Anda di halaman 1dari 15

Muhammad Azmi Hakim (1102012170)

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas


LO 1.1. Makroskopik

(Netter, 2006)

LO 1.2. Mikroskopik
Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas, memproduksi cairan pankreas yang disekresi melalui
duktus pankreas ke dalam usus halus (Sloane, 2003).
Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama, Sloane (2003), yaitu:
a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau langerhans yang mengeluarkan sekretnya keluar. Tetapi, menyekresikan insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya
1-3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk opoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau
langerhans yang terkecil adalah 50, sedangkan yang terbesar 300, terbanyak adalah yang besarnya 100-225. Jumlah semua
pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta (Sloane, 2003).
Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan kecil sel yang tersebar di seluruh organ.
Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut, Sloane (2003):
a. Sel alfa, jumlah sekitar 20-40 %, memproduksi glukagon yang menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai
anti-insulin like activity.
b. Sel beta menyekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.
(http://repository.usu.ac.id/)

(Cui, D. 2011)

1
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Pankreas


LO 2.1. Insulin
Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan
normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh
untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormone
glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan
bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam
gelembung-gelembung
(secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan
peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena fungsi insulin memang sangat
dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama
yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-
obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya
dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat
dipahami secara jelas.
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama
adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose
transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme
glukosa. Fungsinya sebagai kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2
(GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran,
ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi
didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni
proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam
sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel.
Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini
dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.( Gambar 1 )
Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya disebabkan oleh rangsangan ATP hasil
proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-
obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama dengan

2
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)

glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada membran sel beta.

Glucose Ca2+
K+ channel Channel Insulin
GLUT-2 Release
shut Opens

Exocytosis
Glucose K+ secretory

Glucose-6-phosphate Insulin + C peptide
Depolarization Cleavage
Granule transport

ATP of membrane enzymes


Proinsulin
Glucose signaling
preproinsulin
Preproinsulin
B. cell Insulin Synthesis

Gb.1 Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi

Glukosa ( Kramer,95 )

Dinamika Sekresi Insulin


Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga
sekresinya berbentuk biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi insulin normal yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya
rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi
glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. Dengan demikian, kedua
fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas-batas normal, sebagai
cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis.
Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan
terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir juga cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena
hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan. Kinerja
AIR yang cepat dan adekuat ini sangat penting bagi regulasi glukosa yang normal karena pasa gilirannya berkontribusi besar dalam
pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk mempertahankan
berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara fisiologis. AIR yang berlangsung normal, bermanfaat dalam mencegah
terjadinya hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa darah postprandial (postprandial spike) dengan segala akibat
yang ditimbulkannya termasuk hiperinsulinemia kompensatif.
Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali
meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah
selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama, seberapa tinggi puncaknya
(secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di akhir fase 1, disamping faktor resistensi insulin.
Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak
adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut
pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas batas normal.
Dalam prospektif perjalanan penyakit, fase 2 sekresi insulin akan banyak dipengaruhi oleh fase 1. Pada gambar dibawah ini (Gb. 2)
diperlihatkan dinamika sekresi insulin pada keadaan normal, Toleransi Glukosa Terganggu ( Impaired Glucose Tolerance = IGT ),
dan Diabetes Mellitus Tipe 2.
Biasanya, dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula oleh aksi insulin yang juga normal di jaringan ( tanpa resistensi
insulin ), sekresi fase 2 juga akan berlangsung normal. Dengan demikian tidak dibutuhkan tambahan ( ekstra ) sintesis maupun
sekresi insulin pada fase 2 diatas normal untuk dapat mempertahankan keadaan normoglikemia. Ini adalah keadaan fisiologis yang
memang ideal karena tanpa peninggian kadar glukosa darah yang dapat memberikan dampak glucotoxicity, juga tanpa
hiperinsulinemia dengan berbagai dampak negatifnya.

3
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)

Intravenous Second
glucose
Insulin stimulation Phase
IGT
Secretion
First-Phase
Normal

Basal

0 5 10 15 20 25 30 ( minute )

Gb.2 Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa intravena pada keadaan normal dan keadaan disfungsi sel beta ( Ward, 84)

Aksi Insulin
Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon
ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar.
Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate =
IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna
bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum
begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan
selanjutnya juga pada mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja
memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism (Gb. 3). Untuk mendapatkan proses
metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang
berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor
etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.
Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di
jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal
inilah jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih
ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di
jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala
jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen
secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya
terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.

4
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)

1. binding ke reseptor, 2. translokasi GLUT 4 ke membran sel, 3. transportasi glukosa meningkat, 4.disosiasi insulin dari reseptor,
5. GLUT 4 kembali menjauhi membran, 6. kembali kesuasana semula.

Gambar. 3. Mekanisme normal dari aksi insulin dalam transport glukosa di jaringan perifer ( Girard, 1995 )

(repository.unand.ac.id)

LO 2.2. Glukagon
Glukagon berfungsi untuk mempertahankan ketersediaan bahan bakar apabila tidak tersedia glukosa makanan dengan
merangsang pelepasan glukosa dari glikogen hati. Glukagon merangsang glukoneogenesis dari laktat, gliserol, dan asam amino,
dan, bersama dengan penurunan insulin, glukagon memobilisasi asam lemak dari triasilgliserol adiposa sebagai sumber bahan
bakar alternatif. Bekerja terutama di hati dan jaringan adiposa dan hormon ini tidak memiliki pengaruh terhadap metabolisme otot
rangka c(Cranmer H. et al., 2009).
Pelepasan glukagon dikontrol terutama melalui supresi oleh glukosa dan insulin. Kadar terendah glukagon terjadi setelah
makan makanan tinggi karbohidrat. Karena semua efek glukagon dilawan oleh insulin, perangsangan pelepasan insulin yang
disertai tekanan sekresi glukagon oleh makanan tinggi karbohidrat, lemak, dan protein yang terintegrasi (Cranmer H. et al.,
Glukagon disintesis oleh sel pada pankreas endokrin yang terdiri dari kelompok mikroskopis kelenjar kecil, atau pulau
Langerhans, tersebar di seluruh pankreas eksokrin. Hormon tertentu merangsang glukagon seperti katekolamin, kortisol, dan
hormon saluran cerna tertentu (Aswani V., 2010 2009).
(http://repository.usu.ac.id/)

LI 3. Memahami dan Menjelaskna Diabetes Melitus Tipe 2


LO 3.1. Definisi dan klasifikasi
Walaupun secara klinis terdapat 2 macam diabetes tetapi sebenarnya ada yang berpendapat diabetes hanya merupakan suatu
spektrum defisiensi insulin. Individu yang kekurangan insulin secara total atau hampir total dikatakan sebagai diabetes juvenile
onset atau insulin dependent atau ketosis prone, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan
oleh ketoasidosis. Pada ekstrem yang lain terdapat individu yang stable atau maturity onset atau noninsulin dependent. Orang-
orang ini hanya menunjukkan defisiensi insulin yang relatif dan walaupun banyak diantara mereka mungkin memerlukan
suplementasi insulin (insulin requiring), tidak akan terjadi kematian karena ketoasidosis walaupun insulin eksogen dihentikan.
Bahkan diantara mereka mungkin akan terdapat kenaikan jumlah insulin secara absolut bila dibandingkan dengan orang normal.
Tetapi ini biasa berhubungan dengan obesitas dan/atau aktivitas fisik (Gustaviani, 2006).
Klasifikasi DM menurut World Health Organization (2009) adalah:
I. Diabetes tipe 1 : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
II. Diabetes tipe 2 : Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (Noninsulin Dependent Diabetes Melitus) [NIDDM]. Menurunnya
produksi insulin atau berkurangnya daya kerja insulin atau kedua-duanya

III. Diabetes tipe lain menurut (Powers, 2005):


A. Defek genetik dari fungsi sel dikarakteristikkan dengan mutasi pada:
1. Faktor transkripsi inti hepatosit (HNF) 4 (MODY 1)
2. Glukokinase (MODY 2)
5
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)

3. HNF-1 (MODY 3)
4. Faktor promotor insulin (IPF) 1 (MODY 4)
5. HNF-1 (MODY 5)
6. NeuroD1 (MODY 6)
7. DNA mitokondria
8. Konversi insulin atau proinsulin
B. Defek insulin pada kerja insulin
1. Resistensi insulin tipe A
2. Leprekaunism
3. Sindrom rabson-mendenhall
4. Sindrom lipodistrofi
C. Penyakit dari eksokrin pankreaspankreatitis, pankreatektomi, neoplasia, kistik fibrosis, hemokromatosis, pankreatopati
fibrokalkulous.
D. Endokrinopatiakromegali, sindrom cushing, glukagonoma, feokromasitoma, hipertiroid, stomatostatinoma, aldosteronoma.
E. Induksi obat atau kimiapentamidine, asam nikotinik, glukokortikoid, hormon tiroid, -bloker.
F. Infeksirubella kongenital, citomegalivirus, koksakie.
G. Bentuk yang tidak umum dari diabetes yang diperantarai oleh imun "stiff-man" sindrom.
IV. Diabetes melitus gestasional (diabetes selama kehamilan) (ADA, 2003).
(http://repository.usu.ac.id/)

LO 3.2. Etiologi
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena
kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).

Faktor resiko diabetes melitus dari emedicine health:


1. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat
menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%.

2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau
meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.

3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus


Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif.
Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.

4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan
plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.

5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah > 45 tahun.

6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000 gram.
(http://repository.usu.ac.id/)

LO 3.3. Epidemiologi
Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit metabolic multisistem dengan ciri hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya. Kelainan pada sekresi atau kerja insulin tersebut menyebabkan abnormalitas dalam metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein. Estimasi prevalensi diabetes mellitus (DM) pada dewasa (usia 20-79 tahun) sebanyak 6,4% atau
285 juta orang pada tahun 2010 dan akan meningkat menjadi 7,7% atau 439 juta orang pada 2030 (Shaw et al., 2010). Prevalensi
DM tipe 2 terus meningkat. Pada tahun 2020, jumlah penderita DM tipe 2 diperkirakan akan mencapai 250 orang di seluruh dunia
6
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)

(Shulman, 2000). Indonesia sendiri menempati urutan ke-9 dalam estimasi epidemiologi DM dunia pada tahun 2010 dengan 7 juta
kasus dan akan terus naik menjadi peringkat ke-5 pada tahun 2030 dengan 20 juta kasus (Shaw et al., 2009). Penyakit ini jelas
memberikan dampak ekonomi pada penderitanya. Data pada tahun 2005 di Amerika Serikat menyebutkan bahwa diabetes
membutuhkan biaya hingga 130 miliar USD, yaitu 92 miliar USD adalah biaya medis langsung dan 40 miliar USD adalah kerugian
tidak langsung seperti kecacatan, kehilangan pekerjaan dan kematian (Cheng, 2005)
(http://aulanni.lecture.ub.ac.id/)
Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap
tahunnya didiagnosis 600.000 ribu kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan
penyebab kebutaan pada orang dewasa akibat retino diabetik. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2 kali lebih
sering terkena serangan jantung dibandingkan mereka yang tidak terkena serangan jantung. Tiga puluh lima persen penderita
diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskular. Serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah komplikasi yang
paling utama. Selain kematian fetus intrauterin pada ibu-ibu yang menderita diabetes melitus tidak terkontrol juga meningkat
(Schteingart, 2005).

LO 3.4. Patogenesis dan patofisiologi


Patogenesis DM berpangkal pada dua dasar. Interdependensi gambaran DM adalah peningkatan KG plasma dan penurunan
glukosa sebagai substrat produksi energi yang luas. Akibatnya terjadi paradoks starvasi seluler yang efektif dalam suatu kolam
cairan ekstraseluler yang kelebihan glukosa.
Sel yang starvasi untuk produksi energi beralih ke substrat yang kurang optimal, protein, asam amino, dan asam lemak, sebagai
sumber glukoneogenesis. Substrat ini kurang efektif untuk produksi energi, tetapi masih berguna, terutama untuk proses
anabolisme bukan untuk katabolisme.
Luaran spesifik dalam utilisasi asama lemak, dan sedikit banyak dari asam amino, untuk pembentukan energi dengan dampak
produksi bends keton, B-hidroksibutirat, asam asetoasetat dan aseton. Benda-benda keton ini menyebabkan asidosis metabolik
dengan peningkatan anion gap.
(elisa.ugm.ac.id)

1. Diabetes Tipe 1
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar
akibatnya glukosa tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang
berlebihan, keadaan ini disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).

2. Diabetes Tipe II
Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak
sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.

3. Diabetes Gestasional
Didefenisikan sebagai permulaan intoleransi glukosa atau pertama sekali didapat selama kehamilan (Michael F. Greenean dan Caren
G. Solomon, 2005).
(http://repository.usu.ac.id/)

LO 3.5. Manifestasi klinis


Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu:
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah,
Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996).
(http://repository.usu.ac.id/)
7
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)

LO 3.6. Pemeriksaan (Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan diagnosis)


Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa
darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis
DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas
hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat (Budiyanto, 2009).
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan
gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi punya resiko
DM (usia > 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi > 4000 gr,
kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida 250 mg/dl). Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring
(Gustaviani, 2006).
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa,
kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar (Gustaviani, 2006)

Tabel 2.1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM

Sumber : Konsensus Pengelolaan DM Tipe-2 di Indonesia, PERKENI 2002


(http://repository.usu.ac.id/)

LO 3.7. Diagnosis banding

LO 3.8. Komplikasi
Menurut (Mansjoer dkk, 1999) beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus adalah
Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal. Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada
orang normal jarang melampaui 99 mg% (5,5 mmol/L), tetapi kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar
glukosa plasma kira-kira 10 % lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) karena eritrosit
mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan vena, sedangkan kadar
glukosa darah kapiler diantara kadar arteri dan vena (Wahono Soemadji, 2006).

b. Hiperglikemia
Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya produksi glukosa hati. Glukosa yang
berlebihan ini tidak akan termetabolisme habis secara normal melalui glikolisis. Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose
reduktase akan diubah menjadi sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan
dan perubahan fungsi (Arifin).
Hiperglikemia terdiri dari:

1. Diabetes Keto Asidosis (DKA)


Diabetes Ketoasidosis (DKA) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai dengan trias hiperglikemia,
asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif (Soewondo, 2006).
2. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK)
Sindrom KHHNK ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi
berat, hiperglikemia berat dan sering kali disertai ganguan neurolis dengan atau tanpa adanya ketosis (Soewondo, 2006).

Komplikasi Kronik

a. Penyakit Makrovaskuler
Mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler) (Avicenna, 2009).

8
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)

Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah koroner harus ditingkatkan terutama untuk yang mereka
yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kelainan aterosklerosis seperti mereka yang mempunyai riwayat keluarga penyakit
pembuluh darah koroner ataupun riwayat keluarga DM yang kuat (Waspadji, 2006).

b. Penyakit Mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati


Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya mikroalbuminuria, dan kemudian berkembang menjadi
proteinuria secara klinis, berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal
yangmemerlukan pengelolaan dengan pengobatan substitusi (Waspadji, 2006).
Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari retinopati diabetik nonproliferatif sampai perdarahan retina,
kemudian juga ablasio retina dan lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kebutaan. Diagnosa dini retinopati dapat diketahui melalui
pemeriksaan retina secara rutin (Waspadji, 2006).

c. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastrointestinal, kardiovaskuler
(Suddarth dan Brunner, 2002).

d. Ulkus/gangren (Avicenna, 2009).


(http://repository.usu.ac.id/)
LO 3.9. Pencegahan
Kalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi
pada umumnya akan menetap. Oleh karena itu, usaha pencegahan dini untuk komplikasi tersebut sangat diperlukan dan
diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan (Junita, 2006).
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu:

Pencegahan Primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau
pada populasi umum.

Pencegahan Sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi, dengan
demikian pasien DM yang sebelumnya tidak terdiagnosa dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah
komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel.
Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dimasukkan dalam
upaya pencegahan sekunder supaya lebih diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah karena dapat reversibel. Untuk negara
berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal.

Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk mencegah kecacatan tentu saja harus
dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja pengelolaan
untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini meliputi:
a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes
b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi kegagalan organ
c. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan
(http://repository.usu.ac.id/)

LO 3.10. Prognosis

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Diabetes Melitus Tipe 2


Pada penatalaksanaan diabetes mellitus, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa
pengaturan diet dan olah raga. Apabila dalam langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasi dengan
langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya (Ditjen Bina Farmasi dan
Alkes, 2005).
LO 4.1. Farmakologi
1. Insulin
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel pankreas dalam merespon glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri
dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin
mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport
glukosa dari darah ke dalam sel.
Macam-macam sediaan insulin:

1. Insulin kerja singkat


Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai kerjanya baru sesudah setengah jam (injeksi subkutan), contoh: Actrapid,
Velosulin, Humulin Regular.
9
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)

2. Insulin kerja panjang (long-acting)


Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mempersulit daya larutnya di cairan jaringan dan menghambat resorpsinya dari tempat
injeksi ke dalam darah. Metoda yang digunakan adalah mencampurkan insulin dengan protein atau seng atau mengubah bentuk
fisiknya, contoh: Monotard Human.
3. Insulin kerja sedang (medium-acting)
Sediaan insulin ini jangka waktu efeknya dapat divariasikan dengan mencampurkan beberapa bentuk insulin dengan lama kerja
berlainan, contoh: Mixtard 30 HM (Tjay dan Rahardja, 2002).
Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa
darahnya. Untuk pasien yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi metformin dan
sulfonilurea, langkah selanjutnya yang mungkin diberikan adalah insulin (Waspadji, 2010).

2. Obat Antidiabetik Oral


Obat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu penanganan pasien diabetes mellitus tipe 2. Farmakoterapi antidiabetik oral
dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

a. Golongan Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel
Langerhans pankreas masih dapat berproduksi Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa
sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk
diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya (Ditjen Bina
Farmasi dan Alkes, 2005).

Sulfonilurea generasi pertama


Tolbutamid diabsorbsi dengan baik tetapi cepat dimetabolisme dalam hati. Masa kerjanya relatif singkat, dengan waktu paruh
eliminasi 4-5 jam (Katzung, 2002). Dalam darah tolbutamid terikat protein plasma. Di dalam hati obat ini diubah menjadi
karboksitolbutamid dan diekskresi melalui ginjal (Handoko dan Suharto, 1995).
Asektoheksamid dalam tubuh cepat sekali mengalami biotransformasi, masa paruh plasma 0,5-2 jam. Tetapi dalam tubuh obat ini
diubah menjadi 1-hidroksilheksamid yang ternyata lebih kuat efek hipoglikemianya daripada asetoheksamid sendiri. Selain itu itu
1-hidroksilheksamid juga memperlihatkan masa paruh yang lebih panjang, kira-kira 4-5 jam (Handoko dan Suharto, 1995).
Klorpropamid cepat diserap oleh usus, 70-80% dimetabolisme di dalam hati dan metabolitnya cepat diekskresi melalui ginjal.
Dalam darah terikat albumin, masa paruh kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat beberapa hari setelah pengobatan
dihentikan (Handoko dan Suharto, 1995).
Tolazamid diserap lebih lambat di usus daripada sulfonilurea lainnya dan efeknya pada glukosa darah tidak segera tampak dalam
beberapa jam setelah pemberian. Waktu paruhnya sekitar 7 jam (Katzung, 2002).

Sulfonilurea generasi kedua


Gliburid (glibenklamid) khasiat hipoglikemisnya yang kira-kira 100 kali lebih kuat daripada tolbutamida. Sering kali ampuh
dimana obat-obat lain tidak efektif lagi, risiko hipoglikemia juga lebih besar dan sering terjadi. Pola kerjanya berlainan dengan
sulfonilurea yang lain yaitu dengan single-dose pagi hari mampu menstimulasi sekresi insulin pada setiap pemasukan glukosa
(selama makan) (Tjay dan Rahardja, 2002). Obat ini dimetabolisme di hati, hanya 21% metabolit diekresi melalui urin dan sisanya
diekskresi melalui empedu dan ginjal (Handoko dan Suharto, 1995).
Glipizid memiliki waktu paruh 2-4 jam, 90% glipizid dimetabolisme dalam hati menjadi produk yang aktif dan 10% diekskresikan
tanpa perubahan melalui ginjal (Katzung, 2002).
Glimepiride dapat mencapai penurunan glukosa darah dengan dosis paling rendah dari semua senyawa sulfonilurea. Dosis tunggal
besar 1 mg terbukti efektif dan dosis harian maksimal yang dianjurkan adalah 8 mg. Glimepiride mempunya waktu paruh 5 jam
dan dimetabolisme secara lengkap oleh hati menjadi produk yang tidak aktif (Katzung, 2002).

b. Golongan Biguanida
Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin
pada tingkat selular dan menurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan hingga berat badan tidak
meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang overweight (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

c. Golongan Tiazolidindion
Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan
meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan
lemak dan otot meningkat. Tiazolidindion diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin tanpa
menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel pankreas. Contoh: Pioglitazone, Troglitazon.

d. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase


Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan
hiperglikemia postprandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada
kadar insulin. Contoh: Acarbose (Tjay dan Rahardja, 2002).
10
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)

(http://repository.usu.ac.id/)

LO 4.2. Non-farmakologi
1. Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengobatan diet pada diabetes adalah:
a. Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar normal.
b. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
c. Mencegah komplikasi akut dan kronik.
d. Meningkatkan kualitas hidup.

Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes mellitus, yang terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapian
hasil metabolis yang optimal dan pencegahan serta perawatan komplikasi. Untuk pasien DM tipe 1, perhatian utamanya pada
regulasi administrasi insulin dengan diet seimbang untuk mencapai dan memelihara berat badan yang sehat. Penurunan berat
badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel terhadap stimulus glukosa.
2. Olah raga
Berolah secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Prinsipya, tidak perlu olah raga berat, olah
raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olah raga
akan memperbanyak jumlah dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

Pengelolaan DM
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2 4 minggu). Apabila kadar
glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) atau
suntikan insulin. Pada keadaan tertentu OHO dapat segera diberikan sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada kedua keadaan
tersebut perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara
mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus (Yuli, 2010).
Ada 4 pilar utama pengelolaan DM yang digunakan sejak lama, dalam pengelolaan pasien DM tersebut adalah sebagai berikut:

Penyuluhan
Pelaksanaannya para penyuluh diabetes itu sebaiknya memberikan pelayanan terpadu dalam suatu instalasi misalnya dalam bentuk
sentral imformasi yang bekerja 24 jam sehari dan akan melayani pasien atau siapapun yang menanyakan seluk-beluk tentang
diabetes terutama sekali tentang penatalaksanaannya termasuk diet dan komplikasi (Suyono, 2006).
Penyuluhan Diabetes Melitus dapat dilakukan untuk pencegahan primer, sekunder dan tersier (Hiwani Mkes FK USU).
Menurut Yuli (2010) penyuluhan tersebut meliputi pemahaman tentang:
a. Penyakit DM.
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.
c. Penyulit DM.
d. Intervensi farmakologis dan nonfarmakologis.
e. Hipoglikemia.
f. Masalah khusus yang dihadapi.
g. Perawatan kaki pada diabetes.
h. Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan.
i. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Perencanaan Makanan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai
dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat 60-70 %, Lemak 20-25 %, Protein 10-15 %. Jumlah kalori disesuaikan
dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.
Makanan dengan komposisi sampai 70-75 % masih memberikan hasil yang baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300
mg/hari, diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi
PUFA (Poli Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat 25 g/hari, diutamakan serat larut (Yuli,
2010).
Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Indeks (BMI) = Indeks Massa Tubuh (IMT). BMI = IMT = BB(kg)/TB (m).
Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT (Em Yunir, Suharko Soebardi, 2006):
a. Berat badan kurang < 18,5
b. BB normal 18,5 22.9
11
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)

c. BB lebih 23,0
d. Dengan resiko 23 24,9
e. Obes I 25 29,9
f. Obes II 30
Kebutuhan Zat Gizi DM
Protein
Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat tentang asupan protein orang dengan diabetes. ADA pada saat
ini menganjurkan mengkonsumsi 10% sampai 20 % energi dari protein total. Menurut konsensus pengelolaan diabetes di
Indonesia kebutuhan protein untuk orang dengan diabetes adalah 10-15% energi (Drh Hiswani Mkes).

Lemak
Rekomendasi pemberian lemak (Em Yunir, Suharko Soebardi, 2006):
a. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari.
b. Jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7 % dari total kalori per hari.
c. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat
dikonsumsi 200 mg per hari.
d. Batasi asupan asam lemak bentuk trans.
e. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang.
f. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori per hari.

Karbohidrat
Karbohidrat yang diberikan pada diabetesi tidak boleh lebih dari 55-65 % dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih
dari 70 % jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty acids).
Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori (Em Yunir, Suharko Soebardi, 2006).

Vitamin dan Mineral


Vitamin dan mineral terdapat pada sayuran dan buah-buahan, berfungsi utuk membantu melancarkan kerja tubuh. Apabila kita
makan makanan yang bervariasi setiap harinya maka tidak perlu lagi vitamin tambahan. Diabetisi perlu mencapai dan
mempertahankan tekanan darah yang normal. Oleh karena itu, perlu membatasi konsumsi natrium. Hindari makanan tinggi garam
dan vetsin. Anjuran makan garam dapur sehari kira-kira 6-7 gram (1 sendok teh).

Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang yang tidak diabetes. Dianjurkan untuk
menkonsumsi 20-35 gr serat makanan dari berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 gr per
hari dengan mengutamakan serat larut (Drh Hiswani Mkes).

Natrium
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu tidak lebih dari 3000 mg (Drh Hiswani Mkes).

Kandungan kalori DM
Kandungan kalori dalam diet penderita setiap hari ditentukan oleh keadaan penyakit yang dideritanya. Jika penderita juga
tergolong penderita obesitas, maka selain pembatasan hidrat arang dan lemak, juga dilakukan pembatasan terhadap kandungan
kalori dalam dietnya. Di RS Cipto Mangunkusumo digunakan delapan diet baku dengan berbagai tingkatan kandungan kalori
(Juni, 2006) yaitu:
1. Diet I : 1100 kalori
2. Diet II : 1300 kalori
3. Diet III : 1500 kalori
4. Diet IV : 1700 kalori
5. Diet V : 1900 kalori
6. Diet VI : 2100 kalori
7. Diet VII : 2300 kalori
8. Diet VIII : 2500 kalori

Diet I sampai III diberikan kepada penderita diabetes yang tergolong penderita obesitas. Diet IV sampai V diberikan kepada
penderita dengan berat badan normal, Diet VI sampai dengan VIII diberikan kepada penderita yang kurus, diabetes dengan
komplikasi, atau penderita diabetes yang sedang hamil.
(http://repository.usu.ac.id/)

12
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)

LI 5. Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetikum


LO 5.1. Definisi dan klasifikasi
Retinopati diabetik (RD) merupakan suatu komplikasi kronik diabetes melitus karena mikroangiopati vaskular retina yang dapat
menimbulkan kebutaan dan umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang meliputi, usia dan lama menderita DM, kontrol
gula darah, tipe DM serta penyakit yang menyertai, misalnya hipertensi dan nefropati.

Retinopati diabetik dapat diklasifikasikan dalam 2 jenis:


1. Nonproliferatif retinopati diabetik (NPRD)
Pada nonproliferatif retinopati diabetik, perubahan mikrovaskular retina hanya terbatas pada retina saja, tidak menyebar ke membran
limitan interna. Karakteristik NPRD termasuk, mikroaneurisma, area kapiler nonperfusi, infark dari nerve fibre layer, IRMAs,
perdarahan dot and blot intraretina, edema retina, hard eksudat, arteriol abnormalitas, dilatasi dan beading vena retina. NPRD dapat
mengganggu fungsi visual dengan 2 mekanisme:
Berbagai derajat sumbatan kapiler intraretina menimbulkan makular iskemik
Peningkatan permeabilitas vaskularisasi retina menimbulkan edem macula
Diabetik Makular Edema
Diagnosis diabetik makular edema (DME) sangat baik menggunakan slitlamp biomikroskopis, untuk pemeriksaan segmen posterior
menggunakan lensa kontak untuk memperjelas visualisasi. Penemuan penting pada pemeriksaan termasuk:
- Lokasi retina yang menebal relatif terhadap fovea
- Adanya eksudat dan lokasinya
- Adanya cystoid makular edema
Fluoresein angiografi digunakan untuk melihat kebocoran pembuluh darah retina akibat kerusakan barier pembuluh darah retina.
Manifestasi diabetik makular edema berupa penebalan retina secara fokal atau difus dengan atau tanpa eksudat. Karakteristik
edem makula fokal adanya kebocoran fokal dari lesi kapiler spesifik. Edem tersebut berkaitan dengan ring hard exudate. Edem
makula difus mempunyai karakteristik dengan kelainan kapiler retina yang luas berhubungan dengan kebocoran yang luas dari
kerusakan ekstensif barir darah-retina, dan sering dengan cystoid macular edema.
6,7,8

Penanganan diabetik makular edema


Strategi pengobatan untuk diabetik makular edema meliputi modifikasi gaya hidup, olah raga, berhenti merokok, kontrol gula
darah, tekanan darah, kadar lemak darah dan massa indeks tubuh.

Penatalaksanaan laser pada diabetik makular edema


Beberapa paradigma pengobatan yang terbaru berasal dari Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) menetapkan
tentang clinically significant macular edema (CSME) dan merekomendasi penatalaksanaan dengan laser fotokoagulasi fokal
untuk berikut ini:
- Edema retina yang berlokasi pada atau dalam area 500 mikrometer dari sentral makula.
- Hard exudates pada atau dalam area 500 mikrometer dari sentral jika berhubungan dengan penebalan retina yang berdeka

- Daerah yang mengalami penebalan lebih besar dari 1 area diskus jika lokasinya dalam 1 diameter diskus dari sentral makula.

Penatalaksanaan medikal pada diabetik makular edema


- Pada pasien DM yang sulit disembuhkan, injeksi triamsinolon asetonid sub-tenon posterior dapat memperbaiki penglihatan
dalam 1 bulan dan menstabilkan penglihatan sampai satu tahun dalam suatu penelitian retrospektif.

- Pada pasien CSME yang sulit disembuhkan, intra vitreal kortikosteroid dapat memperbaiki penglihatan dalam jangka singkat
dan mengurangi ketebalan makula selama 2 tahun folow up. Pada masa yang akan datang, kortikosteroid dan anti VEGF dapat
bermanfaat dalam penanganan diabetik makular edem.

Penatalaksanaan bedah pada diabetik makular edema


Vitrektomi pars plana dan detachment posterior hyaloid juga bermanfaat untuk mengatasi diabetik makular edema, khususnya
dengan traksi hialoid posterior dan diabetik makular edema difus.

Diabetik Makular Iskemik


Kapiler retina nonperfusi merupakan gambaran yang berhubungan dengan NPRD yang progresif. Angiografi fluoresein
menunjukkan kapiler nonperfusi yang luas. Mikroaneurisma cendrung berkelompok pada pinggir zona kapiler nonperfusi.
Tertutupnya arteriol retina menimbulkan area nonperfusi yang lebih besar dan iskemik progresif. Meluasnya zona
avaskular fovea lebih besar dari 1000 mikrometer diameter umumnya bermakna penurunan penglihatan.

13
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)

Progresifitas menjadi PRD


NPRD berat ditetapkan oleh ETDRS dalam aturan 4:2:1, dengan karakteristik 1 dari yang berikut:
1. Perdarahan intra retinal difus dan mikroaneurisma pada 4 kuadran

2. Venous beading pada 2 kuadran

3. IRMAs (intra retinal mikrovascular abnormality) pada 1 kuadran

EDTRS mendapatkan NPRD berat mempunyai peluang 15% progresif menjadi high risk PRD dalam kurun waktu 1 tahun. Very
severe NPRD mempunyai 2 dari gambaran diatas dengan peluang 45% progresif menjadi hihg-risk PRD dalam waktu 1 tahun.
Pelepasan faktor-faktor vasoproliferatif meningkat sesuai derajat iskemik retina. Satu faktor vasoproliferatif, VEGF, telah diisolasi
dari spesimen vitrektomi pasien PRD. VEGF ini dapat menstimulasi neovaskularisasi pada retina, papil nervus optikus, atau
segmen anterior.
2. Proliferatif retinopati diabetik (PRD)
Proliferasi fibrovaskular ekstra retina memperlihatkan variasi stadium perkembangan PRD. Pembuluh darah baru berkembang
dalam 3 stadium:

a. Pembuluh darah baru dengan jaringan fibrous minimal yang melintasi dan meluas mencapai membrana limitan interna.
b. Pembuluh darah baru meningkat ukurannya dan meluas, dengan meningkatnya komponen fibrous.
c. Pembuluh darah baru mengalami regresi, meninggalkan sisa proliferasi fibrovaskular di sepanjang hialoid posterior.
Berdasarkan luasnya proliferasi, PRD dibagi dalam tingkatan early, high-risk, atau advance.
Penatalaksanaan medikal pada retinopati diabetik

Prinsip utama penatalaksanaan medikal adalah memperlambat dan mencegah komplikasi. Ini bisa dicapai oleh pelaksanaan
6
pemeriksaan lokal dan menyeluruh yang mempengaruhi onset NPRD dan progresifitasnya menjadi PRD.
Hipertensi, bila tidak terkontrol selama beberapa tahun sering menyebabkan progresifitas menjadi lebih tinggi dari DME dan
retinopati diabetik. Penyakit oklusi arteri karotis berat dapat menimbulkan PRD advance sebagai bagian dari sindroma iskemik
okular.
Kehamilan dapat berkaitan dengan memburuknya retinopati, oleh karena itu, wanita diabetes yang hamil memerlukan evaluasi
retina yang lebih sering.
Faktor yang paling penting dalam penatalaksanaan medikal pada retinopati diabetik adalah mempertahankan kontrol gula yang
baik.

Penatalaksanaan laser pada PRD


Penanganan utama PRD meliputi penggunaan laser fotokoagulasi termal dalam pola panretina untuk menimbulkan regresi.
Penatalaksanaan scatter panretinal photocoagulation (PRP) hampir selalu direkomendasikan. Tujuan scatter PRP adalah
6
menyebabkan regresi dari jaringan neovaskular yang ada dan menjaga progresifitas neovaskularisasi selanjutnya.

Penatalaksanaan bedah pada PRD


Ada dua kelainan utama pada advance PRD adalah perdarahan vitreous dan tractional retinal detachment.
- Bedah vitrektomi, indikasinya pada pasien PRD dengan perdarahan vitreous yang tidak membaik sampai lebih satu tahun. The
diabetic retinopathy vitrectomy study (DRVS) telah menetapkan vitrektomi di awal pada perdarahan vitreous sekunder dari PRD.
- Tractional Retinal detachment : vitrektomi bertujuan untuk memperbaiki traksi vitreoretina dan memfasilitasi perlekatan
kembali retina oleh penarikan atau pengelupasan vitreous kortikal atau hialoid posterior.
(http://repository.usu.ac.id/)

LI 6. Memahami dan Menjelaskan Makanan yang Halal dan Thayyiban


Halal adalah: sesuatu yang tidak menyalahi menurut hukum syari`at Islam untuk dikonsumsi dan tidak memudharatkan
serta baik untuk kesehatan. Islam pada dasarnya membolehkan mengkonsumsi semua makanan yang ada di muka bumi, sebab
semua yang diciptakan Allah diperuntukkan bagi manusia, asalkan tidak bertentangan dengan aturan Allah atau yang telah
diharamkan secara jelas dalam al-Qur`an dan sunnah nabi serta tidak membahayakan bagi kesehatan. Sebagaimana firman-Nya
yang artinya: Dan makanlah dari apa yang direzkikan Allah kepadamu (makanan) yang halal lagi baik/thyyyiban (bergizi atau
bervitamin serta berkualitas), dan bertakwalah kepada Allah (Q.S. al-Ma`idah : 88).
Allah mengharamkan suatu makanan bagi hambanya bukan untuk mengekang nafsu hambanya semata, akan tetapi ada
tujuan serta hikmah pengharaman dalam suatu makanan. Selain itu memakan makanan yang haram (baik ia haram dari segi
fisiknya seperti babi atau haram dari cara memperoleh harta seperti hasil korupsi) dapat membutakan hati akibatnya membuat
enggan serta malas melaksanakan ibadah dan halhal yang di perintahkan Allah. Akhirnya tidak mau menerima nasehat yang
sifatnya berbau religi atau yang berkaitan dengan agama, karena anggota tubuhnya dipenuhi dari sumber makanan yang haram.
Contoh nyata efek negatif bagi kesehatan mengkonsumsi makanan yang haram.dari jenis bintang
1. Babi, ada beberapa alasan yang logis :
a. Watak babi, babi mempunyai watak pemalas, utamanya dalam hal, suka sekali pada seksual, suka makan dan tidur, tidak suka
berjalan, tidak senang dengan sinar matahari, tidak memiliki semangat atau nafsu untuk bertarung, bahkan untuk dirinya

14
Muhammad Azmi Hakim (1102012170)

sendiripun. Ia makan apa saja yang ada didekatnya, meskipun kotorannya sendiri, atau kotoran orang yang mengurusnya. Ia suka
hidup ditempat yang kotor, daripada di tempat yang bersih dan ia termasuk hewan jinak yang serakah.
b. Beberapa penyakit yang ditimbulkannya
- Fasciolapsis buski, parasit ini tinggal dalam usus babi, ia keluar bersama kotorannya.
- Round Wormas, cacing ini panjangnya 10 inchi
- Hook Woorms, Telur cacing ini memasuki tubuh dengan jalan menembus kulit.
- Paragonimus, (cacing paru-paru) cacing ini hanya ada di tempat-tempat hidup babi.
- Clonorchis Sinensis, cacing yang tinggal pada saluran empedu pada hati babi ditularkan dengan mengkonsumsinya
- Meta Stronggylus Apri, cacing yang tinggal pada paru-paru babi
Diharamkannya makan darah ada dua sebab
(1) memindahkan makanan yang diserap oleh usus, semisal protein, zat gula, dan lemak keseluruh tubuh dan otot-otot jasmani
disamping membawa vitamin, hormon dan oksigen serta semua unsur-unsur hidup yang dibutuhkan.
(2) membawa sisa-sisa makanan yang membahayakan tubuh dan usus, yang keluar sebagai kencing, keringat dan buang air besar.
Apabila binatang itu sakit, biasanya bakteri-bakteri itu akan berkembang biak di dalam darah yang berguna sebagai perantara
yang memindahkan bakteri dari satu organ tubuh ke organ yang lain.
Oleh sebab itu, Islam mewajibkan penyembelihan secara syar`i yang akan memelihara dan menjamin kemurnian darah
itu setelah disembelih, sehingga darah yang kotor sudah keluar melalui jalur sembelihan. Begitu juga dengan binatang yang
dicekik, hal akan terhalang masuknya oksigen ke paru-paru, dan akan mengakibatkan membekunya karbondioksida dalam tubuh
binatang. Apabila kuman atau bibit penyakit pada binatang yang tidak disembelih akan membawa bahaya bagi manusia yang
mengkonsumsinya.
Ada beberapa jenis binatang yang diperintahkan untuk membunuhnya, dan tidak boleh dimakan akan tetapi untuk
melindungi hidup manusia sesuai dengan hadis nabi yang artinya; Lima binatang yang diperbolehkan untuk membunuhnya, yaitu
tikus, kalajengking, ular, anjing liar dan burung elang (H.R. Muslim)
Dalam surah al-Maidah disebutkan ; Diharamkanbagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas
nama selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas kecuali sempat kamu
sembelih. Dan yang disembelih untuk berhala, dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah karena itu
sebagai kefasikan (Q.S. al-Maidah : 3).
Dari Ibnu Abbas ian berkata, Rasulullah bersabda : Rasul melarang (memakan) setiap binatang yang bertaring dan burung yang
berkaki penyambar (H.R. Muslim dari Ibnu Abbas).
Etika makan dalam Islam. Bahwa rasul makan ketika waktu lapar dan berhenti sebelum kenyang. Selain itu nabi juga
bersabda tentang etika makan yang artinya : Beliau mengecilkan suapannya, mengunyah makanan dengan baik dan tidak
memasukkan suapan kecuali setelah menelan suapan yang terdahulu daripadanya.
Selain itu membaca basmalah, cuci tangan sebelum dan sesudah makan, mencuci mulut, makan dengan tangan kanan,
mengambil maknanan yang terdekat, dan lain sebagainya.
Dari Ka`ab bin Malik Nabi bersabda Anna Rasulallah saw, kana ya`kulu bi tsalasti ashobiqa fa idza faragha laqi`aha.
yang artinya : Sesungguhnya Rasulullah ketika makan beliau menggunakan tiga jari, dan menjilati tangan sebelum dibasuh (H.R.
Muslim).
Jangan makan sambil berbaring, tidak berlebihlebihan, minum dengan tiga tegukan dan mambaca basmalah serta tidak minum
dengan berdiri dan tidak bernafas dalam bejana (gelas). (H.R. Muslim).
Sabda nabi yang artinya : diharamkan atas umatku setiap burung yang berkuku tajam, atau binatang yang bertaring (al-Hadis).
(ocw.usu.ac.id/)

15

Anda mungkin juga menyukai