TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum)
pleura yang melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc
cairan. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam
jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.
Dalam konteks ini perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga pleura
ini juga selalu ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura
viseralis dengan pleura parietalis, sehingga dengan demikian gerakan paru
(mengembang dan mengecil) dapat berjalan dengan mulus. Dalam keadaan
normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml.
Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura
antara lain darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol
tinggi.
a. Hidrotoraks
Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal ini
penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral. Sebab-
sebab lain yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis hati
dengan asites, serta sebagai salah satu tias dari syndroma meig (fibroma
ovarii, asites dan hidrotorak).
b. Hemotoraks
Hemotoraks adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya terjadi
karena trauma toraks. Trauma ini bisa karena ledakan dasyat di dekat
penderita, atau trauma tajam maupun trauma tumpul. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini
mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya
diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka
biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada. Penyebab
lainnya hemotoraks adalah:
1. Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga pleura.
2. Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta)
yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.
3. Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga pleura
tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah
dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.
c. Empiema
Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura patologis
iniakan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks atau
empiema. Pada setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan
terjadinya empiema sebagai salah satu komplikasinya. Empiema bisa
merupakan komplikasi dari:
1. Pneumonia
2. Infeksi pada cedera di dada
3. Pembedahan dada
d. Kilotoraks
Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan getah bening
pada rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya kilotoraks antara lain:
1. Kongental, sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus, tapi
terdapat fistula antara duktus torasikus rongga pleura.
2. Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan dada,
atau pukulan pada dada (dengan/tanpa fratur). Yang berasal dari efek
operasi daerah torakolumbal, reseksi esophagus 1/3 tengah dan atas,
operasi leher, operasi kardiovaskular yang membutuhkan mobilisasi
arkus aorta.
3. Obstruksi Karena limfoma malignum, metastasis karsinoma ke
mediastinum, granuloma mediastinum (tuberkulosis, histoplasmosis).
2.2. ANATOMI PLEURA
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis
dan parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial,
jaringaan ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat
tipis. Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis,
sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan
mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan
dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi
sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus
paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis,
diantaranya :
1. Pleura Visceralis
Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis
<30mm. Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah
sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan
histiosit, di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen
dan serat-serat elastik. Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial
subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a.
Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh limfe Menempel kuat
pada jaringan paru Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan pleura.
2. Pleura parietalis
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat
(kolagen dan elastis). Dalam jaringan ikat tersebut banyak
mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria interna,
pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka
terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n.
Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada.
Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya Fungsinya
untuk memproduksi cairan pleura
2.3. FISIOLOGI PLEURA
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang
ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas
akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan
memengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi. Pengembangan
paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi
rekoil elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi proses
respirasi. Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan Starling yang
ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem penyaliran
limfatik pleura serta keseimbangan elektrolit. Ketidakseimbangan komponen-
komponen gaya ini menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi efusi
pleura.
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura
viseralis. Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa
mesenkim yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan intersisial
dapat terus menerus melaluinya untuk masuk kedalam ruang pleura.
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih
besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan
permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam
keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura.
2.9. Diagnosis
1. Anamnesis
- Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat
permulaan pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila
jumlah cairan efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh
- Rasa berat pada dada
- Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila
disertai dengan proses tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada
karsinoma bronchus atau metastasis
- Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empiema.
2. Pemeriksaan Fisik
- Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
- Vokal fremitus menurun
- Perkusi dull (redup)
- Bunyi pernafasan vesikuler menrun sampai menghilang
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam mendiagnosis
efusi pleura, tetapi tidak mempunyai nilai apapun dalam menentukan
penyebabnya. Secara radiologis jumlah cairan yang kurang dari 100 ml
tidak akan tampak dan baru jelas bila jumlah cairan di atas 300 ml.
Foto toraks dengan posisi Posterior Anterior akan memperjelas
kemungkinan adanya efusi pleura masif. Pada sisi yang sakit tampak
perselubungan masif dengan pendorongan jantung dan mediastinum ke
sisi yang sehat.
4. Torakosintesis
Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh
pembiusan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk diagnostik
maupun terapeutik.
5. Analisis Cairan Pleura
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-
xantho-chrome). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada
trauma, infark paru, keganasan. adanya kebocoran aneurisma aorta.
Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya
empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena
amoeba.
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis
atau dominasi sel-sel tertentu.
- Sel neutrofil : Menunjukkan adanya infeksi akut.
- Sel limfosit : Menunjukkan adanya infeksi kronik seperti
pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum
- Sel mesotel : Bila jumlahnya meningkat, ini
menunjukkan adanya infark paru. Biasanya juga ditemukan
banyak sel eritrosit.
- Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma
- Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid
- Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik
2.10. Penatalaksanaan
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan
karena cairan pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada.
Beberapa macam pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada
efusi pleura masif adalah sebagai berikut:
1. Obati penyakit yang mendasarinya
a. Hemotoraks
Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya
dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa
juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah
(misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus
berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang,
maka perlu dilakukan tindakan pembedahan.
b. Kilotoraks
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki
kerusakan saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau
pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran
getah bening.
c. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran
nanah. Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam
bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan
sebagian dari tulang costa harus diangkat. sehingga bisa dipasang
selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan
untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).
d. Pleuritis TB
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin, INH,
Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan.
Dosis dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan
tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat
diserap kembalai, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan
cepat dapat dilakukan torakosentesis.
2. Torakosentesis
keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega);
jangan lebih 1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare
menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-30 menit.
Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari berikutnya.
Torakosentesis untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan,
sedangkan untuk tujuan terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis
dilakukan atas beberapa indikasi.
a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada,
perasaan tertekan pada dada.
b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan
mendorong dan menekan jantung dan alat mediastinum lainnya,
yang dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba.
c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah
melewati masa 3 minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan
sudah berubah menjadi pyotoraks.
d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6
minggu, namun cairan masih tetap banyak.
3. Pleurodesis
5. Pembedahan