Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kegawat daruratan obstetrik yang
mengancam nyawa ibu dan kelangsungan hidup janin, serta merupakan salah satu
penyebab utama mortalitas ibu, khususnya pada trimester pertama. Sering kali KET
dijumpai terlebih dahulu bukan oleh dokter-dokter ahli kebidanan, melainkan dokter-
dokter yang bekerja di unit gawat darurat, sehingga hal ini perlu diketahui oleh setiap
dokter. 1,2
Di masa lampau KET hampir selalu fatal, namun berkat perkembangan alat
diagnostik yang canggih morbiditas maupun mortalitas akibat KET jauh berkurang.
Meskipun demikian, kehamilan ektopik masih merupakan salah satu masalah utama
dalam bidang obstetri. Perkembangan teknologi fertilitas dan kontrasepsi memang di
satu sisi menyelesaikan masalah infertilitas maupun KB, namun di sisi lain
menciptakan masalah baru. Dengan diagnosis yang tepat dan cepat kesejahteraan ibu,
bahkan janin, dapat ditingkatkan.1,2

1.2 Tujuan Penulis


1.2.1 Tujuan umum
Tujuan umum penyusunan adalah :
Memahami dan mengetahui tentang Kehamilan Ektopik Terganggu
1.2.2 Tujuan Khusus
Memberitahu pembaca tentang Kehamilan Ektopik Terganggu secara lebih lanjut
1.2.3 Ruang lingkup penulis
Penulis membatasi dan berpedoman kepada buku terbitan fakultas kedoteran

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat bagi penulis

1
Manfaat dari pembahasan tentang Kehamilan Ektopik Terganggu menambah
pengetahuan penulis tentang Kehamilan Ektopik Terganggu.

1.3.2 Manfaat bagi pembaca


Dengan ada nya pembahasan mengenai Kehamilan Ektopik Terganggu di harap
kan kepada pembaca agar lebih tertarik untuk mengetahui tentang Kehamilan Ektopik
Terganggu penangan akhir sebagai kompetensi dokter umum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
oleh spermatozoa berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus.
Berdasarkan tempat implantasinnya. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan
implantasi terjadi diluar rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk
terjadinya implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi
di tuba, jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri,
tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus. Kehamilan ektopik dapat
dibagi dalam beberapa golongan.3
1. Tuba Fallopii
2. Uterus (diluar endometrium kavum uterus)
3. Ovarium
4. Intraligamenter
5. Abdominal
6. Kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus
Berdasarkan penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering
terjadi di Tuba ( 97% ), yang mana 55% muncul di pars ampullaris, 25% di isthmus,
dan 17 % di fimbriae. Sisa 3 % berlokasi uterus, ovarium, abdominal, dan
intraligamenter, dimana sekitar 2-2,5% muncul di kornua uterus.4

Gambar 1 : Lokasi terjadinya kehamilan ektopik

3
2.2 Epidemiologi
Insidens kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun
secara kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan
prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan berkembangan
alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang terdiagnosis
sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya. Keberhasilan kontrasepsi
seperti AKDR meningkatkan persentase kehamilan ektopik, karena keberhasilan
kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan uterin, bukan kehamilan
ektopik. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan kejadian
kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi di bidang reproduksi, seperti
fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi kehamilan
ektopik.2,4
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153
kehamilan ektopik diantara 4.007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Di
Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241
kehamilan, dan 85-90% kasus kehamilan ektopik didapatkan pada multigravida.2
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40
tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan berkisar antara 0%-14,6%.1,
2.3 Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, namun sebagian besar
penyebabnya masih tidak diketahui. Pada tiap kehamilan akan dimulai dengan
pembuahan didalam ampulla tuba, dan dalam perjalanan kedalam uterus telur
mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih berada di tuba, atau nidasinya
di tuba dipermudah. Resiko terjadinya kehamilan ektopik ini meningkat dengan
adanya beberapa factor, termasuk riwayat infertilitas, riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya, operasi pada tuba, infeksi pelvis, paparan Diethylstil-bestrol (DES),
penggunaan IUD, dan fertilisasi in vitro pada penyakit tuba. Faktor-faktor ini
mungkin berbagi mekanisme umum yang dapat berupa mekanisme anatomis,

4
fungsional, atau keduanya. Pastinya, sangat sulit untuk menilai penyebab dari
implantasi ektopik dengan tidak adanya alat pendeteksi kelainan tuba. 6
Normalnya, seperti disebut diatas, sel telur dibuahi di tuba fallopii dan
berjalan kedalam tuba ketempat implantasi. Mekanisme apapun yang mengganggu
fungsi normal dari tuba fallopii selama proses ini meningkatkan resiko terjadinya
kehamilan ektopik. Kehamilan ovarium dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki
folikel de Gaaf yang baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam
folikel, atau apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di
ovarium. Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba
atau kehamilan ovarial yang mengalami rupture dan mudigah masuk di antara 2
lapisan ligamentum latum. Kehamilan servikal berkaitan dengan faktor multiparitas
yang beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim termasuk seksio
sesarea. Sedangkan kehamilan abdominal biasanya terjadi sekunder dari kehamilan
tuba, walau ada yang primer terjadi di rongga abdomen.5
Secara ringkas dapat dipisahkan faktor-faktor pada tuba yang dapat
mendukung terjadinya kehamilan ektopik:5
1. Faktor dalam lumen tuba :
a. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping, sehingga
lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu;
b. Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada hipoplasia
uteri. Hal ini dapat disertai kelainan fungsi silia endosalping;
c. Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan
sterilisasi yang tidak sempurna.
2. Faktor pada dinding tuba :
a. Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi
dalam tuba;
b. Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan
telur yang dibuahi ditempat itu.
3. Faktor diluar dinding tuba :

5
a. Perlekatan peritubal dengan distorsiatau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur;
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
c. Faktor lain :
d. Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovum kanan ke tuba kiri- atau
sebaliknya- dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus.
Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi
premature
e. Fertilisasi in vitro.
Diantara faktor-faktor tersebut diatas, salpingitis akut merupakan penyebab
utama. Sequele morfologik berpengaruh pada setengah dari episode awal kehamilan
ektopik. Tempat keluar ovum pada ovulasi di ovarium juga disinyalir mempunyai
peran dalam kehamilan ektopik. Ovulasi yang berasal dari arah kontralateral dari
ovarium telah dianggap sebagai penyebab dari terlambatnya transport blastokist, dan
oleh Breen, dilaporkan bahwa ovulasi dari arah kontralateral ditemukan pada
sepertiga dari gestasi tuba yang diobati dengan laparatomi. Bagaimanapun juga, Saito
dkk. mengamati bahwa bagian dari tuba dimana terjadi implantasi pada wanita
dengan kehamilan ektopik adalah sama pada apakah korpus luteum berada di
ipsilateral atau kontralateral. Jika transmigrasi adalah salah satu faktor, hipotesis dari
mereka adalah ada banyak insiden terjadinya kehamilan di distal tuba dengan ovulasi
dari kontralateral ovarium.6
Penyebab lain yang lebih fisiologik adalah ketidakseimbangan hormonal,
yang mana peningkatan kadar estrogen atau progesterone yang beredar dapat merusak
kontraktilitas normal tuba. Kenaikan rata-rata kehamilan ektopik dilaporkan terjadi
pada wanita yang digambarkan secara fisiologis dan farmakologis mempunyai kadar
progestin yang meningakat. Secara iatrogenik, dapat terjadi peningkatan estrogen dan
progesterone setelah induksi ovulasi baik itu dengan clomiphene citrate atau human
menopausal gonadotrophins, dan dilaporkan terjadi kenaikan angka kehamilan
ektopik pada wanita dengan perlakuan seperti itu. Kemungkinan penyebab lainnya
adalah perkembangan embrionik yang abnormal. Stratford memeriksa 44 konseptus

6
dari gestasi ektopik dengan mikrodiseksi dan potongan histologik dan menemukan
sekitar duapertiga abnormal dan setengahnya mempunyai binormalitas struktural
umum. Kelainan abnormal-abnormal ini dapat mengganggu transport normal di tuba.3
Bahwa kehamilan yang mucul yang dikarenakan kegagalan beberapa metode
kontrasepsi mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk menjadi ektopik
dibandingkan pada wanita yang hamil karena tidak memakai alat kontrasepsi. Wanita
yang menjadi hamil sewaktu memakai IUD Copper T380 atau kontrasepsi oral
progestin saja, mempunyai kemungkinan 5% lebih tinggi untuk mengalami
kehamilan ektopik. Wanita yang menjadi hamil selama memakai progesterone-
releasing IUD bahkan lebih tinggi, sekitar 25%, bahkan bila dibandingkan dengan
wanita yang tidak memakai alat kontrasepsi sama sekali, kemungkinan terjadi
kehamilan ektopik lebih besar dua lipat. Hal ini disebabkan progesterone
menghambat kontraksi tuba. Walaupun pada banyak laporan yang mengatakan bahwa
riwayat aborsi yang diinduksi meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik.
menunjukkan metode statistik yang digunakan untuk mengontrol efek dari faktor-
faktor resiko, riwayat dari satu aborsi yang diinduksi tidak meningkatkan secara
bermakna kemungkinan terjadi kehamilan ektopik. Efek itu baru akan nyata bila
sudah dua atau lebih aborsi.3

2.4 Patofiologi
Kebanyakan dari kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii. Tempat yang
paling umum terjadi adalah pada pars ampullaris, sekitar 80 %. Kemudian berturut-
turut adalah isthmus (12%), fimbriae (5%), dan bagian kornu dan daerah intersisial
tuba (2%), dan seperti yang disebut pada bagian diatas, kehamilan ektopik non tuba
sangat jarang. Kehamilan pada daerah intersisial sering berhubungan dengan
kesakitan yang berat, karena baru mengeluarkan gejala yang muncul lebih lama dari
tipe yang lain, dan sulit di diagnosis, dan biasanya menghasilkan perdarahan yang
sangat banyak bila terjadi rupture.6
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot

7
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi
dan biasanya telur mati secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner
telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur
dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna
malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus
endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor,
seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang
terjadi oleh invasi trofoblas. Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron
dari korpus luteum gravidatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan
endometrium dapat pula berubah menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-
perubahan pada endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel
membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak
teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang
ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.5
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik
dalam tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan
hasil konsepsi, tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu
sampai 10 minggu. Kemungkinan itu antara lain:3
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati
karena vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam
keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang
terlambat untuk beberapa hari.

2. Abortus tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan

8
mudigah dari koriales pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya,
tergantung dari derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh,
mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian
didorong oleh darah kearah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam
tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum
terjadi pada kehamilan tuba pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding
tuba oleh villi koriales kea rah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan
pars isthmika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars amoullaris lebih
luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi
dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,
perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai
berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan
masuk rongga abdomen dan terkumpul secara khas di kavum Douglas dan
akan membentuk hematokel retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba fallopii
dapat membesar karena darah dan membentuk hematosalping.

3. Ruptur tuba
Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan
rupture pada saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran
kadar korionik gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir
pada trimester pertama oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih
sering terjadi bila ovum berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul
pada kehamilan muda, sedangkan bila berimplantasi di pars intersisialis, maka
muncul pada kehamilan yang lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan,
atau karena trauma ringan seperti koitus atau pemeriksaan vagina.
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan
ostium tuba tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena
invasi dari trofoblas, akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-

9
kadang ruptur terjadi diarah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
Bila pasien tidak mati dan meninggal karena perdarahan, nasib janin
bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin
mati dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat
diubah menjadi litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan
masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh,
kemungkinan tumbuh terus dalam rongga abdomen sehingga terjadi
kehamilan abdominal sekunder

2.5 Gambaran Klinis


karena keluarnya dari dari fimbriae atau ruptur, maka dapat timbul gejala. Bila
memang terjadi kehamilan ektopik namun belum muncul gejala, maka kita sebut
kehamilan ektopik belum terganggu.3
Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen,
amenore, dan perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut menjadi sangat penting
dalam memikirkan diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester
pertama. Namun sayangnya, hanya 50% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang
menampilkan gejala-gejala tersebut secara khas. Pasien yang lain mungkin muncul
gejala-gejala yang umumnya terjadi pada masa kehamilan awal termasuk mual, lelah,
nyeri abdomen ringan, nyeri bahu, dan riwayat disparenu baru-baru ini. Sedangkan

10
gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu, seperti tersebut diatas, dapat berbeda-
beda, dari yang khas sampai tidak khas sehingga sukar untuk mendiagnosisnya.
Pada pemeriksaan fisik harus difokuskan pada tanda vital dan pemeriksaan
abdomen dan pelvik. Hipotensi dan takikardi yang dapat terjadi akibat perdarahan
banyak akibat ruptur tuba tidak dapat memperkirakan adanya kehamilan ektopik
walau tanda itu menunjukkan perlunya resusitasi segera, bahkan faktanya kedua hal
tersebut lebih khas pada komplikasi kehamilan intrauterin. Lebih jauh lagi, tanda vital
yang normal tidak dapat menyingkirkan adanya kehamilan ektopik. Pada
pemeriksaan dalam, dapat teraba kavum douglas yang menonjol dan terdapat nyeri
gerakan serviks. Adanya tanda-tanda peritoneal, nyeri gerakan serviks, dan nyeri
lateral atau bilateral abdomen atau nyeri pelvik meningkatkan kecurigaan akan
kehamilan ektopik dan merupakan temuan yang bermakna. Disisi yang lain,
ketidakadaan tanda dan gejala ini tidak menyingkirkan kehamilan ektopik. Terabanya
massa adneksa juga tidak dapat memperkirakan kehamilan ektopik secara tepat.
Dalam penelitian ini massa adneksa hanya muncul kurang dari 10% pada pasien yang
di diagnosis dengan kehamilan ektopik. Satu yang harus diingat juga adalah
pemeriksaan pelvik benar-benar normal pada kira-kira 10% pasien dengan kehamilan
ektopik. Kesimpulannya, beberapa riwayat dan penemuan pemeriksaan fisik
menngkatkan kecurigaan terhadap kehamilan ektopik. Untuk itu, bagaimanapun juga,
tidak ada kombinasi penemuan yang boleh dianggap oleh seorang dokter di ruang
gawat darurat yang menyimpulkan adanya kehamilan ektopik berdasarkan penemuan
klinik saja.5

2.6 Diagnosis
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu ditegakkan dengan:
1. Anamnesis 4
Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat
gejala subjektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu,
tenesmus. Perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.
2. Pemeriksaan Umum4
penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut
tanda-tanda syok dapat ditemukan.

11
3. Pemeriksaan Ginekologi 4
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan nyeri. Bila uterus diraba, maka akan teraba sedikit membesar
dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar
ditentukan. Kavum douglasi menonjol dan nyeri raba menunjukkan adanya
hematokel retrouterina. Suhu kadang naik sehingga menyulitkan perbedaan
dengan infeksi pelvik.
4. Pemeriksaan Penunjang
a) Hemoglobin, hematokrit, dan hitung leukosit
Pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan jumlah sel darah merah berguna
menegakkan diagnosa kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada
tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Perlu diingat, bahwa
turunnya Hb disebabkan darah diencerkan oleh air dari jaringan untuk
mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari.
Mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama-tama kadar Hb belum
seberapa turunnya maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan
atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan Hb berturut-turut. Derajat
leukositosis sangat bervariasi pada kehamilan ektopik yang
mengalami ruptur, nilainya bisa normal sampai 30.000/l.3,6
b) Gonadotropin korionik (hCG Urin)
Tes urin paling sering menggunakan tes slide inhibisi aglutinasi
dengan sensitivitas untuk gonadotropin korionik dalam kisaran 500
sampai 800 mlU/ml. Kemungkinan bernilai positif pada kehamilan
ektopik hanya sampai 50-60%. Kalaupun digunakan tes jenis tabung,
dengan gonadotropin korionik berkisar antara 150-250 mlU/ml, dan
tes ini positif pada 80-85% kehamilan ektopik. Tes yang
menggunakan ELISA (Enzyme-Linked Immunoabsorbent Assays)
sensitif untuk kadar 10-50 mlU/ml dan positif pada 95% kehamilan
ektopik.3
c) -hCG serum
Pengukuran kadar -hCG secara kuantitatif adalah standar diagnostik
untuk mendiagnosa kehamilan ektopik. Pada kehamilan normal
intrauterin, kadar -hCG serum naik 2 kali lipat tiap 2 hari selama

12
kehamilan. Peningkatan kadar -hCG serum kurang dari 66%
menandakan suatu kehamilan intrauterin abnormal atau kehamilan
ektopik. Pemeriksaan -hCG serum secara berkala perlu dilakukan
untuk membedakan suatu kehamilan normal atau tidak dan memantau
resolusi kehamilan ektopik setelah terapi.5
d) Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui ada
tidaknya darah dalam kavum douglasi atau mengidentifikasi
hematoperitoneum. Serviks ditarik kedepan kearah simfisis dengan
tenakulum, dan jarum ukuran 16 atau 18 dimasukkan melalui forniks
posterior kedalam kavum douglasi. Bila ditemukan darah, maka
isinya disemprotkan pada kain kasa dan perhatikan darah yang
dikeluarkan merupakan :3,5
o darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan
membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
o Darah berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau
yang berupa bekuan kecil, darah ini menunjukkan adanya
hematokel retrouterina. Untuk mengatakan bahwa punksi kavum
douglasi positif, artinya adanya perdarahan dalam rongga perut dan
darah yang diisap mempunyai sifat warna merah tua, tidak
membeku setelah diisap, dan biasnya di dalam terdapat gumpalan-
gumpalan darah yang kecil.

13
Gambar 2 : teknik culdocentesis

e) Ultrasonografi
Ultrasonografi abdominal berguna dalam diagnostik kehamilan
ektopik. Diagnosis pasti ialah apabila ditemukan kantung gestasi
diluar uterus yang didalamnya terdapat denyut jantung janin.1 Pada
kehamilan ektopik terganggu dapat ditemukan cairan bebas dalam
rongga peritoneum terutama dalam kavum douglasi.
Ultrasonografi transvaginal dapat digunakan untuk memperlihatkan
kehamilan intrauterine pada hari ke-24 pascaovulasi, atau 38 hari
setelah periode menstruasi terakhir, yaitu lebih awal 1 minggu
dibandingkan USG transabdominal. Kantung gestasi merupakan
struktur pertama yang dikenaldengan USG transvaginal. Uterus yang
kosong dengan kontraksi BhCG >1500 U/mL mengindentifikasi
adanya kehamilan ektopik.

14
Gambar 3 : Hasil USG lokasi terjadinya kehamilan ektopik

f) Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir
untuk kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik
yang lain meragukan. Melalui prosedur laparaskopik, alat kandungan
bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus,
ovarium, tuba, kavum douglasi, dan ligamentum latum. Adanya darah
dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan.
Akan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparatomi.1,2

Gambar 4 : Hasil laparoskopi pada kehamilan ektopik

15
g) Laparatomi
Tindakan ini lebih disukai jika wanita tersebut secara hemodinamik
tidak stabil atau tidak mungkin dilakukan laparoskopi.3

2.7 Diagnosis Banding 7


1. Salpingitis
Terjadi pembengkakan dan pembesaran tuba bilateral, demam tinggi dan tes
kehamilan negatif. Dapat ditemukan getah serviks yang purulen.
2. Abortus (imminens atau inkomplitus)
Gejala klinik yang dominan adalah perdarahan, umumnya terjadi sebelum ada
nyeri perut. Perdarahan berwarna merah, bukan coklat tua seperti pada
kehamilan ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat kolik dan kejang (kram).
Uterus membesar dan lembek, terdapat dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat
dikenali dari pemeriksaan vagina.
3. Appendisitis
Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa iliaka kanan.
Bisa ditemukan pembengkakkan bila ada abses apendiks, namun tidak terletak
dalam di pelvis seperti pada pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi dan
pasien terlihat sakit berat. Tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.
4. Torsio kista ovarium
Teraba massa yang terpisah dari uterus, sedangkan kehamilan tuba umumnya
terasa menempel pada uterus. Perut lunak dan mungkin terdapat demam
akibat perdarahan intraperitoneal. Tanda dan gejala kehamilan mungkin tidak
ditemukan namun ada riwayat serangan nyeri berulang yang menghilang
dengan sendirinya.
5. Ruptur korpus luteum
Sangat sulit dibedakan dengan kehamilan tuba, namun ruptur korpus luteum
sangat jarang ditemukan.

2.8 Penatalaksanaan

16
Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain
lokasi kehamilan dan tampilan klinis.
A. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas
jaringan dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis
harus memiliki syarat-syarat berikut ini: keadaan hemodinamik yang stabil, bebas
nyeri perut bawah, tidak ada aktivitas jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam
rongga abdomen dan kavum Douglas, harus teratur menjalani terapi, harus
menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan pascaterapi, tidak
memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak menyusui, tidak ada
kehamilan intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar dan profil darah
yang normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian
methotrexate. Berikut ini akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan
ektopik secara medis.2,3,7
1. Methotrexate
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi
keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik,
methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien
dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel
trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Seperti halnya
dengan penatalaksanaan medis untuk kehamilan ektopik pada umumnya,
kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus stabil secara hemodinamis
dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal.3
Harus diketahui pula bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum
mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalan meningkat
pada usia gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter
lebih dari 4 cm. Pasien harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan
terapi medis, pengulangan terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan
untuk kemungkinan menjalani pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan
ektopik terganggu harus selalu diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien
harus sesegera mungkin menjalani pembedahan. Senggama dan konsumsi

17
asam folat juga dilarang.3,7 Tentunya methotrexate menyebabkan beberapa
efek samping yang harus diantisipasi, antara lain gangguan fungsi hepar,
stomatitis, gastroenteritis dan depresi sumsum tulang. Beberapa prediktor
keberhasilan terapi dengan methotrexate yang -hCG, disebutkan dalam
literatur antara lain kadar aktivitas progesteron, jantung janin, ukuran massa
hasil konsepsi dan ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel.
Dosis tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan
dosis multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada
hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel
leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1
mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi
methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi
tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate
dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa
hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik
paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.2,3,7
2. Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama
5 hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan
kegagalan terapi methotrexate sebelumnya.2,3,7
3. Larutan Glukosa Hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan
alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko dan
kawan-kawan melaporkan keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar
dalam menterminasi kehamilan tuba. Namun pada umumnya injeksi
methotrexate tetap lebih unggul. Selain itu, angka kegagalan dengan terapi
injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi, sehingga alternatif ini jarang
digunakan.3,7
B. Penatalaksanaan bedah

18
Dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba yang belum
terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik
terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin. Pada dasarnya ada 2
macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu pembedahan
konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan radikal, di
mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang
kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Selain itu, macam-macam
pembedahan tersebut di atas dapat dilakukan melalui laparotomi maupun
laparoskopi. Namun bila pasien jatuh ke dalam syok atau tidak stabil, maka tidak
ada tempat bagi pembedahan per laparoskopi.3,7,9
1. Salpingostomi2,3,6,7,9
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi
yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba
fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada
tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah
insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan
hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat
dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka
(tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per
laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang
belum terganggu.
2. Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa
pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan
bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan
perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.7,8,9
3. Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum
maupun yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi
maupun laparoskopi. Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan
berikut ini:7,8,9

19
1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu),
2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif,
3) terjadi kegagalan sterilisasi,
4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya,
5) pasien meminta dilakukan sterilisasi,
6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi,
7) kehamilan tuba berulang,
8) kehamilan heterotopik, dan
9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.
4. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat
dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan
menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau
spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya.
Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup
besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan.7,8,9

2.8 Komplikasi
Komplikasi dapat muncul sebagai akibat kehamilan ektopik yang terganggu
ataupun akibat tatalaksana yang diberikan, antara lain :
a. Syok hipovolemik
b. Infeksi
c. Kehilangan organ reproduksi setelah operasi
d. Infertilitas
e. Fistula urinarius atau intestinal akibat komplikasi operasi
f. Disseminated intravascular coagulation

2.9 Prognosis
Prognosis umumnya baik pada kehamilan ektopik yang terdiagnosis secara
dini dan diberikan terapi yang tepat fertilitas dapat dipertahankan pada kondisi ini
namun apabila diagnosis kehamilan ektopik terganggu sudah pada tahap yang lanjut
dimana telah terdapat kerusakan tuba maka dapat menurunkan fertilitas. Pada umunya

20
kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita
menjadi steril, setelah mengalami kehamilan ektopik, atau dapat mengalami ektopik
lagi pada tuba yang lain.
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko
10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah
mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan
50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang .11

BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identifikasi
II. Nama : Ny.MS Nama suami : Tn.P
III. Umur : 26 tahun Umur : 32 tahun
IV. Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
V. No MR : 147405
VI. Alamat : Alahan Panjang
VII. Tgl. Masuk : 24 April 2017

II. Anamnesa :
1. Keluhan Utama :
Seorang pasien wanita umur 26 tahun datang ke IGD RSUD SOLOK dari
rujukan Puskesmas Alahan Panjang pada tanggal 24 April 2017 jam 20.00
WIB dengan keluhan nyeri perut hebat sejak 6 jam yang lalu
2. Riwayat kehamilan sekarang :
a. Nyeri perut hebat bagian kiri bawah sejak 6 jam SMRS

21
b. Keluar darah dari kemaluan (+) berupa bercak membasahi 1 helai
celana dalam
c. Tidak haid sejak 2 bulan yang lalu
d. HPHT : 5 februari 2017 TP : 12 november 2017
e. ANC 1 kali kontrol ke bidan
f. Riwayat trauma (-)
g. Riwayat di urut (+) sekitar 2 minggu yang lalu
h. RHM : Mual (+), muntah (+), perdarahan (+)
3. Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat sakit ginjal : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat sakit ginjal : disangkal
Riwayat asma : disangkal
5. Riwayat kontrasepsi
Pasien tidak ada menggunakan alat kontrasepsi.
6. Riwayat kehamilan/ Abortus / persalinan : 2 / 0 / 1
a. 2015 / laki-laki / 3.100 g / matur / spontan / bidan / hidup
b. Hamil sekarang

III. Pemeriksaan Fisik


1. Status Pasien
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif
c. Tinggi Badan : 162 cm

22
d. Berat Badan sebelum hamil : 57 Kg
e. Berat Badan saat hamil : 60 Kg
f. BMI : 21.7 (normoweight)
g. Status gizi : baik
h. Vital sign :
i. Tekanan Darah : 100/60 mmHg
ii. Nadi : 120x/menit
iii. Nafas : 24x/menit
iv. Temperatur : 36,80C

2. Status Generalis
Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik

Leher :

o Inspeksi :

JVP 5 2 cmH2O

Kelenjar tiroid tidak tampak membesar

o Palpasi :

Kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar

Toraks :
o Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS
RIC V

23
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : reguler, bising (-)
o Pulmo :
Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris kiri =
kanan
Palpasi : Fremitus normal kiri = kanan
Perkusi : Sonor kiri = kanan
Auskultasi : Vesikuler normal +/+, ronkhi -/-,
wheezing -/-

Abdomen : Status Obstetricus


Genitalia : Status Obstetricus
Ekstremitas : Edema -/-, RF +/+, RP -/-

3. Status Obtetrikus
Abdomen
o Inspeksi : perut tampak tegang, sikatrik (-), striae (-)
o Palpasi : TFU tidak teraba, NT(+), NL(+), DM (+) di
kuadran kiri bawah
o Perkusi : redup
o Auskultasi : BU (+) N
Genitalia :
Inspeksi : V/U tenang, PPV (+)
Inspekulo :
vagina : tumor (-), fluksus (+) tampak darah kehitaman
tegenang di fornik posteior
portio : multipara ukuran sebesar ibu jari kaki dewasa,
laserasi (-), tumor (-), OUE tertutup, fluksus(+) tampak
darah mengalir dari canalis servicalis

24
VT bimanual :
vagina : tumor(-)
portio : multipara ukuran sebesar ibu jari kaki dewasa,
nyeri goyang (+)
CUT : anteflexi sebesar telur itik
AP : kiri tegang dan kanan lemas
CD : menonjol

III. Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium (Darah rutin dan urin )
Tanggal 24 Maret 2017 jam 21:00 WIB
-
Hemoglobin : 5,4 g/dl
-
Hematokrit : 16,3 %
-
Leukosit : 9.770 mm3
-
Trombosit : 203.000 mm3
-
CT/BT : 3.30 / 1.30 menit
-
HBsAg : Negatif (-)
-
HIV : NR
-
plano test : (+)

2. USG :

25
Gambar 5 : Hasil USG pada kehamilan ektopik
Diagnosis kerja
Akut abdomen et causa KET pada G2P1A0H1 gravid 8-9 minggu + Anemia berat
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Penatalaksanaan
Kontrol keadaan umum, tanda vital, kontraksi, PPV
IVFD RL 500cc 28TPM
Injeksi ceftriaxon 1 gr
Transfusi PRC 1 unit
Pasang DC
Informed consent
Konsul anastesi
Persiapan OK
Rencana : Laparatomi CITO
Diagnosis Pre OP : Akut abdomen et causa KET pada G2P1A0H1 gravid 8-9
minggu + Anemia berat
Laporan Operasi:
Tanggal 24 april 2017 jam 23:00
Pasien tidur terlentang di atas meja operasi dengan anestesi spinal

26
Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis menggunakan betadine dan alcohol
pada lapangan operasi
Dilakukan insisi fanenstiel pada pelvic line 10 cm
M. rectus abdominis di buka secara tumpul ke lateral hingga tampak
peritoneum
Peritoneum di sayat ke atas
Dimasukkan big has untuk memisahkan uterus dan organ lainnya. Didapatkan
perdarahan dan bekuan darah pada rongga abdomen dan cavum douglas
sebanyak 1000 cc.
Identifikasi adneksa kiri dan didapatkan ruptur tuba pars ampularis kiri. Hasil
konsepsi diangkat dan perdarahan dirawat
Dilakukan pemotongan dan pengangkatan tuba kiri, sisa potongan tuba kiri
kemudian dijahit
Identifikasi adneksa kanan dan tidak didapatkan perlengketan adneksa kanan
dengan sekitarnya
Dilakukan eksplorasi rongga abdomen, kemudian big has dikeluarkan dari
rongga abdomen lalu dicuci dengan NaCl
Setelah yakin tidak ada perdarahan dilakukan penutupan rongga abdomen
lapis demi lapis.
Kulit dijahit secara subkutikuler
Diagnosis Post OP :Laparatomi + salphingektomi sinistra a.i kehamilan etopic
terganggu pars ampularis
Tindakan : Laparatomi + salphingektomi sinistra

Instruksi Post Op
1. Observasi tanda-tanda vital pasien : TD, Nadi, RR, suhu
Setiap 15 menit sampai dengan 1 jam post operasi
Setiap 30 menit sampai dengan 4 jam post operasi
Setiap 1 jam sampai dengan 24 jam post operasi

27
2. Transfusi PRC 2 unit
3. Mobilisasi, jika keadaan umum baik :
- 6 jam : boleh miring kanan-kiri
- 12 jam : boleh duduk
- 24 jam : boleh berdiri dan jalan
4. Diet : Jika bising usus (+)
6 jam : boleh air hangat sedikit-sedikit
12 jam : boleh bubur saring
24 jam : boleh nasi biasa
5. Kateter menetap, catat output/input
6. IVFD Asering 20 tpm/mnt
7. Obat-obatan :
Inj ceftriaxon 2 x 10 g iv
Inj Gentamycin amp 2 x 80 mg
Sf 1x300mg po
As mefenamat 3 x 500 mg po
Vit C 3x50mg po
8. jika ada keluhan lapor dokter Jaga

FOLLOW UP

Hari/tanggal subjective Objective Assasement Plan

28
Selasa/ Nyeri luka post Ku : Sedang Post Kontrol KU,VS,
25-4-17 op (+) Kes : CMC Salphingecto PPV,Mobilisasi
BAK (+) TD : 100/70 mmHg mi sinistra bertahap
Pusing (-) Nadi : 80x/menit a.i IVFD RL 500 cc +
Demam (-) Nafas : 18x/menit Kehamilan drip ketorolac 2
BAB (-) Suhu : 36,5 o C Etopic amp
Mata : Konjungtiva tidak Terganggu Injeksi ceftriaxon
anemis, sklera tidak pars 2x1 gr (IV)
ikterik ampularis + Injeksi gentamicin
Abdomen : RH1 2x80 mg (IV)
Inspeksi : Injeksi ketorolac
Perut tampak sedikit 3x20 mg (IV)
membuncit, luka operasi Asam mefenamat
tertutup perban 3x500 mg (po)
Palpasi : TFU SF 1x 300 mg (po)
tidak teraba, kontraksi Vitamin C 3x50 mg
baik, NT(-), NL(-),DM(-) (po)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+)
Normal
Genitalia :
Inspeksi : V/U
tenang, PPV (+)

29
Rabu /26-5-17 Demam (-) Ku : Sedang Post Kontrol KU,VS,
ASI (-/-) Kes : CMC Salphingecto PPV
BAK (+) TD : 110/70 mmHg mi sinistra Mobilisasi bertahap
Nyeri luka post Nadi : 76 x/menit a.i Infus dan DC AFF
op (+) Nafas : 20 x/menit kehamilan Instoper
BAB (+) Suhu : 36,5 o C etopic Injeksi ceftriaxon
BAK (+) Mata : Konjungtiva tidak terganggu 2x1 gr (IV)
anemis, sklera tidak pars Injeksi gentamicin
ikterik ampularis + 2x80 mg (IV)
Abdomen : RH2 Injeksi ketorolac
Inspeksi : 3x20 mg (IV)
Perut tampak sedikit Asam mefenamat
membuncit, luka operasi 3x500 mg (po)
tertutup perban SF 1x 300 mg (po)
Palpasi : TFU Vitamin C 3x50mg
tidak teraba, NT(-), (po)
NL(-),DM(-) Cek HB ulang
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+)
Normal
Genitalia :
Inspeksi : V/U
tenang, PPV (+)

30
Kamis / 27-4- Demam (-) Ku : Sedang Post Kontrol KU,VS,
2017 ASI (-/-) Kes : CMC Salphingecto PPV
Nyeri luka post TD : 120/80 mmHg mi sinistra Asam Mefenamat
op (+) Nadi:78x/menit a.i tab 3x500 mg
BAB (+) Nafas : 20x/menit kehamilan SF 1x1
BAK (+) Suhu: 36,5 o C etopic Vit C 3x1
Mata : Konjungtiva tidak terganggu Cefadroxil 2x1
anemis, sklera tidak pars Leukomed
ikterik ampularis +
Abdomen : RH3
Inspeksi : Perut tampak
sedikit membuncit, luka
operasi baik, pus (-),
darah (-)
Palpasi :TFU tidak
teraba,NT(-),NL(-),DM(-
)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+)
Normal
Genitalia ; Inspeksi :
V/U tenang, PPV (-)
HB : 9,7 g/dl BOLEH PULANG

31
BAB IV
ANALISA KASUS

Seorang pasien wanita umur 26 tahun datang ke IGD RSUD SOLOK


dari rujukan Puskesmas Alahan Panjang pada tanggal 24 April 2017 jam
20.00 WIB dengan keluhan nyeri perut hebat sejak 6 jam yang lalu SMRS,
yang dirasakan hilang timbul dan tidak menjalar. Nyeri dirasakan semakin
lama semakin hebat. Dari kemaluan pasien keluar bercak darah merah
membasahi 1 helai celana dalam sejak 6 jam SMRS.
Dari pemeriksaan fisik abdomen nyeri tekan (+) nyeri lepas (+) defend
muscular (+). Genitalia V/U tenang, PPV (+), Inspekulo : Vagina: dinding
vagina licin, tumor (-), laserasi(-) . Portio : tumor (-) laserasi (-), OUE
tertutup, fluksus (+) perdarahan aktif, cavum douglas menonjol. VT
Bimanual: tumor (-), portio lunak, nyeri goyang portio (+), cavum douglas
menonjol, corpus uteri tidak membesar, adnexa/Parametrium tegang. Hb : 5,4
gr/dl, Plano tes (+).
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, pasien diagnosa dengan Akut abdomen et causa KET pada
G2P1A0H1 gravid 8-9 minggu + Anemia berat. Kemudian dilakukan
tindakan Laparatomi + salphingektomi sinistra dengan diagnosa akhir post
Laparatomi + salphingektomi sinistra a.i kehamilan etopic terganggu pars
ampularis

32
BAB V
KESIMPULAN

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar endometrium kavum


uteri. Kehamilan ektopik terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh dan
berkembang di luar endometrium pada kehamilan normal. Kehamilan ektopik ini
merupakan sering terjadi di daerah tuba falopi (98%), kehamilan ektopik juga dapat
terjadi di ovarium (indung telur), rongga abdomen (perut), atau serviks (leher rahim).
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi wanita kaena
dapat mengancam nyawa apabila ruptur (pecah) dan menyebabkan perdarahan di
dalam. Keadaan gawat ini disebut dengan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
dimana terjadi abortus maupun ruptur tuba. Abortus dan ruptur tuba menimbulkan
perdarahan ke dalam kavum abdominalis yang bila cukup banyak dapat menyebabkan
hipotensi berat atau syok. Bila tidak atau terlambat
mendapat penanganan yang tepat penderita akan meninggal akibat kehilangan darah
yang sangat banyak sehingga diperlukan penanga yang tepat, cepat dan adekuat.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. 2002.


Kehamilan Ektopik. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.

2. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu kebidanan dan Penyakit


Kandungan, 2008. Edisi III. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya.

3. Prawiro, Sarwono, 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. PT Bina Pustaka, Jakarta

4. Sepilian,Vicken;EllenW. Ectopic Pregnancy.


www.emedicine.com/health/topic3212.html

5. Standar Tatalaksana Medis Rumah Sakit fatmawati. 2002. Kehamilan ektopik


Terganggu.Jakarta.

6. Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan edisi ketiga.


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta..hal 323-338.

7. Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Gangguan Bersangkutan Dengan Konsepsi. Ilmu


Kandungan edisi kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Jakarta..hal 250-260.

8. Wiknjosastro, Hanifa. 2000. Kehamilan Ektopik. Ilmu Bedah Kebidanan edisi


pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta..hal 198-210.

34

Anda mungkin juga menyukai