Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

VAKSIN HUMAN PAPILOMA VIRUS

Oleh:
Farella Kartika Huzna
FK UKRIDA 11.2015.233

Pembimbing:
Dr. Melani Rakhmi Mantu, Sp.A, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) TARAKAN, JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
(UKRIDA), JAKARTA
PERIODE 22 MEI 2017 29 JULI 2017
PENDAHULUAN

Kanker leher rahim merupakan salah satu kanker yang paling sering diderita oleh
perempuan di seluruh dunia. Di Indonesia, kanker leher rahim menempati peringkat kedua dari
segi jumlah penderita kanker pada perempuan namun sebagai penyebab kematian masih
menempati peringkat pertama.1,2
Untuk wilayah ASEAN, insidens kanker leher rahim di Singapore sebesar 25,0 pada ras
Cina; 17,8 pada ras Melayu; dan Thailand sebesar 23,7 per 100.000 penduduk. Insidens dan
angka kematian kanker leher rahim menurun selama beberapa dekade terakhir di AS. Hal ini
karena skrining Pap menjadi lebih populer dan lesi leher rahim pre-invasif lebih sering dideteksi
daripada kanker invasif. Diperkirakan terdapat 3.700 kematian akibat kanker leher rahim pada
2006.2
Berdasarkan data WHO (World Health Organization) pada tahun 2008 diperkirakan setiap
harinya ada 38 kasus baru kanker leher rahim dan 21 orang perempuan yang meninggal karena
kanker leher rahim di Indonesia. Pada tahun 2025 diperkirakan kasus baru kanker leher rahim di
Indonesia akan meningkat sebesar 74%, sementara secara keseluruhan prevalensinya akan
meningkat sebesar 49%.2 Pada tahun 2008, terdapat 530 202 kasus baru kanker leher rahim di
seluruh dunia. Dengan jumlah itu berarti diperkirakan akan didapatkan sekitar 1 kasus baru
kanker leher rahim setiap menitnya di dunia. Secara keseluruhan diperkirakan insidensi kanker
leher rahim di seluruh dunia adalah sebesar 16,2 per 100 000 penduduk.3
Penyakit kanker leher rahim dan payudara merupakan penyakit kanker dengan prevalensi
tertinggi di Indonesia pada tahun 2013, yaitu kanker leher rahim sebesar 0,8 dan kanker
payudara sebesar 0,5. Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi D.I.
Yogyakarta memiliki prevalensi kanker leher rahim tertinggi yaitu sebesar 1,5.4
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker leher rahim sebesar 76,2% di
antara kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium lanjut, yaitu stadium IIB-IVB,
sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium IIIB, yaitu stadium dengan gangguan fungsi ginjal,
sebanyak 37,3% atau lebih dari sepertiga kasus.4

2
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Human Papiloma Virus (HPV) adalah virus DNA sirkuler dengan untaian ganda yang
tidak berselubungkan virion. Virus tersebut adalah anggota famili Papoviridae, genus
papillomavirus.2

Etiologi
HPV memiliki kapsul isohedral dengan ukuran 72 kapsomer dan berdiameter 55
mikrometer. Berat molekul HPV adalah 5 x 106 Dalton. Saat ini telah diidentifikasi lebih dari
100 tipe HPV dan mungkin akan lebih banyak lagi di masa mendatang. Dari 100 tipe tersebut,
hanya kurang dari setengahnya yang dapat menginfeksi saluran kelamin. Masing-masing tipe
mempunyai sifat tertentu pada kerusakan epitel dan perubahan morfologi lesi yang ditimbulkan.
Tipe yang dapat menyebabkan keganasan adalah HPV tipe 16, 18, 26, 27, 30, 31, 33-35, 39, 40,
42-45, 51-59, 61, 62, 64, 66-69 dan 71-74.1
Pada proses karsinogenesis, asam nukleat virus dapat bersatu ke dalam gen dan DNA
manusia sehingga menyebabkan mutasi sel. HPV memproduksi protein yaitu protein E6 pada
HPV tipe 18 dan protein E7 pada HPV tipe 16 yang masing-masing mensupresi gen P53 dan gen
Rb yang merupakan gen penghambat perkembangan tumor.1

3
Epidemiologi
Relative survival pada wanita dengan lesi pre-invasif hampir 100%. Relative 1 dan 5
years survival masing-masing sebesar 88% dan 73%. Apabila dideteksi pada stadium awal,
kanker leher rahim invasif merupakan kanker yang paling berhasil diterapi, dengan 5 YSR
sebesar 92% untuk kanker lokal. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum
yang lemah, status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana
dan prasarana, jenis histopatologi, dan derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis
dari penderita.4

Gambar 1. Insiden Standar Usia rata-rata dari Kanker leher rahim di negara berkembang.3

Gambar 2. Insiden rata-rata dari Kanker leher rahim di negara berkembang.3


4
Patofisiologi
HPV yang merupakan faktor inisiator dari kanker leher rahim yang menyebabkan
terjadinya gangguan sel leher rahim. Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan
penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Integrasi DNA virus dengan genom sel tubuh
merupakan awal dari proses yang mengarah transformasi. Integrasi DNA virus dimulai pada
daerah E1-E2. Integrasi menyebabkan E2 tidak berfungsi, tidak berfungsinya E2 menyebabkan
rangsangan terhadap E6 dan E7 yang akan menghambat p53 dan pRb. Hambatan tersebut
menyebabkan siklus sel tidak terkontrol, perbaikan DNA tidak terjadi, dan apoptosis tidak
terjadi.3 E6 akan mengikat p53 sehingga Tumor suppressorgene (TSG) p53 akan kehilangan
fungsinya, yaitu untuk menghentikan siklus sel pada fase G1. Sedangkan onkoprotein E7 akan
mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F, yang merupakan faktor transkripsi
sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol. Penghentian siklus sel pada fase G1 oleh P53
bertujuan memberi kesempatan kepada sel untuk memperbaiki kerusakan yang timbul. Setelah
perbaikan selesai maka sel akan masuk ke fase S. p53 menghentikan siklus sel dengan cara
menghambat kompleks cdk-cyclin yang berfungsi merangsang siklus sel untuk memasuki fase
selanjutnya. Jika penghentian sel pada fase G1 tidak terjadi, dan perbaikan tidak terjadi, maka sel
akan terus masuk ke fase S tanpa ada perbaikan.1-2
Sel yang abnormal ini akan terus membelah dan berkembang tanpa kontrol. Selain itu
p53 juga berfungsi sebagai perangsang apoptosis, yaitu proses kematian sel yang dimulai dari
kehancuran gen intrasel. Apoptosis merupakan upaya fisiologis tubuh untuk mematikan sel yang
tidak dapat diperbaiki. Hilangnya fungsi p53 menyebabkan proses apoptosis tidak berjalan.
Kekuatan ikatan protein E7 dengan pRb berbeda-beda pada beberapa tipe virus HPV, misalnya:
ikatan E7 HPV 6 dan 11 kurang kuat dibandingkan dengan HPV 16 ataupun 18.1-2

Gambar 3. Perjalanan penyakit kanker leher rahim.4


5
Gambar 4. Patofisiologi kanker leher rahim dengan perubahan mukosa rahim.11

Gejala Klinis

6
Vaksin HPV

Vaksin kanker pada awal perkembangannya dimulai dari lisan tumor sendiri, kemudian
berkembang dengan sasaran tumor associated antigen, yaitu molekul yang diekspresikan oleh
tumor dan tidak oleh sel normal. Selanjutnya digunakan peptida atau DNA sebagai antigen.
Antigen DNA biasanya lemah dan untuk memperkuat potensi imunogeniknya dilakukan dengan
berbagai rekayasa. Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like
protein) yang merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat
imunogenik kuat. Dengan diketahuinya infeksi HPV sebagai penyebab kanker leher rahim ,
maka terbuka peluang untuk menciptakan vaksin dalam upaya pencegahan kanker leher rahim.
Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin:4
1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat terlindung dari
infeksi HPV.
2. Vaksin pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel yang terinfeksi
HPV dapat dimusnahkan.
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang kuat, bersifat
lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat melindungi terhadap infeksi
HPV genotif yang sama . Dalam hal ini, antibodi humoral sangat berperan besar dan antibodi ini
adalah suatu virus neutralising antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV dalam percobaan
invitro maupun invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase seroconversion dan

7
kemudian menurun. Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang
bersifat intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada infeksi ini.
Selanjutnya protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari virus HPV dan partikel
virus tersebut akan terkumpul pada permukaan sel epitel tanpa ada proses kerusakan sel dan
proses radang dan tidak terdeteksi oleh antigen presenting cell dan makrofag. Oleh karena itu
partikel virus dan kapsidnya terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di
mana kedua organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam proses kekebalan tubuh.
Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat protektif terhadap infeksi virus
HPV, sehingga dikembangkan suatu vaksin yang didasarkan pada mekanisme kerja virus
neuralising antibodi terhadap protein kapsid yang bersifat mencegah terhadap infeksi HPV.5
Berikut terlampir dalam jadwal vaksinasi HPV dari IDAI tahun 2017.5

Gambar . Jadwal Imunisasi IDAI.5

Efektifitas Vaksin

8
Pada penelitian didapatkan bahwa vaksin bivalen HPV 16/18 VLP sangat efektif
menurunkan angka kejadian infeksi HPV dan infeksi menetap HPV 16/18 pada individu yang
sudah mendapat vaksinasi lengkap HPV pada wanita muda. Efektifitas vaksin juga sangat tinggi
pada wanita yang tidak mendapatkan protocol vaksin secara lengkap. Efektifetas vaksin
dihubungkan dengan infeksi menetap HPV 16 dan 18, abnoramalitas dari pemeriksaan sel leher
rahim yang dihubungkan dengan infeksi HPV 16 dan 18., dan angka kejadian CIN yang
dihubungkan dengan infeksi HPV 16 dan 18. Vaksin HPV 16/18 VLP ini akan merangsang
produksi antibodi yang kadarnya masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar antibodi
yang dihasilkan oleh tubuh sebagai respons alami dari infeksi virus HPV, respons kekebalan
tubuh yang ditimbulkan memiliki daya perlindungan yang lebih lama jika dibandingkan dengan
respons kekebalan tubuh yang ditimbulkan oleh infeksi alami HPV. Vaksin bivalen HPV 16 dan
18 sangat aman dan ditoleransi oleh wanita yang mendapatkan vaksin tersebut. Vaksin HPV ini
sangat baik untuk memberikan perlindungan terhadap infeksi HPV pada populasi yang rutin
dilakukan pemeriksaan rutin leher rahim maupun yang tidak rutin melakukan pemeriksaan
proteksi NIS 2/3 karena HPV 16 dan 18 pada yang di vaksinasi mencapai 100%, dan proteksi
100% dijumpai sampai 2-4 tahun pengamatan. Pemberian vaksinasi pada populasi, menurunkan
kejadian infeksi HPV 16/18 (infeksi HPV persisten berkisar 85-100%. Vaksin bivalen (HPV tipe
16 dan 18) mempunyai proteksi silang terhadap HPV tipe 45 (dengan efektifitas 94%) dan HPV
tipe 31 ( dengan efektifitas 55%).7

Masa Perlindungan
Data tentang percobaan tentang HPV vaksin ditunjukkan bahwa kadar antibodi menurun
setelah mencapai puncaknya setelah imunisasi dan kemudian menetap (plateau), tetapi masih
lebih tinggi dibandingkan dengan respons kekebalan tubuh yang timbul pada infeksi alami dari
virus HPV dan kadar tersebut menetap pada 48 bulan setelah vaksinasi. Infeksi HPV bisa terjadi
berulang setelah beberapa tahun dan resiko mendapat infeksi baru sangat bergantung pada
perilaku seksual dari individu tersebut. Oleh karena itu, natural booster pada individu yang telah
mendapat vaksin dan kemudian mendapat paparan terhadap infeksi virus HPV setelah masa
perlindungan vaksin belum bisa dibuktikan. Kadar antibodi kapsid pada infeksi alami dari virus
HPV biasanya stabil pada beberapa tahun dan bila diikuti, sebesar 50% dari wanita akan
menghasilkan seropositif pada 10 tahun setelah ditemukannya infeksi virus HPV pada daerah
cervico genital.7

9
Sasaran dan Waktu Pemberian Vaksin
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum individu
terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan pada wanita usia 10 tahun. Berdasarkan
pustaka vaksin dapt diberikan pada wanita usia 10-26 tahun (rekomendasi FDA-US), penelitian
memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai usia 55 tahun. Infeksi HPV yang menyerang
organ genetalia biasanya ditularkan melalui hubungan seksual, dan imunisasi diberikan untuk
melakukan perlindungan terhadap sejumlah besar penyakit yang dihasilkan oleh infeksi virus
tersebut. Selain itu vaksin diberikan pada usia tersebut maka respon kekebalan tubuh yang
dihasilkan akan lebih besar dibandingkan bila diberikan setelah pubertas, baik pada wanita
maupun pada pria.8

Sediaan dan Komposisi

Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui uji klinis, yakni
Cervarik dan Gardasil :6,7

1. Cervarix

Adalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang diproduksi oleh Glaxo Smith Kline
Biological, Rixensart, Belgium. Pada preparat ini, Protein L1 dari HPV diekspresikan oleh
recombinant baculovirus vector dan VLP dari kedua tipe ini diproduksi dan kemudian
dikombinasikan sehingga menghasilkan suatu vaksin yang sangat merangsang sistem imun .
Preparat ini diberikan secara intramuskuler dalam tiga kali pemberian yaitu pada bulan ke 0,
kemudian diteruskan bulan ke 1 dan ke 6 masing-masing 0,5 ml

2. Gardasil

Adalah vaksin quadrivalent 40 g protein HPV 11 L1 HPV ( GARDASIL yang diproduksi oleh
Merck) Protein L1 dari VLP HPV tipe 6/11/16/18 diekspresikan lewat suatu rekombinant vektor
Saccharomyces cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc mengandung 20g protein HPV 6 L1, 40
gprotein HPV 11 L1, 20 g protein HPV18 L1. Tiap 0,5 ml mengandung 225 amorph
aluminium hidroksiphosphatase sulfat. Formula tersebut juga mengandung sodium borat. Vaksin
ini tidak mengandung timerasol dan antibiotika. Vaksin ini seharusnya disimpan pada suhu 20
80 C.

10
Dosis dan Cara Pemberian

Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix diberikan
bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan pemberian tidak melebihi
waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan), respon antibodi pada pemberian vaksin
sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas vaksin diperlukan deteksi respon antibodi. Bila respon
antibodi rendah dan tidak mempunyai efek penangkalan maka diperlukan pemberian Booster. 6,7
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum individu
terpapar infeksi HPV. Infeksi HPV yang menyerang organ genitalis biasanya ditularkan melalui
hubungan seksual dan, dan imunisasi siberikan untuk melakukan perlindungan terhadap
sejumlah besar penyakit yang dihasilkan oleh infeksi virus tersebut. Sebagai target populasi dari
imunisasi ini adalah wanita sebelum puber dan usia remaja. Hal ini disebabkan pada usia usia
tersebut dimulainya aktivitas seksual seseorang.
Sebaiknya vaksiniasi secara rutin diberikan untuk wanita umur 11 12 dengan dosis
pemberian. Serial vaksin bisa dimulai saat wanita tersebut berumur 9 tahun. Selain itu vaksin
juga direkomendasikan untuk diberikan pada umur 13 26 tahun yang tidak mendapat
pengulangan vaksin atau tidak mendapatkan vaksin secara lengkap. Idealnya vaksin diberikan
sebelum usia yang rentan kontak dengan HPV yaitu wanita yang akan memasuki usia seksual
aktif sehingga wanita yang mendapat vaksinasi tersebut bisa merasakan keuntungan dari
pemberian vaksin. Selain itu apabila vaksin siberikan pada usia tersebut, respons kekebalan
tubuh yang dihasilkan akan lebih besar dibandingkan bila diberikan setelah pubertas. Vaksin
dikocok lebih dahulu sebelum dipakai dan diberikan secara muskuler sebanyak 0,5 dan
sebaiknya disuntikkan pada lengan (otot deltoid).

Pemeriksaan Penunjang

1. Test PAP
Secara umum, kasus kanker mulut rahim dan kematian akibat kanker mulut rahim bisa
dideteksi dengan mengetahui adanya perubahan pada daerah mulut rahim dengan cara
pemeriksaan sitologi menggunakan tes Pap. American College of Obstetrician and Gynecologists
(ACOG), American Cancer Society (ACS), dan US Preventive Task Force (USPSTF)
mengeluarkan panduan bahwa setiap wanita seharusnya melakukan tes Pap untuk skrining
kanker mulut rahim saat 3 tahun pertama dimulai-nya aktivitas seksual atau saat usia 21 tahun.

11
Karena tes ini mempunyai risiko false negatif sebesar 5-6%, Tes Pap yang kedua seharusnya
dilakukan satu tahun pemeriksaan yang pertama. Pada akhir tahun 1987, American Cancer
Society mengubah kebijakan mengenai interval pemeriksaaan Tes Pap tiap tiga tahun setelah dua
kali hasil negatif.8

Saat ini, sesuai dengan American College of Obstetry and Gynecology dan National
Cancer Institute, dianjurkan pemeriksaan Tes Pap dan panggul setiap tahun terhadap semua
wanita yang aktif secara seksual atau yang telah berusia 18 tahun. Setelah wanita tersebut
mendapatkan tiga atau lebih Tes Pap normal, tes dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih
jarang sesuai dengan yang dianjurkan dokter. Diperkirakan sebanyak 40% kanker leher rahim
invasif dapat dicegah dengan skrining pap interval 3 tahun.8

2. IVA
IVA merupakan tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2 %)
dan larutan iosium lugol pada leher rahim dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah
dilakukan olesan. Tujuannya adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai
salah satu metode skrining kanker mulut rahim.8
IVA tidak direkomendasikan pada wanita pasca-menopause, karena daerah zona
transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan
inspekulo. IVA positif bila ditemukan adanya area berwarna putih dan permukaannya meninggi
dengan batas yang jelas di sekitar zona transformasi.8

Tatalaksana
Pencegahan
Pencegahan memiliki arti yang sama dengan deteksi dini atau pencegahan sekunder,
yaitu pemeriksaan atau tes yang dilakukan pada orang yang belum menunjukkan adanya gejala
penyakit untuk menemukan penyakit yang belum terlihat atau masih berada pada stadium
praklinik. Program pemeriksaan/skrining yang dianjurkan untuk kanker leher rahim (WHO):
skrining pada setiap wanita minimal satu kali pada usia 35-40 tahun. Jika fasilitas tersedia,
lakukan tiap 10 tahun pada wanita usia 35-55 tahun. Jika fasilitas tersedia lebih, lakukan tiap 5
tahun pada wanita usia 35-55 tahun. Ideal atau optimal, lakukan tiap 3 tahun pada wanita usia
25-60 tahun.9

12
Pencegahan Primer

1. Menunda Onset Aktivitas Seksual

Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami akan
mengurangi risiko kanker leher rahim secara signifikan.10

2. Penggunaan Kontrasepsi Barier

Dokter merekomendasikan kontrasepsi metode barier (kondom, diafragma, dan spermisida) yang
berperan untuk proteksi terhadap agen virus. Penggunaan lateks lebih dianjurkan daripada
kondom yang dibuat dari kulit kambing.8-10

3. Penggunaan Vaksinasi HPV

Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bisa mengurangi infeksi Human Papiloma Virus,
karena mempunyai kemampuan proteksi >90%. Tujuan dari vaksin propilaktik dan vaksin
pencegah adalah untuk mencegah perkembangan infeksi HPV dan rangkaian dari event yang
mengarah ke kanker leher rahim. Kebanyakan vaksin adalah berdasarkan respons humoral
dengan penghasilan antibodi yang menghancurkan virus sebelum ia menjadi intraseluler. Masa
depan dari vaksin propilatik HPV sangat menjanjikan, namun penerimaan seluruh populasi
heterogenous dengan tahap pendidikan berbeda dan kepercayaan kultur berbeda tetap
dipersoalkan. Sebagai tambahan, prevelansi tinggi infeksi HPV mengindikasikan bahwa akan
butuh beberapa dekade untuk program imunisasi yang sukses dalam usaha mengurangi insiden
kanker leher rahim.8-10

KESIMPULAN

Kanker leher rahim merupakan kanker yang dapat mempengaruhi perempuan dengan
latar belakang dan umur yang berbeda di seluruh dunia. Dimulai dengan leher rahimdan

13
kemudian mencapai vagina. Terdapat berbagai jenis tipe HPV yang menyebabkan kanker yang
dapat mengarah kepada kanker leher rahim; HPV 16 dan 18, menyebabkan lebih dari 70 %
kanker leher rahim di dunia. Pencegahan kanker leher rahim yang dilakukan dapat bersifat
primer (vaksinasi) maupun sekunder (deteksi dini). Vaksinasi bersama screening dapat
mengurangi resiko terkena kanker leher rahim dibandingkan hanya dengan screening saja dan
dapat mengurangi jumlah screening yang tidak normal yang memerlukan tindak lanjut secara
berarti.

DAFTAR PUSTAKA

1. Radji M. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. VI, No. 3, Desember 2009.H. 109 118.

2. Muoz N, Bosch F, S de Sanjos. Epidemiologic classification of human papillomavirus


types associated with cervical cancer. New England Journal Medicine. 2003;348:51827.
14
3. WHO. Comprehensive Cervical Cancer Control: A Guide to Essential Practice.
Switzerland : WHO library cataloguing in publication data ; 2006. p.13-23.

4. Rasjidi I. Studi Pustaka : Epidemiologi Kanker Leher rahim. Indonesian Journal of


Cancer Vol. III, No. 3 Juli - September 2009.h.103-108.

5. Diunduh dari : http://www.idai.or.id/Jadwal imunisasi 2017 pada tanggal 6 Juli 2017.


6. Aziz MF. Majalah Obstetri Ginekologi Indonesia Vol.30 No.1 : Vaksin Human
Papilloma Virus: Suatu Alternatif dalam Pengendalian Kanker Leher rahim di Masa
Depan. Dalam: Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta: FKUI; 2006.h.10-16.

7. Pangestu AN, Herdiyanti H, Kusuma HD. Vaksin Human Papiloma Virus (HPV) untuk
pencegahan kanker leher rahim uteri. Surabaya : FK Wijaya Kusuma.h.10-12.

8. Kemenkes. Panduan Penatalaksanaan Kanker Seviks. Jakarta : 2012. h.1-36.

9. Kalpana devaraj. 2003 Development of HPV vaccine for HPV. Associated head and neck
squamous cell carcinoma. Departement of Pathology, Oncology, Obstetric And
Gynecology. The John Hopkins Medical Instittion. Baltimore.USA.p.235-43.
10. Harper DM, Franco EL, Wheeler C et al. 2004 Efficacy of bivalent : Virus like particle
vaccine in prevention of infection with Human papilloma virus type 16 and type 18 in
young women : a randomised controlled trial . Departement of Obstertic and Gynecology
And Community Of Family Medicine. Norris Cotton Cancer Centre, Darmouth Medical
School, Hanover, USA.p.45-57.

15

Anda mungkin juga menyukai