Tutor :
dr. Pitut Aprilia S, MKK
Anggota :
Dzaki Murtadho 2014730023
Taufiq Zulyasman 2014730089
Abraham Isnan 2014730001
Mehdi Bennet 2014730055
Khilda Zakiyyah S 2014730047
Mutia Rahmawati 2014730066
Amalia Grahani Prasetyo 2014730006
Azkia Rizka Hakim 2014730014
Try Marzela Perdana Ayu 2014730092
Frylie Fremiati 2014730034
Ravena Maharawarman 2014730081
Anis Julianti 2014730010
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Diskusi Tutorial Modul Kesadaran
Menurun ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga serta pengikutnya hingga akhir zaman. Aamiin.
Laporan ini kami buat untuk memenuhi tugas yang wajib dilakukan setelah selesai
membahas kasus PBL. Pembuatan laporan ini pun bertujuan agar kami bisa mengetahui dan
memahami materi-materi yang ada pada Modul Kesadaram Menurun ini.
Terimakasih kami ucapkan kepada tutor kami, dr. Pitut Aprilia S, MKK yang telah
membantu kami dalam kelancaran diskusi tutorial dan pembuatan laporan ini. Terimakasih
juga kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam mencari informasi,
mengumpulkan data, dan mneyelesaikan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi
anggota kelompok kami dan para pembaca.
Laporan kami bukanlah laporan yang sempurnna, oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca sangatlah kami harapkan untuk menambah
kesempurnaan laporan kami.
Wassalamuaalaikum Wr. Wb
Penyusun
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Multipletrauma terjadi ketika seseorang mengalami lebih dari satu cedera
simultan, seperti beberapa patah tulang, laserasi, kerusakan pada organ dalam
seperti hati, limpa, ginjal, dll. Biasanya akibat kecelakaan mobil, luka bakar dan
jatuh, beberapa Kejadian trauma dapat memerlukan perawatan medis yang
ekstensif dan penanganan medis yang penuh perhatian.
II. Tujuan
Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan
menjelaskan bagaimana cara mengenal, menilai, dan mengambil tindakan yang
cepat dan tepat pada penderita dengan multiple trauma .
III. Kegiatan Yang Dilakukan
Kegiatan yang dilakukan berupa diskusi kelompok yang dibimbing oleh seorang
tutor. Kegiatan diskusi dilakukan sesuai dengan tujuh langkah penyelesaian
masalah (seven jumps) sebagai berikut :
Laki-laki 19 tahun
Tergeletak di jalan raya setelah terjatuh dari motor dengan kecepatan tinggi .
Agresif
Gelisah
Tanda vital:
Suhu: 37o
GCS: 12
Pemeriksaan Fisik:
Kepala leher: hematom parietal kanan, nyeri tekan tidak ada, keluar cairan
dari telinga atau hidung tidak ada, terpasang collar neck, trachea ditengah.
V. Mind Map
6. Bagaimana interpretasi GCS 12 Pada skenario dan apa hubungan MT dengan tanda
vital skenario?
9. Bagaimana syarat melakukan transportasi dan rujukan pada penderita mutiple trauma?
10. Bagaimana cara melakukan tindakan khusus pada pasien mutiple trauma?
11. Bagaimana cara pemakaian obat-obatan darurat sesuai dengan penyebab penurunan
kesadara?
Biomekanika Trauma adalah ilmu yang mempelajari kejadian cidera pada suatu jenis
kekerasan atau kecelakaan. Biomekanika trauma ini penting diketahui untuk membantu
dalam menyelidiki akibat yang di timbulkan trauma dan waspada terhadap perlukaan yang
diakibatkan trauma.
Informasi yang rinci mengenai biomekanik dari suatu kecelakaan dapat membantu
identifikasi sampai dengan 90 % dari trauma yang diderita penderita. Informasi yang rinci
dari biomekanik trauma ini dimulai dengan keterangan dari keadaan / kejadian pada fase
sebelum terjadinya kecelakaan seperti minum alkohol, pemakaian obat, kejang, sakit dada,
kehilangan kesadaran sebelum tabrakan dan sebagainya.
Fase 1
Bagian bawah penderita tergeser kedepan, biasanya lutut akan menghantam dash
board dengan keras yang menimbulkan bekas benturan pada dashboard tersebut.
Fase 2
Bagian atas penderita turut tergeser kedepan sehingga dada dan atau perut akan menghantam
setir. Kemudian cedera yang akan terjadi diantaranya:
Cedera abdomen sampai terjadi pendarahan internal karena terjadi perlukaan pada
organ seperti hati, limpa, lambung dan usus
Fraktur costae
Fase 3
Tubuh penderita akan naik, lalu kepala membentur kaca mobil bagian depan atau samping.
Dan kemungkinan cedera yang terjadi adalah:
Fase 4
Setelah muka membentur kaca, penderita kembali terpental ketempat duduk. Perlu
mendapat perhatian khusus apabila kursi mobil tersebut tidak terdapat head rest, karena
kepala akan melenting dibagian atas sandaran kursi. Kemungkinan cedera yang akan terjadi
adalah, fraktur servikal.
2. Tabrakan dari belakang
Tabrakan seperti ini terjadi ketika kendaraan berhenti atau pada kendaraan ynag
kecepatan lajunya lebih lambat. Badan penumpang akan terakselerasi kedepa, sedangkan
kepala seringkali tidak ikut terakselerasi sehingga akan menyebabkan hiperekstensi leher.
Kemungkinan yang akan terjadi adalah fraktur servikal.
Tabrakan samping seringkali terjadi diperempatan yang tidak memiliki rambu lalu
lintas. Tabrakan seperti ini penyebab kematian kedua setelah benturan frontal. Bebrapa
kemungkinan yang akan terjadi akibat tabrakan ini adalah:
Fraktur cervikal
Fraktur costae
Trauma paru-paru
Trauma hati/limpa
Trauma pelvis
Trauma skeletal
4. Terbalik (roll over)
Pada kendaraan yang terbalik, penumpang dapat terbentur pada semua bagian tubuh.
Dalam menangani hal seperti ini harus lebih berhati-hati karena semua bagian bisa
mengalami cedera, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Kemungkinan yang
akan terjadi adalah, multiple trauma, fraktur cervical dan vetebra.
5. Terlempar keluar
Trauma yang dialami penumpang pada kejadian ini dapat lebih berat. Kemungkinan
terjadinya trauma dapat meningkat 300% apabila mengalami kejadian ini. Kemungkinan
cedera yang akan terjadi adalah, multiple trauma, trauma capitis, trauma organ dalam, fraktur
cervical.
o Benturan frontal
Bila roda depan menabrak suatu objek dan berhenti mendadak, maka
kendaraan akan berputar kedepan. Pada saat gerakan ini kepala, dada atau
perut pengendara akan membentur stang kemudi.
Bila pengendara terlempar keatas melewati stang kemudi, maka tungkainya
akan membentur stang kemudi, kemudian akan terjadi fraktur femur bilateral.
o Benturan lateral
Pada benturan samping, mungkin akan terjadi fraktur terbuka atau tertutup
pada tungkai bawah.
o Laying the bike down
Untuk menghindrai terjepit kendaraan atau objek yang akan ditabrak, biasanya
pengendara menjatuhkan dirinya dari kendaraan. Cara ini dapat menimbulkan
cedera jaringan lunak yang sangat parah.
Jatuh
Pada kecelakaan ini dapat mengakibatkan beberapa kondisi diantaranya,
1. Jatuh dalam posisi supine
Secara umum dapat menyebabkan axial dan appendicular skeletal injury.
2. Jatuh dalam posisi prone
Dapat mengakibatkan cedera deselerasi thorak dan abdomen
3. Jatuh dengan kepala di bawah
Cedera kepala dan cervical
4. Jatuh dalam keadaan berdiri
Dapat menyebabkan fraktur thoracolumbar, pelvis, dan ekstremitas bawah.
Trauma tajam
1. Leher anterior
Hematom retrofaring yang berpotensi menyumbat airway, cedera
esophagus.
2. Bokong
Cedera rectum dan peritoneum.
3. Thorak
Cedera jantung dan aorta.
2014730092
Trauma dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan serta infeksi pada tubuh
penderita. Adanya kerusakan jaringan serta infeksi pada tubuh penderita tersebut
menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang merupakan respon adaptif tubuh untuk
mengeliminasi jaringan yang rusak untuk mengeliminasi jaringan yang terinfeksi.
Selain disfungsi beberapa organ tubuh, juga terjadi gangguan terhadap sistem
imunitas tubuh pasien berupa supresi imun. Sindrom tersebut dikenal dengan multiple organ
dysfunction syndrome (MODS). MODS kemudian akan menyebabkan terjadinya multiple
organ failure (MOF) yang kemudian berakhir dengan kematian.
Selain MODS, respon inflamasi yang berlebihan juga dapat menyebabkan terjadinya
acute respiratory distress syndrome (ARDS) . Hal tersebut disebabkan oleh karena respon
inflamasi yang berlebihan akan terjadi kerusakan pada permukaan alveolar-capillary sehingga
menyebabkan kebocoran cairan kaya protein ke rongga alveoli yang akan menimbulkan
manifestasi klinis ARDS.
Nim: 201430034
4.Jelaskan mekanisme multiple trauma pada skenario dan factor risiko yang
memperberat!
Faktor yang memperberat: 1. Beratnya cedera primer
2. Komplikasi intracranial 6. Usia
3. Hiperkarbia 7. Peralatan RS yang tidak memandai
4. Hipotensi 8. Operasi definitive
5. Anemia 9. Waktu pre-hospital yang lama
10. Rujukan terlambat/tidak memadai
Nama :Amalia Grahani Prasetyo
NIM : 2014730006
5. Bagaimana penyebab dan patomekanisme terjadinya penurunan kesadaran yang
disebabkan trauma kepala ?
Etiologi
1. Gangguan metabolic / fungsional
2. Gangguan struktural
A. Lesi supratentorial
I. Perdarahan intraserebral
II. Infark
III. Tumor Otak
B. Lesi infratentorial
I. Perdarahan : serebelum pons
II. Infark : batang otak
III. Tumor : serebelum
IV. Abses : serebelum
Pada saat terjadi trauma kepala mengalami akselerasi dimana kepala terjatuh secara cepat
dan mendadak yang seketika menimbulkan penggeseran otak serta pengembangan gaya
kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Karena itu
kepala membentang batang otak terlampau kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible
terhadap lintasan ascending retikularis difus (ARAS) . Akibat blockade itu otak tidak
mendapat input aferen karena itu lah kesadaran hilang, kemudian terjadi dekaselerasi dimana
terhentinya akselerasi yaitu saat kepala terbanting pada tanah atau lantai.
Referensi:
Nim:2014730047
HR 124x/menit Takikardi
RR 18x/menit normal
Nim: 2014730023
Airway
MEHDI BENNET
2014730055
Tujuan utama dari penanganan awal pasien multiple trauma adalah untuk membuat pasien
bertahan hidup. Prioritas awal adalah resusitasi untuk memastikan perfusi dan oksigenasi
yang adekuat ke semua organ vital. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara konservatif seperti
intubasi, ventilasi, dan volume replacement sesuai dengan protokol Advanced Trauma and
Life Support / ATLS. Bila dengan cara konservatif tidak bisa memberikan respon yang positif
maka dapat dilakukan immediate life-saving surgery (Solomon, 2001; Rockwood, 2006).
Prioritas dan Timing Pembedahan pada Pasien Multiple Trauma
Pada pasien multiple trauma, keputusan untuk memilih cedera yang akan ditangani terlebih
dahulu dapat menjadi sulit, terutama bila cedera tersebut berbahaya dan dapat menyebabkam
gangguan hemodinamik. Ketika cedera yang berbeda memerlukan tindakan spesialisasi yang
berbeda maka dapat menimbulkan perbedaan pendapat mengenai prioritas tindakan yang
akan dilakukan. Penelitian mengenai epidemiologi mortalitas pada pasien trauma serta
pengalaman klinis yang dimiliki
dapat memilah cedera tertentu yang sangat fatal dan harus menjadi prioritas untuk ditangani
dibandingkan cedera lainnya. Terkadang pada cedera tertentu dapat dilakukan tindakan
pembedahan dini tanpa dilakukannya prosedur diagnostik yang bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa. Cedera-cedera yang dimaksud adalah penetrating thoracic injury
yang mengakibatkan cardiac tamponade, open arterial injury, dan trauma pelvis. Adanya
perdarahan yang terus-menerus disertai syok yang resisten terhadap resusitasi pada area
thorak, abdomen, atau pelvis merupakan indikasi untuk dilakukannya tindakan pembedahan
(Pape et al, 2002; Rockwood, 2006).
Timing untuk melakukan pembedahan harus mempertimbangkan kondisi pasien serta respon
pasien terhadap resusitasi awal (Trentz O L, 2000).
Rehabilitasi
Rehabilitasi pada pasien multiple trauma harus dimulai sedini mungkin. Pada pasien multiple
trauma dengan cedera kepala, rehabilitasi bertujuan untuk memfasilitasi stimulasi terhadap
fungsi kognitif dari pasien. Sebelum dilakukan rehabilitasi sebaiknya dipastikan terlebih
dahulu bahwa pasien tersebut sudah tidak dalam pengaruh dari obat sedatif (Rockwood,
2006).
Pada rehabilitasi pasien multiple trauma yang disertai dengan cedera pada sistem
muskuloskeletal maka rehabilitasi bertujuan untuk melatih mobilisasi dari ekstremitas yang
mengalami cedera. Saat perawatan di bangsal, rehabilitasi dilakukan dengan latihan aktif oleh
pasien tersebut serta diawasi oleh trained physiotherapist. Sering terjadi ketakutan pada
pasien saat melakukan mobilisasi, hal tersebut memerlukan penjelasan yang baik dari dokter
bedah maupun physiotherapist mengenai tujuan dari mobilisasi tersebut yaitu untuk
mempertahankan mobilitas sendi serta untuk mencegah terjadinya osteoporosis yang
disebabkan oleh imobilisasi (Rockwood, 2006).
Nama: Mutia Rahmawati
Nim: 2014730066
9. Syarat rujukan dan transportasi!
Rujukan dan transportasi
A. Dokter yang merujuk
1. Identitas Penderita
C. Dokumentasi
1. Permasalahan penderita
1. Airway
2. Breathing
A. Tentukan laju pernafasan(RR) dan berikan oksigen
3. Circulation
5. Pemeriksaan diagnostik
referensi:
2014. Buku panduan BT & CLS basic trauma and cardiac life support.
Jakarta. RS islam jakarta pondok kopi
Nim : 2014730089
Setelah dilakukan assessment dan intervensi awal maka kondisi pasien sebaiknya
diklasifikasikan diantara empat kategori dengan tujuan untuk memandu langkah perawatan
berikutnya. Keempat kategori tersebut adalah stable, borderline, unstable, dan in extremis.
Kategori ini berdasarkan atas derajat keparahan trauma,adanya cedera spesifik,dan keadaan
hemodinamik. Sebelum pasien dimasukkan dalam salah satu kategori,terlebih dahulu harus
dicapai end points of resuscitation. Yang termasuk end poin of resuscitation adalah
hemodinamik yang stabil, saturasi oksigen yang normal, urine ouput di atas 1
mL/kgBB/jam,dan tidak diperlukannya inotropic.
Pasien dikatakan stable bila pasien tidak memiliki cedera yang mengancam jiwa
dengan segera,berespon terhadap terapi awal,dan memiliki hemodinamik stabil tanpa
dukungan inotropik. Pada pasien tidak terdapat gangguan fisiologis,seperti
koagulopati,respiratory distress, atau ongoing occult hypoperfusion yang bermanifestasi
sebagai gangguan keseimbangan asam basa,serta pada pasien tidak terdapat hipotermia.
Pasien dalam kondisi stable memiliki physiologic reserve untuk mampu bertahan
menghadapi tindakan pembedahan yang panjang.
Pasien dikatakan borderline bila pasien telah distabilkan dan berespon terhadap
resusitasi awal tetapi memiliki beberapa manifestasi klinis atau cedera sebagai berikut :
ISS <40
Hipotermia dengan temperature <35oC
Mean pulmonary arterial pressure awal >24 mmHg atau peningkatan >6 mmHg pada
pulmonary artery pressure selama dilakukannya intramedullary nailing atau tindakan
operasi lainnya
Multiple injuries (ISS>20) yang disertai dengan trauma thorak (AIS>2)
Multiple injuries yang disertai dengan cedera abdomen pelvis yang parah serta
mengalami syok hipovolemik pada awal datangnya pasien tersebut (systolic BP <90
mmHg)
Adanya kontusio paru pada pemeriksaan radiologis
Pasien dengan fraktur femur bilateral
Pasien dengan cedera kepala sedang atau berat (AIS>3)
Pasien dikatakan unstable bila kondisi hemodinamin pasien masih unstable walaupun
telah dilakukan resusitasi awal. Pada pasien tersebut berisiko tinggi untuk mengalami
perburukan secara cepat, yang kemudian diikuti dengan multiple organ failure dan
kematian. Pada kategori ini maka penatalaksanaan menggunakan damage control
approach,dimana pendekatan tersebut menekankan rapid life saving surgery hanya bila
diperlukan secara absolute serta diikuti dengan mentransfer pasien ke ICU untuk
stabilisasi dan monitoring lebih lanjut. Disarankan untuk dilakukan temporary
stabilization dari fraktur dengan menggunakan external fixation dan juga dilakukan
hemorrhage control. Tindakan pembedahan yang kompleks sebaiknya ditunda hingga
tercapainya kondisi pasien yang stabil serta respon inflamasi telah berkurang. Hal tersebut
bertujuan untuk mengurangi dampak second hit dari suatu tindakan pembedahan.
Pasien yang termasuk kategori in extremis adalah pasien yang akan meninggal akibat
cedera yang terlalu parah dan sering didapatkan adanya ongoing uncontrolled blood loss.
Pasien terssebut tetap severely unstable walaupun telah dilakukan usaha resusitasi yang
agresif. Pada pasien tersebut juga ditemukan triad of death, yaitu hipotermia,asidosis,dan
koagulopati. Sebaiknya tetap dilakukan damage control approach yang bertujuan untuk
menyelamatkan jiwa kemudian setelah tindakan tersebut pasien ditransfer ke ICU untuk
invasive monitoying dan advanced hematological,pulmonary, dan cardiovascular
support. Cedera orthopaedi dapat distabilkan dengan cepat dengan mengguakan external
fixation. Tindakan pembedahan yang bersifat rekonstruktif sebaiknya ditunda dan dapat
dikerjakan bila nyawa pasien tersebut terselamatkan.
Nama: Abraham Isnan
Nim: 2014730001
Teknik sederhana dapat dikerjakan untuk stabilisasi pelvis sebelum dirujuk. Traksi kulit
longitudinal atau trakasi skeletal dapat dikerjakan sebagai tindakan pertama. Karna
cedera ini membuat hemipelvis mengalami eksorotasi, rotasi internal tungkai dapat
mengecilkan volume pelvis.
Prosedur sebelumnya dapat ditambah dengan memberi stabilitas langsung pada pelvis
secara sederhana dengan memasang kain pembungkus melilit pelvis yang berfungsi
sebagai sling atau vacuum type long spine splinting device, atau PASG. Cara-cara
sementara ini dapat membantu stabilisasi awal. Pengobatan definitive penderita dengan
hemodinamik tidak normal memerlukan kerjasama team spesialis bedah danortopedi,
serta disiplin lain yang mungkin diperlukan.
Fraktur pelvis terbuka dengan perdarahan yang jelas, memerlukan balut tekan dengan
tampon untuk menghentikan perdarahan. Konsultasi bedah segera sangat diperlukan.
Hentikan perdarahan aktif dengan cara menekan langsung pada bagian yang mengalami
perdarahan. Dapat juga dilakukan pemasangan bidai. Pemasangan bidai yang baik dapat
menurunkan perdarahan secara nyata dengan mengurangi gerakan, mengurangi nyeri,
dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut.
Resusitasi cairan yang agresif merupakan hal yang penting disamping usaha
menghentikan perdarahan.
Referensi
ATLS
SIMPULAN
Berdasarkan diskusi kelompok kami, pasien pada kasus di skenario untuk penanganan
gawat daruratannya sebagai berikut:
a. Airway:
Jika curiga cedera kepala dan leher hanya boleh jaw thrust
b. Breathing:
IPPA
c. Circulation:
Cek perdarahan
d. Disability: