(Netter, 2006)
LO 1.2. Mikroskopik
Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas, memproduksi cairan pankreas yang disekresi melalui
duktus pankreas ke dalam usus halus (Sloane, 2003).
Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama, Sloane (2003), yaitu:
a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau langerhans yang mengeluarkan sekretnya keluar. Tetapi, menyekresikan insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya
1-3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk opoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau
langerhans yang terkecil adalah 50, sedangkan yang terbesar 300, terbanyak adalah yang besarnya 100-225. Jumlah semua
pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta (Sloane, 2003).
Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan kecil sel yang tersebar di seluruh organ.
Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut, Sloane (2003):
a. Sel alfa, jumlah sekitar 20-40 %, memproduksi glukagon yang menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai
anti-insulin like activity.
b. Sel beta menyekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.
(http://repository.usu.ac.id/)
(Cui, D. 2011)
1
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)
2
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)
glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada membran sel beta.
Glucose Ca2+
K+ channel Channel Insulin
GLUT-2 Release
shut Opens
Exocytosis
Glucose K+ secretory
Glucose-6-phosphate Insulin + C peptide
Depolarization Cleavage
Granule transport
Glukosa ( Kramer,95 )
3
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)
Intravenous Second
glucose
Insulin stimulation Phase
IGT
Secretion
First-Phase
Normal
Basal
0 5 10 15 20 25 30 ( minute )
Gb.2 Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa intravena pada keadaan normal dan keadaan disfungsi sel beta ( Ward, 84)
Aksi Insulin
Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon
ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar.
Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate =
IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna
bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum
begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan
selanjutnya juga pada mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja
memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism (Gb. 3). Untuk mendapatkan proses
metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang
berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor
etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.
Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di
jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal
inilah jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih
ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di
jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala
jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen
secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya
terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.
4
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)
1. binding ke reseptor, 2. translokasi GLUT 4 ke membran sel, 3. transportasi glukosa meningkat, 4.disosiasi insulin dari reseptor,
5. GLUT 4 kembali menjauhi membran, 6. kembali kesuasana semula.
Gambar. 3. Mekanisme normal dari aksi insulin dalam transport glukosa di jaringan perifer ( Girard, 1995 )
(repository.unand.ac.id)
LO 2.2. Glukagon
Glukagon berfungsi untuk mempertahankan ketersediaan bahan bakar apabila tidak tersedia glukosa makanan dengan
merangsang pelepasan glukosa dari glikogen hati. Glukagon merangsang glukoneogenesis dari laktat, gliserol, dan asam amino,
dan, bersama dengan penurunan insulin, glukagon memobilisasi asam lemak dari triasilgliserol adiposa sebagai sumber bahan
bakar alternatif. Bekerja terutama di hati dan jaringan adiposa dan hormon ini tidak memiliki pengaruh terhadap metabolisme otot
rangka c(Cranmer H. et al., 2009).
Pelepasan glukagon dikontrol terutama melalui supresi oleh glukosa dan insulin. Kadar terendah glukagon terjadi setelah
makan makanan tinggi karbohidrat. Karena semua efek glukagon dilawan oleh insulin, perangsangan pelepasan insulin yang
disertai tekanan sekresi glukagon oleh makanan tinggi karbohidrat, lemak, dan protein yang terintegrasi (Cranmer H. et al.,
Glukagon disintesis oleh sel pada pankreas endokrin yang terdiri dari kelompok mikroskopis kelenjar kecil, atau pulau
Langerhans, tersebar di seluruh pankreas eksokrin. Hormon tertentu merangsang glukagon seperti katekolamin, kortisol, dan
hormon saluran cerna tertentu (Aswani V., 2010 2009).
(http://repository.usu.ac.id/)
3. HNF-1 (MODY 3)
4. Faktor promotor insulin (IPF) 1 (MODY 4)
5. HNF-1 (MODY 5)
6. NeuroD1 (MODY 6)
7. DNA mitokondria
8. Konversi insulin atau proinsulin
B. Defek insulin pada kerja insulin
1. Resistensi insulin tipe A
2. Leprekaunism
3. Sindrom rabson-mendenhall
4. Sindrom lipodistrofi
C. Penyakit dari eksokrin pankreaspankreatitis, pankreatektomi, neoplasia, kistik fibrosis, hemokromatosis, pankreatopati
fibrokalkulous.
D. Endokrinopatiakromegali, sindrom cushing, glukagonoma, feokromasitoma, hipertiroid, stomatostatinoma, aldosteronoma.
E. Induksi obat atau kimiapentamidine, asam nikotinik, glukokortikoid, hormon tiroid, -bloker.
F. Infeksirubella kongenital, citomegalivirus, koksakie.
G. Bentuk yang tidak umum dari diabetes yang diperantarai oleh imun "stiff-man" sindrom.
IV. Diabetes melitus gestasional (diabetes selama kehamilan) (ADA, 2003).
(http://repository.usu.ac.id/)
LO 3.2. Etiologi
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena
kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau
meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan
plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah > 45 tahun.
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000 gram.
(http://repository.usu.ac.id/)
LO 3.3. Epidemiologi
Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit metabolic multisistem dengan ciri hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya. Kelainan pada sekresi atau kerja insulin tersebut menyebabkan abnormalitas dalam metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein. Estimasi prevalensi diabetes mellitus (DM) pada dewasa (usia 20-79 tahun) sebanyak 6,4% atau
285 juta orang pada tahun 2010 dan akan meningkat menjadi 7,7% atau 439 juta orang pada 2030 (Shaw et al., 2010). Prevalensi
DM tipe 2 terus meningkat. Pada tahun 2020, jumlah penderita DM tipe 2 diperkirakan akan mencapai 250 orang di seluruh dunia
6
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)
(Shulman, 2000). Indonesia sendiri menempati urutan ke-9 dalam estimasi epidemiologi DM dunia pada tahun 2010 dengan 7 juta
kasus dan akan terus naik menjadi peringkat ke-5 pada tahun 2030 dengan 20 juta kasus (Shaw et al., 2009). Penyakit ini jelas
memberikan dampak ekonomi pada penderitanya. Data pada tahun 2005 di Amerika Serikat menyebutkan bahwa diabetes
membutuhkan biaya hingga 130 miliar USD, yaitu 92 miliar USD adalah biaya medis langsung dan 40 miliar USD adalah kerugian
tidak langsung seperti kecacatan, kehilangan pekerjaan dan kematian (Cheng, 2005)
(http://aulanni.lecture.ub.ac.id/)
Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap
tahunnya didiagnosis 600.000 ribu kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan
penyebab kebutaan pada orang dewasa akibat retino diabetik. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2 kali lebih
sering terkena serangan jantung dibandingkan mereka yang tidak terkena serangan jantung. Tiga puluh lima persen penderita
diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskular. Serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah komplikasi yang
paling utama. Selain kematian fetus intrauterin pada ibu-ibu yang menderita diabetes melitus tidak terkontrol juga meningkat
(Schteingart, 2005).
1. Diabetes Tipe 1
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar
akibatnya glukosa tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang
berlebihan, keadaan ini disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
2. Diabetes Tipe II
Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak
sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.
3. Diabetes Gestasional
Didefenisikan sebagai permulaan intoleransi glukosa atau pertama sekali didapat selama kehamilan (Michael F. Greenean dan Caren
G. Solomon, 2005).
(http://repository.usu.ac.id/)
Tabel 2.1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
LO 3.8. Komplikasi
Menurut (Mansjoer dkk, 1999) beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus adalah
Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal. Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada
orang normal jarang melampaui 99 mg% (5,5 mmol/L), tetapi kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar
glukosa plasma kira-kira 10 % lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) karena eritrosit
mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan vena, sedangkan kadar
glukosa darah kapiler diantara kadar arteri dan vena (Wahono Soemadji, 2006).
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya produksi glukosa hati. Glukosa yang
berlebihan ini tidak akan termetabolisme habis secara normal melalui glikolisis. Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose
reduktase akan diubah menjadi sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan
dan perubahan fungsi (Arifin).
Hiperglikemia terdiri dari:
Komplikasi Kronik
a. Penyakit Makrovaskuler
Mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler) (Avicenna, 2009).
8
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)
Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah koroner harus ditingkatkan terutama untuk yang mereka
yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kelainan aterosklerosis seperti mereka yang mempunyai riwayat keluarga penyakit
pembuluh darah koroner ataupun riwayat keluarga DM yang kuat (Waspadji, 2006).
c. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastrointestinal, kardiovaskuler
(Suddarth dan Brunner, 2002).
Pencegahan Primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau
pada populasi umum.
Pencegahan Sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi, dengan
demikian pasien DM yang sebelumnya tidak terdiagnosa dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah
komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel.
Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dimasukkan dalam
upaya pencegahan sekunder supaya lebih diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah karena dapat reversibel. Untuk negara
berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal.
Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk mencegah kecacatan tentu saja harus
dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja pengelolaan
untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini meliputi:
a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes
b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi kegagalan organ
c. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan
(http://repository.usu.ac.id/)
LO 3.10. Prognosis
a. Golongan Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel
Langerhans pankreas masih dapat berproduksi Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa
sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk
diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya (Ditjen Bina
Farmasi dan Alkes, 2005).
b. Golongan Biguanida
Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin
pada tingkat selular dan menurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan hingga berat badan tidak
meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang overweight (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
c. Golongan Tiazolidindion
Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan
meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan
lemak dan otot meningkat. Tiazolidindion diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin tanpa
menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel pankreas. Contoh: Pioglitazone, Troglitazon.
(http://repository.usu.ac.id/)
LO 4.2. Non-farmakologi
1. Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengobatan diet pada diabetes adalah:
a. Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar normal.
b. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
c. Mencegah komplikasi akut dan kronik.
d. Meningkatkan kualitas hidup.
Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes mellitus, yang terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapian
hasil metabolis yang optimal dan pencegahan serta perawatan komplikasi. Untuk pasien DM tipe 1, perhatian utamanya pada
regulasi administrasi insulin dengan diet seimbang untuk mencapai dan memelihara berat badan yang sehat. Penurunan berat
badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel terhadap stimulus glukosa.
2. Olah raga
Berolah secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Prinsipya, tidak perlu olah raga berat, olah
raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olah raga
akan memperbanyak jumlah dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
Pengelolaan DM
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2 4 minggu). Apabila kadar
glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) atau
suntikan insulin. Pada keadaan tertentu OHO dapat segera diberikan sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada kedua keadaan
tersebut perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara
mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus (Yuli, 2010).
Ada 4 pilar utama pengelolaan DM yang digunakan sejak lama, dalam pengelolaan pasien DM tersebut adalah sebagai berikut:
Penyuluhan
Pelaksanaannya para penyuluh diabetes itu sebaiknya memberikan pelayanan terpadu dalam suatu instalasi misalnya dalam bentuk
sentral imformasi yang bekerja 24 jam sehari dan akan melayani pasien atau siapapun yang menanyakan seluk-beluk tentang
diabetes terutama sekali tentang penatalaksanaannya termasuk diet dan komplikasi (Suyono, 2006).
Penyuluhan Diabetes Melitus dapat dilakukan untuk pencegahan primer, sekunder dan tersier (Hiwani Mkes FK USU).
Menurut Yuli (2010) penyuluhan tersebut meliputi pemahaman tentang:
a. Penyakit DM.
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.
c. Penyulit DM.
d. Intervensi farmakologis dan nonfarmakologis.
e. Hipoglikemia.
f. Masalah khusus yang dihadapi.
g. Perawatan kaki pada diabetes.
h. Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan.
i. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Perencanaan Makanan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai
dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat 60-70 %, Lemak 20-25 %, Protein 10-15 %. Jumlah kalori disesuaikan
dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.
Makanan dengan komposisi sampai 70-75 % masih memberikan hasil yang baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300
mg/hari, diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi
PUFA (Poli Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat 25 g/hari, diutamakan serat larut (Yuli,
2010).
Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Indeks (BMI) = Indeks Massa Tubuh (IMT). BMI = IMT = BB(kg)/TB (m).
Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT (Em Yunir, Suharko Soebardi, 2006):
a. Berat badan kurang < 18,5
b. BB normal 18,5 22.9
11
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)
c. BB lebih 23,0
d. Dengan resiko 23 24,9
e. Obes I 25 29,9
f. Obes II 30
Kebutuhan Zat Gizi DM
Protein
Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat tentang asupan protein orang dengan diabetes. ADA pada saat
ini menganjurkan mengkonsumsi 10% sampai 20 % energi dari protein total. Menurut konsensus pengelolaan diabetes di
Indonesia kebutuhan protein untuk orang dengan diabetes adalah 10-15% energi (Drh Hiswani Mkes).
Lemak
Rekomendasi pemberian lemak (Em Yunir, Suharko Soebardi, 2006):
a. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari.
b. Jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7 % dari total kalori per hari.
c. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat
dikonsumsi 200 mg per hari.
d. Batasi asupan asam lemak bentuk trans.
e. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang.
f. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori per hari.
Karbohidrat
Karbohidrat yang diberikan pada diabetesi tidak boleh lebih dari 55-65 % dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih
dari 70 % jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty acids).
Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori (Em Yunir, Suharko Soebardi, 2006).
Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang yang tidak diabetes. Dianjurkan untuk
menkonsumsi 20-35 gr serat makanan dari berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 gr per
hari dengan mengutamakan serat larut (Drh Hiswani Mkes).
Natrium
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu tidak lebih dari 3000 mg (Drh Hiswani Mkes).
Kandungan kalori DM
Kandungan kalori dalam diet penderita setiap hari ditentukan oleh keadaan penyakit yang dideritanya. Jika penderita juga
tergolong penderita obesitas, maka selain pembatasan hidrat arang dan lemak, juga dilakukan pembatasan terhadap kandungan
kalori dalam dietnya. Di RS Cipto Mangunkusumo digunakan delapan diet baku dengan berbagai tingkatan kandungan kalori
(Juni, 2006) yaitu:
1. Diet I : 1100 kalori
2. Diet II : 1300 kalori
3. Diet III : 1500 kalori
4. Diet IV : 1700 kalori
5. Diet V : 1900 kalori
6. Diet VI : 2100 kalori
7. Diet VII : 2300 kalori
8. Diet VIII : 2500 kalori
Diet I sampai III diberikan kepada penderita diabetes yang tergolong penderita obesitas. Diet IV sampai V diberikan kepada
penderita dengan berat badan normal, Diet VI sampai dengan VIII diberikan kepada penderita yang kurus, diabetes dengan
komplikasi, atau penderita diabetes yang sedang hamil.
(http://repository.usu.ac.id/)
12
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)
- Daerah yang mengalami penebalan lebih besar dari 1 area diskus jika lokasinya dalam 1 diameter diskus dari sentral makula.
- Pada pasien CSME yang sulit disembuhkan, intra vitreal kortikosteroid dapat memperbaiki penglihatan dalam jangka singkat
dan mengurangi ketebalan makula selama 2 tahun folow up. Pada masa yang akan datang, kortikosteroid dan anti VEGF dapat
bermanfaat dalam penanganan diabetik makular edem.
13
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)
EDTRS mendapatkan NPRD berat mempunyai peluang 15% progresif menjadi high risk PRD dalam kurun waktu 1 tahun. Very
severe NPRD mempunyai 2 dari gambaran diatas dengan peluang 45% progresif menjadi hihg-risk PRD dalam waktu 1 tahun.
Pelepasan faktor-faktor vasoproliferatif meningkat sesuai derajat iskemik retina. Satu faktor vasoproliferatif, VEGF, telah diisolasi
dari spesimen vitrektomi pasien PRD. VEGF ini dapat menstimulasi neovaskularisasi pada retina, papil nervus optikus, atau
segmen anterior.
2. Proliferatif retinopati diabetik (PRD)
Proliferasi fibrovaskular ekstra retina memperlihatkan variasi stadium perkembangan PRD. Pembuluh darah baru berkembang
dalam 3 stadium:
a. Pembuluh darah baru dengan jaringan fibrous minimal yang melintasi dan meluas mencapai membrana limitan interna.
b. Pembuluh darah baru meningkat ukurannya dan meluas, dengan meningkatnya komponen fibrous.
c. Pembuluh darah baru mengalami regresi, meninggalkan sisa proliferasi fibrovaskular di sepanjang hialoid posterior.
Berdasarkan luasnya proliferasi, PRD dibagi dalam tingkatan early, high-risk, atau advance.
Penatalaksanaan medikal pada retinopati diabetik
Prinsip utama penatalaksanaan medikal adalah memperlambat dan mencegah komplikasi. Ini bisa dicapai oleh pelaksanaan
6
pemeriksaan lokal dan menyeluruh yang mempengaruhi onset NPRD dan progresifitasnya menjadi PRD.
Hipertensi, bila tidak terkontrol selama beberapa tahun sering menyebabkan progresifitas menjadi lebih tinggi dari DME dan
retinopati diabetik. Penyakit oklusi arteri karotis berat dapat menimbulkan PRD advance sebagai bagian dari sindroma iskemik
okular.
Kehamilan dapat berkaitan dengan memburuknya retinopati, oleh karena itu, wanita diabetes yang hamil memerlukan evaluasi
retina yang lebih sering.
Faktor yang paling penting dalam penatalaksanaan medikal pada retinopati diabetik adalah mempertahankan kontrol gula yang
baik.
14
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)
sendiripun. Ia makan apa saja yang ada didekatnya, meskipun kotorannya sendiri, atau kotoran orang yang mengurusnya. Ia suka
hidup ditempat yang kotor, daripada di tempat yang bersih dan ia termasuk hewan jinak yang serakah.
b. Beberapa penyakit yang ditimbulkannya
- Fasciolapsis buski, parasit ini tinggal dalam usus babi, ia keluar bersama kotorannya.
- Round Wormas, cacing ini panjangnya 10 inchi
- Hook Woorms, Telur cacing ini memasuki tubuh dengan jalan menembus kulit.
- Paragonimus, (cacing paru-paru) cacing ini hanya ada di tempat-tempat hidup babi.
- Clonorchis Sinensis, cacing yang tinggal pada saluran empedu pada hati babi ditularkan dengan mengkonsumsinya
- Meta Stronggylus Apri, cacing yang tinggal pada paru-paru babi
Diharamkannya makan darah ada dua sebab
(1) memindahkan makanan yang diserap oleh usus, semisal protein, zat gula, dan lemak keseluruh tubuh dan otot-otot jasmani
disamping membawa vitamin, hormon dan oksigen serta semua unsur-unsur hidup yang dibutuhkan.
(2) membawa sisa-sisa makanan yang membahayakan tubuh dan usus, yang keluar sebagai kencing, keringat dan buang air besar.
Apabila binatang itu sakit, biasanya bakteri-bakteri itu akan berkembang biak di dalam darah yang berguna sebagai perantara
yang memindahkan bakteri dari satu organ tubuh ke organ yang lain.
Oleh sebab itu, Islam mewajibkan penyembelihan secara syar`i yang akan memelihara dan menjamin kemurnian darah
itu setelah disembelih, sehingga darah yang kotor sudah keluar melalui jalur sembelihan. Begitu juga dengan binatang yang
dicekik, hal akan terhalang masuknya oksigen ke paru-paru, dan akan mengakibatkan membekunya karbondioksida dalam tubuh
binatang. Apabila kuman atau bibit penyakit pada binatang yang tidak disembelih akan membawa bahaya bagi manusia yang
mengkonsumsinya.
Ada beberapa jenis binatang yang diperintahkan untuk membunuhnya, dan tidak boleh dimakan akan tetapi untuk
melindungi hidup manusia sesuai dengan hadis nabi yang artinya; Lima binatang yang diperbolehkan untuk membunuhnya, yaitu
tikus, kalajengking, ular, anjing liar dan burung elang (H.R. Muslim)
Dalam surah al-Maidah disebutkan ; Diharamkanbagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas
nama selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas kecuali sempat kamu
sembelih. Dan yang disembelih untuk berhala, dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah karena itu
sebagai kefasikan (Q.S. al-Maidah : 3).
Dari Ibnu Abbas ian berkata, Rasulullah bersabda : Rasul melarang (memakan) setiap binatang yang bertaring dan burung yang
berkaki penyambar (H.R. Muslim dari Ibnu Abbas).
Etika makan dalam Islam. Bahwa rasul makan ketika waktu lapar dan berhenti sebelum kenyang. Selain itu nabi juga
bersabda tentang etika makan yang artinya : Beliau mengecilkan suapannya, mengunyah makanan dengan baik dan tidak
memasukkan suapan kecuali setelah menelan suapan yang terdahulu daripadanya.
Selain itu membaca basmalah, cuci tangan sebelum dan sesudah makan, mencuci mulut, makan dengan tangan kanan,
mengambil maknanan yang terdekat, dan lain sebagainya.
Dari Ka`ab bin Malik Nabi bersabda Anna Rasulallah saw, kana ya`kulu bi tsalasti ashobiqa fa idza faragha laqi`aha.
yang artinya : Sesungguhnya Rasulullah ketika makan beliau menggunakan tiga jari, dan menjilati tangan sebelum dibasuh (H.R.
Muslim).
Jangan makan sambil berbaring, tidak berlebihlebihan, minum dengan tiga tegukan dan mambaca basmalah serta tidak minum
dengan berdiri dan tidak bernafas dalam bejana (gelas). (H.R. Muslim).
Sabda nabi yang artinya : diharamkan atas umatku setiap burung yang berkuku tajam, atau binatang yang bertaring (al-Hadis).
(ocw.usu.ac.id/)
15