Anda di halaman 1dari 5

Bukan Aku :

Sebuah Apologi Palsu


Bukan aku yang datang ke rumahmu malam itu
Mengobrak-abrik isi kamarmu
Membakar kertas kerjamu
Menendang CPU, layar dan printermu
Menghajar tubuh gagahmu
Dan membantai keluargamu

Bukan aku yang menenmbaki teman-temanmu malam itu


Hanya karena tidak sejalan
Menatap curiga di setiap langkahku
Menghalangi proyek besarku

Bukan aku yang mengusir tetangga-tetangamu


Mereka saja yang tak betah di sini
Hidup harmoni bersama
Mendengar musik kesukaanku
Menari ikuti gerak baletku

Bukan aku yang menghancurkan gedung-gedung itu


Menjadikannya puing-puing
Menelan isinya dalam bumi
Memaksa burung walet pergi

Bukan aku yang melanggar janji itu


Hanya engkau yang tak mau mengerti
Dan semua jadi begini

Bukan aku yang melakukan semua itu


Bukan aku yang kau tuduh itu
Aku hanya boneka
Bergerak ke mana ia suka
OPTIMISME ANAK
KOLONG
Ruang pengab tak bersahabat
Semut menatap panci berkarat
Angin berhembus membawa aroma sisa
Suara roda menjadi alunan nada

Itu bukan rumah!


Itu bukan tempat tinggal!
Memang,
Siapa bilang itu villa..
Siapa yang berkata itu istana...

Tapi jangan engkau hina!


Tapi jangan memandang sebelah mata!
Karena,
Ada budak Yusuf dibalik jendela
Yang memilih penjara, untuk jadi raja
Ada gembala Muhammad menatap masa
Mengintip zaman melihat dunia

"Kami bisa meraih asa..


Kami boleh membuka karya.."
Anak itu berkata.

Katameya, 2000
Sebuah Puisi Dari Pengungsi
Dalam perjalanan itu
Aku bertanya pada ibu
"Bunda
Mengapa engkau bawa aku
dalam perjalanan ini
Menyusuri padang pasir
Mendaki bukit, menuruni lembah
Menjauh dari keramaian kota
Tinggalkan taman rumah
Yang kau bilang tak ramah lagi"

Ibu menyeretku tanpa jawab


Terlalu sibuk ia dengan bawaan
Terlalu banyak ia membawa beban
Beban hatibeban ragabeban jiwa

Ibu menarikku tanpa kata


Tapi genggam jemarinya kepadaku berkata
"Nanda
Kau lihat rombongan yang bersama kita
Pilihan tak lagi mereka punya
Hanya sedikit harapan tersisa
Semoga esok masih ada dunia

Kau lihat kampung kita bercahaya


Bukan cahaya lampu, tapi pijar peluru
Bukan gemerlap pesta,
Tapi dentum meriam dan raungan pesawat!

Nanda.
Sakit rasanya berpisah
Lebih sakit hidup tanpa arah
Menyapa dunia ke mana angin membawa
Menggantung asa di mana nurani masih bicara"

Tangan ibu makin erat menggenggam


Ada semangat menyala
Hidupreduphidupdan redup kembali
Ada kekuatan membaja
Ada hasrat membara
Ada kecewa dan sesal tak berujung pula

"kecewa!"
Teriak bunda
Tangan itu menjelma taring-taring tajam
Mencengkram kuat
Sekuat hentakan rudal merobek kampungku
Dan pergelanganku berdarah

Tidak!
Darah itu tidak mengalir
Darah itu membeku
Diam di celah pori-pori tubuhku
Dan tak setetes pun mencair

"Malu!"
Kudengar suara darah
"Untuk apa aku harus mengalir
Jika hanya akan menambah luka?
Untuk apa aku mencair
Jika hanya memperparah luka?
Untuk apa aku harus mengucur
Jika hanya memperkeruh suasana?"

Aku terus berjalan


Bersama ibu, teman dan saudara
Aku terus tertatih
Bersama kuda, keledai dan unta
Aku masih merangkak
Bersama hasrat, harapan dan asa
Aku kini tergeletak
Bersama mimpi buruk yang terus menyertai

Wahai alam
Adakah engkau sudi bangunkan jiwaku?

Hi-Seven, 19 Oktober 2001

Anda mungkin juga menyukai