Anda di halaman 1dari 3

KRISIS KOMUNIKASI MONSTER ANCOL

YUSTISTIA HARDIYATI
43214320041
KOMUNIKASI BISNIS
Apa Itu Krisis Komunikasi?

Komunikasi krisis adalah proses dialog antara perusahaan dengan publik yang dilakukan
dengan tujuan untuk menangani krisis yang sedang melanda perusahaan. Strategi dan
taktik komunikasi yang digunakan organisasi ketika menghadapi krisis ini dapat memperbaiki
citra dan reputasi pasca krisis.
Krisis komunikasi terkait dengan penggunaan semua peralatan public relations yang ada,
dalam rangka memelihara dan memperkuat reputasi organisasi dalam jangka panjang serta
pada waktu ketika organisasi berada dalam kondisi bahaya. Setiap hari, organisasi selalu
berhadapan dengan masalah. Keterlambatan pengiriman barang, konsumen yang tidak puas,
peluang kerja yang tidak terpenuhi, meningkatnya harga, dan layanan yang kacau adalah
beberap tantangan yang sering dihadapi dunia usaha. Namun masalah tersebut tidak selalu
berarti mendatangkan krisis kepada perusahaan.
Krisis merupakan suatu permasalahan besar yang tidak terduga dan memiliki dampak negatif
sekaligus positif. Permasalahan ini bisa menghancurkan organisasi, karyawan, hingga
reputasi perusahaan. Namun jika krisis dapat ditangani dengan baik oleh organisasi atau
perusahaan, maka reputasi dan citra perusahaan tersebut justru akan menjadi lebih positif.
Krisis berbeda dengan masalah sehari-hari, krisis sering menarik minat dan menjadi perhatian
publik melalui liputan media. Keadaan seperti ini dapat menggang operasional normal
perusahaan dan dapat berdampak pada kehidupan di bidang politik, hukum, keuangan, dan
serta pemerintahan dalam perusahaan.
Kali ini akan dilakukan pembahasan krisis komunikasi monster ancol. Kalau dahulu ada Si
Manis Jembatan Ancol yang legendaris, sekarang muncul Monster Ancol yang katanya
seperti Piranha. Bedanya Si Manis Jembatan Ancol dihidupkan oleh komunikasi dari mulut
ke mulut, hanya ada dalam imajinasi. Terbentuknya perlahan, legendanya pun bertahan lama.
Sementara Monster Ancol meledak dengan cepat yang dihidupkan dari sepotong video di
You Tube, dan dibesarkan oleh media dan komunikasi dari mulut ke mulut, terutama oleh
imajinasi orang yang tidak melihat videonya secara langsung di You Tube.

Maklum, komposisi orang yang melek internet di negeri kita tergolong rendah. Apalagi judul
video itu cukup seram, Monster Ancol Like Piranha. Dan seperti biasanya, komunikasi
berantai menyebabkan makna isi pesan menjadi melenceng. Sebenarnya dalam video itu
sudah dijelaskan bahwa binatang yang dimaksud adalah kutu air, tidak provokatif seperti
judulnya, bahkan mengandung unsur edukatif. Walaupun si pembuat video membuat judul
yang sensasional, kesalahan intrepretasi bak bola salju ini di luar perkiraan si pembuatnya
sendiri, yang masih ABG.

Terlepas dari tidak adanya unsur kesengajaan untuk menjatuhkan nama Ancol, tetapi rumor
yang tersiar tentu merugikan Ancol, yang kabarnya merupakan tempat rekreasi dengan
pengunjung terbesar ketiga di dunia. Respon cepat Jaya Ancol, patut diacungi jempol.
Keterbukaannya terhadap media, sangat membantu meluruskan kembali berita yang beredar.
Rumus utama aktivitas PR dalam rangka meluruskan kesalahpahaman dan mispersepsi adalah
mengidentifikasi masalah, respon yang cepat, manfaatkan media secara optimal, jangan
sembunyikan fakta dan jelaskan langkah-langkah telah dilaksanakan dan apa yang akan
dilakukan.

Adanya kutu air di pantai Ancol adalah fakta yang harus diakui. Sementara monster
adalah opini terhadap fakta, yang bermula dari persepsi yang keliru. Antara fakta dan persepsi
mesti dipilah. Dalam kasus ini, krisis tidak bersumber dari fakta, tetapi dari persepsi terhadap
fakta. Sehingga titik beratnya adalah manajemen terhadap persepsi. Sejatinya sumber
masalah dipicu oleh terminologi monster, diasosiasikan pula dengan Piranha. Visualisasi yang
kuat yang ditimbulkan video memunculkan kecemasan terhadap keselamatan pengunjung
Ancol.

Langkah Ancol untuk menginvestigasi dan kemudian mengakui fakta bahwa kutu air
memang terdapat di pantai Ancol merupakan langkah yang tepat, karena di balik
pengakuannya terhadap fakta juga sudah ada upaya untuk meluruskan bahwa monster itu
adalah kutu air. Memakai pihak ketiga yang kredibel (LIPI) untuk meluruskan terminologi
monster itu juga merupakan langkah yang tepat. Barangkali yang terlewat dari perhatian
adalah membuat video tandingan, bahwa makhluk ini tidak berbahaya bagi manusia dengan
visualisasi yang kuat. Bagaimanapun penggambaran visual memberikan impresi lebih kuat
dan menancap di benak daripada pernyataan. Media televisi lebih membutuhkan video
daripada pernyataan seseorang, sehingga tetap saja mereka memutar video monster karena
lebih menarik bagi pemirsa. Jika ada video tandingan, televisi juga akan memutarnya.
Kemunculan video pembuktian ini lebih penting ketimbang membahas ketidakseimbangan
ekosistem.

Video tandingan itu berupa pembuktian bahwa kutu air tidak berbahaya bagi manusia.
Misalnya dengan mempertunjukkan bagaimana kutu ikan itu memakan bangkai ikan, tetapi
tidak memakan manusia. Bahkan jika berpikir kreatif mengapa Jaya Ancol tidak membuat
pertunjukan spektakuler, dengan menggelar atraksi Monster Ancol yang menggambarkan
manusia yang dikerubuti monster tersebut ternyata tidak apa-apa. Bukankah sebenarnya
dalam sebuah problema selalu terdapat peluang? Kreatifitas semacam ini juga merupakan
cerminan dari tata nilai unggulan (core values) Think Wild sebagai bagian dari budaya
ANCOL SPECTACULER.

Dengan adanya pesan berantai dan viralnya video tersebut di dunia maya mempercepat
penyampaian informasi tapi masih ada saja penyampaian informasi yang kurang tepat
sehingga terjadinya kesalahan informasi yanng menyebabkan salah satu pihak merasa
dirugikan. Akan tetapi pihak jaya ancol mengambil tindakan cepat dengan melakukan
kegiatan disekitaran ancol dengan mematahkan teori monster ancol yaitu Kutu Air tersebut.

Anda mungkin juga menyukai