, atau sindrom metabolik.2
NAFLD juga merupakan faktor risiko karsinoma hepatocelullar, oleh karena itu
penting untuk dikelola. Hubungan antara NAFLD dan sindrom metabolik berhubungan
dengan resistensi insulin. Diagnosis NAFLD masih menjadi tantangan bagi praktisi. Hingga
saat ini, biopsi hati adalah standar emas untuk pembentukan diagnosis. Karena itu, mengingat
prosedurnya cukup invasif, tidak dilakukan sering.2
Secara umum, kecurigaan NAFLD didasarkan pada adanya fungsi hati yang abnormal,
pada individu yang risikonya telah dijelaskan di atas, sehingga NAFLD menjadi
kemungkinan pertama. Namun, pada individu dengan hasil fungsi hati normal, kemungkinan
NAFLD tidak dapat disisihkan.2
3
BAB II
ISI
* Juga disebut NAFLD Primer dan dikaitkan dengan faktor risiko metabolik / komponen Sindrom
Metabolik:
4
1. Lingkar pinggang 94 / 80 cm untuk pria / wanita Europid.
2. Tekanan arterial 130 / 85 mmHg atau diobati untuk hipertensi.
3. Glukosa puasa 100 mg / dl (5,6 mmol / L) atau diolah untuk T2DM.
4. Triasilgliserol serum> 150 mg / dl (> 1,7 mmol / L).
5. Kolesterol HDL <40/50 mg / dl untuk pria / wanita (<1.0 / <1,3 mmol / L).
Juga disebut NAFLD sekunder. Perhatikan bahwa NAFLD primer dan sekunder dapat hidup
berdampingan secara individual. Juga NAFLD dan AFLD dapat hidup berdampingan dengan subyek
dengan faktor risiko metabolik dan kebiasaan minum di atas batas aman. Bisa terjadi tanpa sirosis dan
bukti histologis NASH, tapi dengan faktor risiko metabolik yang menandakan ''burned-out NASH.
5
penemuan tersebut menunjukkan bahwa obesitas dan NAFLD merupakan konsekuensi
yang sama dari suatu kelainan lain yang mendasari, atau bahwa obesitas
meningkatkan resiko perkembangan NAFLD setelah pajanan penyebab tertentu,
misal alkohol. Kadar konsumsi alkohol yang dianggap aman untuk individu normal
dapat berbahaya untuk individu dengan obesitas.3-5
3. Patofisiologi NAFLD
Hingga saat ini, teori yang masih berkembang tentang patogenesis NAFLD
dan NASH adalah two-hit theory teori, namun banyak faktor yang diyakini berperan
dalam terjadinya NAFLD dan perkembangannya. Sindrom metabolik dan resistensi
insulin adalah kondisi umum yang ditemukan pada pasien NAFLD, namun tidak
semua individu dengan resistensi insulin mengembangkan NAFLD dan sebaliknya,
oleh karena itu faktor lain juga diprediksi berperan dalam terjadinya NAFLD.2,6
Faktor genetik yang terkait dengan endogen anti-oksidan dan distribusi lemak
diduga berperan dalam perkembangan penyakit, di mana beberapa mengalami
perkembangan pada NASH, namun tidak pada individu lain. Penumpukan lemak
dalam hepatosit, terutama dalam bentuk trigliserida menjadi syarat mutlak terjadinya
NAFLD, namun kelainan metabolik utama yang menyebabkan hal ini melibatkan
banyak faktor.2,6
Memahami patogenesis NAFLD menunjukkan bahwa asam lemak bebas
memainkan peran penting, dan trigliserida diduga memiliki peran protektif. Asam
lemak bebas menginduksi radang melalui faktor nuklir-B (NF-B) dan juga
menyebabkan disfungsi mitokondria. Teori lain yang dikenal sebagai teori hit ketiga,
adalah modifikasi dari dua teori hitung dimana kematian radang hepatocyte terjadi,
tidak diimbangi dengan regenerasi.2,6
6
Gambar 1. Patogenesis NAFLD berdasarkan hit teori ke-32
4. Diagnosis NAFLD
Pemeriksaan laboratorium
Pencitraan
8
Hasil CT pada steatosis memberikan gambaran parenkim hati dengan densitas
rendah yang biasanya difus pada penderita NAFLD. Unenhanced CT merupakan
metode CT paling akurat dalam mendeteksi dan mengetahui karakter steatosis.
Pemeriksaan kuantitatif perlemakan dapat dilakukan lebih lanjut dengan contrast
enhanced CT yang bersifat kurang sensitive terhadap steatosis ringan dibanding
unenhanced CT, namun tetap berguna untuk mendeteksi steatosis ringan dan berat.5-6
Perbedaan lenggokan frekuensi antara air dan proton lemak digunakan sebagai
dasar diagnosis NAFLD melalui MRI. Perlemakan hati juga menghasilkan intensitas
sinyal yang rendah bila dibandingkan dengan otot yang berdekatan.5-6
9
assay (ELISA). Marker ini telah divalidasi secara luas dan digunakan
dalam beberapa penelitian, serta merupakan tes non-invasif yang paling
menjanjikan. Namun, tes ini belum tersedia secara komersial serta belum
memiliki nilai cut-off untuk identifikasi NASH.
c. Hasil pencitraan : MRI secara non-invasif dapat mendeteksi adanya
steatosis hepatic dan memiliki akurasi yang cukup baik dalam mendeteksi
sirosis dengan hipertensi porta. Namun, penggunaannya kurang dapat
diandalkan dalam mendeteksi NASH. Teknik pencitraan terbaru, seperti
ultrasonography based transient elastography (fibroscan) dan magnetic
resonance elastography (MRE) memberikan kemungkinan baru dalam
menentukan keparahan fibrosis hati dan hubungannya dengan NASH.
Transien elastography (TE) mengirimkan gelombang melaui kulit, yang
kemudian masuk dalam sirkulasi hati. Kecepatan gelombang yang
dihantarkan memiliki hubungan dengan liver stiffnes (kekakuan organ
hati) yang ada. Semakin kaku hati, semakin berat derajat fibrosisnnya.
10
5. Penatalaksaan pada pasien dengan non alcoholic fatty liver disease (NAFLD)
- Suplementasi diet
12
sirosis NASH, atau sirosis kriptogenik. Efek positif dari pemberian vitamin E
diduga akan menghilang saat pemberhentian terapi, oleh karena itu mungkin
diperlukan jangka panjang. Akan tetapi, penggunaan jangka panjang diasosiasikan
dengan peningkatan mortalitas oleh sebab.
Penggunaan suplementasi diet lainya seperti resveratrol, anthocyanin, ekstak
teh hijau, kafein, bawang putih, jahe, kayu manis, temulawak, vitamin D, dan
probiotik secara teoritis mungkin dapat memberikan manfaat pada NAFLD. Hal
ini berkaitan dengan beragam efek yang diberikan dari zat-zat tersebut yang dapat
memodulasi patogenesis NAFLD. Akan tetapi penggunaan tersebut belum
didukung dari data yang kuat dari uji klinis.
- Aktifitas fisik
b. Terapi farmakologis
- Metformin
Menurut rekomendasi tahun 2012 metfomin tidak direkomendasikan untuk
diberikan sebagai terapi pada pasien dengan NASH, oleh karena tidak
memberikan perbaikan histologi hati yang bermakna. Shields pada tahun 2009
melakukan suatu percobaan dengan membandingkan efektifitas metformin
(pemberian awal 500 mg per hari kemudian dinaikan 1000 mg per hari) disertai
olahraga, dan diet. Penelitian dilakukan selama 12 bulan. Dan didapatkan hasil
bahwa metformin hanya memberikan sedikit perbaikan pada fungsi hati dan
gambaran histologi hati.
13
- Thiazolidinedion
Pemberian thiazolidnedion menunjukan penurunan inflamsi ada hati, akan
tetapi efek ini hanya terjadi selama pemberian obat, sehingga diperlukan
pengobatan jangka panjang. Pemberian rosiglitazone selama 48 minggu pada
penderita NASH, didapatkan perbaikan gambaran histologi hati. Dalam
metanalisis tahun 2012, pioglitazone terbukti memberikan manfaat dalam
perbaikan degenerasi balon, inflamasi lobular, steatosis, dan nekroinflamasi dari
pasien NASH.
- Statin
Penggunaaan statin sangat bermanfaat dalam menurunkan angka kejadian
kardiovaskuler pada kelompok beresiko, akan tetapi penggunaan statin pada
pasien dengan kondisi penyakit hati mendasar atau pasien dengan peningkatan
kadar enzim menjadi isu tersendiri. Penggunaan atorvastin bersamaan dengan
vitamin C 1 gram dan vitamin E 100 IU selama 1 tahun memperlihatkan
perbaikan gambaran histology hati seperti pengurangan degenerasi balon dan
inflamasi. Dari guideline pada tahun 2012, merekomendasikan bahwa statin tetap
diberikan pada pasien dislipidemia dengan NAFLD dan NASH, oleh karena
kecilnya resiko peningkatan angka kejadian kerusakan hati oleh statin.
14
- Ezetimibe
Ezetimibe merupakan niemann-pick C1-like 1 (NPC1L1) inhibitor, yang dapat
menyebabkan hambatan pada absorpsi lemak di usus. Suatu penelitian tahun 2009,
menunjukan pemberian simvastatin dengan ezetimibe (10mg/10mg) selama 4
tahun, dapat menurunakan SGOT, SGPT, kadar LDL, pada penderita NAFLD.
Selama 4 tahun tersebut tidak didapatkan efek samping, sehingga disimpulkan
pemberian ezetimibe aman. Pada penelitian lain, pemberian ezetimibe 10 mg/hari
selama 2 tahun, memberikan perbaikan nilai SGPT dan CRP, serta didapatkan
perbaikan signifikan pada steatosis, inflamasi, dan degradasi balon. Dalam suatu
konsensus tahun 2014 dituliskan bahwa ezemitibe merupakan suatu obat dengan
tingkat keamanan yang baik, meskipun data yang ada sedikit tetapi sebagian besar
memberikan efek positif terhadap pasien NAFLD. Tetapi diperlukan adanya uji
klinis lebih lanjut.
- Fibrat
Fibrat merupakan agonis peroxisome proliferator activated receptors
(PPAR) dan digunakan untuk mengatasi dislipidemia khususnnya
hipertrigliseridemia. dalam penggunaannya terhadap NAFLD masih dibutuhkan
studi lebih lanjut. Dalam studi lain yang melibatkan 16 pasien dengan NAFLD,
diberikan fenofibrat sebesar 200 mg/hari diberikan selama 48 minggu. pada akhir
studi, pasien tersebut kemudian dilakukan biopsy hati ulang, dan didapatkan
perubahan histologi minimal yaitu pengurangan dari degenerasi balon, tetapi tidak
ada perubahan signifikan pada derajat steatosis, inflamasi lobular dan fibrosisi.
15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Terdapat beberapa pilihan terapi pada pasien dengan NAFLD dan bergantung pada
derajat keparahan penyakit. Perubahan gaya hidup dengan merubah pola makan, melakukan
aktivitas fisik secara rutin dan menurunkan berat badan perlu diterapkan pada semua pasien
dengan NAFLD. Pemberian farmakoterapi seperti vitamin E dan pioglitazone dapat diberikan
pada kelompok pasien dengan NASH tertentu. Selain daripada itu, terapi farmakologis
maupun suplementasi diet lainnya msih membutuhkan studi lebih lanjut sebelum dapat
dijadikan rekomendasi terapi rutin. Penanggan faktor sindroma metabolic lainnya juga perlu
dilakukan.
16
DAFTAR PUSTAKA
17