BAB I
PENDAHULUAN
1
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
2
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
1.4 Metodologi
Ekskursi geologi dan geofisika daerah Bayat-Wonosari mencakup dua tahapan
utama yaitu kajian geologi dan akuisisi data geofisika. Kajian geologi mencakup
pengamatan singkapan, deskripsi batuan, pengukuran kedudukan batuan, pengamatan
struktur geologi serta pengolahan data menjadi peta lintasan geologi. Perangkat lunak
yang digunakan dalam kajian geologi antara lain MapInfo 13, Global Mapper, Surfer 13
dan CorelDraw X7. Sedangkan untuk kajian pustaka menggunakan jurnal, Peta Geologi
Lembar Surakarta-Giritronto, Jawa (Surono dan Sudarno 1992) dan Peta Geologi
Lembar Yogyakarta, Jawa (Rahardjo, dkk., 1995).
Akuisisi data gaya berat dilakukan pada titik-titik yang mewakili variasi geologi
daerah Bayat-Wonosari sebanyak 28 titik pengukuran, sedangkan akuisisi geomagnetik
dilakukan pada 19 titik pengukuran. Instrumen yang digunakan gravitimeter tipe
Scintrex CG5, PPM tipe GEM-256, GPS, dan Altimeter. Pengolahan data dilakukan
dengan melakukan koreksi-koreksi terhadap data pengamatan sehingga diperoleh nilai
anomali bawah permukaan yang hanya dipengaruhi oleh densitas (gaya berat) dan
suseptibilitas (geomagnetik) batuan untuk selanjutnya dilakukan pemodelan (Gambar
3
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
1.1). Perangkat lunak utama yang digunakan dalam pengolahan data geofisika adalah
Microsoft Excel, Surfer 13 dan Oasis Montaj version 6.4.2.
Gambar 1.2 Diagram alir pengolahan data gaya berat dan geomagnetik
4
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
BAB II
PENGAMATAN GEOLOGI JALUR BAYAT-WONOSARI
Gambar 2.1 Struktur geologi Pulau Jawa (Kompilasi dari Katili 1975; Hamilton, 1979; Simanjutak, 1996;
dalam Setiadji, 2010)
Terlihat pada Gambar 2.1, terdapat beberapa pola struktur yang secara umum terdiri atas:
5
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
1. Kenampakan struktur berarah barat-timur yang dikenal sebagai arah Jawa cukup
mendominasi. Kenampakkan tersebut diikuti dengan keberadaan sesar-sesar naik
yang berukuran lebih kecil maupun lajur lipatan seperti sesar rembang yang
melibatkan batuan-batuan Neogen yang banyak dijumpai di lapangan (Bachri, 2014).
Hal tersebut menunjukkan bahwa proses tektonik Neogen memberikan pengaruh yang
lebih besar dibandingkan proses tektonik sebelumnya.
2. Kenampakkan struktur berarah timurlaut-baratdaya di Laut Jawa seperti sub cekungan
Biliton, busur Karimunjawa, busur Bawean dikontrol oleh proses tektonik pra-Tersier.
Struktur-struktur tersebut dikenal sebagai arah Meratus.
3. Kenampakan struktur berarah utara-selatan di Selat Sunda berupa sesar mendatar dan
cekungan sunda juga terbentuk oleh tektonik pra-Tersier. Struktur arah Meratus dan
Selat Sunda kemudian mengalami reaktifasi oleh tektonik yang lebih muda.
6
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
Gambar 2.2 Sebaran fisiografi Pegunungan Selatan (dari Pannekoek, 1949; Van Bemmelen, 1949; dengan
modifikasi dalam Husein, S dan Srijono, 2007). Secara umum Pegunungan Selatan dibagi menjadi dua, yaitu
Pegunungan Selatan Jawa Barat dan Pegunungan Selatan Jawa Timur.
Gambar 2.3 Fisiografi Pegunungan Selatan Jawa Timur bagian barat. Bagian utara didominasi oleh lajur-lajur
pegunungan, bagian tengah ditempati oleh depresi topografi, dan bagian selatan didominasi oleh topografi kars
(Husein, S dan Srijono, 2007).
7
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
8
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
3. Formasi Nglanggeran
Formasi ini berbeda dengan formasi-formasi sebelumnya, yang dicirikan oleh
penyusun utamanya berupa breksi dengan penyusun material volkanik, tidak menunjukkan
perlapisan yang baik dengan ketebalan yang cukup besar, bagian yang terkasar dari breksinya
hampir seluruhnya tersusun oleh bongkah-bongkah lava andesit, sebagian besar telah
mengalami breksiasi. Formasi ini ditafsirkan sebagai pengendapan dari aliran rombakan yang
berasal dari gunungapi bawah laut, dalam lingkungan laut, dan proses pengendapan berjalan
cepat, yaitu hanya selama Miosen Awal.
Gambar 2.4 Stratigrafi Pegunungan Selatan Jawa timur bagian barat (Surono, 2008)
Singkapan utama dari formasi ini adalah di Gunung Nglanggeran pada Perbukitan
Baturagung. Kontaknya dengan Formasi Semilir di bawahnya merupakan kontak yang tajam.
9
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
Hal inilah yang menyebabkan mengapa Formasi Nglanggeran dianggap tidak searas di atas
Formasi Semilir. Namun perlu diingat bahwa kontak yang tajam itu bisa terjadi karena
perbedaan mekanisme pengendapan dari energi sedang atau rendah menjadi energi tinggi
tanpa harus melewati kurun waktu geologi yang cukup lama. Hal ini sangat biasa dalam
proses pengendapan akibat gaya berat. Van Gorsel (1987) menganggap bahwa
pengendapannya diibaratkan proses runtuhnya gunungapi seperti Krakatau yang berada di
lingkungan laut. Ke arah atas, yaitu ke arah Formasi Sambipitu, Formasi Nglanggeran
berubah secara bergradasi, seperti yang terlihat pada singkapan di Sungai Putat. Lokasi yang
diamati oleh EGR tahun 2002 berada pada sisi lain Sungai Putat dimana kontak kedua
formasi ini ditunjukkan oleh kontak struktural.
4. Formasi Sambipitu
Di atas Formasi Nglanggeran kembali terdapat formasi batuan yang menunjukkan
ciri-ciri turbidit, yaitu Formasi Sambipitu. Formasi ini tersusun oleh batupasir yang
bergradasi menjadi batulanau atau batulempung. Di bagian bawah, batupasirnya masih
menunjukkan sifat volkanik, sedang ke arah atas sifat volkanik ini berubah menjadi batupasir
yang bersifat gampingan. Pada batupasir gampingan ini sering dijumpai fragmen dari koral
dan foraminifera besar yang berasal dari lingkungan terumbu laut dangkal yang terseret
masuk dalam lingkungan yang lebih dalam akibat arus turbid. Ke arah atas, Formasi
Sambipitu berubah secara gradasional menjadi Formasi Wonosari (anggota Oyo) seperti
singkapan yang terdapat di Sungai Widoro di dekat Bunder. Formasi Sambipitu terbentuk
selama zaman Miosen, yaitu kira-kira antara N4 N8 atau NN2 NN5.
5. Formasi Oyo Wonosari
Selaras di atas Formasi Sambipitu terdapat Formasi Oyo Wonosari. Formasi ini
terutama terdiri-dari batugamping dan napal. Penyebarannya meluas hampir setengah bagian
dari Pegunungan Selatan memanjang ke timur, membelok ke arah utara di sebelah Perbukitan
Panggung hingga mencapai bagian barat dari daerah depresi Wonogiri Baturetno.
Bagian terbawah dari Formasi Oyo Wonosari terutama tersusun dari batugamping
berlapis yang menunjukkan gejala turbidit karbonat yang terendapkan pada kondisi laut yang
lebih dalam, seperti yang terlihat pada singkapan di daerah dekat muara Sungai Widoro
masuk ke Sungai Oyo. Di lapangan batugamping ini terlihat sebagai batugamping berlapis,
menunjukkan sortasi butir dan pada bagian yang halus banyak dijumpai fosil jejak tipe burial
yang terdapat pada bidang permukaaan perlapisan ataupun memotong sejajar perlapisan.
Batugamping kelompok ini disebut sebagai anggota Oyo dari Formasi Wonosari. Ke arah
10
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
lebih muda, anggota Oyo ini mengalami gradasi menjadi dua fasies yang berbeda. Di daerah
Wonosari, semakin ke selatan batugamping semakin berubah menjadi batugamping terumbu
yang berupa rudstone, framestone, floatstone, bersifat lebih keras dan dinamakan sebagai
anggota Wonosari dari Formasi Oyo Wonosari (Bothe, 1929). Sedangkan di barat daya
Kota Wonosari batugamping terumbu ini berubah menjadi batugamping berlapis yang
bergradasi menjadi napal yang disebut sebagai anggota Kepek dari Formasi Wonosari.
Anggota Kepek ini juga tersingkap di bagian timur, yaitu di daerah depresi Wonogiri
Baturetno, di bawah endapan kuarter seperti yang terdapat di daerah Eromoko. Secara
keseluruhan, formasi ini terbentuk selama Miosen Akhir (N9 N18).
6. Endapan Kuarter
Di atas seri batuan Endapan Tersier seperti telah tersebut di atas, terdapat suatu
kelompok sedimen yang sudah agak mengeras hingga masih lepas. Karena kelompok ini di
atas bidang erosi, serta proses pembentukannya masih berlanjut hingga saat ini, maka secara
keseluruhan sedimen ini disebut sebagai Endapan Kuarter. Penyebarannya meluas mulai dari
timur laut Wonosari hingga daerah depresi Wonogiri Baturetno.
Singkapan yang baik dari Endapan Kuarter ini terdapat di daerah Eromoko, sekitar
Waduk Gadjah Mungkur. Secara stratigrafi Endapan Kuarter di daerah Eromoko, Wonogiri
terletak tidak selaras di atas Endapan Tersier yang berupa batugamping berlapis dari Formasi
Wonosari atau breksi polimik dari Formasi Nglanggeran. Ketebalan tersingkap dari Endapan
Kuarter tersebut berkisar antara 10 hingga 14 meter. Umur Endapan Kuarter tersebut
diperkirakan Pliestosen Bawah.
Stratigrafi Endapan Kuarter di daerah Eromoko, Wonogiri secara vertikal tesusun dari
perulangan tuf halus putih kekuning-kuningan dengan perulangan gradasi batupasir kasar ke
batupasir sedang dengan lensa-lensa konglomerat. Batupasir tersebut mempunyai struktur
silang siur tipe palung, sedangkan lapisan tuf terdapat di bagian bawah, tengah, dan atas.
Pada saat lapisan tuf terbentuk, terjadi juga aktivitas sungai yang menghasilkan konglomerat.
11
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
periode, pada awal kala Miosen Tengah sebelum Formasi Oyo diendapkan dan pada kala
Pliosen setelah Formasi Oyo diendapkan.
Daerah Wonosari yang merupakan bagian selatan Pegunungan Selatan Jawa dibentuk
oleh topografi kars yang ekstensif dan dicirikan oleh rangkaian perbukitan kerucut. Wilayah
ini terbentuk sebagai akibat proses pengangkatan terhadap batuan karbonat berumur Mio-
Pliosen menghasilkan topografi kars Gunung Sewu yang memanjang Baratbaratlaut-
Timurtenggara. Berbagai kelurusan perbukitan dan undak pantai dijumpai di daerah Gunung
Sewu dengan arah Baratlauttenggara di bagian utara dan Baratbaratlaut-Timurtenggara di
bagian selatan.
Gambar 2.5 Peta geologi daerah Bayat dan sekitarnya (Surono, 2008)
12
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
batu gamping yang mengandung fosil nummulites yang melimpah dan bagian atasnya
diakhiri oleh batu gamping Discocyc1ina, menunjukkan lingkungan laut dalarn. Keberadaan
forminifera besar ini bersarna dengan foraminifera plangtonik yang sangat jarang ditemukan
di dalam batu lempung gampingan, menunjukkna umur Eosen Tengah hingga Eisen Atas.
Secara resmi, batuan berumur Eosen ini disebut Formasi Wungkal-Garnping. Keduanya,
batuan malihan dan Formasi Wungkal-Gamping diterobos oleh batuan beku menengah
bertipe dioritik.
Diorit di daerah Jiwo merupakan penyusun utama Gunung Pendul, yang terletak di
bagian timur Perbukitan Jiwo. Diorit ini kemungkinan bertipe dike. Singkapan batuan beku di
Watuprahu (sisi utara Gunung Pendul) secara stratigrafi di atas batuan Eosen yang miring ke
arah selatan. Batuan beku ini secara stratigrafi terletak di bawah batu pasir dan batu garnping
yang masih mempunyai kemiringan lapisan ke arah selatan. Penentuan umur pada dike!
intrusi pendul oleh Soeria Atmadja dan kawan-kawan (1991) menghasilkan sekitar 34 juta
tahun, dimana hasil ini kurang lebih sesuai dengan teori Bemmelen (1949), yang menfsirkan
bahwa batuan beku tersebut adalah merupakan leher/ neck dari gunung api Oligosen.
Mengenai genetik dan generasi magmatisme dari diorit di Perbukitan Jiwo masih
memerlukan kajian yang lebih hati-hati. Sebelum kala Eosen tangah, daerah Jiwo mulai
tererosi. Erosi tersebut disebabkan oleh pengangkatan atau penurunan muka air laut selama
peri ode akhir oligosen. Proses erosi tersebut telah menurunkan permukaan daratan yang ada,
kemudian disusul oleh periode transgresi dan menghasilkan pengendapan batu garnping
dimulai pada kala Miosen Tengah. Di daerah Perbukitan Jiwo tersebut mempunyai ciri
litologi yang sarna dengan Formasi Oyo yang tersingkap lebih banyak di Pegunungan Selatan
(daerah Sambipitu- Nglipar dan sekitarnya).
Di daerah Bayat tidak ada sedimen laut yang tersingkap di antara Formasi Wungkal-
Gampingan dan Formasi Oyo. Keadaan ini sangat berbeda dengan Pegunungan Baturagung
di selatannya. Di sini ketebalan batuan volkaniklastik-marin yang dicirikan turbidit dan
sedimen hasil pengendapan aliran gravitasi lainnya tersingkap dengan baik. Perbedaan-
perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh kompleks sistem sesar yang memisahkan daerah
Perbukitan Jiwo dengan Pegunungan Baturagung yang telah aktif sejak Tersier Tengah.
Selama zaman Kuarter, pengendapan batu gamping telah berakhir. Pengangkatan yang diikuti
dengan proses erosi menyebabkan daerah Perbukitan Jiwo berubah menjadi daerah
lingkungan darat. Pasir vulkanik yang berasal dari gunung api Merapi yang masih aktif
13
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
mempengaruhi proses sedimentasi endapan aluvial terutama di sebelah utara dan barat laut
dari Perbukitan Jiwo.
14
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
Neogen yang bertumpu secara tidak selaras di atas batuan metamorf, sedangkan bukit Lanang
secara keseluruhan tersusun oleh batu gamping Neogen.
Deskripsi:
Breksi, kondisi agak lapuk,
berwarna abu kecoklatan,
struktur masif, terpilah buruk,
butir menyudut, kemas
terbuka, tekstur monomik,
berukuran bongkah hingga
kerakal, berfragmen andesit,
matriks tuf.
15
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
A2 Desa Gunungharjo,
Piyungan dengan Singkapan batuan piroklastik
koordinat berupa lapili dan tuf di
X: 442830 daerah Gunungharjo,
Piyungan dengan struktur
Y: 9135400
perlapisan, berwarna kuning
kecoklatan, bagian dari
Formasi Semilir.
Deskripsi:
Batulapili, Warna : Abu-abu,
Struktur : Masif, Tekstur : -
Ukuran butir : Lapillus (0,04
2 mm), - Menyudut, -
Terpilah Buruk, - Kemas
terbuka, Komposisi : -
Mineral Sialis : Kuarsa, -
Mineral Ferromagnesia :
Hornblende, - Mineral
Tambahan : Debu Halus
A3 Lokasi pengamatan
terletak di tepi Singkapan sedimen klastik
Sungai Ngalang, berupa batupasir karbonatan,
Kec. Gedangsari,
berwarna kuning, kondisi agak
Gunungkidul
dengan koordinat lapik, kemiringan relatif ke
X: 453325 arah selatan, dengan
Y: 9128956 kedudukan N1350E/160.
Satuan ini merupakan bagian
dari Formasi Sambipitu.
Deskripsi:
Batupasir karbonatan, Gambar 2.9 Singkapan batupasir
berwarna kuning kecoklatan, karbonatan di tepi Sungai Ngalang, arah
struktur perlapisan, berukuran kamera N0050E.
pasir halus (0,125-0,25 mm),
membundar, terpilah baik
dengan kemas tertutup,
berfragmen kuarsa, matriks
horblende dengan semen
karbonatan.
16
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
A4 Lokasi terletak di
Goa Nginrong, Desa Singkapan batugamping
Mulo, Kec. Wonosari dengan topografi karst yang
dengan koordinat
unik, kekar-kekar berkembang
X: 454967
dan mengalami pelarutan yang
Y: 9112565 intensif sehingga
menghasilkan aliran bawah
permukaan. Sinkhole dengan
diameter sekitar 75 m
merupakan penciri daerah
karst.
Deskripsi:
Kalkarenite, berwarna coklat,
berstruktur masif, ukuran butir Gambar 2.10 Singkapan breksi, arah kamera
arenite ( 0,062 1 mm ), N2650E
membundar, terpilah baik
dengan kemas tertutup,
allochem interclast, mikrit
berupa kalsit dan sparit berupa
karbonat.
17
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
A5 Lokasi terletak di
daerah Gunung Singkapan batuan beku
Pendul, Bayat intermediet plutonik, kondisi
agak lapuk, berwarna abu-
dengan koordinat
abu kecoklatan,
X: 463895 menunjukkan struktur
Y: 9140867 spheroidal weathering
sebagai proses ini
dinamakan eksfoliasi.
Struktur spheroidal
weathering selain dikontrol
oleh perbedaan tekanan
dalam batuan, air, juga oleh
ukuran butir mineral yang
seragam.
Keberadaan singkapan ini
diduga merupakan intrusi
yang menerobos batuan
metamorf Pra Tersier dan
batuan sedimen Paleogen
dari Formasi Wungkal-
Gamping.
Deskripsi:
Diorit, berwarna abu-abu,
dengan struktur spheroidal Gambar 2.11 Intrusi diorit dengan struktur
weathering holokristalin, kulit bawang, desa Gunung Gajah, Bayat
fanerik sedang, dengan relasi
euhedral-equigranular,
komposisi mineral terdiri Air
atas Plagioklas, Hornblende, diorit
Piroksen dan Kuarsa.
singkapan Diorit
Gambar 2.12 Sketsa pelapukan spheroidal
weathering
18
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
A6 Lokasi terletak di
daerah Watuprahu, Singkapan batuan sedimen
Bayat dengan nonklastik, batugamping
koordinat: dengan kandungan fosil
X: 463715 Nummulites SP yang
Y: 9141456 melimpah (1-2 cm).
Singkapan batugamping
Nummulites ini merupakan
bagian dari Formasi Wungkal- Gambar 2.12 Singkapan batugamping
Gamping. Nummulites, Watuprahu, Bayat (arah
kamera N1890E).
Deskripsi:
Batugamping Nummulites, S
kondisi segar, berwarna abu- B
T
abu, struktur fossililiferous
(Nummulites), tekstur amorf, Watuprahu
U
dengan komposisi
monomineralik karbonat.
Jalan Desa
19
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
Sekis
Struktur Foliasi
Marmer
20
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
22
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
BAB III
GAYA BERAT DAN MAGNET
24
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
25
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
singkat (beberapa jam). Dengan koreksi drift ini diharapkan akan menghilangkan kesalahan
yang disebabkan oleh pergeseran pembacaan.
Koreksi drift ini dikurangkan terhadap pembacaan pada gravitymeter. Koreksi drift
dilakukan dengan cara melakukan pengukuran dengan metode looping, yaitu dengan
pembacaan ulang pada titik ikat (base station) dalam satu kali looping, sehingga nilai
penyimpangannya dapat diketahui. Besarnya koreksi drift dirumuskan sebagai berikut:
tn tB
Dn g B ' g B ......................................................................... (1)
t B' t B
Setelah dikoreksi drift maka diperoleh medan gaya berat observasi terkoreksi drift sebesar:
gD = g - Dn .......................................................................................................... (2)
dengan g adalah medan gaya berat hasil pengukuran (mgal).
26
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
dengan gobs adalah medan gaya berat observasi yang telah dikoreksi drift dan pasang surut
(mgal), T adalah koreksi pasang surut (mgal).
dengan adalah posisi lintang. Sehingga anomali medan gaya berat dapat ditulis dalam
persamaan sebagai berikut:
dg
g ( R H ) g ( R) H
dR ................................................................... (6)
27
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
GM G 1
U ( R) 3 (C A)(1 3 sin 2 ) 2 R 2 cos 2
R 2R 2
(7)
dengan :
: Kecepatan angular bumi (7,2992115.10-11 rad s-1)
G : Konstanta gaya berat umum (6,6732.10-11 Nm2kg-2)
M : Massa bumi (5,973.1024 kg)
C : Momen inersia axial (8,0378.1037 kg m2)
A : Momen inersia equator (8,0115.1037 kg m2)
: Sudut lintang
dg d 2U
dR dR 2
96(C A) 1 2
5 2MRC 2 3(C A) 2
G 1
cos 2
Re
5
Re 2 2
(8)
dengan memasukkan nilai pendekatan untuk C, A, M, Re dan = 7,50 (misal posisi lintang
daerah survei) maka akan diperoleh:
dg
0,3087 mgal/m ................................................................................ (9)
dR
Persamaan ini menunjukkan gradien vertikal dari nilai percepatan gaya berat per meter.
7. Koreksi Bouguer
Koreksi udara bebas mengabaikan adanya massa yang terletak di antara titik ukur
dengan sferoid referensi. Pengaruh dari massa ini bergantung pada ketebalan h. Koreksi slab
Bouguer didasarkan pada suatu pengandaian bahwa titik ukur berada pada suatu bidang datar
28
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
horisontal yang luas dan mempunyai densitas batuan yang homogen. Jika pengukuran
dilakukan pada permukaan ini maka hasil pembacaan percepatan gaya berat akan diperbesar
oleh pengaruh dari massa slab tersebut.
Penurunan koreksi slab Bouguer dapat dijabarkan dengan menggunakan sebuah
silinder dengan jari-jari luar R dan tinggi L, seperti tampak pada Gambar 3.1.
L
dr
dl
Pertama akan dicari nilai g pada sumbu vertikal silinder untuk sebuah cincin dengan tebal dl
dan lebar dr.
m = 2r drdl.................................................................................................... (10)
dengan adalah densitas silinder.
Efek dari percepatan gaya berat diberikan oleh :
g = 2 dl sin d ............................................................................................. (11)
sehingga untuk seluruh silinder besarnya percepatan gaya berat diperoleh dengan cara
mengintegralkan persamaan (A-2) dari 0 sampai arctan (R/l), dan diperoleh :
dg 2G dl 1
1
l 2 R2 .................................................................... (12)
dengan integrasi terhadap l dari z sampai z+h maka akan diperoleh efek untuk seluruh tubuh
silinder, yaitu :
29
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
zh
1
g 2G 1
l 2 R2
dl
z
2G h z 2 R 2 ( z h) 2 R 2
Untuk R maka :
g lim 2G h z 2 R 2 ( z h) 2 R 2
R
2G lim h z 2 R 2 ( z h) 2 R
2
R
2G h 2G lim
R
z 2 R 2 ( z h) 2 R 2
z 2 z h
2
2Gh 2G lim 1 1
R
R
R (13)
z 2 z h
2
2Gh 2G 1 1
2Gh 2G 0 1 0 1
g = 2Gh
Persamaan 13 merupakan koreksi slab Bouguer untuk titik ukur dengan ketinggian L dari
sferoid referensi, dasar silinder dianggap sebagai bidang sferoid referensi pengamatan.
8. Koreksi Medan
Adanya pengaruh geologis di sekitar stasiun pengamatan atau titik ukur akan
mempengaruhi harga gaya berat di titik tersebut. Pengukuran di dekat sebuah gunung akan
mempunyai harga yang berbeda apabila tidak ada gunung di dekatnya, karena gunung
tersebut juga memberikan pengaruh gaya gaya berat terhadap gravitymeter. Koreksi medan
merepresentasikan adanya bukit dan lembah. Adanya bukit di atas bidang Bouguer dan
lembah di bawah bidang Bouguer akan mengakibatkan berkurangnya nilai medan gaya berat
di titik pengamatan (Gambar 3.2).
30
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
Dengan
jumlah kompartemen pada zona yang digunakan
radius luar (m)
radius dalam (m)
perbedaan ketinggian rata-rata kompartemen dan titik pengukuran
31
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
32
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
33
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
Hasil pengukuran di permukaan bumi merupakan nilai intensitas medan magnet total,
yang terdiri atas medan magnet utama bumi, medan magnet luar dan medan magnet anomali.
Dalam pengolahan data geomagnetik tersebut dikenala istilah IGRF (International
Geomagnetic Referece Field), yang merupakan nilai referensi yang menunjukkan besarnya
medan magnet utama bumi pada suatu titik yang diperbarui setiap lima tahun sekali. Secara
matematis untuk mendapatkan medan magnet anomali dapat dituliskan dalam persamaan
berikut:
................................................................................ (15)
dengan :
= Medan magnet anomali
= Intensitas medan magnet total
= Medan magnet utama bumi
= Variasi medan magnet harian
34
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
36
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
30 0,300
25 0,250
20 0,200
15 0,150 2.4
Elevasi
10 0,100
5 0,050
0 0,000
0 5 10 15 20 25 30
Nilai anomali Bouguer lengkap menunjukan variasi percepatan gaya berat yang hanya
dipengaruhi oleh variasi densitas batuan bawah permukaan. Data hasil akuisisi gaya berat
menggunakan gravitymeter tipe Scintrex-CG5 dipindahkan ke dalam Microsoft Excel. Dalam
pengolahan data ini, nilai densitas yang digunakan dalam koreksi Bouguer sebesar 2,4 gr/cc,
yang diperoleh melalui metode nettleton (Gambar 3.5). Setelah diperoleh nilai anomali
Bouguer lengkap, selanjutnya dipetakan menggunakan perangkat lunak Oasis Montaj version
6.4.2 (Gambar 3.6).
38
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
39
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
medan magnet total, selanjutnya dipetakan menggunakan perangkat lunak Oasis Montaj
version 6.4.2 (Gambar 3.8).
Setelah diperoleh peta anomali Bouguer lengkap dan anomali medan magnet total, dibuat
sayatan untuk pemodelan bawah permukaan. Sayatan A-A dan B-B memiliki arah
relatif Baratlaut-Tenggara, yang mencakup beberapa variasi geologi permukaan daerah
penelitian (Gambar 3.9). Selain itu, arah lintasan tersebut relatif mewakili persebaran titik
pengukuran gaya berat dan geomagnetik.
40
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
42
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
44
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Interpretasi menjadi tahapan terakhir dalam suatu rangkaian survei geologi dan
geofisika. Interpretasi dilakukan secara sistematis dengan mengintegrasikan tinjauan pustaka,
pengamatan geologi, akuisisi dan pemilihan parameter terbaik dalam pengolahan data
geofisika yang dilakukan. Sehingga tahapan interpretasi yang dilakukan mampu memberikan
informasi bawah permukaan yang akurat terkait objek geologi yang menjadi target penelitian.
46
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
Diorit dengan struktur mengulit bawang (spheroidal weathering) di daerah Gunung Pendul,
Bayat. Kenampakan di lapangan, satuan tersebut mengintrusi batupasir dan batulempung dari
Formasi Gamping Wungkal (Tew) dan litodem Filit di sekitarnya. Formasi Wonosari (Tmwi)
pada daerah penelitian ditandai oleh batugamping yang teramati di daerah Goa Ngingrong,
Wonosari. Singkapan batugamping Wonosari tersebut memberikan topografi karst yang unik
ditandai dengan keberadaan stalagtit, stalagnit serta sinkhole akibat proses pelarutan yang
tinggi. Formasi Wonosari (Tmwi) diendapkan secara tidak selaras di atas satuan intrusi Diorit
Pendul (Tpdl) pada umur Miosen Tengah-Akhir. Endapan gunungapi merapi (Qvm) dan
alluvium (Qa) mendominasi material permukaan di daerah penelitian. Material endapan
Gunungapi Merapi (Qvm) tersebut berasal dari aktivitas letusan Gunungapi Merapi berupa
tuf, abu vulkanik. Sedangkan alluvium (Qa) merupakan pengendapan saat ini berupa kerakal,
pasir, lanau, lempung yang terbawa dan terendapkan sepanjang aliran sungai besar dan
dataran pantai.
47
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
48
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
Nilai anomali tinggi dengan kisaran nilai 89.2 124.1 mgal di wilayah utara terletak
pada titik J28 hingga titik J19 berasosiasi dengan Batuan Malihan (KTm), Formasi
Kebobutak (Tomk), Formasi Semilir (Tms), Formasi Nglanggran (Tmng) dan intrusi diorit
Pendul (Tpdl). Secara umum formasi-formasi tersebut didominasi oleh batuan metamorf dan
beku yang memiliki nilai densitas tinggi (Gambar 3.4) sehingga menghasilkan nilai anomali
Bouguer lengkap (ABL) yang tinggi.
49
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
Wilayah utara juga dikonfirmasi oleh pola kontur positif-negatif, anomali medan
magnet total yang tinggi (Gambar 4.3). Pola kontur positif-negatif tersebut dipengaruhi oleh
nilai inklinasi medan magnet bumi di daerah penelitian yang bernilai -32.33 nT. Nilai
anomali medan magnet total yang tinggi tersebut mengindikasikan suatu tubuh intrusi
daengan suseptibilitas batuan yang tinggi akibat kandungan mineral penyusunnya. Sedangkan
nilai anomali tinggi di wilayah selatan secara permukaan berupa Formasi Wonosari (Tmwi)
litologi berupa batugamping. Nilai anomali tinggi tersebut diinterpretasikan sebagai suatu
tubuh intrusi diorit yang secara tidak selaras terletak di bawah Formasi Wonosari (Tmwi).
Wilayah selatan juga dikonfirmasi oleh pola kontur positif negatif, nilai anomali medan
magnet total yang tinggi (Gambar 4.3), yang mengindikasikan terdapatnya tubuh batuan
dengan suseptibilitas tinggi di bawah Formasi Wonosari (Tmwi).
Zona anomali rendah wilayah barat dengan nilai antara 79 - 84 mGal, terletak pada
titik pengukuran J2, J3, J4, J5 dan J6 ditandai oleh warna biru dan melalui Formasi Wonosari
(Tmwi), Formasi Sambipitu (Tmss), Formasi Nglanggran (Tmng), Formasi Semilir (Tms).
Anomali rendah diinterpretasikan akibat dominasi batuan penyusunnya merupakaan batuan
sedimen yang memiliki densitas lebih rendah dengan satuan berupa batulempung dan
batupasir dari Formasi Sambipitu (Tmss) dan satuan batugamping Formasi Wonosari (Tmei).
Sedangkan Zona anomali rendah wilayah timur dengan kisaran nilai anomali yang sama
terletak pada titik J14 hingga titik J18. Titik-titik tersebut melalui satuan piroklastik berupa
tuf, batupasir tufan dari Formasi Semilir (Tms), satuan napal tuffan, batugamping
konglomerat dari Formasi Oyo (Tmo), satuan batugamping Formasi Wonosari (Tmwi).
4.3 Pemodelan 2D
Pemodelan diharapkan mampu memberikan informasi yang mewakili dan
representatif terhadap geologi bawah permukaan daerah penelitian. Tahapan ini, dilakukan
pemodelan kedepan terhadap data gaya berat dengan dikontrol oleh data geomagnetik.
Berdasarkan kajian terhadap geologi penelitian dan peta persebaran anomali yang dilakukan
pada sub-bab sebelumnya, diperoleh kedudukan batuan, hubungan antar formasi batuan,
informasi litologi penyusun setiap formasi, dan indikasi adanya suatu tubuh intrusi di bawah
permukaan. Namun indikasi keberadaan struktur dan kedalaman, serta ketebalan formasi
batuan belum dapat terlokalisir, sehingga dilakukan pendekatan menggunakan pemodelan
kedepan.
50
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
Sayatan A-A yang berarah Baratlaut-Tenggara melalui formasi dari tua ke muda
yaitu Formasi Semilir (Tms), Formasi Nglanggran (Tmng), Formasi Sambipitu (Tmss),
Formasi Wonosari (Tmwi) dan endapan Gunungapi Merapi (Qvm). Selain itu, dipermukaan
secara geologi melewati dua struktur yang relatif berarah Timurlaut-Baratdaya dan
memotong Formasi Wonosari (Tmwi). Berdasarkan hasil pemodelan yang dilakukan pada
sayatan A-A terlihat bahwa kemiringan lapisan batuan relatif berarah ke selatan dengan
densitas terlihat pada tabel 4.1.
Pada penampang sayatan A-A terlihat adanya struktur geologi yang diinterpretasikan sebagai
sesar naik yang memotong Formasi Wonosari (Tmwi). Keberadaan sesar tersebut
51
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
menghasilkan tiga blok dengan nilai densitas berbeda, yaitu blok I memiliki densitas 2.49
gr/cc, blok II dan III memiliki densitas sebesar 2.51 gr/cc. Perbedaan tersebut terjadi akibat
proses pembebanan dan tekanan dari intrusi pada kedua blok tersebut yang lebih tinggi
sehingga menghasilkan densitas yang lebih tinggi. Sedangkan intrusi di bagian Baratlaut
diinterpretasikan sebagai sill yang teroboannya sejajar dengan lapisan batuan.
Perbukitan Jiwo secara geologi sangat menarik dikarenakan pada wilayah tersebut tersingkap
batuan Pra-Tersier (Ktm), intrusi diorit (dr), satuan batugamping Nummulites, batulempung,
dan batupasir dari Formasi Wungkal-Gamping (Tew). Sayatan B-B berarah Baratlaut-
Tenggara dan melewati Perbukitan Jiwo dan Pegunungan Selatan. Pada gambar 4.1, sayatan
B-B secara geologi permukaan melewati Batuan Malihan (Ktm), Formasi Gamping-
Wungkal (tew), Formasi Kebobutak (Tomk), Formasi Mandalika (Tomm), Formasi Semilir
(Tm), Formasi Nglanggran (Tmng), Formasi Oyo (Tmo), dan endapan Gunungapi Merapi
(Qvm). Berdasarkan hasil pemodelan pada sayatan B-B (Gambar 4.4) diperoleh nilai
densitas pada tabel 4.2.
52
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
Hasil tersebut pemodelan yang dilakukan menunjukkan bahwa intrusi diorit dibawah
permukaan memotong Batuan Malihan (ktm) yang berumur Pra-Tersier (Gambar 4.5). Intrusi
diorit tersebut yang berumur Plistosen tersingkap di daerah Gunung Pendul, Bayat. Secara
tidakselaras di atas Batuan Malihan (KTm) diendapkan Formasi Gamping-Wungkal (Tew)
dengan ketebalan sekitar 500 m. Di atas Formasi Gamping Wungkal (Tew) secara selaras
diendapkan Formasi Kebobutak (Tomk) dengan ketebalan sekitar 1500 m. Formasi
Kebobutak ini berumur Oligosen Akhir sampai Miosen Awal dan diinterpretasikan sebagai
sedimen laut dalam yang terendapkan di lingkungan kipas bawah-laut (Toha dkk, 1994). Di
atas Formasi Kebobutak (Tomk) secara selaras diendapkan Formasi Semilir (Tms) pada umur
Miosen Awal dengan ketebalan maksimal sekitar 950 m. Pada Miosen Awal Tengah
diendapkan secara selaras Formasi Nglanggran (Tmng) di atas Formasi Semilir (Tms) dengan
ketebalan sekitar 1100 m.
Sedangkan di atas Formasi Nglanggran (Tmng) secara tidakselaras diendapkan
Formasi Oyo (Tmo) dan Formasi Wonosari (Tmwi). Berdasarkan hasil pemodelan yang
dilakukan, Formasi Wonosari memiliki ketebalan sekitar 900 m dari permukaan, sedangkan
Formasi Oyo (Tmo) memiliki ketebalan 400 m. Pendekatan tersebut didasarkan pada Bothe
(1929) dan Bemmelen (1949) yang menyatakan bahwa batugamping bertopografi kars di
daerah Gunung Sewu merupakan runtunan karbonat klastik dan terumbu yang berumur
Miosen Tengah-Pliosen Akhir. Runtunan setebal 800 m itu selanjutnya dinamakan Formasi
Oyo dan Formasi Wonosari, yang keduanya berhubungan secara menjemari. Selanjutnya di
53
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
atas Formasi Oyo (Tmo) dan Formasi Wonosari (Twi) diendapkan secara tidak selaras
endapan Gunugapi Merapi (Qvm) dan Alluvium (Qa).
Selain itu, struktur geologi pada sayatan A-A mengindikasikan bahwa daerah
Formasi Wonosari (Tmwi) merupakan paparan karbonat yang terangkat dan tersesarkan
sehingga menghasilkan kenampakan seperti sekarang dengan konfigurasi anomali positif
yang membentuk struktur sembulan (horst-like structure). Pada penampang B-B hasil
pemodelan struktur geologi berupa sesar naik dapat dimodelkan. Struktur yang relatif berarah
Timurlaut-Barat tersebut terjadi sebagai akibat tektonik yang bekerja di Pulau Jawa yang
relatif dengan arah Baratlaut-Tenggara. Serta indikasi lain bahwa sesar-sesar timurlaut-
baratdaya tersebut dihasilkan oleh reaktivasi struktur batuan-dasar yang disebabkan oleh
penunjaman lempeng Samudera Hindia-Australia di bawah Benua Asia pada Eosen Akhir
dan akhir Miosen Tengah.
54
Ekskursi Geologi dan Geofisika Bayat-Wonosari 2017
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian data geologi dan geofisika yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
1. Secara berurutan dari tua ke muda pada daerah penelitian terdiri atas Batuan Malihan
(Ktm), Formasi Wungkal-Gamping (Tew), Formasi Kebobutak (Tomk), Formasi
Semilir (Tms), Formasi Nglanggran (Tmng), Formasi Sambipitu (Tmss), Intrusi
Diorit (dr), Formasi Wonosari (Tmwi), Formasi Oyo (Tmo) dan Endapan Gunungapi
Merapi (Qvm) dan Alluvium (Qa). Singkapan Filit, Sekis dan sisipan Marmer
merupakan batuan tertua berumur Pra-Tersier termasuk dalam Batuan Malihan (Ktm).
Satuan batuan termuda berumur Kuarter adalah Alluvium (Qa) dan endapan
Gunungapi Merapi (Qvm). Pengamatan geologi permukaan menunjukkan bahwa
Intrusi Diorit memotong litodem Filit, satuan batulempung perselingan batupasir, dan
satuan batugamping nummulites.
2. Anomali Bouguer lengkap (ABL) tinggi terdapat di wilayah utara dan selatan, yang
diinterpretasikan adanya tubuh intrusi pada daerah tersebut. Selain itu pada peta
anomali medan magnet total, menunjukkan pola kontur positif-negati pada daerah
dengan anomali Bouguer lengkap (ABL) yang tinggi. Berdasarkan hasil pemodelan
gaya berat yang dilakukan menunjukkan bahwa pada daerah penelitian Batuan
Malihan (Ktm) berdensitas 2.9 gr/cc, Formasi Kebobutak (Tomk) 2.58 gr/cc, Intrusi
Diorit 3.2 gr/cc, Formasi Wonosari 2.44-2.51 gr/cc, satuan batuan berumur Kuarter
1.9 2 gr/cc.
3. Batuan Malihan (Ktm) memililiki ketebalan 1500 m, Formasi Kebobutak (Tomk)
sekitar 1500 m, Formasi Semilir (Tms) sekitar 950 m, Formasi Nglanggran (Tmng)
sekitar 1100 m, Formasi Sambipitu (Tmss) sekitar 600 m, Formasi Wonosari (Tmwi)
sekitar 900 m, Formasi Oyo (Tmo) sekitar 400 m dan Endapan Gunungapi Merapi
(Qvm) dan Alluvium (Qa) sekitar 30 m.
55